Anda di halaman 1dari 12

Referat Bedah Anak

Sub Divisi Bedah Anak


Oleh : Nisa Lystia. N
Pembimbing : dr. Dikki Drajat., SpB, SpBA (K)

GASTROSCHISIS

PENDAHULUAN
Gastroschisis merupakan salah satu kelainan dinding abdomen yang sering ditemukan,
walaupun secara anatomis, embriognesis, manifestasi klinis dan masalah yang ditimbulkan berbeda
dengan omphalocele. Kedua kelainan tersebut dapat didiagnosa prenatal dengan menggunakan USG
dan mudah dibedakan melalui lokasi dari defek dan ada tidaknya kantung yang membungkus usus
1,2
yang eviserasi.
Gastroschisis (gaster- perut + schisis- fisura) merupakan defek kongenital dinding anterior
abdomen yang berada di sebelah kanan umbilikus, dimana otot rektus intak dan normal. Ukuran defek
bervariasi dari 2-4 cm, umumnya lebih kecil dari defek pada omphalocele. Gaster, usus halus dan kolon
dapat ditemukan berada diluar rongga abdomen. Jarang ditemukan hepar, testis maupun ovarium
yang herniasi. Tidak ditemukan kantong yang menutupi organ yang herniasi. Gastroschisis pertama
kali dilaporkan oleh Calde pada tahun 1733 dan tindakan pembedahan pertama dilakukan oleh Fear
pada tahun 1878. 2,3,4

Omphalocele (omphalos- umbilikus + kele- hernia) adalah defek kongenital dinding anterior
abdomen yang berada pada umbilikal ring, dimana otot rektus berinsersi secara melebar pada kosta
dan tidak bertemu di pertengahan xyphoid. Defek abdomen berukuran antara 2-10 cm. Semua
struktur intraabdomen dapat eviserasi termasuk hepar. Omphalocele ditutupi oleh kantong yang
terdiri dari lapisan luar amnion, lapisan tengah Wharton’s jelly dan lapisan dalam peritoneum. Pare
yang pertama melaporkan omphalocele pada tahun 1634. Hey melaporkan penanganan omphalocele
pada tahun 1803. Ahlfeld pada tahun 1899 mengemukakan penggunaan alkohol sebagai eskharotik
terapi. Scarpa (1814) melakukan observasi bahwa omphalocele sering ditemukan dengan kelainan
penyerta lainnya. 2,3,4

1
Gambar 1. Kedua foto ini menunjukkan perbedaan antara omfalokel dan gastroschisis. A. Pada
omfalokel baik hepar dan usus dapat herniasi. Kantong selalu ada dan tali pusat (tanda panah)
berada diatas kantong. Dan defeknya selalu di garis tengah. B. Gastroschisis, hepar tidak pernah
herniasi dan kantong tidak ada. Lokasi dari defek fascia berada di kanan dari umbilicus, dan tali pusat
(tanda panah) berada di pusat. Selain usus besar dan usus kecil, gaster terkadang dapat herniasi
juga.

EMBRIOLOGI
Pembentukan dinding abdomen terjadi pada minggu keempat masa gestasi dimana embrio
berkembang dan membentuk lipatan ke arah kraniokaudal dan mediolateral. Lipatan abdomen bagian
lateral akan bertemu di bagian midline anterior dan mengelilingi yolk sac, yang pada akhirnya
menyebabkan yolk sac mengerut masuk ke yolk stalk yang kemudian berkembang menjadi umbilikal
cord. Pada masa gestasi minggu keenam, pertumbuhan usus yang cepat menyebabkan herniasi usus
kedalam umbilikal cord. Elongasi dan rotasi usus terjadi selama lebih dari empat minggu. Pada minggu
kesepuluh, usus masuk kembali ke rongga abdomen dan duodenum pars satu, dua, dan tiga, kolon
asendens dan desendens terfiksasi dalam retroperitoneal. 1
Etiologi gastroschisis masih belum dimengerti sepenuhnya. Banyak teori yang bermunculan
antara lain kegagalan mesoderm untuk membentuk dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus
herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat meningkatnya volume,
kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu dibagian midline akan meninggalkan defek di sebelah
kanan umbilikus. Teori lain mengatakan bahwa defek pada dinding abdomen terjadi akibat adanya
trombosis vena omphalomesenterik kanan yang menyebabkan iskemik dinding abdomen. DeVries dkk
dan Hoyme dkk berpendapat bahwa trombosis vena umbilikalis menyebabkan nekrosis di sekitar
dinding abdomen, sehingga defek terjadi disebelah kanan. Teori ini mendukung adanya hubungan
antara gastrochisis dengan atresia intestinal dengan dilakukannya observasi bahwa gastroschisis
kadang-kadang berhubungan dengan atresia intestinal, yang etiologinya terjadi akibat iskemik. 1,3,5
Omphalocele terjadi akibat kegagalan fusi dari ketiga lipatan embrionik. Jika lipatan embrionik
bagian kranial gagal melipat maka terjadi omphalocele epigastrik dan dapat disertai hernia
diafragmatika, sternal clefts, pericardial defects, dan intracardiac defects (Pentalogy of Cantrell). Jika

2
lipatan bagian kaudal gagal menyatu akan menyebabkan hipogastrik omphalocele dan dapat disertai
ekstrophy bladder atau kloaka, fisura vesikointestinal, atresia colon, imperforate anus, defek vertebra
sakral atau meningomyelocele (Lower midline syndrome). Omphalocele yang klasik terjadi akibat
kegagalan penutupan liatan bagian lateral. Defek terletak di bagian tengah abdomen dengan ukuran
yang bervariasi dan mempunyai kantong yang melindungi isi abdomen. Kantong tersebut terdiri dari
peritoneum, Wharton’s jelly dan amnion. Jumlah usus yang masuk ke kantong bervariasi. Hepar,
bladder, gaster, ovarium dan testis dapat juga ditemukan dalam kantong. Umbilikal cord melekat pada
kantong. 1,3,4

INSIDENS

Gastroschisis terjadi pada 1:6.000-10.000 kelahiran. Insidens gastroschisis di dunia meningkat


dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis umumnya terjadi pada ibu usia muda. Insidens yang meningkat
dari gastroschisis pada ibu yang lebih muda dari 21 tahun telah didokumentasikan. Ibu yang merokok,
menggunakan obat-obat terlarang, dan terekspos lingkungan yang toxin dikaitkan dengan resiko
terjadi gastroschisis. Mayoritas kehamilan terkomplikasi oleh gastroschisis didiagnosis dengan
sonografi pada gestasi 20 minggu. Sering kali evaluasi ultrasound dilakukan karena adanya level serum
alfa-fetoprotein maternal yang abnormal, yang secara umum akan meningkat pada gastroschisis.
Deteksi dari usus yang melayang bebas dalam cairan amniotik dan defek pada dinding abdomen di
kanan dari insersi tali pusat yang normal merupakan diagnostik untuk gastroschisis. Terdapat juga
peningkatan yang signifikan dari seluruh insidens gastroschisis dalam semua kelompok umur lebih dari
2 dekade sebelumnya. Persalinan prematur lebih sering pada bayi dengan gastroschisis, dengan
insidens 28% dibandingkan dengan 6% dari persalinan normal.3,4

KELAINAN PENYERTA
Kelainan penyerta pada gastroschisis jarang ditemukan, paling sering berhubungan dengan
kelainan di midgut. Atresia usus merupakan anomali asosiasi paling sering pada pasien dengan
gastroschisis, dengan angka berkisar antara 6,9% hingga 28% pada serial laporan terbaru.
Gastroschisis juga merupakan salah satu bagian dari kelainan pada sindrom anggota gerak-defek
dinding tubuh, yang dikenal juga sebagai sindrom amniotic band. Pada sindrom yang jarang ini,
anomali dinding thoraks atau gastroschisis ditemukan berhubungan dengan abnormalitas anggota
gerak, meningokel, abnormalitas genital, atresia intestinal yang bervariasi, dan abnormalitas tali
pusat. Perforasi usus ditemukan pada 5% pasien. Kelainan lain yang jarang termasuk undescended
testis, hipoplastik gallbladder, hidronefrosis, Meckel’s divertikulum dan duplikasi intestinal. Pada
tahun pertama kehidupan bayi dengan gastroschisis sering ditemukan gastroesophageal reflux (16%)
dan undescendens testis (15%) yang sembuh spontan. 4,6

3
GAMBARAN KLINIS
Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen disebelah kanan umbilikus, dengan
diameter < 4cm. Tidak ada kantong yang menutupi organ yang herniasi. Pada saat lahir, usus yang
herniasi masih tampak normal, tapi 20 menit setelah lahir usus yang keluar akan tampak udem dan
banyak eksudat fibrin sehingga loop usus sulit dilihat dengan jelas. Bayi dengan gastroschisis biasanya
lahir prematur dan mempunyai masalah respirasi. 6
Omphalocele merupakan defek dinding abdomen di umbilikal ring. Omphalocele dapat dibagi
menjadi dua grup: minor dan mayor (giant). Pada minor omphalocele, defek dinding abdomen kecil
<4 cm yang umumnya dapat tutup langsung. Pada giant omphaloele defek dinding abdomen minimal
5 cm dimana terdapat hepar didalamnya. Omphalocele ditutupi oleh kantong translusent dimana
umbilikus menempel diatasnya. Kantong ini mungkin saja robek pada waktu kelahiran, tapi ini jarang.
Kantong dapat berisi hepar, usus, lien maupun gonad. Bayi dengan omphalocele biasanya lahir aterm.
6,7

(3)

DIAGNOSIS PRENATAL DAN PENATALAKSANAANNYA


Defek dinding abdomen dapat dideteksi melalui USG sedini mungkin sejak usia kehamilan 10-
12 minggu. USG mempunyai spesifitas 95% dan sensifitas 60-75% dalam mendiagnosa defek dinding
abdomen. Diagnosis omphalocele tidak dapat dilakukan sebelum usia kehamilan 10 minggu karena
pada saat itu usus normalnya berada di umbilikal cord. Meskipun dari USG dapat dibedakan antara
omphalocele dan gastroschisis, namun omphalocole yang mengalami ruptur prenatal akan
menyulitkan diagnosis. USG dapat mendeteksi hepar yang berada diluar rongga abdomen tetapi tidak
dapat melihat atresia intestinal pada gastroschisis. Serial USG pada trimester ketiga dapat mendeteksi
diameter dan penebalan usus yang dicurigai akibat adanya obstruksi vaskular. Penebalan dinding usus

4
dan dilatasi usus disertai dengan diameter defek yang mengecil merupakan indikasi untuk terminasi
kehamilan untuk menegah nekrosis usus.3,4

Diambil dari :
http://www.healthbase.com/resources/images/general/gastroschisis.jpg
http://med.brown.edu/pedisurg/images/ImageBank/AbdWallDefects/Ultrasound.jpg

Peningkatan alpha-fetoprotein dan asetylcholinesterase dalam cairan amnion berkorelasi


dengan gastroschisis dan omphalocele. Alpha-fetoprotein dapat meningkat hingga 9 kali pada
gastroschisis dan pada omphalocele hanya sekitar 3-4 kali. Pada penelitian Saller dkk tahun 1994
terdapat peningkatan alpha-fetoprotein 9,42 kali pada gastroschsis dan 4,19 kali pada omphalocele.
Tucker dkk tahun 1992 melaporkan peningkatan asetylcholinesterase 80% pada gastroshisis dan 27%
3,4,5
pada omphalocele.
Jika defek dinding abdomen teridentifikasi, maka kelainan penyerta lainnya harus dicari. Pada
gastroschisis cukup dengan mencari kelainan anatomis lainnya. Jika ditemukan omphalocele, harus
dilakukan amniosintesis dan pemeriksaan kromosom untuk skrining kelainan lain. Pada beberapa
penelitian sekitar dua pertiga kelainan penyerta lainnya dapat terdeteksi. 3,4
Saat ini, repair intrauterin tidak dianjurkan baik pada gastroschisis maupun omphalocele. Hal
ini berdasarkan prinsip bahwa usus yang terpapar cairan amniotik akan menyebabkan kerusakan usus.
Beberapa peneliti menganjurkan dilakukan amniotic fluid exchange atau amnioinfusion pada fetus
dengan gastrochisis. Pada binatang percobaan, kerusakan usus dapat diperbaki menggunakan teknik
ini. 3
Bayi omphalocele dapat dilahirkan aterm. Sebaliknya bayi gastroschisis dilahirkan lebih awal
untuk meminimalkan kerusakan usus akibat terpapar cairan amnion. Bayi dengan omphalocele tidak
ada indikasi absolut untuk dilakukan persalinan melalui seksio cesaria, namun untuk omphalocele
yang besar dengan eviserasi hepar disarankan untuk persalinan seksio cesaria untuk menghindari
trauma pada hepar. 3

5
Cara persalinan yang optimal untuk bayi-bayi dengan gastroschisis telah menjadi perdebatan
selama bertahun-tahun. Pendukung persalinan Caesar berpendapat bahwa proses persalinan
pervaginam akan menyebabkan cedera pada usus yang terpapar. Bagaimanapun kepustakaan
mengemukakan bahwa baik persalinan pervaginam maupun sectio keduanya aman. Penelitian
metaanalisis terbaru dari Segel dkk tidak berhasil menunjukan perbedaan outcome dari persalinan
pervaginam atau persalinan section.1
Persalinan lebih awal janin dengan gastroshisis dianjurkan untuk membatasi paparan usus
terhadap cairan amnion dalam upaya untuk mengurangi peel yang radang pada permukaan usus.
Motilitas yang buruk dari usus diperkirakan berhubungan paparan dari cairan amnion dan perubahan
komposisi matriks seluler dan ekstra seluler dinding usus. Interleukin-6, interleukin-8 dan ferritin
meningkat pada cairan amnion bayi–bayi dengan gastoschisis saat dibandingkan dengan kontrol.
Cytokine cairan amnion dan mediator proinflamasi lainnya telah menunjukan kerusakan dari plexus
nervus myentericus dan sel-sel interstitial dari Cajal pada binatang percobaan gastroschisis. Kerusakan
pada sel-sel pacemaker dan plexus–plexus nerve mungkin turut berkontribusi dalam dismotilitas yang
sangat dalam dan malabsorbsi didapatkan pada pasien-pasien dengan gastroshisis. Edema usus dan
pembentukan peel meningkat seiring dengan kemajuan persalinan, terbanyak bermakna jika defek
gastroschisis menekan aliran venous dari usus yang herniasi. Persalinan dini mungkin menurunkan
efek ini. Berat badan lahir rendah tampaknya mempengaruhi outcome, bayi-bayi kurang dari 2
kilogram akan meningkatkan waktu full enteral feeding, meningkatkan lama hari pemakaian
ventilator dan peningkatan lamanya nutrisi parenteral dibandingkan dengan bayi-bayi yang lebih dari
2 kilogram. 1
Beberapa penulis menyarankan persalinan premature yang selektif berdasarkan tampilan
distensi dan penebalan usus pada temuan ultrasonografi prenatal. Adanya usus bayi yang dilatasi telah
menunjukan outcome yang buruk, termasuk gawat janin dan kematian pada beberapa penelitian tapi
tidak pada penelitian lainnya. Satu factor yang luar biasa dalam menggunakan dilatasi usus untuk
memprediksi luaran dibatasi oleh keterbatasan definisi umum tentang “dilatasi” dimana nilai berkisar
antara 7-25 mm yang dipertimbangkan abnormal. Waktu dari ultrasonografi serta pengukuran usus
juga terbatas standarisasinya. Adanya atresia usus juga berhubungan dengan memburuknya luaran
menurut beberapa penulis tapi tidak oleh lainnya. Diantara mereka yang menyarankan persalinan
lebih awal ada yang berpendapat bahwa persalinan dilakukan secara sectio secara rutin. Beberapa
berupaya menginduksi persalinan pada usia gestasi 36-37 minggu. Para ahli menemukan bahwa
persalinan dapat berhasil diinduksi pada kehamilan-kehamilan dengan gastroshisis pada sebagian
besar kasus, kemungkinan karena tendensi yang mengikutinya untuk lahir premature. Kebanyakan

6
penulis menganjurkan persalinan pada pertengahan trimester ketiga dengan mempersiapkan akses
secepat mungkin kepada ahli bedah anak dan neonatus. 1

PENATALAKSANAAN AWAL
Penanganan pertama pada bayi baru lahir dengan gastroschisis meliputi resusitasi cairan, NGT
dekompresi, mencegah hipotermia dan perawatan pada gastroschisis. Perlu diperhatikan keadaan
usus untuk memastikan aliran darah tidak tertekan oleh puntiran mesenterium atau jepitan defek
dinding abdomen. Jika ukuran defek dinding abdomen menyebabkan gangguan vaskularisasi maka
defek harus segera diperlebar. Pemberian antibiotik spektrum luas, biasanya digunakan kombinasi
Ampisilin 100mg/kg/hari dan Gentamisin 7,5mg/kg/hari. Resusitasi cairan berdasarkan hemodinamik,
urin output, perfusi jaringan dan koreksi asidosis metabolik (jika ada). Semua bayi dengan kelainan
defek dinding abdomen harus diperiksa dengan teliti kelainan penyerta lainnya. 3,4
Neonatus dengan gastroschisis akan kehilangan air evaporasi secara nyata dari rongga
abdomen yang terbuka dan usus yang terpapar. Akses intravena yang memadai harus diberikan dan
resusitasi cairan harus dimulai sejak awal kelahiran. Pemberian cairan pada bayi dengan gastroschisis
sekitar 175ml/kgbb/hari. Sedangkan pada bayi prematur pemberian cairan 90-125ml/kgbb/hari.
Pemasangan NGT penting untuk mencegah distensi lambung dan intestinal. Usus yang herniasi harus
dibungkus dalam kasa yang dibasahi saline hangat, dan ditempatkan di tengah dari abdomen. Usus
harus dibungkus dalam kantung kedap air untuk mengurangi kehilangan evaporasi dan menjaga
hemostasis suhu. Walaupun gastroshisis seringnya merupakan kelainan yang tersendiri tapi
pemeriksaan bayi yang seksama harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan bawaan yang mungkin
menyertai. Sebagai tambahan pemeriksaan intestinal yang cermat dilakukan untuk mencari bukti
adanya atresia intestinal, nekrosis maupun perforasi. 1

PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan visera ke rongga
abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena trauma langsung atau karena
peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya mencakup pemasangan silo, reduksi serial, dan
penundaan penutupan dinding abdomen, reduksi primer dengan penutupan secara operatif dan
reduksi primer atau reduksi tertunda dengan penutupan umbilical cord. Sebagai tambahan waktu dan
lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, bervariasi dari repair segera di ruang persalinan,
reduksi dan penutupan di neonatus intensif care unit sampai penutupan bedah di ruang operasi. Pada
semua kasus inspeksi usus untuk mencari jeratan obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan.

7
Jeratan yang melintang loop usus harus dilepaskan sebelum pemasangan silo atau penutupan
abdomen primer untuk menghindari terjadinya obstruksi usus. Hipomotilitas usus hampir didapatkan
pada semua pasien gastroschisis, oleh karena itu akses vena sentral harus dipasang sejak awal. 1
Menurut sejarah, penutupan primer gastroschisis dianjurkan di semua kasus. Metode ini
dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi memungkinkan untuk di reduksi. Metode
ini dilakukan di kamar operasi, namun akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan penutupan
primer di ruangan tanpa anestesi umum. Banyak metode yang digunakan pada keadaan dimana
penutupan primer fasia tidak dapat dilakukan. Ada yang menggunakan umbilikus sebagai allograft,
penggunaan prostetik mesh nonabsorble atau material bioprostetik. Pilihan prostetik termasuk mesh
non-absorbel atau material bioprotetik seperti dura atau submukosa usus halus babi (Surgisis, Cook,
Inc., Bloomington, IN). Setelah penutupan fascia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi
penutupan dinding abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan diharapkan penyembuhan
secara sekunder. Kebanyakan ahli bedah akan membuang umbilikus saat dilakukan repair gastroshisis.
Namun, beberapa kasus tetap mempertahankan umbilikus dan memberikan hasil kosmetik yang baik.
Pilihan lainnya pada beberapa kasus adalah mengurangi usus dan menempatkan sebuah lapisan
silastik di bawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi. Tehnik ini berguna pada bayi-bayi di
saat dokter bedah mempertimbangkan tentang perburukan dari fungsi paru dengan dilakukannya
penutupan fascia dan kulit. Lembaran silastik ini di lepaskan pada 4- 5 hari, dan dinding abdomen dan
kulit ditutup. 1
Peningkatan tekanan intraabdomen diukur melalui tekanan intravesika menggunakan kateter
atau tekanan intragastrik menggunakan NGT. Tekanan intravesika lebih dari 10-15 mmHg
menunjukkan adanya peningkatan tekanan intraabdomen dan berkaitan dengan menurunnya perfusi
ginjal dan usus. Tekanan intravesika diatas 20 mmHg mengakibatkan gagal ginjal dan iskemik usus. 1
Pada gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal, penatalaksanaan reseksi dan
anastomosis dapat dilakukan pada saat penutupan defek dinding abdomen. Jika tindakan anastomosis
tidak memungkinkan, tindakan repair pada atresia intestinal dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian
setelah penutupan defek. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat stoma pada kasus dengan
atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi terjadi, segmen yang perforasi dapat
direseksi dengan anastomosis primer jika inflamasi usus minimal. Alternatifnya, jika ostomi dibuat dan
penutupan primer dilakukan dengan penutupan dari ostomi dapat dilakukan nantinya. Pada kasus
dimana perforasi telah terjadi dan penutupan primer tidak mungkin dilakukan, silo dapat dipasang
dan area perforasi dieksteriosasi melalui sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah tereduksi, stoma
sebenarnya dapat dibuat pada saat penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari
literatur tentang manajemen optimal dari masalah komplikasi ini. 1

8
Pada defek yang besar, banyak metode yang dapat digunakan. Tahun 1950an oleh Kearns dan
Clarke membuat “cutis graft” terdiri dari dermis dan fasia rektus anterior. Bilateral flap dari otot, fasia
dan kulit kearah midline untuk penutupan fasia. Teknik yang paling terkini adalah menggunakan tissue
exspander yang diletakan di cavitas abdomen untuk mereduksi disproporsi abdominalviseral. Tissue
expander dibiarkan sampai dengan penutupan fascia dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah memilih
untuk menggunakan patch untuk menutup kulit, tetapi berbagai pengalaman mengemukakan bahwa
bahan non reabsorbable seperti marlex, polypropylene mesh dan gor tex menunjukan angka tinggi
terjadinya infeksi termasuk saat mesh dilepaskan. 1

Staged Closure
Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967 dimana Teflon
menggunakan selembar yang digunakan seperti yang sekarang dikenal dengan silo. Penggunaan silo
pertama kali oleh Shermeta tahun 1970-an tapi gagal menarik perhatian hingga tahun 1995. Silo telah
digunakan untuk reduksi bertahap sejak awal tahun 1990. Metode ini untuk menghindari anestesi
umum dan pembedahan pada awal-awal kelahiran dan dapat mengontrol reduksi dari visera. Reduksi
bertahap meminimalkan resiko peningkatan tekanan intraabdomen. 8
Kidd dkk tahun 2003 dalam penelitiannya membandingkan staged closure dengan primary
closure pada gastroschisis melaporkan terjadinya komplikasi (NEC, sepsis dan persiapan operasi) yang
rendah pada pasien yang menggunakan staged closure. Namun, mortalitas dan waktu dimulainya
pemberian makan tidak menunjukkan perbedaan. Masalah yang timbul dengan staged closure yaitu
defek abdomen akan bertambah besar karena pereganggan, hal ini akan menyulitkan pada saat
penutupan defek sehingga memerlukan prostetik tambahan. Penelitian Lansdale dkk mengamati
bahwa penggunaan silo yang lebih dari 4 hari, akan menyulitkan penutupan defek dan ada resiko
untuk menyisakan defek pada fasia. 8
Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan silo dengan penutupan
bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan teori untuk menhindari tekanan tinggi intra-
abdomen akan menghindari kerusakan iskemik dari viscera dan menyebabkan ekstubasi menjadi lebih
cepat. Mula-mula, penutupan bertahap merupakan penempatan usus ke dalam silo yang terbuat dari
lembar Silastic yang dijahit bersama dan kemudian dijahitkan ke dinding abdomen. Belakangan
dikenalkan silo yang dibuat dengan pegas sirkular yang dapat ditempatkan pada bagian fascia yang
terbuka, tanpa perlu dijahit atau anestesi umum, memungkinkan untuk pemasangan silo di ruang
persalinan atau di ruangan pada unit neonatal. Pada kasus yang sama, usus direduksi sekali atau dua
kali sehari ke dalam rongga abdomen dimana silo akan memendek dengan ligasi yang berkelanjutan.

9
Saat isi eviserasi telah seluruhnya tereduksi, penutupan definitif dapat dilakukan. Proses ini biasanya
berlangsung antara 1 hingga 14 hari, tergantung dari kondisi usus dan bayinya.1

POST OPERATIVE
Pada pasien yang telah diakukan penutupan primer masalah utama adalah apabila pasien
butuh ventilator mekanik untuk beberapa hari post operatif. Selama waktu ini edema usus dan dinding
abdomen akan mereda dan tekanan intra abdomen akan turun. Sebuah studi melaporkan,
penggunaan ventilator mekanis yang lebih singkat untuk pasien yang menjalani reduksi silo bertahap
jika dibandingkan dengan penutupan primer. NGT dipasang untuk membantu dekompresi. Pemberian
makanan dapat dimulai saat produksi NGT sudah tidak lagi hijau, jumlah minimal dan usus mulai
bergerak. Sebaiknya feeding diberikan dalam jumlah yang bertahap. Parenteral nutrisi sebaiknya
diberikan menginga lamanya waktu sampai tercapai full enteral feeding. Sekitar 10% pasien dengan
gastroschisis mengalami hipomotilitas usus sehingga memerlukan parenteral nutrisi yang lebih lama.
Penulis menganjurkan untuk diberi stimulasi oral lebih dini karena refleks menghisap dan menelan
dapat hilang selama menunggu fungsi usus. Antibiotik diberikan selama 48 jam post operatif kecuali
terdapat tanda-tanda luka infeksi maka antibiotik dilanjutkan. Jika terjadi hernia, operasi dilakukan
setelah usia 1 tahun. Mesh dapat dipasang bila terdapat defek fascia yang besar. 1,3
Penanganan dismotilitas gastrointestinal dengan prokinetik sering digunakan untuk
mempercepat waktu untuk pemberian minum. Namun, sedikit literatur yang mendukung
penggunaannya. Prokinetik yang sering digunakan termasuk eritromisin, metoklorpramide,
domperidone, dan cisapride. Pada model percobaan kelinci dari gastroschisis, hanya cisapride yang
memperbaiki kontraktilitas dari usus bayi, dimana eritromisin memperbaiki motilitas hanya pada
jaringan dewasa control. Percobaan terkontrol acak dari eritromisin versus placebo menunjukkan
bahwa pemberian eritromisin enteral tidak memperbaiki waktu untuk mencapai pemberian minum
enteral yang penuh dibandingkan placebo. Bagaimanapun juga, percobaan acak yang serupa untuk
memeriksa kegunaan dari cisapride pada post operatif neonatus, pada kebanyakan gastroschisis,
memang menunjukkan efek yang menguntungkan. 1
Gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal atau perforasi dapat berakhir dengan
short bowel syndrome. Komplikasi post operasi lainnya antara lain infeksi luka operasi, sepsis, hernia
ventralis, perforasi usus, gagal ginjal, pneumonia aspirasi, NEC, dan komplikasi lainnya akibat

10
peningkatan tekanan intraabdomen (respiratory distress, gastroesophageal refluks dan hernia
inguinal). 3
Metode dari primary closure, stage delayed closurre dengan mesh prostetic tidak
mempengaruhi lamanya perawatan dan waktunya oral feeding. Dalam suatu penelitian tentang
omphalocele yang dilakukan penutupan primer, penulis melaporkan 12% insidens komplikasi dari
peningkatan tekanan abdomen setelah dilakukan penutupan primer yaitu acute hepatic congestion
yang memerlukan tindakan pembedahan ulang, gagal ginjal yang memerlukan dialisa dan bowel
infark. Pada suatu penelitian retrospektif, komplikasi luka termasuk kulit dan fascia yang dehisens
timbul pada 25% pasien post operatif. Penting untuk menghindari terjadinya peningkatan tekanan
abdomen untuk meminimalkan komplikasi-komplikasi ini. 1

OUTCOME JANGKA PANJANG


Pada gastroschisis, outcome jangka panjang umumnya baik. Adanya atresia intestinal
merupakan faktor prognostik yang buruk. Pasien dengan atresia usus secara signifikan membutuhkan
nutrisi parenteral lebih lama dengan risiko akibat yang berhubungan dengan nutrisi parenteral total
menyebabkan penyakit hepar cholestasis dan akses central-berhubungan dengan sepsis. Komplikasi
ini mengarah pada 20 kali peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan pasien tanpa atresia.
Kebanyakan pasien dengan gastroschisis akan tumbuh secara normal. Pada pasien yang umbilikusnya
dibuang pada saat repair gastroschisis, dilaporkan lebih dari 60% pasien mengalami stres psikososial
akibat tidak adanya umbilikus. Kriptokismus dihubungkan dengan gastroschisis dengan insidensi dari
15% hingga 30%. Bagaimana pun, tidak terlalu jelas dari literatur bahwa hal ini disebabkan karena
testis berada diluar abdomen melalui defek dinding abdomen, mengarah pada maldecensus
testikular, atau akibat prematuritas yang berhubungan dengan gastroschisis. Beberapa analisis
retrospektif menunjukkan bahwa menempatkan kembali testis ke rongga abdomen akan berakibat
pada penurunan testis ke skrotum pada kebanyakan kasus. 1

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Cassandra Kelleher, Jacob C. Langer. Congenital Abdominal Wall Defects. J. Patrick Murphy George
W. Holcomb. Ashcraft's Pedatric Surgery 5th edition. Philadelphia : Saunders Elselvier, 2010.
2. Polina Frolov, Jasem Alali, Michael D. Klein. Clinical risk factors for gastroschisis and omphalocele
in humans:a review of the literature. 26, s.l. : Pediatric Surgery International, 2010.
3. Schwartz, Duane S. Duke and Marshall Z. Omphalocele and Gastroschisis. Michael Hollwarts Prem
Puri. Pediatric Surgery: Diagnosis and Management. Berlin Heidelberg : Springer-Verlag, 2009.
4. Steven W. Bruch, Jacob C. Langer. Omphalocele and Gastroschisis. Prem Puri. Newborn Surgery,
2nd edition. London : Arnold, 2003.
5. Vincent E. Mortellaro, Shawn D. St. Peter, Frankie B. Fike, Saleem Islam. s.l. Review of the evidence
on the closure of abdominal wall defects. : Pediatric Surgery International, 2010.
6. Klein, Michael D. Congenital Defects of the Abdominal Wall. [pengar. buku] James A. O'Neil Jr, Eric
W. Fonkalsrud, Arnold G. Coran Jay L. Grosfeld. Pediatric Surgery, 6th edition. Philadelphia : Mosby
Elsevier, 2006, Vol. 1.
7. Floortje C. van Eijck, Yvonne L. Hoogeveen, Chris van Weel, Paul N.M.A. Rieu, Rene M.H. Wijnen.
Minor and giant omphalocele: long-term outcomes and quality of life. 44. Journal of Pediatric
Surgery, 2009.
8. Nick lansdale, Rrichard hill, Sobbia gull-zamir et al. s.l. Staged reduction of gastroschisis using
preformed silos: practicalities and problems. Journal of Pediatric Surgery, 2009.

12

Anda mungkin juga menyukai