PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
dan terisi cairan pada korda spinalis. Kelainan ini paling sering terjadi pada medula spinalis
servikalis. Prevalensi kejadian siringomielia adalah 8,4 kasus per 100.000 orang. Kondisi ini
sangat sering terjadi pada usia dekade ketiga dan sangat jarang terjadi pada anak-anak.
Kelainan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab paling
sering adalah malformasi Chiari yang merupakan 25% penyebab siringomielia. Selain itu
siringomielia dapat pula disebabkan oleh tumor dan tumor yang paling sering menjadi
menempati urutan ketiga sebagai tumor yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan 90%
pada serabut saraf korda spinalis sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf
sensorik, motorik ataupun otonom tubuh, tergantung pada letak dan fungsi saraf yang
dirusak. Komplikasi tersebut secara berantai dapat menyebabkan komplikasi ikutan sehingga
bedah memiliki angka mortalitas yang rendah. Setengah dari seluruh penderita siringomielia
berada pada kondisi yang stabil pada beberapa tahun pasca intervensi bedah. Angka harapan
hidup penderita ependimoma setelah mengalami reseksi komplit mencapai 80%, namun dapat
panjang. Selain itu meskipun telah mengalami intervensi bedah kedua, masih mungkin
1
2
mengalami rekurensi ataupun ekspansi residu tumor yang belum terambil pada intervensi
bedah sebelumnya.4,7,10
Kasus panjang kami adalah siringomielia yang disebabkan oleh ependimoma di korda
spinalis torakalis-lumbalis. Kasus ini sangat menarik, karena secara epidemiologis sangat
jarang terjadi, yaitu pada anak perempuan yang berusia 4 tahun dan terletak di korda spinalis.
infeksi saluran kencing yang tidak kunjung sembuh sebagai komplikasi beruntun dari
siringomielia. Status gizi kurang pada pasien ini merupakan komplikasi penyakitnya atau
komplikasi, intervensi yang dilakukan untuk mencegah komplikasi dan efek intervensi yang
dilakukan menarik untuk diamati dan dipelajari terkait perjalanan penyakit, perjalanan
komplikasi, intervensi yang dilakukan untuk mencegah komplikasi selanjutnya dan efek dari
Laporan Kasus
Seorang anak perempuan berusia 4 tahun 11 bulan dirawat di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Dr. Sardjito untuk mendapatkan terapi injeksi antibiotik atas indikasi infeksi
saluran kencing (ISK) kompleks yang sudah dialaminya selama dua bulan.
3
Pasien dirawat di RSUP Dr. Sardjito pertama kali pada tanggal 1 September 2014
dengan keluhan tidak dapat berjalan. Keluhan tersebut diawali dengan rasa nyeri dan lemah
pada kedua kaki sejak dua bulan sebelumnya. Sebulan setelah muncul gejala awal tersebut
anak mengeluh tidak dapat berdiri dan berjalan. Anak menggunakan tangannya untuk berdiri
dari posisi jongkok (Gowers’ sign). Anak kemudian dirawat di Rumah Sakit (RS) Condong
Catur selama tiga hari dan dilakukan pemeriksaan Rontgen ekstremitas dan darah rutin. Hasil
pemeriksaan dikatakan normal, tetapi keluhan anak menetap. Diagnosis tidak dijelaskan. Di
RS Condong Catur anak mendapat terapi ibuprofen. Setelah kontrol 3 kali selama 1 bulan di
RS Condong Catur anak dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito karena keluhan menetap. Sejak sakit
anak mengeluh sulit buang air besar (terakhir buang air besar 2 minggu sebelum masuk
RSUP Dr. Sardjito) dan sulit mengontrol berkemih (anak berkemih tanpa
disadari/mengompol).
Pada pemeriksaan fisik saat pertama dirawat di RSUP Dr. Sardjito ditemukan
kelainan pada kedua ekstremitas inferior berupa: kekuatan 1, gerakan terbatas, hipotonus,
atrofi otot ekstremitas inferior, refleks fisiologis menurun. Tidak ditemukan refleks patologis,
klonus dan tanda rangsang meningeal. Tidak terdapat kelainan sensoris. Teraba skibala pada
regio abdomen. Pemeriksaan darah rutin, BUN, kreatinin dan elektrolit normal.
dan demielinisasi pada kedua tungkai. Pemeriksaan pungsi lumbal gagal dilakukan karena
keluar darah segar ketika dilakukan penusukan jarum yang diulang sebanyak tiga kali.
Magnetic resonance imaging (MRI) vertebra torakolumbal menunjukkan adanya lesi non
enhancement intra medulla setinggi torakal 7-10 sebagai pelebaran kanalis sentralis, suspek
dikonsultasikan kepada Divisi Hematoonkologi dan Divisi Radioterapi. Saat itu tidak
4
terhadap kemoterapi dan juga dilakukan observasi lebih dulu terhadap kondisi anak karena
belum terindikasi untuk dilakukan radioterapi oleh Divisi Radioterapi. Direncanakan MRI
evaluasi tiga bulan setelah operasi pengangkatan tumor. Sejak dari awal rawat inap anak
Pada saat perawatan di RSUP Dr. Sardjito anak juga mengeluhkan air kencing
berwarna merah. Gejala inkontinensia urin dan hematuria pada anak ini ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) traktus urinarius dan fungsi voiding, pemeriksaan
urin rutin dan pemasangan kateter urin. USG traktus urinarius anak menunjukkan adanya
fungsi voiding yang terganggu. Hasil pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya proteinuria
(+3), darah (+3), leukosit esterase (500), nitrit (-), leukosituria (sel leukosit 989/ul), bakteri
(+), pH 6. Anak dikelola sebagai infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral
dengan refluks vesikoureter derajat 2, buli-buli neurogenik tipe flaksid. Anak mendapat terapi
sefiksim oral selama tujuh hari dilanjutkan sefotaksim injeksi selama tiga hari dan kateter
urin dipertahankan. Hasil evaluasi pemeriksaan urin rutin menunjukkan protein (-), darah
(+2), leukosit esterase (-), nitrit (+2), leukosit pucat (0-1), leukosit gelap (1-2), bakteri (-),
jamur (+), silinder leukosit (+), kristal Ca oksalat (+), pH 6,5. Anak lalu mendapatkan
seftriakson injeksi selama tujuh hari. Hasil kultur urin menunjukkan bakteri Enterococcus
selanjutnya menunjukkan: protein (-), darah (+1), leukosit esterase (-), nitrit (-), bakteri (+),
pH 7,5. Anak lalu diberi antibiotik amoksisilin oral. Setelah pemakaian amoksisilin selama 3
5
hari, dilakukan kembali pemeriksaan urin rutin pada anak yang hasilnya menunjukkan:
protein (-), darah (+1), leukosit esterase 75, nitrit (+1), bakteri (+1), Na urat (+), pH 7. Anak
oral. Hasil urin rutin anak sebelum pulang dari RSUP Dr. Sardjito adalah: protein (+/-), darah
(+3), leukosit esterase (-), nitrit (-), leukosit 219/uL, bakteri (-), kristal amorf (+), pH 7.
Berat badan saat pertama dirawat di RSUP Dr. Sardjito adalah 11,0 kg dengan tinggi
badan 102,0 cm, dan BB/TB = -3,5 SD. Dari data ini ditambah dengan tampilan klinis anak
yang tampak sangat kurus, terlihat iga gambang, hipotrofi otot ekstremitas atas, anak dikelola
juga dengan gizi buruk tipe marasmus dan dikelola sesuai dengan sepuluh langkah
Anak didiagnosis juga sebagai konstipasi organik yang diperkirakan disebabkan oleh
lesi pada saraf otonom akibat massa pada vertebra. Anak mendapatkan tindakan disimpaksi
dengan fleet enema selama 3 hari berturut-turut. Setelah mendapat terapi tersebut anak sudah
Ketika pulang dari perawatan pertama di RSUP Dr. Sardjito anak didiagnosis dengan:
paraplegi inferior flaksid (kekuatan kedua ekstremitas bawah 0 dan sensibilitas kedua
kompleks karena sistitis dan hidronefrosis bilateral dengan refluks vesikoureter derajat 2,
buli-buli neurogenik, gizi buruk tipe marasmus fase rehabilitasi (berat badan anak sewaktu
pulang 11,5 kg). Anak dirawat jalan dengan terapi amoksisilin 250 mg/8 jam p.o., zink 20
mg/24 jam p.o., asam folat 1 mg/24 jam p.o. dan multivitamin sirup. Dilakukan edukasi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi fase rehabilitasi yaitu energi sebesar 1.725-2.530 kcal/hari (150-
220 kcal/kgBB/hari), protein 46-69 gram/hari (4-6 gram/hari) serta cairan 2.400 ml/hari (150-
220 ml/kgBB/hari) yang diperoleh dengan konsumsi F-100 8x150 ml serta nasi 3x sehari.
6
Edukasi tersebut dilakukan oleh dokter bersama dietisien. Anak juga diedukasi untuk
melakukan fisioterapi dua kali seminggu di RSUP Dr. Sardjito dan diprogramkan untuk MRI
tiga bulan pasca operasi pengangkatan tumor. Pemasangan kateter urin dipertahankan pada
anak. Anak disarankan untuk kontrol ke poliklinik neurologi anak, nefrologi anak, nutrisi dan
dengan pemeriksaan urin rutin dan kultur urin selalu dilakukan selama anak kontrol di
poliklinik RSUP Dr. Sardjito. Adapun hasil evaluasi penggunaan antibiotik tersebut adalah
Tabel 2. Pemantauan urin rutin dan kultur urin serta penggunaan antibiotik
Pada tanggal 24 November 2014 anak kembali menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito atas indikasi untuk mendapatkan terapi antibiotik amikasin untuk infeksi saluran
kencing berulang. Tidak ada keluhan febris. Hasil pemeriksaan urin pada saat itu adalah:
protein (+2), darah (+3), leukosit esterase (500), nitrit (+2), leukosit pucat (+3), leukosit gelap
(+1), jamur (+2), bakteri (-), keton (+2), kristal Ca oksalat (+), dan pH 6. Hasil pemeriksaan
fisik anak pada saat itu: tampak kurus, berat badan 13,0 kg, tinggi badan 104,0 cm, hipotrofi
otot ekstremitas atas, kekuatan ekstremitas bawah 0, tidak ada gerakan, atonus, atrofi otot,
penurunan refleks fisiologis, sensibilitas negatif. Indeks BB/TB = -2,46. Anak dikelola
sebagai infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral dengan refluks vesikoureter
ependimoma post removal tumor dan gizi kurang. Selama perawatan anak mendapatkan
fisioterapi setiap hari, asuhan nutrisi pediatrik untuk gizi kurang dan antibiotik untuk infeksi
saluran kencing. Farmakoterapi untuk infeksi saluran kencing anak pada saat awal masuk
adalah: injeksi intravena amikasin 25 mg/kgBB/24 jam pada hari pertama, kemudian 18
mg/kgBB/24 jam pada hari berikutnya = 325 mg/24 jam pada hari pertama kemudian 250
mg/24 jam pada hari berikutnya dan ketokonazol p.o. 5 mg/kgBB/24 jam = 75 mg/24 jam.
Evaluasi obat infeksi saluran kencing anak dengan pemeriksaan urin rutin dan kultur
urin ketika dirawat di RSUP Dr. Sardjito mulai tanggal 24 November 2014 adalah sebagai
berikut.
8
Tabel 3. Pemantauan urin rutin dan kultur urin serta penggunaan antibiotik pada
pasien selama dirawat di RS. Sardjito sejak tanggal 24 November 2014
Tanggal Kuman Sensitif Hasil urin rutin Terapi Antibiotik
24/11/2014 Protein (+2), darah (+3) amikasin i.v.
leukosit esterase (500),nitrit (+2) ketokonazol p.o.
leukosit pucat (+3), leukosit gelap
(+1)
bakteri (-), jamur (+2),
kristal Ca oksalat (+2), pH 6
01/12/2014 Candida albicans flusitosin Protein (-), darah (-) flukonazol 150
flukonazol leukosit esterase (500),nitrit (0) mg/24 jam i.v.
vorikonazol leukosit 405/ul, jamur (+) imipenem 325
amfoterisin B bakteri (-), kristal Ca oksalat (+) mg/8 jam i.v.
kaspofungin pH 7,5
mikafungin
04/12/2011 Protein (-), darah (-) flukonazol 150
leukosit esterase (0),nitrit (0) mg/24 jam i.v.
bakteri (-), jamur (-) imipenem 325
kristal (-), pH 7,5 mg/8 jam i.v
Anak pulang dari RSUP Dr. Sardjito tanggal 8 Desember 2014 dengan diagnosis
akhir: infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral dengan refluks vesikoureter
hidrosiringomielia et ependimoma post removal tumor dan gizi kurang. Mendapat terapi
ketokonazol p.o. 75 mg/kgBB/24 jam. Kondisi neuromuskular masih sama dengan ketika
Pada keluarga terdapat riwayat tumor otak, yaitu pada ayah kandung . Ayah kandung
meninggal saat anak berusia 1 tahun, karena penyakit tumor otak tersebut. Selain itu juga
terdapat riwayat penyakit asma pada nenek. Saat ini anak tinggal bersama ayah tiri, ibu
kandung, seorang kakak perempuan kandung dan seorang adik laki-laki tiri.
9
lemah pada kedua kaki muncul bulan Juli 2014 (dua bulan sebelum anak dirawat di RSUP
Pasien terakhir kali kami periksa pada saat pulang dari perawatan RSUP Dr. Sardjito
yaitu tanggal 8 Desember 2014 (umur anak 4 tahun 9 bulan). Pada anamnesis yang dilakukan
saat itu tidak ada keluhan demam, mual, muntah, kuning dan perut kembung sebagai tanda
non spesifik dari infeksi saluran kencing sejak anak dirawat di RSUP Dr. Sardjito untuk
pertama kalinya (September 2014). Orang tua anak mengatakan bahwa sehari-hari anak
sedikit makan. Anak terkesan manja dan rewel bila didekati orang lain. Anak dapat buang air
besar setiap dua hari. Pada pemeriksaan fisis didapatkan kondisi compos mentis, rewel
(mudah menangis bila didekati) dan tampak kurus. Tanda vital dalam batas normal. Tidak
ada nyeri tekan suprapubik dan ketok kostovertebral. Kekuatan kedua ekstremitas inferior 0,
tidak dapat bergerak, atonus, atrofi otot, penurunan refleks fisiologis, sensibilitas negatif,
tidak ada refleks patologis dan klonus. Kateter urin masih terpasang. Berat badan 13,0 kg
dengan tinggi badan 104,0 cm, BB/TB = -2,46. Pemeriksaan penunjang terakhir yang
Tabel 4. Hasil pemeriksaan darah pasien sejak dirawat di RSUP Dr. Sardjito
September 2014
Jenis Tanggal
Pemeriksaan 09/09/2014 15/09/2014 12/01/2015 Nilai normal
AL (/ul) 12.650 14.090 7.730 5.000-14.500
Netrofil (%) 71,5 86,8 54,4 37-71
Limfosit (%) 20,2 8,3 26,4 17-67
Monosit (%) 5,1 2,8 5,3 0-5
Eosinofil (%) 2,8 1 10,6 0-3
Basofil (%) 0,4 0,1 0,4 0-1
Hb (g/dl) 13,5 14,9 11,9 11,5-14,5
Hct (%) 40,2 44,5 36,6 34-40
AE (10^6/ul) 5,22 5,45 4,53 3,9-5,3
AT (/ul) 551.000 523.000 488.000 150.000-450.000
MCV (fl) 77 81,7 80,8 76-90
MCH (pg) 25,9 27,4 26,3 25-30
MCHC (g/dl) 33,6 33,5 32,5 32-36
RDW (%) 13,2 14,6 13,2 11,5-15
CRP (mg/dl) 5 <5
Natrium
(mmol/l) 138 136-145
Kalium (mmol/l) 4,3 3,5-5,5
Klorida (mmol/l) 97 98-107
Kalsium
(mmol/l) 2,87 2,15-2,55
BUN (mg/dl) 8,9 5,0-25
Kreatinin (mg/dl) 0,33 0,12-1,6
2. Hasil pemeriksaan terakhir urin pasien tanggal 7 Desember 2014: protein (-),darah
(-), leukosit esterase (75) , nitrit (-), leukosit pucat (0-1), leukosit gelap (6-7), bakteri
menunjukkan adanya lesi non enhancement intramedular setinggi toraks 7-10 sebagai
neurogenic bladder type flaccid dan sistitis dengan fungsi voiding yang terganggu.
Dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisis dan penunjang yang terakhir dilakukan,
maka saat ini anak dikelola sebagai infeksi saluran kencing kompleks, hidronefrosis bilateral
hidrosiringomielia et causa ependimoma postremoval tumor dan gizi kurang. Anak mendapat
terapi ketokonazol p.o. 5 mg/kgBB/24 jam = 75 mg/24 jam ketika pulang dari RSUP Dr.
pengobatan infeksi saluran kencing, monitor dan tindak lanjut dari efek samping
pemberian antibiotik jangka panjang, evaluasi dan tindak lanjut hidronefrosis, refluks
3. Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik mengevaluasi dan menindak lanjuti status gizi
karena orang tua telah mendaftarkan anak sebagai peserta asuransi BPJS.
C. TUJUAN
Tujuan pemantauan kasus panjang ini adalah untuk mengamati luaran klinis yang
terjadi pada pasien siringomielia yang disebabkan oleh ependimoma yang telah mendapatkan
intervensi bedah reseksi tumor dan telah mengalami komplikasi paraparesis inferior, buli-buli
neurogenik, refluks vesikoureter, hidronefrosis dan infeksi saluran kencing dan gizi kurang.
Dilakukan intervensi medikamentosa, fisioterapi dan nutrisi untuk mengatasi masalah yang
terjadi. Selain itu dilakukan pula tindakan untuk mengetahui dan mencegah komplikasi
lanjutan, dan dilakukan pula pengamatan luaran komplikasi setelah dilakukan terapi dan
D. MANFAAT
3. Mencegah dan mendeteksi dini komplikasi lanjutan yaitu ulkus dekubitus, artropati,
pielonefritis, hipertensi, gagal ginjal, parut ginjal, batu saluran kencing, konstipasi,
5. Mendeteksi dan mencegah efek samping antibiotik berupa diare dan infeksi
yang dapat timbul pada siringomielia yang disebabkan ependimoma dan segala
komplikasinya.
3. Mendapatkan data kasus yang lengkap dan menyeluruh yang dapat digunakan sebagai
E. INFORMED CONSENT
penjelasan dan meminta persetujuan lisan dari orang tua pasien pada bulan Desember 2014
dan selanjutnya persetujuan tertulis dari orang tua pasien pada bulan Januari 2015.