Anda di halaman 1dari 26

BAB V

PEMBAHASAN

Penulis telah melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan

proses keperawatan meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,

perencanaan (intervensi), pelaksanaan (implementasi), evaluasi, dan telaah jurnal,

maka pada BAB ini Penulis akan membahas mengenai perbandingan antara teori

dengan fakta yang ditemukan dalam perawatan kasus Apendisitis Akut Pada An.K

yang dirawat di Ruang Rawat Inap Bedah Pria Putra Spesialist Hospital Melaka

Tahun 2018.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Potter

dan Perry, 2005). Pada tahap pengkajian, menurut Brunner & Suddarth

(2012) dalam buku “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem

Pencernaan” mencakup aspek-aspek seperti anamnesa meliputi pengkajian

yang terdiri dari identitas klien, riwayat kesehatan klien (riwayat kesehatan

sekarang, riwayat kesehatan dahulu dan riwayat kesehatan keluarga) dan

pemeriksaan fisik.

Setelah dilakukan pengkajian secara komprehensif pada An.K,

didapatkan data yang cukup sesuai berdasarkan tinjauan teoritis yang dibuat.

Data-data tersebut sudah menunjang untuk dilakukan asuhan keperawatan

selanjutnya.

194
195

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Selasa 31 Jui 2018 pada

pukul 15.00 WIB di Ruang Rawat Inap bedah pria, didapatkan data bahwa

pasien mengatakan perutnya terasa sakit pada bagian kanan bawah, nyeri

terasa hilang timbul, skala nyeri 7 nyeri bertambah saat beraktivitas dan

hilang saat istirahat, durasi nyeri dengan intensitas 5-10 menit, lebih sakit lagi

apabila lutut kanan ditekuk. Ibu An.K juga mengatakan bahwa anaknya

mengeluh sakit perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, diarea

sebanyak 2 kali dan muntah sebanyak 2 kali dan mengalami demam selama 1

bulan dengan durasi naik turun. An.K mengatakan ia takut akan tindakan

operasi yang akan dilakukan, ia berpegangan tangan kepada ibunya. Selain

itu, Ibu An.K mengatakan bahwa anaknya suka makanan yang keras, mie

instan dan makanan yang pedas seperti kari. Ibu An.K juga mengatakan

bahwa anaknya susah untuk makan, ia lebih banyak menghabiskan jajan-

jajanan di sekolahnya, makan tidak teratur dan lebih suka bermain bersama

teman sebayanya. Pola makan An.K tidak teratur. An.K juga mengatakan

bahwa ia jarang BAB, jika BAB dengan konsistensi keras. Berat badan An.K

saat dilakukan pengkajian yaitu 28 Kg, dengan tinggi badan 151 cm, hasil

IMT menunjukkan 12,28 dengan arti kurang dari hasil IMT normal yaitu di

bawah rentan 18. Pasien mengkinsums air minum 3-4 gelas perhari.

Pada pemeriksaan sistem respirasi, An.K mengatakan saat ini ia tidak

mengalami sesak napas/ dyspnea. Pasien tidak mempunyai riwayat asma dan

penyakit paru lainnya. An.K rutin check up ke Putra Spesialist Melaka namun

tidak ditemukan riwayat penyakit paru.


196

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada sistem

didapatkan hasil pengembangan paru pasien simetris kiri dan kanan,

kedalaman nafas dangkal, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada

penggunaan otot bantu napas. Frekuensi napas 25 x/ menit, fremitus simetris

kiri dan kanan sama, bunyi napas vesikuler, tidak terdapat wheezing, ronkhi

tidak ada. Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler didapatkan hasil bunyi

jantung normal (S1 dan S2), frekuensi denyut jantung 107 x/menit, irama

teratur dan kualitas baik. Tidak ada peningkatan JVP. Tekanan darah 106/ 67

mmHg, suhu 36,50 C. Pasien tidak sianosis, ekstremitas teraba hangat. Bentuk

kuku normal. Capillary refill time (CRT) < 2 detik, warna kuku agak tidak.

Warna mukosa bibir agak kepucatan, mukosa kering. Konjungtiva an anemis

dan sklera unikterik. Kulit bewarna coklat gelap. Bentuk tubuh normal, pasien

tidak terpasang NGT, berat badan 38 kg, tinggi badan 151 cm, Indeks Massa

Tubuh 16,6 (IMT = kurang), lingkar perut 24 cm, lingkar lengan atas 19 cm,

turgor kulit baik, tidak terdapat asites pada abdomen pasien, perkusi abdomen

timpani, bising usus 27 x/ menit, ekstremitas bawah pasien baik tidak tampak

adanya lessi dan luka serta tidak adanya nyeri tekan.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada An.K pada

menunjukkan hasil Hb 132 g/dL, RBC (Red Blood Cell) 498x 1012/ uL, HCT

(Hematocrit) 14.0 %, WBC (White Blood Cell) 6.7 x 109/uL, Natrium 132,0

mmol/L, Bilirubin-Direct 8 mmol/L, Albumin 41 g/dl, SGPT 16 U/L, SGOT

11 U/L, C-Cholesterol 228 mg/dL, Triglyserida 0.81 mmol/L, Uric acid 0,20

mmol/L, Urea 3,4mmol/L, Creatinin 59 mmol/L, C-LDL 2,53 mmol/L.


197

Sedangkan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada Tn. J

menunjukkan hasil bahwa pemeriksaan USG pada tanggal 31 Juli 2018

didapatkan adanya indikasi peradangan pada area apendik.

Berdasarkan teori, pada pasien dengan apendisitis dimana terjadi

penyumbatan lumen apendiks yang akan mengakibatkan peradangan. Jika

penumpukan mukus makin banyak maka akan mengakibatkan penekanan

yang dapat menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema dan ulserasi

mukosa. Hal ini tentunya akan berdampak pada sistem pencernaan. Bila

semua proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak ke arah apendk hingga muncul suatu masa lokal atau infilrat

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses. Hal ini

akan mengakibatkan terjadinya perforasi yang terutama pada anak-anak dapat

terjadi karena daya tahan tubuh yang masih kurang (Mansjoer 2007).

Sedangkan menurut Departemen Bedah UGM (2010) tanda dan

gejala apendisitis akut yaitu nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri

viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan in disertai dengan

mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun, demam, pada saat palpasi

terdapat nyeri tekan lepas. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik

MC. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

nyeri somatik setempat.

Berdasarkan data di atas, Penulis berasumsi bahwa data yang didapat

saat pengkajian hampir semuanya sesuai dengan keluhan yang umum

dirasakan oleh pasien apendisitis secara teoritis maupun berdasarkan hasil

penelitian dan penemuan di lapangan.


198

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon

aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan dan perawat

mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan

potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang

berkaitan, catatan medis klien di masa lalu yang dikumpulkan selama

pengkajian (Potter dan Perry, 2005).

Diagnosa keperawatan menurut NANDA, 2012-2014 yang mungkin

muncul pada klien dengan appendiksitis adalah:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

4. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik ( nyeri )

Diagnose yang muncul dengan kasus appendiks menurut rumusan

diagnosa NANDA antara lain :

a. Pre operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual,muntah.

b. Post operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.

2. Resiko kehilangan volume cairan berhubunmgan dengan asupan

cairan yang tidak adekuat.


199

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

4. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

Dari sekian banyak diagnosa keperawatan yan ada di teoritis tidak

seluruhnya dialami oleh pasien, bahkan ada diagnosa lain yang dapat muncul

dari hasil pengkajian pada An.K. Hasil diagnosa sesuai dengan data yang

penulis temukan pada saat melakukan pengkajian kepada pasien. Data yang

diperoleh sesuai dengan data subjektif maupun hasil perolehan data objektif

yang telah dilakukan. Adapun diagnosa yang diperoleh oleh Peneliti pada

kasus An.K dengan apendisitis akut meliputi :

a. Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurangnya asupan makanan

b. Post Operasi

1. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan efek agen

farmakologis

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

3. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

faktor biologis
200

Pada teori dan kasus ada sedikit perbedaan diagnosa keperawatan

yaitu pada teori terdapat diagnosa resiko kekurangan volume cairan, insomnia

dan defisensi pengetahuan. Diagnosa tersebut tidak dapat diangkat karena

tidak ditemukannya data akurat yang mendukung untuk menegakkan masalah

tersebut, Seperti tidak ditemukannya defisiensi pengetahuan terhadap Ibu

An.K karena ia sudah pernah mengalami tentang tata cara perawatan pasien

dengan apendisitis yaitu pada anaknya yang pertama.

Pada kasus ini diagnosa yang muncul diangkat dari data subjektif yang

dikeluhkan pasien dan data objektif yang didapat berdasarkan observasi

ataupun pemeriksaan secara langsung pada pasien. Dimana diagnosa pertama

pre operasi didapat dari pasien mengatakan bahwa An.K mengatakan nyeri

pada bagian perut bawah sebelah kanan, nyeri terasa di tusuk-tusuk, skala

nyeri 7 dengan durasi 5-10 menit hilang timbul dan bertambah ketika istirahat

dan berkurang setelah istirahat. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan

bahwa an.k tampak meringis, An.K tampak berjalan membungkuk untuk

menahan rasa nyeri, An.K tampak lemah dan letih, klien tampak gelisah,

klien tampak menarik diri untuk berbicara dengan perawat, Pemeriksaa TTV

TD : 106/67 mmHg, N : 107 x/i, R : 25 kali/i, R : 36,5 C.

Diagnosa kedua pre op didapatkan dari data pasien mengatakan bahwa

ia takut jika akan dilakukan tindakan operasi, An.K juga mengatakan

badannya lemah, dan Ibu An.K juga merasa khawatir dengan operasi yang

akan dilakukan. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan fisik wajah anak

tampak gelisah dan muka tampak pucat, An.K tampak tidak tidak melakukan

kontak mata saat ditanya perawat, An.K juga terlihat memegangi tangan
201

ibunya, akral teraba dingin. Hasil pemeriksaan di temukan TD : 106/67

mmHg, N : 107 kali/menit, R: 25 kali/menit, S : 36,5 C.

Diagnosa ketiga diangkat berdasarkan data subjektif pasien

mengatakan mual, nafsu makannya menurun, Ibu juga mengatakan bahwa

anaknya sempat mengalami diarea 2 x dan muntah 2 kali satu hari sebeum

masuk rumah sakit, ia juga mengatakan bahwa anaknya sering mengalami

demam naik turun selama 1 bulan terakhir. Ibu An.K mengatakan bahwa

anaknya sulit untuk makan, ia hanya makan jajan-jajanan di sekolahnya dan

lebih menyukai makanan mie instan, makanan keras, makanan pedas seperti

kari. Setelah operasi, ibu An.K mengatakan ia membujuk anaknya untuk

dapat menghabiskan porsi makanan yang sudah di tentukan oleh rumah sakit,

dan An.K mengikutinya. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan bahwa

An.K tampak kurus, BB : 38 kg, TB : 151 cm IMT = 16.6 (Kurang) mukosa

bibir lembab, turgor kulit baik, mukosa bibir agak pucat, klien tampak lemah,

LILA = 19 cm, Lingkar perut 24 cm, perut tampak datar, kongjungtiva an

anemis, pemeriksaan WBC 4,98 x 109 u/L, makan yang disajikan tidak habis,

An.K makan dengan porsi 2-3 sendok sehingga muncul diagnosa

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kurang asupan makanan.

Diagnosa keempat yaitu pada saat post op yang diangkat berdasarkan

data subjektif setelah pasien dilakukan operasi dan dipindahkan ke ruang

HCU. Pasien mengatakan badannya masih terasa berat untuk digerakkan, dan

kepalanya terasa pusing. Dari hasil pemeriksaan didadapatkan bahwa pasien

baru dipindahkan ke ruang HCU pada pukul 13.00 MYT. Keadaan umum
202

lemah, Klien tampak menghindari area luka op, Rentang gerak klien tampak

menurun, klien tampak kesulitan dalam berpindah posisi, klien tampak

membatasi pergerakan, Observasi TTV : Td : 110/69 mmHg, N : 83 x/i, R :

18 x/i, S : 36,4 C, Pasien di observasi di ruang HCU 2 jam di ruang

pemerhatian, Pasien diberikan bius lokal pada operasi lap. Apendiktomi

sehingga muncul diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

efek agen farmakologi.

Diagnosa kelima post op yang diangkat berdasarkan data subjektif

pasien mengatakan bahwa badannya terasa tidak enak, Ibu An.K juga

mengatakan anaknya mengalami demam dan ia mencoba mengompres

dengan air hangat. Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa An.k tampak

letih dan lesu, mukosa bibir kering, tampak terdapat 3 bagian luka post op

pada bagian abdomen, luka post op pada abdomen kuadran ke IV tampak

kering dan tertutup perban dan kering, luka post op laparoskopi pada

umbilikus tampak tertutup perban dan kering, tampak terdapat pemasangan

drain pada daerah di bawah prosesus xipoudesus dengan pain refil system

yang dialirkan untuk mengurangi nyeri pada bagian abdomen, tidak tampak

adanya perubahan warna, tidak tampak adanya kemerahan pada bagian

sekitar area luka, terpasang infus normal saline 30 tts/i, daerah pemasangan

infus tidak tampak adanya flebitis, TD : 103/71 Mmhg, N : 101 x/i, R : 24 x/i,

S : 37,5 C, Pemeriksaan WBC = 6,7 x 109u/L, sehingga muncul diagnosa

keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), Keluhan umum yang dirasakan

khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri
203

tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.

Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah,

dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam,

nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney (terletak di

petengahan antara umbilikus dan spina anterior ilium). Di titik ini nyeri terasa

lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi

terdapat konstipasi sehingga penderita memerlukan obat pencahar. Tindakan

ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar

37,5-38,5°C.

Berdasarkan penjelasan di atas, Peneliti berasumsi bahwa sebagian

besar diagnosa yang ditemukan di kasus sejalan dengan teori dan hasil

penelitian yang telah ada sebelumnya. Namun, terdapat masalah keperawatan

yang muncul di teori tetapi tidak muncul di kasus insomnia dan kurang

volume cairan dapat terjadi karena berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan

lainnya secara komprehensif tidak ditemukan data yang mendukung untuk

ditegakkannya diagnosa tersebut.

C. Intervensi

Intervensi yang disusun dan akan dilakukan pada pasien meliputi

manajemen nyeri, monitor tanda-tanda vital, penurunan kecemasan, kontrol

infeksi, manjemen nutrisi, monitor nutrisi, pengurangan kecemasan, cognitive

therapy, terapi relaksasi, dan perencanaan pulang.


204

Pada tahap perencanaan ini dapat dilakukan dengan baik karena telah

direncanakan seoptimal mungkin sesuai dengan kondisi klien, sehingga

kesulitan yang mungkin terjadi dapat diatasi. Selain itu keberhasilan tahap ini

dikarenakan adanya kerja sama yang baik antara penulis, pasien dan petugas

perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Pria Ward 10 di Putra Spesialist

Hospital Melaka Tahun 2018.

Intervensi (perencanaan) adalah kategori dari perilaku keperawatan

dimana tujuan yang terpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan dan

ditetapkan sehingga perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan

tersebut. Dimana tahapanya meliputi mengidentifikasi tujuan pasien,

menetapkan hasil yang diperkirakan, memilih tindakan keperawatan,

mendelegasikan tidakan, dan menulis rencana asuhan keperawatan (Potter

dan Perry, 2005).

Dalam penyusunan rencana keperawatan Penulis menggunakan

rencana keperawatan yang telah disusunkan oleh Nanda, NIC, NOC tahun

2015 sebagai standar acuan asuhan keperawatan yang diberikan. Dalam hal

ini setiap rencana keperawatan dikembangkan berdasarkan teori yang dapat

diterima secara logis dan sesuai dengan kondisi pasien. Penulis tidak

mengalami kesulitan yang berarti dalam melakukan perencanaan, hal ini

disebabkan karena adanya beberapa faktor pendukung diantaranya dukungan

dari para pembimbing dan komunikasi yang baik antara keluarga pasien dan

perawat di Ruang Rawat Bedah Pria Ward 10 Putra Spesialist Hospital

Melaka.
205

D. Implementasi

Tahap implementasi merupakan penerapan asuhan keperawatan yang

dilakukan kepada pasien. Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan

yang di hadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan

kriteria hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005).

Berdasarkan dari perencanaan keperawatan dilakukan beberapa

aktivitas untuk masing-masing diagnosa. Dalam setiap tindakan, penulis

selalu menggunakan komunikasi terapeutik, memberikan asuhan keperawatan

langsung, melakukan konseling, memberikan penyuluhan dan pendidikan

kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan memberikan motivasi

kepada pasien dan keluarga agar dapat menjalani hidupnya dengan semangat

sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidupnya setelah

perawatan.

Asuhan keperawatan berupa tindakan yang telah dilakukan pada An.K

berdasarkan diagnosa yang telah dilakukan, meliputi :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera biologis

Pada kasus, penulis telah melakukan tindakan yang meliputi

melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi,

mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, menggunakan

tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien, mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti


206

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, mengurangi faktor prespitasi

nyeri memilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,

nonfarmakologi dan interpesonal, mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi, mengajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi,

memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri berupa pain reffil system

dan iv dynastat 20 mg, memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan status

pernapasan, meonitor dan laporkan tanmda dan gejala hipoteri dan

hipertermi.

Menurut teori penyakit apendisitis akan menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat

aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis baktrti dan ulserasi

mukosa. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus

meningkat. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendik

lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditmbah

dengan daya tahan tubuh yang masih kurang yang akan mengakibatkan

perforasi (Price, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuzrisal (2012), intervensi

keperawatan yang dilakukan pada pasien kelolaannya yaitu meliputi

penanganan secara farmakologi maupun nonfarmakologi, manajemen

nyeri dengan melakukan tekhnik relaksasi otot, nafas dalam, massase

meditasi dan perilaku. Massase di definisikan sebagai tindakan

penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau

ligamen tanpa menyebabkan pergeseran perubahan. Posisi sendi guna


207

menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi dan atau meningkatkan

sirkulasi (Henderson, 2010, Dikutip dari Yunita, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh fitrianingrum, dkk

(2012) didapatkan bahwa terdapat pengaruh tekhnik relaksasi efflurage

terhadap nyeri pasien post op Apendiktomy di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Kudus. Tekhnik relaksasi efflurage merupakan

tekhnik relaksasi dengan menggunakan massase daerah sekitar fokus

nyeri yang terjadi sehingga otot-otot sekitar menjadi relaksasi. Apabila

otot rileks maka kira menempatkan tubuh pada posisi sebaliknya. Otot

tidak tegang, tubuh dalam keadaan seimbang. Dalam kondisi rileks tubuh

juga menghentikan produksi hormon, adrenalin dan semua hormon yang

diperlukan saat kita stress dan nyeri. Karena hormon stres dan nyeri

adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama, ketika kita

mengurangi stres kita juga telah mengurangi produksi kedua hormon nyeri

tersebut. Jadi, dapat kita lihat perlunya rileksasi untuk memberikan

kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk

mendapatkan keadaan yang bebas dari nyeri (Potter & Perry, 2006).

Intervensi keperawatan yang telah dilakukan sudah sesuai teori

yang dikemukakan oleh Nanda (2014) yaitu Melakukan tekhnik

famakologi dan non farmakologi untuk menurunkan intensitas nyeri serta

mengkaji nyeri secara komprehensif melalui pengkajian PQRST.

Jadi, peneliti berasumsi bahwa nyeri akut yang dialami oleh klien

selama pre op disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks yang

menyebabkan obstruksi pada umbai cacing pada apendik di saluran

pencernaan. Obstruksi yang terus menerus akan mengakibatan


208

peningkatan tekanan yang dapat menyebabkan perforasi. Peradangan ini

akan menyebabkan sensasi nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk itu

dibutuhkan penanganan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya

komplikasi. Pembedahan yang dilakukan yaitu akan mengakibatkan luka

insisi pada jaringan tubuh sehingga menyebabkan terjadinya nyeri. Untuk

mengatasi masalah tersebut, intervensi yang dilakukan berupa pemberian

intervensi farmakologi berupa analgetik yang digunakan melalui drip

pain refill system untuk menurunkan nyeri.

Dalam pemberian tindakan keperawatan yang mengacu kepada

diagnosa nyeri, Penulis mencoba mengadopsi tindakan nonfarmakologi

yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post op

apendiktomi. Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan berupa

pemberian tekhnik relaksasi Tariknafas dalam, tarik nafas ritmik dan

tekhnik efflurage berupa massase di sekitar area luka untuk melancarkan

sirkulasi darah, dan dapat mengurangi kekakuan serta menurunkan

sensasi nyeri. Tindakan massase telah diajarkan kepada keluarga untuk

dapat dilakukan saat nyeri pada An.K muncul.

2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi

Adapun intervensi yang telah dilakukan oleh Penulis untuk

mengatasi masalah ini adalah mengkaji tanda verbal dan non verbal

kecemasan, menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan,

menjelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang dirasakan yang

mungkin akan dialami pasien selama prosedur tindakan, mendampingi


209

pasien selama prosedur medis untuk meningkatkan rasa aman dan

mengurangi ketakutan, mengajarkan teknik relaksasi, mengajarkan

pasien dan keluarga tentang teknik pengontrolan kecemasan (Cognitive

Therapy), serta pentingnya pemberian keperawatan yang komprehensif

dan inisiatif dan kreatif dalam membina hubungan komunikasi terapeutik

pada pasien.

Penelitian Jiying Qin and Xiaoyan Liu (2016) menunjukkan

bahwa peran perawat sangat penting dalam komunikasi yang

komperhensif kepada pasien, memberikan informasi tentang tindakan

yang akan dilakukan dan tindakan pengobatan yang benar. Sebelum

operasi pasien akan merasakan nyeri dan cemas, untuk mengurangi rasa

nyeri, cemas dan proses penyembuhan luka dengan cepat. Perawat

berinisiati memberikan komunikasi yang komperhensif dari awal hingga

akhir proses perawatan post operasi. Perawat memberikan informasi yang

membuat kecemasan pasien berkurang dan nyeri berkurang. Perawat

selalu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga,

memberikan perhatian untuk peroses penyembuhan yang cepat.

Cognitive Therapy menggunakan teknik yang aman, mudah, cepat,

dan sederhana, bahkan tanpa risiko, karena tidak menggunakan alat atau

jarum. Intervensi yang dilakukan Peneliti mengajak responden berdiskusi

bagaimana apendisitis dapat mengakibatkan munculnya pikiran negatif

dan mengidentifikasi hubungan pikiran negatif dengan perasaan dan

perbuatan. Selanjutnya mengidentifikasi pikiran negatif dan melakukan

counter terhadap pikiran tersebut. Tekhnik kognitif mengajarkan


210

responden untuk mengenal pikiran otomatis dan alasan timbulnya

(respon emosi) serta memodifikasi atau merubah pikiran otomatis

membentuk struktur berfikir yang baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hinggar Ganadi Mawandha

(2009) tentang terapi kognitid dan kecemasan Menghadapi Prosedur

Medis pada Anak Penderita Leukimia. Hasil yang didapatkab berupa

terapatnya pengaruh emosi positif yang dirasakan anak dalam menerima

prosedur medis yang dapat menurunkan angka kecemasan.

Berdasarkan penjelasan di atas, Penulis berasumsi bahwa cemas/

ansietas yang dialami pasien dapat disebabkan oleh perubahan kondisi

fisiknya akibat penyakit yang dideritanya, sehingga pasien berfikiran

dengan adanya kondisi seperti kelemahan fisik yang dialaminya akan

berpengaruh pada pola aktivitas sehari-harinya. Untuk mengatasi hal

tersebut Penulis telah mengajarkan pasien menggunakan teknik relaksasi

untuk mengurangi cemas yang dialaminyya dengan memberikan

komunikasi yang efektif serta komprehensif melalui komunikasi secara

aktif dan kreatif dalam pendekatan kepada pasien untuk membina

hubungan yang akan menurunkan tingkat kecemasan anak dan

mengajarkan Cognitive Therapy juga untuk mengurangi cemas.

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurang asupan makanan

Untuk mengatasi masalah tersebut Penulis telah melakukan

tindakan meliputi menciptakan lingkungan yang optimal pada saat


211

mengkonsumsi makanan (yaitu lingkungan bersih, berventilasi, santai,

dan bebas dari bau yang menyengat), menganjurkan pasien untuk duduk

pada posisi tegak saat makan, menghidangkan makanan dalam kondisi

hangat, memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering, memonitor

asupan kalori makanan harian, memonitor turgor kulit, memonitor kulit

kering dan perubahan pigmentasi pada kulit, memonitor mual dan

muntah, dan kolaborasi pemberian omeprazole tablet 20 mg.

Menurut Masnsjoer 2007 oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mukus tersebut makin banyak. Tekanan ya ng meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Peradangan

yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut. Sensasi Nyeri dan perasaan tidak enak diperut

akan mengakibatkan penurunan nafsu makan yang akan dialami oleh

penderita.

Menurut penelitian yang dilakukan Lailatus Syifa Selian (2016),

berdasarkan anamnesis terhadap pasiennya ditemukan keluhan mual

muntah setiap akan makan, mulutnya terasa pahit sehingga pasien malas

makan, akhirnya badan terasa lemas, tidak bergairah dan tidak mampu
212

beraktivitas normal. Berdasarkan pemeriksaan fisik regio abdomen,

berdasarkan pemeriksaan fisik regio abdomen di dapatkan nyeri tekan

epigastrium, dan nyeri pada kuadran kanan bawah. Pasien disarankan

untuk mengonsumsi soft diet dan diet cair setelah dilakukan proses post

apendiktomi. Pasien apendisitis akut beresiko mengalami malnutrisi

sehingga menurunkan kualitas hidup serta memiliki morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal.

Jadi, menurut Penulis masalah ketidakseimbangan nutrisi yang

dialami pasien dapat ditimbulkan oleh adanya peradangan dan obstruksi

yang terjadi pada saluran pencernaan yang menyebabkan nyeri dan

mengakibatkan nafsu makan pasien menurun, badan terasa lemah, serta

penurunan berat badan dan demam. Penulis telah melakukan pemberian

makanan dalam porsi kecil tapi sering, dan menghidangkan makanan

selagi hangat.

4. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan agen efek farmakologis

dan nyeri

Untuk mengatasi masalah ini, Penulis telah melakukan tindakan

meliputi membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan; membantu pasien untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi, dan social; membantu pasien/ keluarga

untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas; memberikan

motivasi pada pasien untuk melakukan aktivitas yang masih mampu

dilakukan; memonitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual.


213

Menurut Nanda International (2015), Hambatan mobilitas fisik

adalah keterbatasan pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri atau terarah. Pada kasus apendisitis, dilakukan

tindakan penatalaksanaan pemebahan yang bertujuan untuk mengangkat

saluran yang mengalami obstruksi. Pengangkatan tersebut melalui

tindakan pembedahan yang akan menyebabkan luka bedah insisi pada

bagian tubuh dimana terjadi robekan jaringan dan sel tubuh yang

mengenai sistem sensori nyeri. Pembedahan yang dilakukan juga

menggunakan pembiusan yang bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit

pada saat dilakukan operasi. Untuk itu diperlukan perawatan terhadap

perawatan pasien dengan post apendiktomi. Ambulasi dini sangat

berpengaruh terhadap peningkatan proses penyembuhan post operasi.

Menurut Kozier (1995 dalam Asmadi, 2008) Ambulasi adalah

aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang

dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari duduk sampai

pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat

sesuai degan kondisi pasien.

Berdasarkan penjelasan di atas, Penulis berasumsi bahwa hambatan

mobilitas fisik yang di alami pasien dapat timbul akibat tindakan

pemebahan yang dilakukan serta adanya pengaruh anastesi lokal yang

paska pembedahan. Luka bedah insisi akan menimbulkan sensasi nyeri

yang akan mempengaruhi mobilitas fisik An.K

5. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


214

Penulis telah melakukan beberapa intervensi untuk mengatasi

masalah ini mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan, mempertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan

alat, Mengganti letak IV perifer dan linecentral dan dressimg sesuai

petunjuk umum, Memberikan terapi antibiotik berupa pain relief system

(drain), dan IV rochepine 1 gr 1x1, dan paracetamol 5 mg. memonitor

tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal, memonitor hitung granulosit,

WBC, memonitor kerentanan terhadap infeksi, memberikan perawatan

kulit pada area epidema, menginspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panaas, drainase, menginspeksi kondisi luka/insisi

bedah, mengajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.

Menurut Brunner dan Suddart (2001) mengatakan bahwa luka

adakah gangguan dalam kontinuitas sel-sel kemudain diikuti

penyembuhan luka yang merupakan ontinuitas tersebut. Luka yang

dimaksud adalah luka yang dilakukan berdasarkan proses pembedahan

post operasi.

Menurut Sabiston (2002) perawatan minimum diperlukan setelah

apendiktomi bagi apendisitis akut. Perawatan luka harus dilakukan

dengan prinsip steril dan membebaskan area luka dari kontaminasi

kuman dan bakteri. Pasien-pasien apaneisitis yang berkomplikasi

memerlukan perawatan intensive. Antibiotika diperlukan untuk encegah

terjadi proses infeksi pada luka post op.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berasumsi bahwa

pencegahan resiko nfeksi sangat perlu dilakukan untuk mencegah


215

terjadinya infeksi post operasi apendiktomi. Untuk mengatasi hal tersebut

penulis melakukan tindakan berupa pemeriksaan tanda-tanda infeksi,

melakukan tekhnik aspetik, berkolaborasi dalam pemberian terapi

antibiotik untuk mempercepat proses penyembuhan.

E. Evaluasi

Sebelum dilakukan tindakan keperawatan pada pasien, Penulis menemukan

data meliputi bahwa pasien mengatakan didapatkan data bahwa pasien

mengatakan perutnya terasa sakit pada bagian kanan bawah, nyeri terasa

hilang timbul, skala nyeri 7 nyeri bertambah saat beraktivitas dan hilang saat

istirahat, durasi nyeri dengan intensitas 5-10 menit, lebih sakit lagi apabila

lutut kanan ditekuk. Ibu An.K juga mengatakan bahwa anaknya mengeluh

sakit perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, diarea sebanyak 2 kali

dan muntah sebanyak 2 kali dan mengalami demam selama 1 bulan dengan

durasi naik turun. An.K mengatakan ia takut akan tindakan operasi yang akan

dilakukan, ia berpegangan tangan kepada ibunya. Selain itu, Ibu An.K

mengatakan bahwa anaknya suka makanan yang keras, mie instan dan

makanan yang pedas seperti kari. Ibu An.K juga mengatakan bahwa anaknya

susah untuk makan, ia lebih banyak menghabiskan jajan-jajanan di

sekolahnya, makan tidak teratur dan lebih suka bermain bersama teman

sebayanya. Pola makan An.K tidak teratur. An.K juga mengatakan bahwa ia

jarang BAB, jika BAB dengan konsistensi keras. Berat badan An.K saat

dilakukan pengkajian yaitu 28 Kg, dengan tinggi badan 151 cm, hasil IMT

menunjukkan 12,28 dengan arti kurang dari hasil IMT normal yaitu di bawah
216

rentan 18. Pasien mengkinsums air minum 3-4 gelas perhari. Hasil

pemeriksaan setelah dilakukan Post op didapatkan bahwa terdapat luka bedah

insisi dengan tiga titik yang berada pada bagian abdomen, luka tertutup dan

tampak kering, tidak terdapat kemerahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap diagnosa yang

muncul dari data-data yang telah dianalisis di atas, yaitu Penulis melakukan

asuhan keperawatan selama 4 hari, pasien mengalami perubahan kondisi

setelah dilakukan asuhan keperawatan setelah beberapa hari dari tanggal

pengkajian hingga pasien diperbolehkan pulang.

Untuk masalah nyeri akut pada hari rawatan ke 4 pasien mengatakan

nyeri sudah berkurang, skala nyeri 2. Dengan data objektif TD : 110/71

mmHg, R : 19 cx/i, dan N : 89 x/m, suhu 36,7 C. Klien tampak tenang, tidak

meringis, klien tampak rileks. Dari 3 aplikasi jurnal yang dilaksanakan pada

An.K yaitu tekhnik tarik nafas dalam, tarik nafas ritmik, dan tekhnik

efflurage, Pasien mengatakan lebih merasakan tekhnik eflurage yang dapat

menurunkan tingkat nyeri pada pasien. Sehingga dari hasil intervensi yang

telah dilakukan didapatkan masalah nyeri akut teratasi, intervensi dihentikan

pada hari rawatan ke 2 post op karena pasien telah diperbolehkan pulang.

Untuk permasalahan Ansietas pada hari rawatan kedua sebelum dilakukan

operasi dikatakan bahwa An.K merasa takut akan tindakan operasi yang akan

dilakukan padanya. Maka Tindakan keperawatan yang dilakukan berupa caring yang

dilakukan oleh perawatt scara komprehensif melalui komunikasi terapuetik seacara

aktif dan inisiatif untuk membina hubungan saling percaya kepada pasien serta

melakukan tekhnik terapi kognitif untuk menurunkan kecemasan. Hasil yang

didapatkan perawat mampu meyakinkan An.K untuk melakukan dilakukan operasi.


217

An.K tampak senang dan mampu tersenyum serta bercanda denga perawat sehingga

dapat menghilanhkan rasa kecemasan pada An.K. Sehingga pada hari ke 2 sebelum

operasi, masaah ansietas teratasi dan intervensi dihentikan.

Untuk masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

pada hari rawatan terakhir pasien mengatakan nafsu makannya sudah membaik,

sudah tidak mual, keluarga mengatakan pasien sudah dapat menghabiskan lebih dari

setengah porsi makanan yang disediakan rumah sakit. Berdasarkan observasi

didapatkan diet yang diberikan tampak habis > ½ porsi, turgor kulit baik, mukosa

bibir lembab. Sehingga pada hari ke – 4 ini juga masalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dan intervensi dihentikan.

Untuk masalah Hambatan mobilitas fisik, pada hari rawatan keempat pasien

mengatakan nyeri dirasa berkurang, sehingga An.K sudah mampu berjalan di sekitar

rumah sakit secara mandiri. TD : 110/71 mmHg, R : 19 cx/i, dan N : 89 x/m,

suhu 36,7 C Sehingga pada hari ini masalah hambatan mobilitas fisik teratasi dan

intervensi dihentikan.

Sedangkan untuk masalah keperawatan yang terakhir yaitu resiko infeksi,

Ibu An.K mengatakan bahwa anaknya sudah tidak demam lagi pada hari rawatan ke

4. Drain pain refil system sudah dibuka pada hari ke 4 sebelum pulang. Balutan luka

sudah diganti dengan kassa baru, luka tampak tertutup perban dan kering, luka

dengan 1 jaitan sudah mulai mengering. Keluarga telah diberikan pemahaman

tentang follow up perawatan paska post operasi di rumah. Dengan demikian masalah

resiko infeksi teratasi, intervensi dihentikan dan pasien pulang.

Menurut Dermawan D. (2012) evaluasi adalah proses keberhasilan

tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan

yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan
218

yang dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan

untuk bahan perencanaan selanjutnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat Penulis asumsikan bahwa semua

masalah keperawatan yang dialami pasien dapat teratasi sampai pada hari

rawatan terakhir. Meskipun untuk masalah ketidakseimbangan nutrisi

kurangd ari kebutuhan tubuh, masalah ini tetap harus jadi perhatian bagi

pasien dan keluarga di rumah, karena An.K berada dalam tahap

perkembangan sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang adekuat untuk

kecerdasan otak dan peningkatan status daya tahan tubuh.

Bertolak dari hasil evaluasi yang telah didapatkan dari tindakan

keperawatan yang telah dilakukan pada An.K dengan Apendisitis akut, maka

dibutuhkan Rencana Tindak Lanjut dalam Setiap masalah keperawatan yang

dialami An.K, Rencana Tindak Lanjut ini bertujuan untuk mengatasi masalah

secara mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien maupun keluarga yang dapat

dilakukan di rumah untuk mengatasi setiap masalah yang muncul. Adapun

rencana tindak lanjut yang diberikan berupa Discharge Planning yang telah

telah dirancang pihak rumah sakit untuk setiap pasien pulang serta terkait

penanganan kesehatan lebih lanjut setelah pasien keluar dari rumah sakit.

Salah satu rencana tindak lanjut dari setiap masalah diantaranya yaitu

diharapkan pasien dan keluarga terutama orang tua, dapat menerapkan terapi

distraksi efflurage dan tarik nafas ritmik untuk mengatasi masalah nyeri pada

An.K apabila nyeri luka post tiba-tiba muncul. Selain itu perawatan luka post

op juga dibutuhkan perhatian lebih dengan cara pemantauan adanya tanda-

tanda infeksi pada An.K. Perhatian ini sangat diharapkan kepada orang tua
219

untuk dapat memperhatikan adanya tanda tersebut untuk mencegah terjadinya

infeksi pada luka. Pemberian Discharge Planning yang telah menyusun

jadwal follow up kesehatan An.K sehingga An.K dapat pulih dengan baik

seperti sedia kala dan terhindar dari infeksi.

Rencana tindak lanjut selanjutnya yaitu diharapkan perhatian dan

dukungan orang tua terhadap keseimbangan nutrisi yang harus diberikan

kepada An.K untuk dapat menyeimbangkan nutrisi anak sesuai dengan

tingkat usia dan perkembangan. Diharapkan kepada orang tua dapat

mengontrol dan memotivasi anak untuk meningkatkan nutrisi dan diet yang

tepat untuk An.K.

Anda mungkin juga menyukai