Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

HEPATITIS VIRUS A

DISUSUN OLEH :

Nur Fatima Zulkaidani

111 2016 2074

PEMBIMBING :

dr. Ayu Purnamasari, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Fatima Zulkaidani

NIM : 111 2016 2074

Judul Laporan Kasus : Hepatitis Virus A

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makasssar, 18 Maret 2017

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ayu Purnamasari, Sp.PD


BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Usia : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Pare-pare
Tanggal Masuk RS : 03 Februari 2017
No. Rekam Medik : 124236
Dokter Interna : dr. Ayu Purnamasari, Sp.PD
Nama RS : RSUD Andi Makkasau Pare-Pare

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Lemas
Anamnesis Terpimpin :
Lemas dialami sejak ± 5 hari yang lalu disertai pusing sejak sehari SMRS.
Nyeri perut kanan atas (+) dialami sejak ± 1 minggu SMRS, nyeri
dirasakan sama sepanjang hari, tidak hilang timbul. Mudah lelah (+), nafsu
makan menurun (+), mual (+), muntah (+), perut kembung (+). Riwayat
demam (+), demam timbul mendadak, namun tidak terlalu tinggi,
menggigil (-), berkeringat (-). Pasien juga mengeluhkan mata kuning (+),
batuk (-), nyeri ulu hati (-). BAK berwarna seperti air teh pekat (+). BAB :
biasa.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat sakit dengan gejala yang
sama disangkal
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum

Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis ( E4M6V5 )

Tanda vital

 Tekanan darah : 110/70 mmHg


 Nadi : 80 kali permenit
 Frekuensi Pernapasan : 20 kali permenit
 Suhu : 36,5 0C

Pemeriksaan kepala dan leher

 Mata : anemis ( -/- ) ikterus ( + /+ )


: pupil bulat isokor diameter 2,5 cm / 2,5 cm
 Bibir : sianosis ( - )
 Leher : JVP R-2 cm
 Tonsil : dalam batas normal
 Faring : dalam batas normal

Pemeriksaan thoraks

 Inspeksi : simetris kiri dan kanan


 Palpasi : masa tumor ( - ), nyeri tekan ( - )
vocal premitus simetris kesan normal
 Perkusi : paru kiri : sonor
: paru kanan : sonor
: batas paru hepar : ICS IV dekstra
: batas paru belakang kanan : CV Th VIII dekstra
: batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
 Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
Pemeriksaan jantung

 Inspeksi : apeks jantung tidak tampak


 Palpasi : apeks jantung tidak teraba
 Perkusi :Batas jantung :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis dextra
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
 Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )

Pemeriksaan abdomen

 Inspeksi : datar, ikut gerak nafas


 Auskultasi : peristaltic ( + ) kesan normal
 Palpasi : nyeri tekan (+) regio hipokondrium kanan, defance
musculer (-), tidak teraba massa tumor. Hepar membesar 2
jari dibawah arcus costae, konsistensi : lunak, permukaan :
rata, pinggir : lancip dan lien tidak teraba.
 Perkusi : timpani (-), ascites (-)

Pemeriksaan ekstremitas

 Akral dingin : -/- -/-


 Edema : -/- -/-
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 7,34x103/uL 3,8 - 10,6 x 103/uL

RBC 5,17x106/uL 4,4 - 5,9 x 106/uL

HGB 14,9 g/dL 13,2 - 17,3 g/dL

HCT 43,7 % 40 - 50 %

DARAH MCV 84,5 fL 80 - 100 fL


RUTIN
MCH 28,8 pg 26 - 34 pg

MCHC 34,1 g/dL 32 - 36 g/dL

PLT 274x103/uL 140 - 392 x 103/uL

LYM 35,4 % 25 - 40 %

MONO 11,4 % ↑ 2-8%

EOS 0,5 % ↓ 2-4%

BASO 1,1 % ↑ 0–1%

Kimia Darah Hasil Nilai Rujukan Satuan


SGOT (AST) 354 ↑ ≤ 40 U/L
SGPT (ALT) 1086 ↑ ≤ 41 U/L
Kreatinin 0,67 0,67 – 1,17 mg/dL
Imunologi Hasil Nilai Rujukan
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif

IgM Anti HAV Reaktif 9,29 ↑ Non Reaktif bila indeks : < 0,80
Gray Zone bila : 0,80 – 1,20
Reaktif bila : > 1,20
Anti HCV Non Reaktif 0,06 Non Reakti bila indeks : < 1,00

E. DIAGNOSA
Hepatitis Virus A

F. DIAGNOSA BANDING
 Malaria
 Hepatitis (B, C, D dan E)
 Kolelitiasis

G. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD NaCl : Dekstrose = 20 tetes/menit
 Inj. Aminoleban 1gr/8j/iv
 Inj. Ranitidin 50mg/12j/iv
 Inj. Ondansentron 1 amp/8j/iv
 Inj. Sohobion 1 amp/24j/iv
 Maxilliv 2x1

H. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam
I. FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

03/2/2017 S: P:

Lemas (+), Pusing (+), Nyeri perut  IVFD RL 20 tetes/menit


kanan atas (+), Mudah lelah (+),  Inj. Ranitidin 50mg/12j/iv
Nafsu makan ↓, Mual (+), Muntah  Inj. Ondansentron 1 amp
(+), Perut kembung (+), Demam (-), /8j/iv
BAK warna seperti teh pekat (+),  Inj. Sohobion 1 amp/24j/iv
BAB biasa.

O : SS/GC/CM
 TD : 110/70 mmHg
 N : 80 x/menit
 P : 20 x/menit
 S : 36,5 ⁰C
 An (-/-), Ik (+/+)
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/-, wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT (-)
 Abd : peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (+) regio
hipokondrium kanan. Hepar
membesar 2 jari dibawah
arcus costae, konsistensi :
lunak, permukaan : rata,
pinggir : lancip dan lien tidak
teraba.
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab :

 WBC 7,34x103/uL
 RBC 5,17x106/uL
 HGB 14,9 g/dL
 HCT 43,7 %
 MCV 84,5 fL
 MCH 28,8 pg
 MCHC 34,1 g/dL
 PLT 274x103/uL
 LYM 35,4 %
 MONO 11,4 % ↑
 EOS 0,5 % ↓
 BASO 1,1 % ↑

SGOT (AST) : 354 U/L ↑


SGPT (ALT) : 1086 U/L ↑
Kreatinin : 0,67 mg/dL

HBsAg : Non Reaktif


IgM Anti HAV : Reaktif 9,29 ↑
Anti HCV : Non Reaktif 0,06

A : Hepatitis Virus A

04/2/2017 S: P:

Lemas (-), Pusing (-), Nyeri perut  IVFD NaCl : Dekstrose =


kanan atas berkurang, Mual (-), 20 tetes/menit
Muntah (-), BAB dan BAK biasa.  Inj. Aminoleban 1gr/8j/iv
 Inj. Ranitidin 50mg/12j/iv
O : SS/GC/CM
 TD : 110/80 mmHg  Inj. Ondansentron 1 amp
 N : 80 x/menit /8j/iv
 P : 20 x/menit  Inj. Sohobion 1 amp/24j/iv

 S : 36,7 ⁰C  Maxilliv 2x1

 An (-/-), Ik (+/+)
 BP : Vesikuler Instruksi :

BT : Rh -/-, wh-/- SGOT, SGPT

 BJ : I/II murni regular, BT (-)


 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-).
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab : -

A : Hepatitis Virus A
06/2/2017 S: P:

Nyeri perut kanan atas (-)  Aff infus


KU membaik  Maxilliv 2x1
 Ranitidin tab 2x1
O : SS/GC/CM
 Immuno plus 2x1
 TD : 110/80 mmHg
 N : 80 x/menit Instruksi :
 P : 20 x/menit Boleh pulang

 S : 36 ⁰C
 An (-/-), Ik (-/-)
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT (-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-)
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
Lab :
SGOT (AST) : 100 U/L ↑
SGPT (ALT) : 292 U/L ↑

A : Hepatitis Virus A
BAB II

HEPATITIS VIRUS

PENDAHULUAN

Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama


hati. Hampir semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus A (HAV), hepatitis
virus B (HBV), dan hepatitis virus C (HCV). Semua jenis virus hepatitis yang
menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, merupakan
virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molekuler dan
antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam
perjalanan penyakitnya.1
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit
hati di seluruh dunia. Angka kejadian hepatitis A akut di seluruh dunia adalah 1,5
juta kasus per tahun, dimana diperkirakan jumlah kasus yang tidak dilaporkan
adalah 80%. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata atau
subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
persisten.1
Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A
masih merupakan bagian terbesar dari kasus – kasus hepatitis akut yang dirawat
yaitu berkisar dari 39,8 – 68,3 %. Perubahan epidemiologi infeksi virus hepatitis
A mengalami perubahan, di mana pada negara berkembang, infeksi terjadi pada
usia anak-anak hingga dewasa, sedangkan pada negara maju, dengan endemisitas
rendah, infeksi virus hepatitis A pada umumnya terjadi pada usia dewasa (30
tahun ke atas).1
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar
dari 2,5 % di Banjarmasin sampai 25,1 % di Kupang, sehingga termasuk dalam
kelompok negara dengan kelompok endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara -
negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal ibu pengidap hepatitis
merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir
semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi
pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HBeAg pada ibu sangat
berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HbsAg positif
namun jika HBeAg dalam darah negatif, maka daya tularnya menjadi rendah.
Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari
hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat
penularan secara vertikal adalah sebanyak 22 bayi (45,9 %).1
Prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa
hepatitis C (15,5% - 46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A (39,8% -
68,3%) dan hepatitis B pada urutan ketiga (6,4% - 25,9%). Infeksi hepatitis D erat
kaitannya dengan infeksi hepatitis B.1
Gambaran klinis hepatitis virus bervariasimulai dari infeksi asimpomatik
tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat
menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari.1
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis akut, umumnya terapi berupa
tirah baring, diet seimbang dan pengobatan suportif.1

DEFINISI

Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan
akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang
berlangsung selama kurang dari 6 bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap
bertahan selama lebih dari 6 bulan. Keadaan kronis pada anak-anak lebih sukar
dirumuskan karena perjalanan penyakitnya lebih ringan daripada orang dewasa.2

HEPATITIS A

Definisi

Hepatitis A virus akut merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui


transmisi enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini bersifat
self-limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang individu yang
tidak memiliki antibodi virus hepatitis A seperti pada anak-anak, namun infeksi
juga dapat terjadi pada orang dewasa. Jarang terjadi fulminan (0.01%) dan
transmisi menjadi hepatitis konis tidak perlu ditakuti, tidak ada hubungan korelasi
akan terjadinya karsinoma sel hati primer. Karier HAV sehat tidak diketahui.
Infeksi penyakit ini menyebabkan pasien mempunyai kekebalan seumur hidup.3
HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih
protein. Beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat
parasite obligat intraseluler, hanya dapat bereplikasi didalam sel karena asam
nukleatnya tidak menyandikan banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme
protein, karbohidrat atau lipid untuk menghasilkan fosfat energi tinggi. Biasanya
asam nukleat virus menyandi protein yang diperlukan untuk replikasi dan
membungkus asam nukleatnya pada bahan kimia sel inang.4
Replikasi HAV terbatas di hati, tetapi virus ini terdapat didalam empedu,
hati, tinja dan darah selama masa inkubasi dan fase akhir preikterik akut
penyakit.3
HAV digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai
hepatovirus, diameter 27 – 28 nm dengan bentuk kubus simetrik, untai tunggal
(single stranded), molekul RNA linier 7,5 kb, pada manusia terdiri dari satu
serotipe, tiga atau lebih genotipe, mengandung lokasi netralisasi imunodominan
tunggal, mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer, replikasi di
sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti adanya replikasi di usus,
menyebar pada galur primata non manusia dan galur sel manusia.1

Gambar 1 : Virus Hepatitis A


Epidemiologi dan faktor resiko
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit
hati di seluruh dunia. Angka kejadian hepatitis A akut di seluruh dunia adalah 1,5
juta kasus per tahun, dimana diperkirakan jumlah kasus yang tidak dilaporkan
adalah 80%. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata atau
subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
persisten.1
Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A
masih merupakan bagian terbesar dari kasus – kasus hepatitis akut yang dirawat
yaitu berkisar dari 39,8 – 68,3 %. Perubahan epidemiologi infeksi virus hepatitis
A mengalami perubahan, di mana pada negara berkembang, infeksi terjadi pada
usia anak-anak hingga dewasa, sedangkan pada negara maju, dengan endemisitas
rendah, infeksi virus hepatitis A pada umumnya terjadi pada usia dewasa (30
tahun ke atas).1
Masa inkubasi 15 – 50 hari (rata-rata 30 hari), distribusi di seluruh
dunia, endemisitas tinggi di negara berkembang, HAV diekresi di tinja oleh orang
yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan
penyakit. Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu) kadang – kadang
sampai 90 hari pada infeksi yang membandel atau infeksi yang kambuh. Eksresi
feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan pada neonatus yang terinfeksi.
Transmisi enterik (fekal – oral) predominan di antara anggota keluarga. Kejadian
luar biasa dihubungkan dengan sumber umur yang digunakan bersama, makanan
yang terkontaminasi dan air, tidak terbukti adanya penularan maternal – neonatus,
prevalensi berkorelasi dengan standar sanitasi dan rumah tinggal ukuran besar,
transmisi melalui transfusi darah jarang terjadi.1

Patogenesis

Infeksi virus hepatitis A terutama menular melalui jalur fekal-oral,


demikian pula dengan air dan makanan yang terkontaminasi. Transmisi terjadi
terutama melalui kejadian luar biasa (transmisi melalui makanan dan minuman),
dan kontak dari orang ke orang. Pada cairan tubuh, virus hepatitis A
terkonsentrasi sebagian besar pada feses, serum, dan air liur. Virus hepatitis A
sangat jarang ditransmisikan melalui produk darah atau prosedur medis. Virus
hepatitis A terdapat pada feses selama 3-6 minggu selama masa inkubasi, dapat
memanjang pada fase awal kerusakan hepatoselular pada pasien yang simptomatik
maupun asimptomatik. Penempelan virus paling maksimal terjadi pada saat
terjadinya kerusakan hepatoselular, selama periode dimana individu yang
terinfeksi berada dalam fase yang paling infeksius.1

Pada prinsipnya, diferensiasi terjadi dalam dua bentuk :


1. Initial non-cytotoxic reaction dengan tingkat replikasi yang tinggi
2. Reaksi cypopathogenic dengan produksi virus yang rendah, tanda-tanda
peradangan dan pengembangan imunitas. Nekrosis sel hati disebabkan oleh
limfosit T (CD8+) spesifik terhadap virus, dengan sel T-induced cytolysis yang
terjadi pada respon imun. Virus ini kemudian dinetralkan oleh antibodi. HAV
mampu memicu hepatitis autoimun.3

Gambaran Klinis

1. Stadium Inkubasi
Periode antara infeksi HAV dan munculnya gejala berkisar 15 – 49 hari, rata-
rata 25-30 hari. Inkubasi tergantung jumlah virus dan kekebalan tubuh.3
2. Stadium prodromal (Praikterik)
Ditandai dengan gejala seperti : mual, muntah, nafsu makan menurun, merasa
penuh diperut, diare (sembelit), yang diikuti oleh kelemahan, kelelahan,
demam, sakit kepala, gatal-gatal, nyeri tenggorokan, nyeri sendi, gangguan
penciuman dan pengecapan, sensitif terhadap cahaya, kadang-kadang batuk.
Gejala ini seperti “febrile influenza infection”. Pada anak-anak dan remaja
gejala gangguan pencernaan lebih dominan, sedangkan pada orang dewasa
lebih sering menunjukkan gejala ikterik disertai mialgia.3
3. Stadium klinis
90% dari semua pasien HAV akut adalah subklinis, sering tidak terdeteksi.
Akhir dari prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan urin yang
berwarna coklat, urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan dan
microhaematuria dapat berkembang. Feses biasanya acholic, dengan
terjadinya ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada dewasa). Sebagian
gejala mereda, namun demam bisa tetap terjadi. Hepatomegali, nyeri tekan
hepar splenomegali, dapat ditemukan. Akhir masa inkubasi LDL dapat
meningkat sebagai espresi duplikasi virocyte, peningkatan SGOT, SGPT,
GDH. Nilai Transaminase biasanya tidak terlalu diperlukan untuk menentukan
derajat keparahan. Peningkatan serum iron selalu merupakan ekspresi dari
kerusakan sel hati. AP dan LAP meningkat sedikit. HAV RNA terdeteksi
sekitar 17 hari sebelum SGPT meningkat dan beberapa hari sebelum HAV
IgM muncul. Viremia bertahan selama rata-rata 79 hari setelah peningkatan
GPT , durasinya sekitar 95 hari.3
4. Penyembuhan
Fase ikterik berlangsung sekitar 2-6 minggu. Parameter laboratorium benar-
benar normal setelah 4-6 bulan. Normalisasi dari serum asam empedu juga
dianggap sebagai perameter dari penyembuhan.3

Diagnosis

 IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya,
mengindikasikan infeksi akut.
 Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi
lampau.1
Gambar 2 : respon imun HAV

Tata Laksana Infeksi Hepatitis A Akut


Terdiri dari istirahat, diet dan pengobatan medikamentosa :
1. Istirahat. Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.
Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian
diberikan kepada mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.
2. Diet. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup
kalori (30 – 35 kalori/kgBB) dengan protein cukup (1 g/kgBB). Pemberian
lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecendrungan untuk
membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandung empedu. Dapat
diberikan diet hati II-III.
3. Medikamentosa
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk hepatitis A. Terapi
simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting pada penatalaksanaan
infeksi virus hepatitis A akut. Penggunaan obat yang potensial bersifat
hepatotoksik sebaiknya dihindari, misalnya parasetamol.
a. Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan
bilirubin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang
berkepanjangan, dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi
bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan prednison 3x10
mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.
b. Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
c. Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
d. Jangan diberikan antiemetik. Jika perlu sekali dapat diberikan golongan
fenotiazin.
e. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila
pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma
hepatik.5

INFEKSI YANG SEMBUH SPONTAN


1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E,D. Pemberian interferon-
alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan risiko kejadian infeksi kronis.
Peran lamivudin atau adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan.1,3
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien Tn. W umur 19 tahun datang dengan keluhan utama


lemas yang dialami sejak ± 5 hari yang lalu disertai pusing sejak sehari SMRS.
Nyeri perut kanan atas (+) dialami sejak ± 1 minggu SMRS, nyeri dirasakan sama
sepanjang hari, tidak hilang timbul. Mudah lelah (+), nafsu makan menurun (+),
mual (+), muntah (+), perut kembung (+). Riwayat demam (+), demam timbul
mendadak, namun tidak terlalu tinggi. Pasien juga mengeluhkan mata kuning (+).
BAK (+) berwarna seperti air teh pekat. BAB kesan normal.
Didapatkan bahwa pasien ini mengalami gejala prodormal sebelum
terjadinya ikterik yaitu demam, mudah lelah, nafsu makan menurun, mual dan
muntah (+), perut kembung. Hal ini sesuai dengan teori bahwa terdapat fase
praikterik.
Mekanisme pembentukan bilirubin yaitu 70-80% berasal dari pemecahan
sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein
heme yang dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantara
enzim hemoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase mengubah biliverdin
menjadi bilirubin tidak larut dalam air. Oleh karena bilirubin tak terkonjugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui
membrane glomelurus, sehingga tidak didapatkan dalam urine. Kemudian terjadi
proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati. Bilirubin bebas yang
terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukuronik
membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin terkonjugasi/bilirubin direk.
Reaksi dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan
bilirubin yang larut air. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus
bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mendekonjugasi dan
mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar
ke dalam feses yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan
kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai urine sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin
unkonjugasi. Hal ini menerangkan bahwa warna urine yang gelap merupakan
gejala khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.
Pada pasien ini terdapat BAK warna teh pekat, hal ini sesuai dengan
patofisiologi akibat adanya peningkatan fungsi hati. Adapun penyebab gangguan
kolestasis intrahepatik yang tersering adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit
hati karena alcohol dan penyakit hepatitis autoimun. Peradangan intrahepatik
mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A
merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang
timbul secara akut.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat
paling awal pada sclera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah
berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L).
Pada pemeriksaan fisis kepala didapatkan sklera ikterus. Pada
pemeriksaan thoraks pasien dalam batas normal dengan bunyi pernapasan
vesikuler serta tidak didapatkan bunyi nafas tambahan. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan pada region hipokondrium kanan, adanya
pembesaran organ hepar 2 jari dibawah arcus costae, konsistensi : lunak,
permukaan rata, pinggir : lancip dan lien dalam batas normal. Pada ekstremitas
didapatkan akral hangat dan tidak terdapat edema tungkai.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 31 Januari 2017, didapatkan
SGOT (354 U/L), SGPT (1086 U/L), HBsAg (Non Reaktif), IgM Anti HAV
(Reaktif 9,29), Anti HCV (Non Reaktif 0,06).
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Februari 2017, didapatkan
SGOT (100 U/L), SGPT (292 U/L).
Hasil pemeriksaan yang didapatkan pada pasien ini sesuai dengan teori
mengenai hepatitis. Pemeriksaan HBsAg merupakan petanda yang pertama kali
diperiksa secara rutin. Kemudian secara teori kelainan laboratorium yang khas
adalah meningkatnya nilai alkali fosfatase, yang terutama diakibatkan peningkatan
sintesa daripada gangguan ekskresi, namun belum bisa menjelaskan penyebabnya.
Nilai bilirubin juga menentukan beratnya bukan penyebab kolestasisnya. Nilai
aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun seringkali
meningkat tidak tinggi. Jika peningkatannya tinggi sangat mungkin karena proses
hepatoseluler, namun kadang-kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik.
Pada kasus ini setelah diperiksa terdapat peningkatan dari nilai SGOT dan SGPT
yang mengarah kepada kelainan di intrahepatik. Serta pada pemeriksaan IgM Anti
HAV menunjukan hasil Reaktif yang mengindikasikan adanya infeksi HAV akut.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu Bed Rest karena pada
periode akut aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari,
IVFD NaCl : Dekstrose = 20 tetes/menit, injeksi Aminoleban 1 gr/8j/iv sebagai
nutrisi parenteral yang sesuai pada penyakit hepatitis, injeksi Ranitidin
50mg/12j/iv untuk mengurangi produksi asam lambung, injeksi Ondansentron 1
amp/8j/iv sebagai anti emetic, injeksi Sohobion 1 amp/24j/iv sebagai multivitamin
untuk mengatasi perasaan lelah dan mialgia pada pasien, serta Maxilliv sebagai
hepatoprotektor diberikan 2x1 tablet.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis
penyakit ini baik dan dapat sembuh sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sanityoso A., Griskalia C. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2014. 1945-1962
2. Sulaiman A. Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2014. 1935-1940
3. ACUTE VIRAL HEPATITIS dalam buku HEPATOLOGY PRINCIPLES
AND PRACTICE. Kuntz, Erwin dan Hans-Dieter Kuntz. Germany : Springer
Medizin Verlag Heidelberg. 2006
4. ACUTE VIRAL HEPATITIS dalam buku HARRISON'S PRINCIPLES OF
INTERNAL MEDICINE 17th Edition. L.Kasper MD, Dennis dkk United
States of America: Mc Graw Hill. 2008
5. HEPATIITS AKUT dalam buku KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN.
Mansjoer A. Jakarta. 2000

Anda mungkin juga menyukai