Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa darah yang

termasuk dalam genus Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah

merah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria atau Anopheles sp. betina

(Harijanto, 2000). Penyakit malaria pada manusia disebabkan oleh lima spesies

parasit yang termasuk dalam genus Plasmodium. Empat dari spesies tersebut seperti

P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. Ovale adalah spesies pada manusia yang

dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui gigitan nyamuk betina dari

genus Anopheles. Satu spesies selanjutnya adalah P. Knowlesi yang bersifat zoonotik

artinya parasit yang dapat ditularkan dari binatang (kera) kepada manusia melalui

gigitan nyamuk Anopheles. Ada sekitar 400 spesies berbeda dari nyamuk Anopheles,

tetapi hanya 30 spesies yang paling sering menjadi vektor malaria (WHO, 2015).

Menurut world malaria report tahun 2015, angka kesakitan malaria di dunia

diestimasi sebesar 214 milliar yang berkurang 37% dari tahun 2000. Wilayah dengan

kasus malaria terbanyak tahun 2015 adalah Afrika (88%), Asia Timur-Selatan atau

SEARO (10%), dan Timur Mediterania (2%), sedangkan angka kematiannya sebesar

438.000 jiwa, 7% disumbangkan oleh SEARO. Lebih dari dua pertiga (70%) dari

kematian malaria terjadi pada kelompok usia kurang dari 5 tahun. Di kawasan

1
SEARO, Indonesia menempati urutan ke dua (16%) diatas Myanmar pada jumlah

kasus malaria (WHO, 2015).

Indonesia merupakan negara yang hampir seluruh provinsinya masih

ditemukan kasus malaria. Ada sekitar 66,5 juta penduduk Indonesia berada pada

wilayah yang beresiko tertular malaria (WHO, 2015). Berdasarkan API (Annual

Parasite Incidence), dilakukan stratifikasi menjadi 3 wilayah yaitu malaria tinggi,

sedang dan rendah. Indonesia bagian Timur termasuk dalam stratifikasi malaria

tinggi, beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera termasuk stratifikasi

sedang, sedangkan Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih

terdapat desa/fokus malaria tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Angka kesakitan malaria di Indonesia selama tahun 2005–2014 cenderung

menurun yaitu dari 4,1 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2005 menjadi 0,99 per

1000 penduduk berisiko pada tahun 2014.Namun, profil kesehatan Indonesia 2014

menjelaskan terjadi perubahan jumlah pada tingkat endemisitas pada tahun 2014,

dimana Kabupaten/kota dengan tingkat endemisitas rendah (API 0 – 1 ‰) menurun

sementara Kabupaten/kota dengan tingkat endemisitas sedang (API 1 - <5‰)

meningkat. Hal ini menunjukkan kasus malaria disejumlah daerah meningkat

berakibat pada berubahnya status endemisitas dari rendah menjadi sedang

(Kementerian Kesehatan RI, 2015). stratifikasi sedang, sedangkan Jawa-Bali masuk

dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi

(Kementerian Kesehatan RI, 2011). Angka kesakitan malaria di Indonesia selama

tahun 2005–2014 cenderung menurun yaitu dari 4,1 per 1000 penduduk berisiko pada

tahun 2005 menjadi 0,99 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2014.Namun, profil
2
kesehatan Indonesia 2014 menjelaskan terjadi perubahan jumlah pada tingkat

endemisitas pada tahun 2014, dimana Kabupaten/kota dengan tingkat endemisitas

rendah (API 0 – 1 ‰) menurun sementara Kabupaten/kota dengan tingkat

endemisitas sedang (API 1 - <5‰) meningkat. Hal ini menunjukkan kasus malaria

disejumlah daerah meningkat berakibat pada berubahnya status endemisitas dari

rendah menjadi sedang (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Kondisi geografis Provinsi Lampung merupakan daerah potensial tempat

perindukan nyamuk Anopheles terutama di daerah pedesaan yang banyak genangan

air payau di tepi laut, rawa, dan tambak ikan yang tidak terurus (Data kasus Provinsi

Lampung 2009).

B. Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang kegiatan surveilans, pencatatan dan pelaporan

data surveilans di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Panjang serta

permasalahan kesehatan yang ada dalam kegiatan surveilans tersebut.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui

gambaran penyakit malaria di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II

Panjang.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui Pengertian Surveilans Malaria


3
2. Mengetahui Tujuan Surveilans Malaria

3. Mengetahui Sistem Surveilans Malaria

4. Mengetahui Cara Penularan Penyakit Malaria

5. Mengetahui Manifestasi Penyakit Malaria

6. Mengetahui Gejala Penyakit Malaria

7. Mengetahui Cara Pencegahan Penyakit Malaria

8. Mengetahui Cara Pengobatan Penyakit Malaria

9. Mengetahui Cara Pemberantasan Penyakit Malaria

10. Mengetahui Evaluasi Surveilans Malaria

11. Mengetahui Alur Pelaporan Surveilans Malaria

D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi pembaca dan

masyarakat tentang malaria dan surveilans malaria.

2. Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya Kantor Kesehatan

Pelabuhan (KKP) Kelas II Panjang agar dapat melaksanakan surveilans

penyakit malaria secara baik dan optimal sehingga dapat menurunkan

angka kejadian malaria di wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan

(KKP) Kelas II Panjang.

BAB II

TINJAUAN TEORI

4
A. Surveilans

1. Pengertian Surveilans

Setelah tahun 1950, surveilans epidemiologi dalam konteks penyakit.

Surveilans epidemiologi memantau insidensi penyakit-penyakit yang

termasuk dalam program-program vertikal WHO seperti malaria, frambusia,

cacar, dan demam kuning perkotaan. Dalam kegiatan ini diperlukan data

penyakit yang didistribusikan menurut orang, waktu, dan tempat. Di samping

itu diperlukan data tentang vektor yang menularkan penyakit yang

bersangkutan, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian penyakit

itu. Dalam konteks ini muncul teori bahwa penyakit infeksi disebabkan oleh

kuman yang mungkin berasal dari binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai

lawan dari bahwa penyakit disebabkan oleh banyak faktor. Timbulnya

penyakit infeksi tergantung pada dosis dari agen yang infeksius, jenis dan

lamanya transmisi, keadaan umum dan gizi dari hospes, gaya hidup dari

hospes, dan keadaan lingkungan.

Beberapa ahli telah mendefinisikan surveilans epidemiologi. Langmuir

dari Centre Of Disease Control (CDC) dari Atlanta, Amerika Serikat

mendefinisikan surveilans epidemiologi adalah latihan pengawasan berhati-

hati yang terus menerus, dan berjaga-jaga terhadap distribusi dan penyebaran

infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu, yang cukup akurat dan

sempurna yang relevan untuk menanggulangi penyakit.

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan

analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian


5
disemininasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab

dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya.

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan

penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-

perubahan biologis pada agent, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans

menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat

dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit. Kadang

digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan

masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab

menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk

mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal

sebagai sains inti kesehatan masyarakat.

Surveilans memungkinkan pengambil keputusan untuk memimpin dan

mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan

informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang

masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi.

Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrument penting untuk

mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika

penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga sangat penting untuk

memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik.

Gambar 2.1 Skema system surveilans

Fasilitas pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan


6
(puskesmas, RS, dokter praktik) Kabupaten/Kota,

Provinsi,Pusat

Komunitas

Peristiwa penyakit, Data


kesehatan populasi pelaporan

Perubahan yang diharapkan Analisis & interpretasi


keputusan
Intervensi Informasi

Umpan balik

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans

dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan

dilakukan secara intermitten atau episodik. Dengan mengamati secara terus

menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit

dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati dan diantisipasi, sehingga

dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit

dengan tepat.

2. Tujuan Survei Epidemiologi

Tujuan melakukan surveilans epidemiologi adalah :

a. Untuk mengetahui besar masalah kesehatan/ penyakit (frekuensi atau

insidensi) di masyarakat, sehingga bisa dibuat perencanaan dalam hal

pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya.

7
b. Untuk mengetahui informasi yang up to date mengenai masalah

kesehatan/ penyakit (menjawab pertanyaan siapa, dimana, kapan)

sehingga dapat digunakan untuk memonitor program yang sedang

berjalan, mengevaluasi program dan system kewaspadaan dini.

3. Kegunaan Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidemiologi digunakan untuk :

a. Mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit.

Yang dimaksud gambaran epidemiologi dari suatu penyakit adalah

epidemiologi deskriptif penyakit itu menurut waktu, tempat, dan

orang.

b. Menetapkan prioritas masalah kesehatan

Minimal ada 3 persyaratan untuk mendapatkan prioritas masalah

kesehatan untuk ditanggulangi yaitu besarnya masalah, adanya metode

untuk memecahkan masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi

masalah.

c. Mengetahui cakupan pelayanan

Atas dasar data kunjungan ke puskesmas, dapat diperkirakan cakupan

pelayanan puskesmas terhadap karakteristik tertentu dari penderita,

dengan membandingkan proporsi penderita menurut karakteristik

tertentu yang berkunjung ke puskesmas, dan proporsi penderita

8
menurut karakteristik yang sama di populasi atas dasar data statistic

dari daerah yang bersangkutan.

d. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)

KLB adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan frekuensi suatu

penyakit dalam periode waktu tertentu di suatu wilayah. Di Indonesia,

penyakit menular yang sering menimbulkan KLB adalah penyakit

diare, penyakit yang dapat diimunisasikan, infeksi saluran nafas, dan

lain-lain.

e. Untuk memantau dan menilai program.

4. Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi

Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena

itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan

oleh sector kesehatan sendiri, diperlukan tata laksana terintegrasi dan

komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sector dan antra

program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi

kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular,

Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi

Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku, Surveilans Epidemiologi Masalah

Kesehatan, Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra.

a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular

9
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit

menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan

penyakit menular.

b. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit

tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya

pemberantasan penyakit menular.

c. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit

dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.

d. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-program

kesehatan tertentu.

e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra.

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah

kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program kesehatan

matra.

5. Komponen Sistem Surveilans Epidemiologi

Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah

kesehatan lainnya sebagaimana tersebut di atas terdiri dari beberapa


10
komponen yang menyusun bangunan system surveilans yang terdiri atas

komponen sebagai berikut :

a. Tujuan yang jelas dan dapat diukur

b. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja

surveilans epidemiologi dengan dukungan tenaga professional

c. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumebr

dan cara-cara memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara

melakukan analisis, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan

informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja epidemiologi.

d. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan

anggaran.

e. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi.

f. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama

dalam pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan

peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi.

g. Indikator kinerja.

6. Mekanisme Kerja

Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang

dilaksanakan secara terus-menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja

sebagai berikut :

a. Pengumpulan data (identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta

informasi terkait lainnya).


11
Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat,

dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan.

Tujuan pengumpulan data adalah :

1) Menentukan kelompok/golongan populasi yang mempunyai

resiko terbesar terserang penyakit (umur, jenis kelamin,

bangsa, pekerjaan, dan lain-lain).

2) Menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan

karakteristiknya.

3) Menentukan reservoir dari infeksi.

4) Memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan dapat

berlangsungnya transmisi penyakit.

5) Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan.

6) Penyelidikan letusan-letusan wabah, bertujuan untuk

memastikan sifat dasar wabah, sumber wabah, cara penularan,

dan area penyebaran / menjalarnya wabah.

b. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data

Data yang dikumpulkan segera diolah menurut tujuan surveilans.

c. Analisis dan interpretasi data

Setelah data diolah, dikompilasi, selanjutnya dilakukan analisis dan

interpretasi data. Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, dapat

dibuat tanggapan-tanggapan, saran-saran untuk menentukan tindakan

dalam menanggulangi masalah yang ada berdasarkan prioritas.


12
d. Studi Epidemiologi

Studi epidemiologi dilakukan terhadap masalah yang menjadi

prioritas.

e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya.

Penyebaran informasi dapat dilakukan kepada atasan sebagai

informasi le.bih lanjut dan dapat dikirimkan umpan balik kepada unit

kesehatan yang memberikan laporan kepadanya.

f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.

Rekomendasi dan alternatif tindak lanjut disusun untuk

menanggulangi masalah yang ada.

g. Umpan Balik

Surveilans merupakan kegiatan yang berjalan terus menerus, maka

umpan balik kepada sumber-sumber (pelapor) mengenai arti data dan

kegunaannya setelah diolah merupakan tindakan yang penting.

7. Jenis Penyelenggaraan

Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan

satu cara atau kombinasi beberapa cara penyelenggaraan surveilans

epidemiolog. Cara-cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi

berdasarkan atas metode pelaksanaan, aktivitas pengumpulan data dan pola

pelaksanaanya.

a. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan

13
1) surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan

surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian,

permasalahan, dan atau faktor resiko masalah kesehatan.

2) surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelengaraan

surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian,

permasalahan, faktor resiko atau situasi khusus kesehatan.

3) surveilans sentinel, adalah penyelanggaraan surveilans

epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk

mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu

populasi atau wilayah yang lebih luas.

4) Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans

epidemiologi pada periode tertentu serta populasi dan atau

wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran

epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau faktor resiko

kesehatan.

b. Penyelenggaraan berdasarkan aktivitas pengumpulan data

1) Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans

epidemiologi, dimana unit surveilans mengumpulkan data

dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat

atau sumber data lainnya.

2) surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans

epidemiologi, dimana unit surveilans mengumpulkan data

14
dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan

kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.

c. Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaan

1) Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu

pada ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan

atau wabah dan atau bencana.

2) Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang

mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar

KLB dan atau wabah dan atau bencana.

d. Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaan

1) Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan

surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan

klinis atau tidak menggunakan peralatan pendukung

pemeriksaan.

2) Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah

kegiatan surveilans dimana data diperoleh berdasarkan

pemeriksaan laboratorium atau peralatan pendukung

pemeriksaan lainnya.

B. Malaria

1. Pengertian Diare
15
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa)

dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area

(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang

mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam

roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura

dan paludisme (Prabowo, 2008).

Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri

dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana,

plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana, plasmodium falciparum

menyebabkan malaria tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

Menurut Achmadi (2010) di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium,

yaitu:

1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah

beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam

atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi plasmodium vivax

antara 12 sampai 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa

atau splenomegali.

2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan penyebab malaria

tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria

celebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan

gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat

menimbulkan gagal ginjal.


16
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale

adalah 12 sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan

dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang

memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat

pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung

tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini

sering mengalami kekambuhan (Achmadi, 2010).

2. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia

plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium

vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies

plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat

menimbulkan kematian (Harijanto, dkk 2010).

a) Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu

pada tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina (Soedarto,

2011).

17
1. Siklus didalam tubuh manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi menghisap darah manusia,

sporozoit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk

kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit

menuju ke hati dan menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000

merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung

selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum dan plasmodium malariae

siklus skizogoni berlangsung lebih cepat sedangkan plasmodium vivax dan

plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang lambat. Sebagian

18
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada

yang menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk hipnozoit. Bentuk hipnozoit

dapat tinggal didalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-

tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami penurunan imunitas

tubuh, maka parasit menjadi aktif sehingga menimbulkan kekambuhan.

2. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina

Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung

gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan

meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan

mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi makrogametosit. Sesudah

terbentuknya ookinet, parasit menembus dinding sel midgut, dimana parasit

berkembang menjadi ookista. Setelah ookista pecah, sporozoit akan memasuki

homokel dan pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan

bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi sel-sel dan keluar dari

kelenjar ludah.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk kedalam

tubuh sampai timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi

bervariasi tergantung spesies plasmodium.

Masa prapaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai

parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.

b. Tahapan Siklus Plasmodium

Dalam tahapan siklus plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan

sebagai berikut:
19
1. Siklus preeritrositik: periode mulai dari masuknya parasit ke dalam

darah sampai merozoit dilepaskan oleh skizon hati dan menginfeksi

eritrosit.

2. Periode prepaten: waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya

parasit didalam darah perifer.

3. Masa inkubasi: waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai

terlihatnya gejala penyakit.

4. Siklus eksoeritrositik: siklus yang terjadi sesudah merozoit terbetuk

di skizoit hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulangnya

kembali skizogoni.

5. Siklus eritrositik: waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit

kedalam eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual didalam eritrosit dan

pecahnya eritrosit yang melepaskan lebih banyak merozoit.

6. Demam paroksismal: Serangan demam yang berulang pada malaria

akibat pecahnya skizoit matang dan masuknya merozoit kedalam aliran

darah.

7. Rekuren: Kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala.

20
3. Gejala Malaria

Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh hari

sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun gejala-gejala

awal adalah demam, sakit kepala, menggigil dan muntah-muntah (Soedarto,

2011).

Menurut Harijanto, dkk (2010) gejala klasik malaria yang umum terdiri

dari tiga stadium (trias malaria) yaitu:

1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita

sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat

menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk,

21
pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung

15 menit sampai 1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur.

2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat

dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400 C atau lebih, respirasi

meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini

lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan

keadaan berkeringat.

3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai

basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun

akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.

Menurut Anies (2006) malaria komplikasi gejalanya sama seperti

gejala malaria ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah

ini:

 Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).

 Kejang.

 Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.

 Mata kuning dan tubuh kuning.

 Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.

 Jumlah kencing kurang (oliguri).

 Warna air kencing (urine) seperti air teh.

 Kelemahan umum.

 Nafas pendek.

4. Pengobatan Malaria

22
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria

dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan

sebaiknya memperhatikan tiga faktor utama, yaitu spesies plasmodium, status

klinis penderita dan kepakaan obat terhadap parasit yang menginfeksi. Obat

anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas malaria diantaranya

malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid,

meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan proguanil. Sedangkan

untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti

malaria klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian

klorokuin diikuti dengan pemberian primakuin, tidak terkecuali infeksi yang

disebabkan plasmodium malariae, jenis obat klorokuin tetap digunakan.

5. Pencegahan Malaria

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria

Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat banyak, tindakan untuk

menghindari gigitan nyamuk sangat penting, di daerah pedesaan atau

pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa atau tambak ikan (tambak

sangat ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai

baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah, terutama pada

malam hari karena nyamuk penular malaria aktif menggigit pada waktu

malam hari.

Kemudian mereka yang tinggal di daerah endemis malaria sebaiknya

memasang kawat kasa di jendela pada ventilasi rumah, serta menggunakan

kelambu saat akan tidur. Setelah itu masyarakat juga bisa memakai anti
23
nyamuk (mosquito repellent) saat hendak tidur terutama malam hari agar bisa

mencegah gigitan nyamuk malaria (Prabowo, 2008).

2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa

Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa dapat dilakukan

beberapa cara yaitu:

a. Penyemprotan rumah Penyemprotan insektisida pada rumah di

daerah endemis malaria, sebaiknya dilakukan dua kali dalam setahun dengan

interval waktu enam bulan. b. Larvaciding Merupakan kegiatan penyemprotan

pada rawa-rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.

Universitas Sumatera Utara c. Biological control Biological control

merupakan kegiatan penebaran ikan kepala timah (panchaxpanchax) dan ikan

guppy/ wader cetul (lebistus retculatus), karena ikan-ikan tersebut berfungsi

sebagai pemangsa jentik nyamuk malaria (Anis, 2006). 3. Mengurangi tempat

perindukan nyamuk malaria Tempat perindukan vektor malaria bermacam-

macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup

dikawasan pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan, bahkan ada yang

hidup di air bersih pada pegunungan. Akan tetapi pada daerah yang endemis

malaria, masyarakatnya harus menjaga kebersihan lingkungan (Prabowo,

2008). 4. Pemberian obat pencegahan malaria. Pemberian obat pencegahan

(profilaksis) malaria bertujuan agar tidak terjadinya infeksi, dan timbulnya

gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan pada orang-orang yang

melaksanakan perjalanan ke daerah endemis malaria (Anis, 2006).

6. Pencegahan
24
a. Pemberian ASI Eksklusif

b. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI

c. Menggunakan air bersih

d. Mencuci tangan dengan sabun

e. Menggunakan jamban dengan benar

f. Membuang tinja bayi dan anak-anak di jamban.

7. Pengobatan

Prinsip tata laksana penderita diare :

a. Mencegah terjadinya dehidrasi

Dapat dilakukan di rumah dengan memberikan air minum lebih banyak

dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur,

air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang

dianjurkan, berikan air matang.

b. Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa

ke petugas kesehatan untuk mendapat pengobatan yang cepat dan tepat

yaitu oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan

cairan intravena dengan Ringer Lactat sebelum dilanjutkan terapi oral.

c. Memberi makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

25
berkurangnya berat badan. Berikan cairan oralit dan makanan sesuai yang

dianjurkan.

1) Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.

2) Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.

3) Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat

makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna tapi

sering.

Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2

minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

d. Mengobati masalah lain.

Bila ditemukan penderita diare disertai penyakit lain, berikan pengobatan

sesuai dengan indikasi dengan mengutamakan rehidrasi.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

26
Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun Laporan

Surveilans Diare di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin ini adalah

observasional deskriptif.

Tempat Penelitian

Laporan Surveilans Diare dilakukan di wilayah kerja Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada Laporan Surveilans Diare ini adalah pasien di Rumah

Sakit Pertamina Bintang Amin.

Jenis Data

Pada penyusunan studi kasus ini penulis menggunakan sumber data yang

berupa :

Data Primer

Data primer diperoleh dari subjek pengambilan kasus yaitu dari hasil

wawancara langsung dengan subjek pengambilan kasus dan observasi langsung

yang dilakukan pada subjek pengambilan kasus.

Data Sekunder

27
Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer dan diperoleh dari

dokumen Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin. Selain itu data juga didapat dari

buku teks yang dipakai sebagai sumber referensi.

Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan meliputi :

Studi Pustaka

Pada kasus ini peneliti menggunakan berbagai literatur seperti buku teks, tugas

akhir, dan sumber bacaan dari internet untuk mencari dasar teori medis yang

mencakup penyakit Diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis, cara

pencegahan dan pengobatan.

Sumber Informasi Dokumenter

Pada kasus ini peneliti menggunakan dokumen berupa beberapa angka kejadian

Diare yang diperoleh dari Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif.

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

29
1. Kegiatan Pokok Surveilans

Pengumpulan data

Tabulasi dan analisis data

Penyebarluasan hasil dan informasi

Ja Fe Ma Ap Mei Jun Jul Agu Se Ok Nov Des

n b r r p t
Angka 7 8 0 1 2 1 4 4 2 4 4 3

Kejadia

n Diare
Total 40 Kasus

Selama periode Januari - Desember tahun 2017, kasus diare terbanyak pada

bulan Februari yaitu 8 kasus dan diikuti bulan Januari yaitu 7 kasus, dengan

insiden terendah adalah bulan Maret dengan 0 kasus. Dilihat dari periode waktu,

kejadian diare terjadi pada bulan-bulan tertentu.

Jenis Kelamin Umur


Laki-Laki Perempuan 0-17 18-59 >60
Angka 23 17 14 20 6

Kejadian

Diare

30
Jumlah kasus diare dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan

perempuan yaitu sejumlah 23:17 kasus. Usia dewasa (18-59 tahun) lebih banyak

mengalami diare (20 kasus), diikuti oleh usia anak (0-17 tahun) berjumlah 14

kasus. Jumlah terkecil pada lanjut usia (>60 tahun) sebanyak 6 kasus.

Daerah/Tempat Kejadian Selama 2017

Kemilling 11
Rajabasa
Pesawaran 11
Langka Pura
8
Natar

1
Tanjung Karang 1
Tanjung Gading
Kedaton 1
Mesuji
1
Way Kanan

1
Total 40

Tempat terbanyak di kecamatan kemiling (11 kasus) dan Rajabasa (11 kasus),

kecamatan terendah di Natar, T. Karang, T. Gading, Kedaton, Mesuji, dan Way

Kanan dengan masing-masing 1 kasus.

31
B. PEMBAHASAN

Hubungan Faktor Resiko dengan Diare

Dalam penulisan makalah penelitian ini, penulis akan mengambil beberapa

variable epidemiologi yaitu variable tempat (place) yang dalam hal ini adalah

kondisi lingkungan dan sanitasi serta variable manusia (man) khususnya pada

jenis kelamin dan usia.

Diketahui bahwa jumlah kasus diare pada tahun 2017 di Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin terbanyak pada bulan-bulan tertentu (Februari 8 kasus dan

Januari 7 kasus), hal ini dapat diikuti dengan pola curah hujan tertentu sehingga

keduanya saling berhubungan.

Variabel jenis kelamin laki-laki lebih tinggi menderita diare dibandingkan

perempuan (23:17 kasus). Hal ini diakibatkan karena laki-laki memiliki aktivitas

lebih banyak di luar rumah dibandingkan perempuan. Pada variabel usia, usia

dewasa dan anak memiliki kasus tertinggi dibandingkan lansia (20:14:6 kasus)

Hal ini diakibatkan karena usia dewasa lebih banyak melakukan aktivitas diluar

rumah sedangkan usia anak berhubungan dengan hygiene yang buruk serta

imunitas yang belum maksimal.

Karena keterbatasan waktu penulis dan terdapat kendala teknis dalam

pengumpulan data sehingga poses pengelompokkan variable tempat (place)

yang dalam hal ini adalah kondisi lingkungan dan sanitasi serta variable manusia

(man) khususnya pada kepadatan penduduk dan perilaku individu tidak dapat

terealisasi . Berdasarkan hasil tersebut di atas maka di wilayah Kemiling dan


32
Rajabasa (11:11 kasus) terjadi kasus diare yang jumlahnya cukup besar. Faktor-

faktor yang berpengaruh di sini adalah kondisi lingkungan yang mempengaruhi

terjadinya diare antara lain kondisi tempat pembuangan tinja manusia (jamban),

tempat pembuangan sampah dan yang paling utama adalah sumber air bersih

yang digunakan sehari-hari.

BAB V

33
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Surveilans epidemiologi sangat penting untuk mengetahui besar masalah

kesehatan/ penyakit (frekuensi atau insidensi) di masyarakat, sehingga bisa

dibuat perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun

pemberantasannya. Dalam kasus ini adalah kasus diare yang ditangani di Rumah

Sakit Pertamina Bintang Amin.

2. Karena keterbatasan waktu penulis dan terdapat kendala teknis dalam

pengumpulan data sehingga poses pengelompokkan variable tempat (place)

yang dalam hal ini adalah kondisi lingkungan dan sanitasi serta variable manusia

(man) khususnya pada kepadatan penduduk dan perilaku individu tidak dapat

terealisasi . Berdasarkan hasil tersebut di atas maka di wilayah Kemiling dan

Rajabasa (11:11 kasus) terjadi kasus diare yang jumlahnya cukup besar. Faktor-

faktor yang berpengaruh di sini adalah kondisi lingkungan yang mempengaruhi

terjadinya diare antara lain kondisi tempat pembuangan tinja manusia (jamban),

tempat pembuangan sampah dan yang paling utama adalah sumber air bersih

yang digunakan sehari-hari.

B. SARAN

34
1. Perlunya pemahaman setiap petugas terdepan di unit pelayanan kesehatan

masyarakat dalam hal ini adalah petugas puskesmas akan surveilans

epidemiologi guna pencatatan dan pelaporan yang lebih akurat.

2. Koordinasi dan kerjasama lintas sektoral terkait adalah penting dalam rangka

upaya jangka panjang didalam penanggulangan kasus diare.

3. Menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar untuk membuat desain

kegiatan pencegahan dan pemberantasan diare. Melakukan penyuluhan secara

berkala untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat bagi masyarakat,

memperbaiki sanitasi lingkungan, serta menambah pengetahuan masyarakat

tentang diare dan penanganannya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Diah W. 2010. Analisis Spasiotemporal Kasus Diare pada Balita. Diakses dari

http://eprints.undip.ac.id/23193/1/Diah_W.pdf. Diunduh tanggal16

Oktober 2012.

Murti, Bhisma.2010. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Diakses dari

36
http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf.

diunduh tanggal 16 Oktober 2012.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Prosedur Tetap Penanggulangan KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.

2006. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Puskesmas Wedi. 2002-2012. Laporan Program Surveilans Diare bulan

Januari 2012-Agustus 2012.

Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

37
38

Anda mungkin juga menyukai