Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI

OLEH :
MADE AYU RISMAYANTHI
(PO7120215043)

TINGKAT 3B SEMESTER VI
D IV KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


HALUSINASI

1
A. KONSEP DASAR HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam
diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2007).

2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2
3. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2007): comforting, condemning,
controlling, consquering.
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran
pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan
mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Halusinasi lebih menonjol,
menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada
halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
d. Consquering
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

3
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

4. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2006):
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

5. Pohon Masalah
Effect Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core
Problem
Gangguan Persepi Sensori : Halusinasi

4
Causa
Isolasi Sosial : Menarik diri

6. Rentang Respons Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang proses pikir Gangguan proses


tergangu pikir/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Emosi Tidak mampu
pengalaman berlebihan/berkurang mengatasi emosi
Perilaku cocok Perilaku yang tidak Perilaku tidak
biasa terorganisir
Hubungan sosial positif Menarik diri Isolasi sosial
.
Mekanisme koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
 Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
 Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu
benda.
 Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
 Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
(Stuart, 2007)

7. Penyebab

5
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat
yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri. Isolasi sosial
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak (Stuart, 2007)
Data subjektif :
h. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
i. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
j. Mengungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
A. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
B. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
C. Sosial Budaya

6
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping
dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

8. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu
keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri
dan orang lain dapat menunjukkan perilaku:
Data subjektif:
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif:
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

9. Pemeriksaan diagnostik

7
Pemeriksaan diagnostik yang dapat di lakukan pada klien dengan halusinasi
menurut (Stuart, 2007) adalah :
1) Pemeriksaan Jantung
Pada pemeriksaan ini di dapatkan abnormalitas seperti : pembesaran ventrikel,
penurunan darah kortikal, terutama di kortek prefrontal, penurunan aktivitas
metabolik di bagian-bagian otak tertentu dan atropi serabri
2) Teskromosom
Pemeriksaan ini di lakukan jika salah satu anggota keluarga ada yang mempunyai
riwayat dengan gangguan jiwa. Pada tes ini di fokuskan pada kromosom 6, 13,
18,dan 24. Di sebutkan oleh ( Ann Isaacs ) jika ada yang punya riwayat gangguan
jiwa kemungkinan keturunannya mengalamigangguan jiwa adalah : suatu orang
yang kena : resiko 12-15 %, kedua orangtuanya yang terkena : resiko 35-39%,
saudara sekandung terkena : resiko 8-10%, kembar dizigotik yang terkena : resiko
50 %.
3) Test psikologi atau psikotes
Pada tes ini di temukan adanya kurang identitas diri, salah interprestasi terhadap
realita dan menarik diri.

10. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
a. Psikoparmakologi
1) Risperidone
a) Indikasi
Hendaya berat dalam fingsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala
POSITIF : Gangguan asosiasi pikiran, waham, halusinasi, perilaku
yang tidak terkendali, dan gejala NEGATIF : Gangguan perasaan,
gangguan berhubungn sosial, gangguan proses piker, tidak ada inisiatif,
peri terbatas dan cenderung menyendiri
b) Kontra indikasi
Penyakit hati,epilepsy, kelainan jantung, ketergantungan alkohol,
Parkinson dan gangguan kesadaran.
c) Efek samping
Kemampuan koknitif menurun, hipotensi, mulut kering, kesulitan miksi
& defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, ganguan irama jantung,
Parkinson.
2) Clorpromazine
a) Indikasi

8
Skizoprenia dan kondisi yang berhubungan dengan psikosis.
b) Kontra indikasi
Hipersensitivitas, depresi berat, kegagalan hati atau ginjal berat.
c) Efek samping
Efek anti koligernik (mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
gangguan gastrointestinal, ruam kulit, efek hormonal, penurunan libido,
amenore, penambahan berat badan, reduksi ambang kejang,
agronulositosis, sindrom neuroleptik malignant ( SNM ).
3) Trihexypenidil
a) Indikasi
Parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang di sebabkan oleh susunan
saraf pusat (SSP)
b) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap trihexypenidil, glaukoma angle closure, ileus
paralitik, hipertropi prostat.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, mual, pusing, konstipasi, retensi urin,
takikardi, tekanan darah meningkat.
(Stuart, 2007)

b) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya
jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara

9
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan
agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.
(Stuart, 2007)

11. Komplikasi
a. Muncul perilaku untuk mencederai diri sendiri dan lingkungan, yang di akibatkan
dari persapsi sensori palsu tanpa adanya stimulis eksternal.
b. Klien dengan halusinasi mengisolasi dirinya dengan orang lain karena tidak peka
terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata.
(Stuart, 2007)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
A. Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
10
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas
dan konflik dalam keluarga
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).

11
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah
kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan
dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-
hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya
dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asa merasa gagal, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi,
ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang
mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila
perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi
yang iperlukan meliputi :
a. Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b. Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.
d. Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan
apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi.
Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik

12
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1. Status mental
a. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b. Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c. Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d. Afek : sesuai/maladaprif
e. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada
sesuai dengan nformasi
f. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan
baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
g. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
h. Tingkat kesadaran
i. Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2. Mekanisme koping
a. Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
c. Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus
internal
3. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,
pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

Masalah dan Data yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan Persepsi senori : Halusinasi a. Data Subjektif
- Klien mengatakan
mendengar sesuatu
- Klien mengatakan melihat
bayangan putih
- Klien mengatakan
merasakan dirinya seperti
tersengat listrik
- Klien mengatakan
mencium bau tidak sedap
- Klien mengatakan
kepalanya melayang di
udara
- Klien mengatakan
merasakan sesuatu yang
berbeda pada dirinya
b. Data Objektif
- Klien terlihat berbicara
13
atau tertawa sendiri saat
diuji
- Bersikap seperti
mendengarkan sesuatu
- Berhenti tiba- tiba ditengah
kalimat seolah- olah
mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
- Konsentrasi rendah
- Pikiran cepat berubah
- Kacau dalam alur pikiran

Jenis Halusinasi dan data Penunjangnya


Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi - Bicara atau tertawa - Mendengar suara atau
dengar sendiri kegaduhan
- Marah-marah tanpa - Mendengar suara yang
sebab bercakap-cakap
- Menyedengkan telinga - Mendengar suara menyuruh
kearahtertentu melakukan sesuatu yang
- Menutup telinga
berbahaya
Halusinasi - Menunjuk-nunjuk - Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan kearah tertentu bentuk geometris, bentuk
- Ketakutan pada sesuatu
kartoon, melihat hantu atau
yang tidak jelas
monster
Halusinasi - Menghidu seperti sedang - Membaui bau-bauan sperti
penghidu membaui bau-bauan bau darah, urin, feces,
tertentu kadang-kadang bau itu
- Menutup hidung
menyenangkan

Halusinasi - Merasakan rasa seprti darah,


- Sering meludah
pengecapan - Muntah urin atau feces
Halusinasi - Menggaruk-garuk - Mengatakan ada
Perabaan
permukaan kulit seranggadipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat
listrik
Halusinasi - Memegang kainya yang - Mengatakan badannya
kinestetik diangganya bergerak melayang diudara
sendiri
14
Halusinasi - Memegang badannya - Mengatakan perutnya
Viseral yang dianggapnya menjadi mengecil setelah
berubah bentuk dan minum softdrink
tidak normal seperti
biasanya

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah sebagai berikut.
a) Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat diperoleh melalui observasi perilaku pasien, sedangkan data
subjektif dapat dikaji melalui proses wawancara dengan pasien
b) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
- Waktu: pagi, siang, sore, malam
- Frekuensi: terus-menerus, sekali-kali
- Situasi: sendiri, atau saat terjadi kejadian tertentu
c) Respons terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan saat
halusinasinya muncul
(Kusumawati dan Hartono . 2010)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa menurut Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016)
yaitu:
a. Gangguan Persepsi Sensori (sesuai jenis halusinasi yang dialami pasien)

15
DAFTAR PUSTAKA

Keliat.B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Maramis, W.f. 2007. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Ed 1. 2016. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI

16
Mengetahui Mahasiswa
Clinical Instructure

( )
( )
NIM.
NIP.

Mengetahui
Clinical Teacher

( )
NIP.

17
3. Intervensi
Intervensi yang dilakukan berdasarkan core problem saja mengingat waktu yang terbatas. Core problem
dalam intervensi ini adalah Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan. Intervensi dibuat dalam bentuk matrik dibawah
ini:

No Diagnosa Waktu Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


1 Gangguan Senin, TUM: 1. Setelah diberikan 1. Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya
persepsi sensori 5/2/2018 Pasien dapat tindakan keperawatan …x… dengan Pasien: merupakan dasar untuk
Pukul : mengontrol menit selama … pertemuan, a. Beri salam
memperlancar hubungan
halusinasinya diharapkan pasien : b. Perkenalkan diri, tanyakan
a. Mau menerima nama serta nama panggilan interaksi selanjutnya.
TUK 1 : kehadiran perawat yang disukai
Pasien dapat di sampingnya c. Jelaskan tujuan interaksi
membina hubungan b. Menyatakan mau d. Yakinkan dia dalam keadaan
saling percaya menerima bantuan aman dan perawat siap
dengan perawat perawat menolong dan
c. Tidak menunjukkan mendampinginya
tanda-tanda curiga e. Yakinkan bahwa kerahasiaan
klien akan tetap terjaga
f. Tunjukkan sikap terbuka dan
jujur
g. Perhatikan kebutuhan dasar
dan beri bantuan
memenuhinya

TUK 2 : 2. Setelah diberikan 2.1 Adakan kontak sering dan 2.1 Kontak sering dan
Pasien dapat tindakan keperawatan …x… singkat secara bertahap

18
mengenal menit selama … pertemuan, 2.2 Observasi tingkah laku klien singkat selain upaya
halusinasinya diharapkan pasien mampu : terkait dengan halusinasinya : membina hubungan
menyebutkan Isi, Waktu, bicara dan tertawa tanpa
saling percaya juga dapat
Frekuensi timbulnya stimulus, memandang kekiri
halusinasi atau ke kanan atau ke depan memutuskan
seolah-olah ada teman bicara. halusinasinya.
2.3 Bantu pasien mengenali 2.2 Mengenal perilaku pada
halusinasinya
saat halusinasi timbul
a. Jika menemukan yang
sedang halusinasinya, memudahkan perawat
tanyakan apakah ada suara dalam melakukan
yang didengar
intervensi
b. Jika Pasien menajawab ada
2.3 Mengenal halusinasi
lanjutkan apa yang
dikatakan memungkinkan klien
c. Katakana bahwa perawat untuk menghindari faktor
percaya Pasien mendengar
timbulnya halusinasi.
suara itu, namun perawat 2.4 Dengan mengetahui
sendiri tidak
mendengarnya (dengan waktu, isi dan frekuensi
nada bersahabat tanpa munculnya halusinasi
menuduh atau
mempermudah tindakan
menghakimi)
d. Katakana bahwa Pasien keperawatan yang akan
ada juga yang seperti dilakukan perawat
Pasien 2.5 Untuk mengidentifikasi
2.4 Diskusikan dengan Pasien pengaruh halusinasi pada
a. Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan klien.
halusinasi

19
b. Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore dan malam atau
jiak sendiri, jengkel dan
sedih)
2.5 Diskusikan dengan Pasien apa
yang dirasakn jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya.

TUK 3 : 3.1 Setelah diberikan 3.1 Identifikasi bersama Pasien 3.1. Upaya untuk memutus
Pasien dapat tindakan keperawatan …x… cara atau tindakan yang dilakukan siklus halusinasi
mengontrol menit selama … pertemuan, jika terjadi halusinasi (tidur, marah,
sehingga halusinasi tidak
halusinasinya diharapkan : menyibukan diri dll)
a. Pasien dapat 1.2 Diskusikan cara yang berlanjut.
menyebutkan cara digunakan Pasien, jika cara 3.2. Reinforcement dapat
baru mengontrol yang digunakan bermanfaat mneingkatkan harga diri
halusinasinya. berikan pujian
klien.
b. Pasien dapat 3.3 Diskusikan cara baru untuk
3.3. Memberikan alternatif
memilih cara memutus/mengontrol timbulnya
mengatasi halusinasi : pilihan untuk mengontrol
halusinasi seperti a. Katakan pada diri halusinasi.
yang telah sendiri bahwa ini tidak 3.4. Memotivasi dapat
didiskusikan dengan nyata “saya tidak mau meningkatkan keinginan
klien dengar/lihat/penghidup/r
aba/ klien untuk mencoba
kecap” (pada saat memilih salah satu cara
halusinasi terjadi) untuk mengendalikan
b. Menemui orang lain

20
(perawat/teman/keluarga halusinasi dan dapat
/ anggota keluarga) meningkatkan harga diri
untuk menceritakan
klien.
tentang halusinasinya.
c. Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari agar
halusinasi tidak muncul
d. Meminta
keluarga/teman/perawat
jika Nampak bicara
sendiri
3.4 Bantu Pasien untuk memilih
dan melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap

TUK 4 : 4.1 Setelah diberikan 4.1 Anjurkan pasien untuk memberi 4.1 Untuk mendapatkan
Pasien dapat tindakan keperawatan …x… tahu keluarga jika mengalami bantuan keluarga dalam
dukungan dari menit selama … pertemuan, halusinasi
mengontrol
keluarga untuk diharapkan keluarga dapat 4.2 Diskusikan dengan keluarga
mengontrol membina hubungan saling (pada saat pertemuan halusinasinya.
halusinasinya percaya dengan perawat : keluarga/kunjunga rumah) 4.2 Untuk mengetahui
a. Keluarga mampu a. Gejala halusinasiyang pengetahuan keluarga
menyebutkan dialami pasien
tentang halusinasi dan
pengertian, tanda dan b. Cara yang dapat dilakukan
kegiatan untuk pasien dan keluarga untuk menambah pengetahuan
mengendalikan memutuskan halusinasi keluarga cara merawat
halusinasi c. Cara merawat anggota
anggota keluarga yang
keluarga yang halusinasi
dirumah , beri kegiatan, mempunyai masalah

21
jangan biarkan sendiri, halusinasi.
makan bersama, bepergian
bersama
d. Beri informasi waktu follow
up atau kapan perlu
mendapat bantuan:
halusinasi terkontrol dan
resiko mencederai orang
lain
TUK 5 : 5.1 Setelah diberikan 5.1. Diskusikan dengan Pasien 5.1. Dengan menyebutkan
Klien dapat tindakan keperawatan …x… tentang dosis, frekuensi manfaat dosis, frekuensi dan
memanfaatkan obat- menit selama … pertemuan, obat
manfaat obat diharapkan
obatan dengan baik diharapkan pasien dan 5.2. Anjurkan pasien minta sendiri
keluarga dapat menyebutkan obat pada perawat dan klien melaksanakan
manfaat, dosis dan efek emrasakan manfaatnya program pengobatan
samping obat 5.3. Anjurkan pasien bicara dengan 5.2. Menilai kemampuan
a. Pasien mampu dokter tentang manfaat dan
klien dalam
mendemonstrasikan penggunaan obat secara benar
penggunaan obat dengan 5.4. Pasien dapat informasi tentang pengobatannya sendiri
benar efek samping obat 5.3. Dengan mengetahui efek
5.5. Pasien dapat memahami akibat samping klien akan tahu
berhenti minum obat
apa yang harus dilakukan
5.6. Pasien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan obat setelah minum obat.
5.4. Program pengobatan
dapat berjalan dengan
lancar.
5.5. Dengan mengetahui
prinsip penggunaan obat,

22
maka kemandirian klien
untuk pengobatan dapat
ditingkatkan secara
bertahap.

23

Anda mungkin juga menyukai