Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Siringomielia merupakan suatu kelainan berupa pembentukan rongga atau kavitasi

dan terisi cairan pada korda spinalis. Kelainan ini paling sering terjadi pada medula spinalis

servikalis. Prevalensi kejadian siringomielia adalah 8,4 kasus per 100.000 orang. Kondisi ini

sangat sering terjadi pada usia dekade ketiga dan sangat jarang terjadi pada anak-anak.

Kelainan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab paling

sering adalah malformasi Chiari yang merupakan 25% penyebab siringomielia. Selain itu

siringomielia dapat pula disebabkan oleh tumor dan tumor yang paling sering menjadi

penyebab siringomielia adalah ependimoma.5,6 Ependimoma jarang terjadi di korda spinalis,

menempati urutan ketiga sebagai tumor yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan 90%

ependimoma terdapat di intrakranial.4

Ependimoma dan siringomielia di korda spinalis akan menimbulkan efek penekanan

pada serabut saraf korda spinalis sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf

sensorik, motorik ataupun otonom tubuh, tergantung pada letak dan fungsi saraf yang

dirusak. Komplikasi tersebut secara berantai dapat menyebabkan komplikasi ikutan sehingga

membutuhkan penatalaksanaan yang lebih kompleks.4,5,6

Ependimoma di korda spinalis maupun siringomielia yang telah menjalani tatalaksana

bedah memiliki angka mortalitas yang rendah. Setengah dari seluruh penderita siringomielia

berada pada kondisi yang stabil pada beberapa tahun pasca intervensi bedah. Angka harapan

hidup penderita ependimoma setelah mengalami reseksi komplit mencapai 80%, namun dapat

meninggalkan gejala sisa dan komplikasi yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

panjang. Selain itu meskipun telah mengalami intervensi bedah kedua, masih mungkin

1
2

mengalami rekurensi ataupun ekspansi residu tumor yang belum terambil pada intervensi

bedah sebelumnya.4,7,10

Kasus panjang kami adalah siringomielia yang disebabkan oleh ependimoma di korda

spinalis torakalis-lumbalis. Kasus ini sangat menarik, karena secara epidemiologis sangat

jarang terjadi, yaitu pada anak perempuan yang berusia 4 tahun dan terletak di korda spinalis.

Gejalanya ialah paraparesis, buli-buli neurogenik, refluks vesikoureter, hidronefrosis dan

infeksi saluran kencing yang tidak kunjung sembuh sebagai komplikasi beruntun dari

siringomielia. Status gizi kurang pada pasien ini merupakan komplikasi penyakitnya atau

masalah terpisah dengan faktor risiko tersendiri. Perjalanan penyakit, kemungkinan

komplikasi, intervensi yang dilakukan untuk mencegah komplikasi dan efek intervensi yang

dilakukan menarik untuk diamati dan dipelajari terkait perjalanan penyakit, perjalanan

komplikasi, intervensi yang dilakukan untuk mencegah komplikasi selanjutnya dan efek dari

intervensi yang dilakukan.

B. DESKRIPSI KASUS SINGKAT

Tabel 1. Identitas pasien


Nama : An. K.L.S. Nama ayah : Bp. P
Umur/Tanggal lahir : 4 tahun 9 bulan / 9 Maret 2010 Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SMU
Alamat : Jln.Kaliurang Gg. Timor Timur Pekerjaan : Pedagang
Masuk RS : 24/11/2014 Nama ibu : Ny. E.R.
No CM : 01.68.71.xx Umur : 27 tahun
Tanggal diperiksa : 08/12/2014 Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Pedagang

Pasien diambil sebagai kasus panjang pada usia 4 tahun 11 bulan.

Laporan Kasus

Seorang anak perempuan berusia 4 tahun 11 bulan dirawat di Rumah Sakit Umum

Pusat (RSUP) Dr. Sardjito untuk mendapatkan terapi injeksi antibiotik atas indikasi infeksi

saluran kencing (ISK) kompleks yang sudah dialaminya selama dua bulan.
3

Pasien dirawat di RSUP Dr. Sardjito pertama kali pada tanggal 1 September 2014

dengan keluhan tidak dapat berjalan. Keluhan tersebut diawali dengan rasa nyeri dan lemah

pada kedua kaki sejak dua bulan sebelumnya. Sebulan setelah muncul gejala awal tersebut

anak mengeluh tidak dapat berdiri dan berjalan. Anak menggunakan tangannya untuk berdiri

dari posisi jongkok (Gowers’ sign). Anak kemudian dirawat di Rumah Sakit (RS) Condong

Catur selama tiga hari dan dilakukan pemeriksaan Rontgen ekstremitas dan darah rutin. Hasil

pemeriksaan dikatakan normal, tetapi keluhan anak menetap. Diagnosis tidak dijelaskan. Di

RS Condong Catur anak mendapat terapi ibuprofen. Setelah kontrol 3 kali selama 1 bulan di

RS Condong Catur anak dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito karena keluhan menetap. Sejak sakit

anak mengeluh sulit buang air besar (terakhir buang air besar 2 minggu sebelum masuk

RSUP Dr. Sardjito) dan sulit mengontrol berkemih (anak berkemih tanpa

disadari/mengompol).

Pada pemeriksaan fisik saat pertama dirawat di RSUP Dr. Sardjito ditemukan

kelainan pada kedua ekstremitas inferior berupa: kekuatan 1, gerakan terbatas, hipotonus,

atrofi otot ekstremitas inferior, refleks fisiologis menurun. Tidak ditemukan refleks patologis,

klonus dan tanda rangsang meningeal. Tidak terdapat kelainan sensoris. Teraba skibala pada

regio abdomen. Pemeriksaan darah rutin, BUN, kreatinin dan elektrolit normal.

Electroneuromyelography (ENMG) menunjukkan bilateral radikuloneuropati tipe aksonal

dan demielinisasi pada kedua tungkai. Pemeriksaan pungsi lumbal gagal dilakukan karena

keluar darah segar ketika dilakukan penusukan jarum yang diulang sebanyak tiga kali.

Magnetic resonance imaging (MRI) vertebra torakolumbal menunjukkan adanya lesi non

enhancement intra medulla setinggi torakal 7-10 sebagai pelebaran kanalis sentralis, suspek

hidrosiringomielia. Pada anak dilakukan tindakan laminektomi pengangkatan tumor.

Pemeriksaan histopatologis jaringan tumor menunjukkan ependimoma, dan sudah

dikonsultasikan kepada Divisi Hematoonkologi dan Divisi Radioterapi. Saat itu tidak
4

dilakukan kemoterapi di Divisi Hematoonkologi, karena tumor bersifat kurang sensitif

terhadap kemoterapi dan juga dilakukan observasi lebih dulu terhadap kondisi anak karena

belum terindikasi untuk dilakukan radioterapi oleh Divisi Radioterapi. Direncanakan MRI

evaluasi tiga bulan setelah operasi pengangkatan tumor. Sejak dari awal rawat inap anak

mendapatkan fisioterapi untuk paraparesis flaksid yang dideritanya.

Pada saat perawatan di RSUP Dr. Sardjito anak juga mengeluhkan air kencing

berwarna merah. Gejala inkontinensia urin dan hematuria pada anak ini ditindaklanjuti

dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) traktus urinarius dan fungsi voiding, pemeriksaan

urin rutin dan pemasangan kateter urin. USG traktus urinarius anak menunjukkan adanya

sistitis, hidronefrosis bilateral, dan refluks vesikoureter derajat 2. Pemeriksaan voiding

cystourethrography (VCUG) menunjukkan gambaran neurogenic bladder type flaccid dan

fungsi voiding yang terganggu. Hasil pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya proteinuria

(+3), darah (+3), leukosit esterase (500), nitrit (-), leukosituria (sel leukosit 989/ul), bakteri

(+), pH 6. Anak dikelola sebagai infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral

dengan refluks vesikoureter derajat 2, buli-buli neurogenik tipe flaksid. Anak mendapat terapi

sefiksim oral selama tujuh hari dilanjutkan sefotaksim injeksi selama tiga hari dan kateter

urin dipertahankan. Hasil evaluasi pemeriksaan urin rutin menunjukkan protein (-), darah

(+2), leukosit esterase (-), nitrit (+2), leukosit pucat (0-1), leukosit gelap (1-2), bakteri (-),

jamur (+), silinder leukosit (+), kristal Ca oksalat (+), pH 6,5. Anak lalu mendapatkan

seftriakson injeksi selama tujuh hari. Hasil kultur urin menunjukkan bakteri Enterococcus

faecium 1.000.000 cfu/ml yang sensitif terhadap benzilpenisilin, amoksisilin, ampisilin,

amoksisilin klavulanat, ampisilin sulbaktam, piperasilin, siprofloksasin, levofloksasin,

moksifloksasin, linezolid, vankomisin, dan nitrofurantoin. Hasil evaluasi urin rutin

selanjutnya menunjukkan: protein (-), darah (+1), leukosit esterase (-), nitrit (-), bakteri (+),

pH 7,5. Anak lalu diberi antibiotik amoksisilin oral. Setelah pemakaian amoksisilin selama 3
5

hari, dilakukan kembali pemeriksaan urin rutin pada anak yang hasilnya menunjukkan:

protein (-), darah (+1), leukosit esterase 75, nitrit (+1), bakteri (+1), Na urat (+), pH 7. Anak

lalu mendapatkan antibiotik gentamisin intravesikal selama 3 hari di samping amoksisilin

oral. Hasil urin rutin anak sebelum pulang dari RSUP Dr. Sardjito adalah: protein (+/-), darah

(+3), leukosit esterase (-), nitrit (-), leukosit 219/uL, bakteri (-), kristal amorf (+), pH 7.

Selama perawatan tidak terdapat febris.

Berat badan saat pertama dirawat di RSUP Dr. Sardjito adalah 11,0 kg dengan tinggi

badan 102,0 cm, dan BB/TB = -3,5 SD. Dari data ini ditambah dengan tampilan klinis anak

yang tampak sangat kurus, terlihat iga gambang, hipotrofi otot ekstremitas atas, anak dikelola

juga dengan gizi buruk tipe marasmus dan dikelola sesuai dengan sepuluh langkah

tatalaksana gizi buruk.

Anak didiagnosis juga sebagai konstipasi organik yang diperkirakan disebabkan oleh

lesi pada saraf otonom akibat massa pada vertebra. Anak mendapatkan tindakan disimpaksi

dengan fleet enema selama 3 hari berturut-turut. Setelah mendapat terapi tersebut anak sudah

tidak mengeluh susah buang air besar.

Ketika pulang dari perawatan pertama di RSUP Dr. Sardjito anak didiagnosis dengan:

paraplegi inferior flaksid (kekuatan kedua ekstremitas bawah 0 dan sensibilitas kedua

ekstremitas bawah negatif), hidrosiringomielia, ependimoma, infeksi saluran kencing

kompleks karena sistitis dan hidronefrosis bilateral dengan refluks vesikoureter derajat 2,

buli-buli neurogenik, gizi buruk tipe marasmus fase rehabilitasi (berat badan anak sewaktu

pulang 11,5 kg). Anak dirawat jalan dengan terapi amoksisilin 250 mg/8 jam p.o., zink 20

mg/24 jam p.o., asam folat 1 mg/24 jam p.o. dan multivitamin sirup. Dilakukan edukasi untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi fase rehabilitasi yaitu energi sebesar 1.725-2.530 kcal/hari (150-

220 kcal/kgBB/hari), protein 46-69 gram/hari (4-6 gram/hari) serta cairan 2.400 ml/hari (150-

220 ml/kgBB/hari) yang diperoleh dengan konsumsi F-100 8x150 ml serta nasi 3x sehari.
6

Edukasi tersebut dilakukan oleh dokter bersama dietisien. Anak juga diedukasi untuk

melakukan fisioterapi dua kali seminggu di RSUP Dr. Sardjito dan diprogramkan untuk MRI

tiga bulan pasca operasi pengangkatan tumor. Pemasangan kateter urin dipertahankan pada

anak. Anak disarankan untuk kontrol ke poliklinik neurologi anak, nefrologi anak, nutrisi dan

penyakit metabolik, rehabilitasi medis dan bedah saraf.

Evaluasi penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi saluran kencing dilakukan

dengan pemeriksaan urin rutin dan kultur urin selalu dilakukan selama anak kontrol di

poliklinik RSUP Dr. Sardjito. Adapun hasil evaluasi penggunaan antibiotik tersebut adalah

sebagai berikut (Tabel 2).

Tabel 2. Pemantauan urin rutin dan kultur urin serta penggunaan antibiotik

pada pasien selama rawat jalan

Tang Kuman Sensitif Hasil urin rutin Terapi Antibiotik


gal
02/10 Protein (+/-), darah (+/-) amoksisilin 250
/2014 Leukosit esterase (0) , nitrit (0) mg/8 jam p.o.
Leko pucat (0-1), leukosit gelap (1-2)
bakteri (-), kristal Ca oksalat (-)
pH 7,5

17/10 Protein (-), darah (+1) sefiksim 50 mg/12


/2014 leukosit esterase (500) , nitrit (+1) jam p.o.
leukosit pucat (4-5), leukosit gelap (+3)
bakteri (+1), kristal Ca oksalat (+)
pH 6,5

24/10 Enterobacter erlapenem Protein (-), darah (+/-) siprofloksasin 120


/2014 cloacea meropenem leukosit esterase (500) , nitrit (+1) mg/12 jam p.o
amikasin leukosit pucat (0-1), leukosit gelap (+2)
siprofloksasin bakteri (-), kristal (+), pH 6,5
tigesiklin
kotrimoksazol
nitrofurantoin (I)

31/10 Protein (-), darah (+1) kotrimoksazol 120


/2014 leukosit esterase (500) , nitrit (+2) mg/6 jam p.o.
leukosit pucat (+1), leukosit gelap (+1)
bakteri (-), jamur (+2)
kristal Ca oksalat (+), pH 6

07/11 Protein (+2), darah (+1) siprofloksasin 120


/2014 leukosit esterase (500), nitrit (+2) mg/12 jam p.o
leukosit pucat (+3), leukosit gelap (+1) (direncanakan
bakteri (+1), kristal Ca oksalat (+) rawat inap untuk
pH 6 amikasin i.v., tetapi
tempat penuh)
7

17/11 Protein (+1), darah (+1), leukosit esterase amoksisilin


/2014 (500), nitrit (+2), leukosit pucat (+2), leukosit klavulanat 450
gelap (+1), bakteri (0), Na urat (+2), kristal Ca mg/8 jam p.o.
oxalat (+), pH 5,5

Pada tanggal 24 November 2014 anak kembali menjalani rawat inap di RSUP Dr.

Sardjito atas indikasi untuk mendapatkan terapi antibiotik amikasin untuk infeksi saluran

kencing berulang. Tidak ada keluhan febris. Hasil pemeriksaan urin pada saat itu adalah:

protein (+2), darah (+3), leukosit esterase (500), nitrit (+2), leukosit pucat (+3), leukosit gelap

(+1), jamur (+2), bakteri (-), keton (+2), kristal Ca oksalat (+), dan pH 6. Hasil pemeriksaan

fisik anak pada saat itu: tampak kurus, berat badan 13,0 kg, tinggi badan 104,0 cm, hipotrofi

otot ekstremitas atas, kekuatan ekstremitas bawah 0, tidak ada gerakan, atonus, atrofi otot,

penurunan refleks fisiologis, sensibilitas negatif. Indeks BB/TB = -2,46. Anak dikelola

sebagai infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral dengan refluks vesikoureter

derajat 2, buli-buli neurogenik, paraplegi inferior flaksid, hidrosiringomielia et causa

ependimoma post removal tumor dan gizi kurang. Selama perawatan anak mendapatkan

fisioterapi setiap hari, asuhan nutrisi pediatrik untuk gizi kurang dan antibiotik untuk infeksi

saluran kencing. Farmakoterapi untuk infeksi saluran kencing anak pada saat awal masuk

adalah: injeksi intravena amikasin 25 mg/kgBB/24 jam pada hari pertama, kemudian 18

mg/kgBB/24 jam pada hari berikutnya = 325 mg/24 jam pada hari pertama kemudian 250

mg/24 jam pada hari berikutnya dan ketokonazol p.o. 5 mg/kgBB/24 jam = 75 mg/24 jam.

Evaluasi obat infeksi saluran kencing anak dengan pemeriksaan urin rutin dan kultur

urin ketika dirawat di RSUP Dr. Sardjito mulai tanggal 24 November 2014 adalah sebagai

berikut.
8

Tabel 3. Pemantauan urin rutin dan kultur urin serta penggunaan antibiotik pada
pasien selama dirawat di RS. Sardjito sejak tanggal 24 November 2014
Tanggal Kuman Sensitif Hasil urin rutin Terapi Antibiotik
24/11/2014 Protein (+2), darah (+3) amikasin i.v.
leukosit esterase (500),nitrit (+2) ketokonazol p.o.
leukosit pucat (+3), leukosit gelap
(+1)
bakteri (-), jamur (+2),
kristal Ca oksalat (+2), pH 6

27/11/2014 Protein (+/-), darah (+1) imipenem 325


leukosit esterase (500),nitrit (0) mg/8 jam i.v.
leukosit 866/ul, jamur (+) ketokonazol p.o.
bakteri (-), kristal Ca oksalat (+)
pH 6

01/12/2014 Candida albicans flusitosin Protein (-), darah (-) flukonazol 150
flukonazol leukosit esterase (500),nitrit (0) mg/24 jam i.v.
vorikonazol leukosit 405/ul, jamur (+) imipenem 325
amfoterisin B bakteri (-), kristal Ca oksalat (+) mg/8 jam i.v.
kaspofungin pH 7,5
mikafungin
04/12/2011 Protein (-), darah (-) flukonazol 150
leukosit esterase (0),nitrit (0) mg/24 jam i.v.
bakteri (-), jamur (-) imipenem 325
kristal (-), pH 7,5 mg/8 jam i.v

07/12/2014 Protein (-), darah (-) ketoknazol 75


leukosit esterase (75),nitrit (-) mg/24 jam p.o.
leukosit pucat (0-1), leukosit gelap imipenem 325
(6-7) mg/8 jam i.v.
bakteri (-), jamur (-)
pH 6,5, Na urat (+)
Ca oksalat (-)

Anak pulang dari RSUP Dr. Sardjito tanggal 8 Desember 2014 dengan diagnosis

akhir: infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral dengan refluks vesikoureter

derajat 2, buli-buli neurogenik, paraplegi inferior flaksid, anestesia ekstremitas inferior,

hidrosiringomielia et ependimoma post removal tumor dan gizi kurang. Mendapat terapi

ketokonazol p.o. 75 mg/kgBB/24 jam. Kondisi neuromuskular masih sama dengan ketika

anak masuk RS.

Pada keluarga terdapat riwayat tumor otak, yaitu pada ayah kandung . Ayah kandung

meninggal saat anak berusia 1 tahun, karena penyakit tumor otak tersebut. Selain itu juga

terdapat riwayat penyakit asma pada nenek. Saat ini anak tinggal bersama ayah tiri, ibu

kandung, seorang kakak perempuan kandung dan seorang adik laki-laki tiri.
9

Anak tidak mengalami keterlambatan maupun regresi perkembangan sampai keluhan

lemah pada kedua kaki muncul bulan Juli 2014 (dua bulan sebelum anak dirawat di RSUP

Dr. Sardjito untuk pertama kali).

Kondisi terakhir pasien

Pasien terakhir kali kami periksa pada saat pulang dari perawatan RSUP Dr. Sardjito

yaitu tanggal 8 Desember 2014 (umur anak 4 tahun 9 bulan). Pada anamnesis yang dilakukan

saat itu tidak ada keluhan demam, mual, muntah, kuning dan perut kembung sebagai tanda

non spesifik dari infeksi saluran kencing sejak anak dirawat di RSUP Dr. Sardjito untuk

pertama kalinya (September 2014). Orang tua anak mengatakan bahwa sehari-hari anak

sedikit makan. Anak terkesan manja dan rewel bila didekati orang lain. Anak dapat buang air

besar setiap dua hari. Pada pemeriksaan fisis didapatkan kondisi compos mentis, rewel

(mudah menangis bila didekati) dan tampak kurus. Tanda vital dalam batas normal. Tidak

ada nyeri tekan suprapubik dan ketok kostovertebral. Kekuatan kedua ekstremitas inferior 0,

tidak dapat bergerak, atonus, atrofi otot, penurunan refleks fisiologis, sensibilitas negatif,

tidak ada refleks patologis dan klonus. Kateter urin masih terpasang. Berat badan 13,0 kg

dengan tinggi badan 104,0 cm, BB/TB = -2,46. Pemeriksaan penunjang terakhir yang

dilakukan anak adalah sebagai berikut.


10

1. Pemeriksaan darah dengan hasil yang normal (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil pemeriksaan darah pasien sejak dirawat di RSUP Dr. Sardjito
September 2014
Jenis Tanggal
Pemeriksaan 09/09/2014 15/09/2014 12/01/2015 Nilai normal
AL (/ul) 12.650 14.090 7.730 5.000-14.500
Netrofil (%) 71,5 86,8 54,4 37-71
Limfosit (%) 20,2 8,3 26,4 17-67
Monosit (%) 5,1 2,8 5,3 0-5
Eosinofil (%) 2,8 1 10,6 0-3
Basofil (%) 0,4 0,1 0,4 0-1
Hb (g/dl) 13,5 14,9 11,9 11,5-14,5
Hct (%) 40,2 44,5 36,6 34-40
AE (10^6/ul) 5,22 5,45 4,53 3,9-5,3
AT (/ul) 551.000 523.000 488.000 150.000-450.000
MCV (fl) 77 81,7 80,8 76-90
MCH (pg) 25,9 27,4 26,3 25-30
MCHC (g/dl) 33,6 33,5 32,5 32-36
RDW (%) 13,2 14,6 13,2 11,5-15
CRP (mg/dl) 5 <5
Natrium
(mmol/l) 138 136-145
Kalium (mmol/l) 4,3 3,5-5,5
Klorida (mmol/l) 97 98-107
Kalsium
(mmol/l) 2,87 2,15-2,55
BUN (mg/dl) 8,9 5,0-25
Kreatinin (mg/dl) 0,33 0,12-1,6

2. Hasil pemeriksaan terakhir urin pasien tanggal 7 Desember 2014: protein (-),darah

(-), leukosit esterase (75) , nitrit (-), leukosit pucat (0-1), leukosit gelap (6-7), bakteri

(-), jamur (-) pH 6,5, Na urat (+), Ca oksalat (-).

3. Hasil pemeriksaan terakhir kultur urin pasien tanggal 1 Desember 2014:

jamurCandida albicans, sensitif terhadap anti jamur flusitosin, flukonazol,

vorikonazol, amfoterisin B, kaspofungin, dan mikafungin.

4. Hasil pemeriksaan electroneuromyelography (ENMG) pada anak tanggal 3 September

2014 menunjukkan adanya bilateral radikuloneuropati tipe aksonal dan demielinisasi

pada kedua tungkai.


11

5. Hasil pemeriksaan MRI vertebra torakolumbal pada tanggal 6 September 2014

menunjukkan adanya lesi non enhancement intramedular setinggi toraks 7-10 sebagai

pelebaran kanalis sentralis, suspek hidrosiringomielia.

6. Hasil pemeriksaan histopatologis pada jaringan tumor anak tanggal 15 September

2014 menunjukkan ependimoma.

7. Hasil pemeriksaan USG traktus urinarius anak tanggal 8 September 2014

menunjukkan adanya sistisis dan hidronefrosis bilateral derajat 2.

8. Hasil pemeriksaan VCUG tanggal 11 September 2014 menunjukkan gambaran

neurogenic bladder type flaccid dan sistitis dengan fungsi voiding yang terganggu.

Dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisis dan penunjang yang terakhir dilakukan,

maka saat ini anak dikelola sebagai infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral

dengan refluks vesikoureter derajat 2, buli-buli neurogenik, paraplegi inferior flaksid,

hidrosiringomielia et causa ependimoma postremoval tumor dan gizi kurang. Anak mendapat

terapi ketokonazol p.o. 5 mg/kgBB/24 jam = 75 mg/24 jam ketika pulang dari RSUP Dr.

Sardjito. Tindakan selanjutnya yang direncanakan adalah rawat jalan pada :

1. Divisi Nefrologi Anak memantau kekambuhan, morbiditas, komplikasi dan

pengobatan infeksi saluran kencing, monitor dan tindak lanjut dari efek samping

pemberian antibiotik jangka panjang, evaluasi dan tindak lanjut hidronefrosis, refluks

vesikoureter dan buli-buli neurogenik, dan evaluasi pemakaian kateter urin.

2. Divisi Neurologi Anak mengevaluasi kekambuhan dan tindak lanjut kondisi

hidrosiringomielia dan ependimoma postremoval tumor, evaluasi perbaikan klinis dan

tindak lanjut dari paraplegi inferior.

3. Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik mengevaluasi dan menindak lanjuti status gizi

kurang dan menghindarkan anak kembali jatuh ke status gizi buruk.


12

4. InstalasiRehabilitasi Medis melakukan fisioterapi gangguan motorik, sensibilitas dan

otonom anak (inkontinensia).

Pembiayaan kesehatan ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

karena orang tua telah mendaftarkan anak sebagai peserta asuransi BPJS.

C. TUJUAN

Tujuan pemantauan kasus panjang ini adalah untuk mengamati luaran klinis yang

terjadi pada pasien siringomielia yang disebabkan oleh ependimoma yang telah mendapatkan

intervensi bedah reseksi tumor dan telah mengalami komplikasi paraparesis inferior, buli-buli

neurogenik, refluks vesikoureter, hidronefrosis dan infeksi saluran kencing dan gizi kurang.

Dilakukan intervensi medikamentosa, fisioterapi dan nutrisi untuk mengatasi masalah yang

terjadi. Selain itu dilakukan pula tindakan untuk mengetahui dan mencegah komplikasi

lanjutan, dan dilakukan pula pengamatan luaran komplikasi setelah dilakukan terapi dan

pencegahan terhadap hal tersebut.

D. MANFAAT

Manfaat mengelola kasus panjang ini bagi pasien adalah:

1. Menatalaksana komplikasi siringomielia yang disebabkan ependimoma yang telah

dilakukan intervensi bedah reseksi tumor yaitu paraparesis inferior, buli-buli

neurogenik, refluks vesikoureter, hidronefrosis, infeksi saluran kencing.

2. Menatalaksana kondisi gizi kurang.

3. Mencegah dan mendeteksi dini komplikasi lanjutan yaitu ulkus dekubitus, artropati,

pielonefritis, hipertensi, gagal ginjal, parut ginjal, batu saluran kencing, konstipasi,

gizi buruk dan menatalaksana jika komplikasi tersebut terjadi.

4. Mendeteksi rekurensi dan kemungkinan ekspansi dari residu ependimoma dan

siringomielia sehingga dapat dilakukan tatalaksana selanjutnya.


13

5. Mendeteksi dan mencegah efek samping antibiotik berupa diare dan infeksi

oportunistik dan menatalaksana jika hal tersebut terjadi .

Manfaat bagi peserta pendidikan dokter spesialis antara lain :

1. Menambah pengetahuan dan keterampilan tentang cara mendiagnosis secara klinis

dan dengan pemeriksaan penunjang serta kewaspadaan dini terhadap permasalahan

yang dapat timbul pada siringomielia yang disebabkan ependimoma dan segala

komplikasinya.

2. Mengetahui tatalaksana menyeluruh pada pasien siringomielia yang disebabkan

ependimoma dan segala komplikasinya.

Manfaat bagi rumah sakit adalah:

1. Dilakukannya pemantauan dan talaksana yang komprehensif, terstruktur dan

berkesinambungan pada kondisi ini.

2. Mempermudah koordinasi dan komunikasi antar departemen dan divisi terkait.

3. Mendapatkan data kasus yang lengkap dan menyeluruh yang dapat digunakan sebagai

data untuk pembandingan dan penelitian pada kasus serupa.

E. INFORMED CONSENT

Sebelum pemantauan jangka panjang dilakukan terhadap pasien, peneliti memberikan

penjelasan dan meminta persetujuan lisan dari orang tua pasien pada bulan Desember 2014

dan selanjutnya persetujuan tertulis dari orang tua pasien pada bulan Januari 2015.

Anda mungkin juga menyukai