Anda di halaman 1dari 13

Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru .................

(I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN BUDIDAYA


BERBASIS EKONOMI BIRU DENGAN PENDEKATAN
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Analysis of Aquaculture Development Based on Blue Economy Concept
Using Analytical Hierarchy Process (AHP) Approach
*
I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan No. 20 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12540
*
email: radiarta@yahoo.com
Diterima 28 Januari 2015 - Disetujui 6 Juni 2015

ABSTRAK
Penerapan konsep pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis blue economy (BE)
merupakan langkah strategis dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Konsepsi BE
bertujuan untuk menciptakan suatu industri yang ramah lingkungan, sehingga bisa tercipta pengelolaan
sumberdaya alam yang lestari dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi
terkini dan langkah-langkah strategis pengembangan perikanan budidaya berbasis BE di Indonesia.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2014. Data dikumpulkan dari lima lokasi yaitu:
Provinsi Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, serta Kabupaten
Sumbawa. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan
kuisioner terstruktur yang disusun dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process. Analisis Strength
Weakness Opportunities Threat (SWOT) dilakukan untuk melihat aspek-aspek yang mempengaruhi
pengembangan perikanan budidaya yang berbasis BE. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa penerapan
BE di bidang perikanan budidaya masih harus diperkaya dengan kerangka kebijakan kelautan
dan perikanan, termasuk didalamnya ketersediaan teknologi perikanan budidaya yang prospektif,
peningkatan sumberdaya manusia, sosialisasi konsepsi BE, dan penerapan perikanan budidaya yang
mampu mengakomodasi prinsip-prinsip BE.

Kata Kunci: perikanan budidaya, ekonomi biru, budidaya terintegrasi, Analytical Hierarchy
Process, SWOT

ABSTRACT

The implementation of blue economy (BE) concept for development of marine and fisheries
sectors is a strategic step for marine and fisheries programs. The aim of BE conception is to promote an
environmental friendly industrial based, so it can create natural resources management and sustainable
used. Purpose of this study was to evaluate the current conditions and strategic plans for aquaculture
development based on BE concept in Indonesia. The study was carried out during March-October 2014.
Data were collected from five locations: Lampung, East Java, Bali, West Nusa Tenggara, South Sulawesi,
and Sumbawa Regency. Interviews using a structured questionnaire based on the analytical hierarchy
process approach were used for gathering data and information. SWOT analysis was also conducted to
analyse aspects that affect the development of BE based aquaculture. The results of this study indicated
that the application of BE in the field of aquaculture remains to be enriched with marine and fisheries
policy framework, including the availability of prospective aquaculture technology, improving human
resources capability, socialization of BE conception, and implementation of aquaculture which could
accommodate the principles of BE.

Keywords: aquaculture, blue economy, integrated aquaculture, Analytical Hierarchy Process,


SWOT

47
J. Sosek KP Vol. 10 No. 1 Tahun 2015

PENDAHULUAN (KKP, 2014). Pengembangan konsep BE sangat


sesuai dengan konsepsi blue growth FAO yaitu
Indonesia merupakan negara produsen pendekatan pengelolaan sumberdaya kelautan
perikanan budidaya terbesar ke-4 didunia dengan dan perikanan yang berkelanjutan, terintegrasi, dan
produksi tahun 2012 mencapai 3.067.660 ton atau dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat.
4.6 % produksi perikanan dunia (FAO, 2014).
Untuk tetap dapat mempertahankan produksi Konsep budidaya terintegrasi (konsepsi BE)
yang dicapai tersebut, pelaksanaan perikanan untuk perikanan budidaya bukan merupakan hal
budidaya harus dapat terus ditingkatkan namun yang baru. Pendekatan ecosystem approach to
tetap memperhatikan kondisi lingkungan budidaya. aquaculture yang dirumuskan oleh FAO tahun 2008
Penerapan pengembangan perikanan budidaya (Soto et al., 2008; FAO, 2010), merupakan langkah
agar dapat berkelanjutan tentunya harus terintegrasi nyata dalam penerapan perikanan budidaya yang
dengan seluruh ekosistem yang ada (Soto et al., berwawasan lingkungan. Beberapa aktivitas
2008; Holmer et al., 2008; FAO, 2010). perikanan budidaya seperti polikultur, silvofishery,
integrated multi-trophic aquaculture (IMTA), yumina,
Perikanan budidaya masih menjadi tumpuan dan bumina merupakan beberapa contoh penerapan
produksi kelautan dan perikanan Indonesia. Potensi konsep BE di beberapa lokasi di Indonesia. Namun
lahan yang dimiliki masih sangat besar untuk dalam penerapannya masih belum maksimal,
dapat dikembangkan yang meliputi tambak, kolam, karena umumnya masih dalam tahapan penelitian.
perairan umum, sawah, dan laut. Perpaduan antara Penerapan di lapangan, umumnya masyarakat
potensi yang ada dengan ketersediaan teknologi pembudidaya masih terpaku pada pengembangan
yang prospektif tentunya dapat menunjang satu spesies saja (monoculture), dan sering kali
peningkatan produksi. Peningkatan aktivitas aspek terhadap lingkungan tidak menjadi perhatian
perikanan budidaya belakangan ini menjadi serius. Pengembangan perikanan budidaya yang
perhatian berbagai pihak khususnya masalah terintegrasi dan berwawasa lingkungan (konsepsi
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan BE) telah banyak diaplikasikan di beberapa negara
perairan. Dampak kegiatan budidaya harus maju diantaranya China, US, Canada, dan Norway
diminimalkan atau bahkan dapat dihilangkan. Oleh (FAO, 2009). Di Indonesia terdapat tiga lokasi
sebab itu segala kegiatan budidaya perikanan pencontohan penerapan BE yaitu Nusa Penida,
harus berwawasan lingkungan sehingga aktivitas Bali, Kabupaten Lombok Tengah, dan Lombok
budidaya perikanan tersebut dapat berkelanjutan. Timur (KKP, 2014).
Dalam rangka mengontrol pengembangan perikanan
budidaya yang tidak ramah lingkungan, pemerintah Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi
telah merumuskan dan mesosialisasikan aturan kondisi terkini dan langkah-langkah strategis
yang sesuai, diantaranya cara berbudidaya ikan pengembangan perikanan budidaya berbasis BE
yang baik (CBIB) dan pengembangan perikanan di Indonesia. Cakupan penelitian meliputi analisis
budidaya yang berwawasan lingkungan (ecosystem AHP (Analytic Hierarchy Process) dari beberapa
approach to aquaculture). lokasi penerapan BE, kemudian dilanjutkan
dengan analisis SWOT untuk melihat prospek
Pengembangan perikanan budidaya di pengembangan budidaya laut secara terintegrasi
Indonesia belakangan ini telah dilakukan melalui (Integrated Multi-Trophic Aquaculture/IMTA). Hasil
program-program inovatif yang dicanangkan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan data dan informasi tentang penerapan BE di
(KKP) diantaranya minapolitan (Keputusan Indonesia khususnya bidang perikanan budidaya
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/ sehingga dapat membantu pengambil kebijakan
KEPMEN-KP/2013 tentang penetapan kawasan dalam menentukan langkah-langkah strategis
minapolitan di Indonesia), industrialisasi, dan dalam penerapan BE di Indonesia.
ekonomi biru (blue economy). Penerapan konsep
pembangunan kelautan dan perikanan yang
METODOLOGI
berbasis blue economy (BE) merupakan langkah
strategis dalam pelaksanaan pembangunan Pengumpulan data dilakukan di lima lokasi
kelautan dan perikanan. Konsepsi BE bertujuan yaitu: Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
untuk menciptakan suatu industri yang ramah Barat, dan Sulawesi Selatan, serta Kabupaten
lingkungan, sehingga bisa tercipta pengelolaan Sumbawa; pada bulan Maret-Oktober 2014.
sumberdaya alam yang lestari dan berkelanjutan Pemilihan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan

48
Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru ................. (I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

atas lokasi pelaksanaan program Kementerian tingkat kepentingan dari masing-masing peubah
Kelautan dan Perikanan (KKP) meliputi program tersebut dilakukan berdasarkan nilai penting yang
minapolitan, industrialisasi, dan BE. Lokasi yang berkisar antara 1-9 (Tabel 1).
dipilih dalam penelitian ini merupakan perwakilan
dari sentra pengembangan budidaya perikanan yang Penentuan responden dilakukan secara
lebih ditekankan pada pengembangan budidaya purposive sampling (Tongco, 2007). Responden
laut dan budidaya air payau (tambak). Tingkat yang terpilih harus memenuhi kriteria: terlibat
teknologi budidaya laut yang jadi perhatian adalah langsung dengan kegiatan pelaksanaan
budidaya laut terintegrasi (IMTA) dengan komoditas program KKP dan mempunyai pengalaman yang
unggulan meliputi: ikan kerapu, ikan bawal bintang, berhubungan dengan fokus (goal) hirarki. Jumlah
rumput laut, abalon, dan kekerangan. Sedangkan responden untuk masing-masing lokasi penelitian
budidaya air payau lebih memperhatikan teknologi cukup bervariasi berkisar antara 2-5 responden
tambak silvofishery dan tambak supra-intensif, dari beberapa instansi yang berbeda yaitu dari
dengan komoditas utama adalah udang. Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi
dan kabupaten pada masing-masing daerah.
Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara mendalam (indepth interview) Data dan informasi yang dikumpulkan
dengan menggunakan kuisioner terstruktur kemudian dianalisis dengan AHP untuk melihat
yang disusun berdasarkan AHP (Saaty, 1977). tingkat kepentingan dari masing-masing peubah
Penyusunan kuisioner secara AHP ini juga telah sesuai dengan hirarki yang digunakan, yaitu
diaplikasikan untuk melihat prioritas kebijakan faktor (F1-F8), kriteria (K1-K15), dan alternatif
pengembangan kawasan tambak di Kabupaten (A1-A11) (Gambar 1). Analisis AHP menggunakan
Pasuruan (Asaad et al., 2012), dan di Kabupaten perangkat lunak Super Decision 2.2.6 (http://www.
Indramayu (Ratnawati & Asaf, 2012). Penyusunan superdecisions.com/). Perhitungan nilai penting
kuisioner terdiri dari empat bagian dalam bentuk tersebut dalam analisis AHP akan menghasilkan
hirarki yaitu fokus, faktor, sasaran, dan alternatif nilai bobot untuk masing-masing peubah. Nilai
(Gambar 1). Kuisioner disusun dengan melakukan bobot yang dihasilkan selanjutnya dijadikan sebagai
perbandingan berpasangan (pair-wise comparison) urutan prioritas yang mempengaruhi fokus (goal)
antara faktor, kriteria, dan alternatif. Perhitungan akhir yang ditetapkan berupa pengembangan
perikanan budidaya yang berbasis BE.

FOKUS (GOAL) FAKTOR (FACTORS) KRITERIA (CRITERIA) ALTERNATIF (ALTERNATIVE)

A1. Penyusunan Perda untuk mendukung BE


K1. Regulasi terkait BE tingkat Nasional
(Develop a local policy on BE)
(National regulation on BE)
A2. Sosialisasi penerapan BE kepada
K2. Peraturan dan kebijakan terkait yang
masyarakat/ pembudidaya (Socialization
sudah ada sebelumnya (Existing
of BE to community and farmers)
regulation and policy)
F1. Kebijakan nasional A3. Sosialiasi teknis penerapan BE dari pusat
K3. Perda dan kebijakan lokal yang
(National policy) kepada Pemda (Socialization of BE
mendukung penerapan BE (Local policy
implementation from national to local)
on BE)
F2. Kebijakan lokal A4. Peningkatan pembangunan sarana dan
K4. Dukungan Dinas terkait (Support from
prasarana (Improved infrastructure
(Local policy) related institutions)
development)
K5. Tingkat pendidikan (Education levels)
A5. Peningkatan kualitas SDM pembudidaya
F3. Sumberdaya manusia K6. Ketersediaan teknologi budidaya
Pengembangan melalui pelatihan teknis (Improving the
berbasis BE (Existing aquaculture
perikanan budidaya (human resources) quality of farmers through technical
technology on BE)
training)
berbasis blue economy K7. Kesesuaian lahan dan komoditas
F4. Sumberdaya alam A6. Menyediakan rantai pasok perikanan
(BE) (Suitability sites and commodity)
(Natural resources) budidaya berbasis BE (hulu-hilir)
Development of K8. Penerapan konsep BE pada aktivitas
(Providing supply chain based
budidaya (Implementation BE to
aquaculture based on aquaculture BE)
F5. Teknologi aquaculture)
blue economy A7. Melakukan percontohan budidaya
(Technology) K9. Ketersediaan modal usaha (Availability
dengan konsep BE (IMTA) (Conducting a
of operational cost)
pilot aquaculture with the BE concept)
F6. Akses keuangan K10. Ketersediaan infrastruktur (Availability
A8. Membuat scheme skala bisnis (model
(Sources of funding) of infratructure)
skala usaha) yang menguntungkan
K11. Penerapan sistem budidaya
(Creating scheme of business scale)
terintegrasi berbasis kawasan
F7. Industrialisasi A9. Penyediaan akses modal (Providing to
(Implementation integrated
(Industrilization) market access)
aquaculture)
A10. Penyediaan pasar dan pasca panen
K12. Akses pasar dan pasca panen (Market
yang terintegrasi dengan kawasan
F8. Persepsi masyarakat and processing access)
budidaya (Provision of post-harvest
(Community K13. Peningkatan produksi (increase
market and integrated with cultivation
perception) production)
area)
K14. Peningkatan pendapatan (increasing
A11. Pengembangan wawasan masyarakat
provit)
terkait keberlanjutan usaha budidaya
K15. Pelestarian lingkungan (environmental
(Development of society perspective on
suatainability)
sustainability of aquaculture)

Gambar 1. Hirarki AHP untuk Menganalisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Blue
Economy.
Figure 1. AHP Hierarchy For Analysing of Aquaculture Development Based on Blue Economy
Concept.

49
J. Sosek KP Vol. 10 No. 1 Tahun 2015

Tabel 1. Skala Nilai Kepentingan dan Penjelasannya Untuk Analisis AHP.


Table 1. The Rating Scale and its Description for AHP Analysis.
Nilai penting/
Definisi/ Penjelasan/
Intensity of
Definition Explanation
importance
1 Kedua elemen sama penting/ Dua elemen mempunyai pengaruh yang
Equal importance sama besar/Two activities contribute equally
to the objective
3 Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung
penting daripada elemen yang satu elemen dibanding elemen yang lainnya/
lain/Weak importance of one over Experience and judgment slightly favor one
another activity over another
5 Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat kuat
daripada elemen yang lain/Essential mendukung satu elemen dibanding elemen
or strong importance yang lainnya/Experience and judgment
strongly favor one activity over another
7 Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen dengan kuat didukung dan
dari elemen lainnya/Demonstrated dominan terlihat dalam praktek/An activity
importance is strongly favored and its dominance is
demonstrated in practice
9 Satu elemen mutlak lebih penting Bukti yang mendukung elemen yang satu
daripada elemen yang lainnya/ terhadap elemen lain memiliki tingkat
Absolutely importance penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan/The evidence favoring one
activity over another is of the highest possible
order of affirmation
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi
pertimbangaan yang berdekatan/ diantara dua pilihan
Intermediate valuesbetween the When compromise is needed
two adjacent judgments
Kebalikan/ Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j,
Reciprocals of maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i/
above nonzero If activity i has one of the above nonzero numbers assigned to it when compared with
activity j, then j has the reciprocal value when compared with i
Sumber: Saaty (1977)/Source: Saaty (1977)

Analisis Strength Weakness Opportunities HASIL DAN PEMBAHASAN


Threat (SWOT); (Rangkuti, 2006), juga dilakukan
untuk melihat aspek-aspek yang mempengaruhi Penerapan budidaya terintegrasi sudah
pengembangan perikanan budidaya yang berbasis mulai dirintis namun masih dalam skala kecil
BE, dan merumuskan strategi pengembangan (on farm), diantaranya: yumina-bumina (Anonim,
yang dilakukan berdasarkan kekuatan, kelemahan, 2014), budidaya ikan dengan sistem polikultur
peluang, dan tantangan dari implementasi (Mangampa, 2014), pengembangan tambak
budidaya terintegrasi berbasis BE, khususnya udang super intensif beserta pengolahan limbah
pada aplikasi IMTA di Indonesia. Tahapan analisis (Rachmansyah et al., 2014), dan Integrated Multi-
SWOT dilakukan melalui: (1) diskusi tentang Trophic Aquaculture-IMTA (Radiarta et al., 2014;
penerapan BE di lima lokasi, (2) mengidentifikasi Yuniarsih et al., 2014). Penerapan budidaya
dan mengklasifikasikan hasil diskusi kedalam perikanan lainnya seperti silvofishery (tambak dan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tatangan, dan bakau) (Haryadi et al., 2008; Syam et al., 2014)
(3) menyusun strategi-strategi yang terkait dengan perlu menjadi perhatian dalam pengembangan
pengembangan perikanan budidaya berbasis BE kedepannya. Namun untuk memperoleh hasil yang
yang fokus pada pengembangan IMTA dengan maksimal dalam penerapan BE, dukungan berbagai
pendekatan ekologi kawasan (Tabel 2). aspek diantaranya penelitian dan pengembangan,

50
Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru ................. (I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

Tabel 2. Matrik analisis SWOT.


Table 2. SWOT Analysis Matrix.
Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)
Tentukan faktor kekuatan internal/ Tentukan faktor kelemahan internal/
Determine the internal strength factors Determine the internal weakness actors)
Peluang (Opportunities) Strategi SO Strategi WO
Tentukan faktor peluang Ciptakan strategi yang menggunakan Ciptakan strategi yang meminimalkan
ekternal/Determine the kekuatan untuk memanfaatkan peluang/ kelemahan untuk memanfaatkan
external opportunity factors Creating strategies that use strength to peluang/Creating strategies that
take advantage of opportunities minimize weaknesses to take advantage
of opportunities
Ancaman (Threat) Strategi ST Strategi WT
Tentukan faktor ancaman Ciptakan strategi yang menggunakan Ciptakan strategi yang meminimalkan
ekternal/Determine the kekuatan untuk mengatasi ancaman/ kelemahan dan menghindari ancaman/
external threat factors Creating strategies that use strength to Creating strategies that minimize
address the threat weaknesses and avoid threats

sumberdaya manusia, kesesuaian lahan, dan Timur, NTB. Kawasan ini memiliki potensi kelautan
ketersediaan teknologi dirasakan sangat penting dan perikanan yang cukup besar; dan aktivitas
(Barrington et al., 2009; Troell, 2009). perikanan yang sudah berkembang di masyarakat
adalah budidaya laut dengan komoditas antara
Analisis data menggunakan AHP bertujuan lain rumput laut, tiram mutiara, ikan kerapu,
untuk menangkap secara rasional persepsi baronang, bawal bintang, dan losbter (KKP,
pihak-pihak yang berhubungan sangat erat 2014). Kabupaten Sumbawa termasuk salah
dengan permasalahan tertentu (dalam hal ini satu kawasan di provinsi NTB yang memiliki
pengembangan perikanan budidaya berbasis BE), sumberdaya kelautan dan perikanan yang
melalui prosedur yang didesain untuk sampai potensial, sehingga telah ditetapkan sebagai satu
pada suatu skala preferensi diantara beberapa kawasan minapolitan melalui Keputusan Menteri
alternatif, terutama sekali membantu dalam Kelautan dan Perikanan No. 35/KEPMEN-KP/2013.
pengambilan keputusan untuk menentukan Satu program yang sangat relevan dengan
kebijakan dengan menetapkan prioritas dan penerapan BE adalah Program Pengendalian dan
membuat keputusan yang paling baik ketika aspek Pengawasan Pengelolaan Sumberdaya Perairan.
kualitatif dan kuantitatif menjadi pertimbangannya Program ini bertujuan untuk mempertahankan dan
(Budiharsono, 2003 dalam Saru, 2007; Hamid, meningkatkan fungsi sumberdaya perairan agar
2012). mampu mendukung pengembangan kawasan
perikanan budidaya. Dalam hal ini diharapkan
Karakteristik Wilayah Kajian
pengelolaan sumberdaya perairan dapat dilakukan
Tahun 2013 Provinsi Bali telah ditetapkan dengan memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan
sebagai salah satu kawasan percontohan dan tidak mengeksploitasi sumberdaya secara
penerapan BE, yang dipusatkan di kawasan Nusa berlebihan yang akan berdampak pada ekosistm
Penida, Kabupaten Klungkung; yang mencakup perairan, yang pada akhirnya menurunkan produksi
tiga pulau yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan, perikanan
dan Nusa Ceningan (Haryadi & Kristanto,
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki potensi
2013; KKP, 2014). Perikanan budidaya yang
pengembangan kelautan dan perikanan yang
berkembang di kawasan ini adalah budidaya
cukup besar. Saat ini, pemerintah daerah Sulawesi
rumput laut dengan metode patok/ lepas dasar.
Selatan cukup konsen terhadap sektor kelautan
Adanya aktivitas budidaya rumput laut ini telah
dan perikanan serta pengelolaan lingkungannya.
meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir
Hal ini dapat terlihat pada Peraturan Gubernur
di kawasan Nusa Penida (Suryawati & Radiarta,
No. 17 Tahun 2006 tentang Pengembangan
2013).
dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Jasa
Lokasi percontohan penerapan BE lainnya Lingkungan; serta di perkuat oleh Peraturan
adalah di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Gurbenur No. 40 Tahun 2014 tentang Rencana

51
J. Sosek KP Vol. 10 No. 1 Tahun 2015

Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil gambaran bahwa persepsi daerah tentang
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2028. program BE khususnya di bidang perikanan
Bentuk perhatian pemerintah daerah terkait budidaya sangat beragam. Analisis delapan
pengelolaan dan pelestarian lingkungan ini dapat faktor yang mempengaruhi fokus menunjukkan
menjadi dasar yang cukup kuat dalam penerapan hasil yang sangat bervariasi dari masing-masing
konsep BE yang dicanangkan di tingkat nasional. lokasi penelitian (Gambar 2). Provinsi Sulawesi
Selatan memberikan penilian tertinggi pada faktor
Konsep pengembangan budidaya sumberdaya manusia. Faktor persepsi masyarakat
terintegrasi telah ditemukan di Provinsi Lampung (pembudidaya) menjadi faktor dengan nilai bobot
dan Kabupaten Banyuwangi. Sistem budidaya tertinggi untuk Provinsi Bali dan Kabupaten
terintegrasi antara udang vanamei dengan ikan nila Sumbawa. Persepsi masyarakat pembudidaya
merah, dan budidaya ikan bandeng dengan udang ini mengacu pada pengembangan budidaya
windu di tambak telah diterapkan di Kabupaten perikanan yang berbasis BE dengan
Lampung Selatan (Prasetio et al., 2010). Sedangkan memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan
konsep budidaya silvofishery telah dikembangkan peningkatan produksinya. Sedangkan Provinsi
di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, pemerintah NTB memprioritaskan pada faktor kebijakan
daerah juga telah melakukan pengelolaan nasional. Adanya variasi hasil tingkat prioritas
secara terpadu pada kawasan mangrove dengan faktor dari beberapa lokasi penelitian menunjukkan
konsep ekowisata. Model pengelolaan kawasan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh daerah
seperti ini pada dasarnya sudah mengarah pada cukup beragam dan sangat tergantung pada
konsep BE yang pada akhirnya bertujuan untuk sumberdaya yang ada di daerah tersebut. Dengan
mempertahankan sustainabilitas dari aktivitas menggabungkan seluruh faktor tersebut diperoleh
usaha masyarakat dan pelestarian lingkungan. rataan bobot dari masing-masing faktor untuk
semua lokasi penelitian. Dari delapan faktor
Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis
yang mempengaruhi fokus (goal) pengembangan
Blue Economy
perikanan budidaya berbasis BE di Indonesia,
Dengan menggabungkan hasil analisis teridentifikasi tiga faktor utama yang menjadi
data menggunakan AHP dari seluruh responden perhatian yaitu: sumber daya manusia, kebijakan
di lokasi penelitian, diperoleh faktor/kriteria/ nasional, dan ketersediaan teknologi. Selain itu
alternatif dominan yang perlu menjadi perhatian dua faktor lainnya yang sangat dekat nilainya
dalam penerapan konsep BE pada perikanan dengan faktor ketiga yaitu kebijakan lokal
budidaya (Gambar 2-4). Hasil analisis data dan persepsi masyarakat (pembudidaya)
dengan pendekatan AHP telah memberikan (Gambar 2).

0,30

0,25

0,20 Bali
Bobot (Weight)

Sulawesi Selatan
0,15 NTB
Sumbawa
0,10 Lampung
Jawa Timur
0,05 Rataan

0,00
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Faktor (Factors)

Gambar 2. Ringkasan Pembobotan


Gambar 2. Ringkasan Faktor yang Mempengaruhi
Pembobotan Faktor Yang Fokus Pengembangan
Mempengaruhi Fokus Perikanan
Budidaya Berbasis Blue Economy.
Pengembangan Keterangan
Perikanan F1-F8
Budidaya dapat dilihat
Berbasis Blue pada Gambar 1.
Economy.
Keterangan F1-F8 dapat dilihat pada Gambar 1
Figure 2. Summary of Weighting Factors That Influenced The Goal of Aquaculture Development
Figure 2. Summary of Weighting Factors That Influenced The Goal Of
Based on Blue Economy. Description for F1-F8 describe in Figure 1.
Aquaculture Development Based On Blue Economy. Description for F1-
F8 describe in Figure 1

52 Indentifikasi kriteria yang dapat mempengaruhi faktor keberhasilan pelaksanaan


program perikanan budidaya berbasis BE juga sangat bervariasi dari seluruh lokasi
penelitian (Gambar 3). Berdasarkan hubungan kriteria yang mempengaruhi faktor
Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru ................. (I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

Kebijakan nasional tentang BE telah budidaya, dan ketersediaan teknologi budidaya


ditetapkan secara nasional (KKP, 2014), namun berbasis BE (Gambar 3). Hasil ini sangat relevan
dalam pelaksanaannya kurang dilakukan sosialisasi dengan konsep BE dimana faktor lingkungan
tentang pelaksanaan program BE secara nyata. menjadi perhatian penting dalam pengembangan
Model sosialisasi yang diharapkan oleh daerah perikanan budidaya (KKP, 2014). Selain perlu
adalah baik berupa pemaparan konsep BE dukungan sosialisasi penerapan konsep BE secara
maupun penerapan secara nyata di lapangan, nyata di lapangan. Penerapan konsep BE pada
sehingga nantinya dapat diikuti oleh masyarakat budidaya laut yang berbasis IMTA telah dilakukan
pembudidaya disekitar kawasan pengembangan. di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah (Radiarta
Teknologi perikanan budidaya yang layak dan et al., 2013) dan Teluk Ekas, Lombok Timur
prospektif untuk dikembangkan masih sangat (Radiarta & Erlania, 2015). Konsep budidaya yang
kurang dikenal oleh masyarakat (pembudidaya), diterapkan tersebut memadukan antara rumput
terutama teknologi (metode budidaya, komoditas laut, tiram mutiara, dan ikan laut (Radiarta et al.,
unggulan pengembangan, dan penanganan 2013; Purnomo et al., 2015). Hasil yang diperoleh
peyakit) untuk mendukung penerapan BE. sangat singnifikan baik dari segi peningkatan
Berbagai teknologi inovatif yang telah disiapkan produksi (Radiarta et al., 2014), ataupun dari aspek
oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan pelestarian lingkungannya (Yuniarsih et al., 2014).
(Anonimous, 2013), bisa menjadi alternatif pilihan
untuk mendukung pelaksanaan BE di daerah yang Ringkasan hirarki terakhir dari AHP yaitu
terpilih, seperti Kabupaten Lombok Tengah dan hubungan antara alternatif dengan kriteria
Lombok Timur. pengembangan perikanan budidaya berbasis
BE menunjukkan bahwa dari 11 alternatif yang
Indentifikasi kriteria yang dapat tersedia; sosialiasi teknis penerapan BE dari pusat
mempengaruhi faktor keberhasilan pelaksanaan kepada pemda, penyediaan rantai pasok perikanan
program perikanan budidaya berbasis BE juga budidaya berbasis BE (hulu-hilir), dan peningkatan
sangat bervariasi dari seluruh lokasi penelitian kualitas SDM pembudidaya melalui pelatihan
(Gambar 3). Berdasarkan hubungan kriteria yang teknis, merupakan tiga alternatif yang memiliki
mempengaruhi faktor pengembangan perikanan bobot tertinggi (Gambar 4). Secara umum hasil
budidaya berbasis BE, terindentifikasi tiga kriteria dari hirarki terakhir ini sangat mendukung terhadap
utama yang memiliki bobot tertinggi yaitu pelestarian hasil dari hirarki ke-2 (faktor terhadap fokus/ goal)
lingkungan, penerapan konsep BE pada aktivitas dan hirarki ke-3 (kriteria terhadap faktor).

0,20

0,15
Bali
Bobot (Weight)

Sulawesi Selatan
0,10 NTB
Sumbawa
Lampung
0,05 Jawa Timur
Rataan

0,00
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14 K15

Kriteria (Criteria)

Gambar 3. Ringkasan Pembobotan Kriteria Yang Mempengaruhi Faktor


Gambar 3. Ringkasan Pembobotan Kriteria yang Mempengaruhi Faktor Pengembangan Perikanan
Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis BE. Keterangan K1-K15
Budidaya Berbasis BE. Keterangan K1-K15 dapat dilihat pada Gambar 1.
dapat dilihat pada Gambar 1
Figure 3. Summary
Figure 3. of Weighting
Summary Criterion That Influenced
of Weighting The Goal
Criterion That of Aquaculture
Influenced The Goal Development
Of
Based on Blue Economy.Development
Aquaculture DescriptionBased
for K1-K15 Describe
on Blue Economy.in Description
Figure 1. for K1-
K15 Describe in Figure 1

Ringkasan hirarki terakhir dari AHP yaitu hubungan antara alternatif dengan kriteria 53
pengembangan perikanan budidaya berbasis BE menunjukkan bahwa dari 11 alternatif yang
tersedia; sosialiasi teknis penerapan BE dari pusat kepada pemda, penyediaan rantai pasok
J. Sosek KP Vol. 10 No. 1 Tahun 2015

0,30

0,25

Bobot (Weight) 0,20 Bali


Sulawesi Selatan
0,15 NTB
Sumbawa
0,10 Lampung
Jawa Timur
0,05 Rataan

0,00
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11

Alternatif (Alternative)

Gambar 4.
Gambar 4. Ringkasan RingkasanAlternatif
Pembobotan Pembobotan Alternatif Yang Kriteria
yang Mempengaruhi Mempengaruhi Kriteria Perikanan
Pengembangan
Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis BE di Indonesia.
Budidaya Berbasis BE di Indonesia. Keterangan A1-A11 dapat Dilihat Pada Gambar 1.
Keterangan A1-A11 dapat Dilihat Pada Gambar 1
Figure 4. Summary of Weighting
Figure 4. SummaryAlterbatives That
of Weighting Influenced
Alterbatives TheInfluenced
That Goal of Aquaculture
The Goal OfDevelopment
Based on Blue Economy.
AquacultureDescription
Development for A1-A11
Based describe
on Blue Economy.in Description
Figure 1. for A1-
A11 describe in Figure 1

PengembanganPengembangan
konsep BE pada konsep BE pada perikanan
perikanan strategibudidaya
yang secara etimologi
terkait dengan (bahasa)
pengembangan
budidaya secara etimologi
belum (bahasa)
dipahami secara belum dipahami
komprehensif perikanan
oleh pengambil kebijakanbudidaya
dan pelakuberbasis BE yang fokus
budidaya, tetapi
secara komprehensif oleh pengambil
dalam implementasi kebijakan
di lapangan danbudididaya
kegiatan pada ramah
pengembangan IMTA polikultur,
lingkungan, budidaya dengan pendekatan
pelaku budidaya, tetapi
budidaya dalam implementasi
terintegrasi, dan optimalisasi dilahan ekologi
dan dan kawasan
komoditas (Tabel
budidaya3).(zero
Analisis
waste)SWOT untuk
lapangan kegiatan
sudah mulai dilakukan oleh masyarakat pembudidaya di kawasan pesisir. Selain itu telah juga
budididaya ramah lingkungan, pengembangan perikanan budidaya
budidaya polikultur, budidaya terintegrasi, dan dilakukan untuk mempertimbangkan strategi
dukungan data dan informasi tentang zonasi lahan yang lebih detail sangat diperlukan untuk
optimalisasi lahan dan dan komoditas budidaya pengembangan budidaya laut di pulau-pulau
mendukung keberhasilan program BE. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya diperlukan
(zero waste) sudah mulai dilakukan oleh terdepan Indonesia (Radiarta et al., 2012).
kajian spesifik tentang kesesuain lahan (aspek fisik, kimia, biologi dan sosial-infrastruktur).
masyarakat pembudidaya di kawasan pesisir.
Informasidata
Selain itu dukungan zonasi lahan
dan ini sangattentang
informasi Kekuatan
diperlukan oleh investor dalam pengembangan perikanan
zonasi lahan yang lebih detail sangat diperlukan
budidaya. Penerapan perikanan budidaya terintegrasi
untuk mendukung keberhasilan program BE. Oleh berbasis IMTA sangat sesuai dengan konsep BE
sebab itu, dalam pelaksanaannya
Strategi Pengembangan diperlukan
Perikanan kajian
Budidayadan ecosystem
Berbasis Blue Economyapproach to aquaculture (EAA)
spesifik tentang kesesuain lahan (aspek fisik, kimia,
Untuk melihat prospek pengembangan perikanan budidayaoleh
yang dirumuskan FAO (Soto
berbasis et al., 2008; FAO
BE terlebih
biologi dan sosial-infrastruktur). Informasi zonasi
dahulu perlu dilakukan identifikasi dan analisa2009). Melalui
terhadap situasi IMTA, selain
dan kondisi baikdapat meningkatkan
internal
lahan ini sangat diperlukan oleh investor dalam produktivitas secara simultan juga dapat mengurangi
maupun eksternal yang dapat mempengaruhi pelaksanaannya, melalui analisis SWOT.
pengembangan perikanan budidaya. dampak terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena
Analisis SWOT yang dilakukan difokuskan pada pengembangan perikanan budidaya
pemanfaatan siklus energi yang efektif dari setiap
Strategi Pengembangan Perikanan
berbasis BE melalui Budidaya
pengembangan IMTA. Berdasarkan kekuatan (strength), kelemahan
komoditas yang dibudidayakan (FAO, 2010).
Berbasis Blue Economy Konsep IMTA adalah menggabungkan kegiatan
Untuk melihat prospek pengembangan pemeliharaan beberapa spesies dari 11 tingkat trofik

perikanan budidaya berbasis BE terlebih dahulu yang berbeda yaitu antara komoditas budidaya
perlu dilakukan identifikasi dan analisa terhadap utama yang diberi pakan (ikan) dengan komoditas
situasi dan kondisi baik internal maupun eksternal dengan trofik level yang lebih rendah sebagai
yang dapat mempengaruhi pelaksanaannya, melalui penyerap bahan organik tersuspensi (suspension
analisis SWOT. Analisis SWOT yang dilakukan dan deposit feeder, contoh kekerangan) dan bahan
difokuskan pada pengembangan perikanan inorganik terlarut (rumput laut) penyerap (Troell et
budidaya berbasis BE melalui pengembangan al., 2009). Konsep IMTA ini dapat diaplikaskan pada
IMTA. Berdasarkan kekuatan (strength), kelemahan semua ekosistem: air tawar, payau, dan laut. Potensi
(weakness), peluang (opportunity), dan tantangan lahan yang dimiliki oleh wilayah pengembangan
(threat) yang ada kemudian dibangun strategi- merupakan kekuatan lainnya dalam mendukung
pengembangan IMTA.

54
Tabel 3. Analisis SWOT Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis BE/IMTA Berdasarkan Aspek Ekologi.
Table 2. SWOT Analysis of Ecologycal Aspect For Aquaculture Development Based on Blue Economy/ IMTA.
Kekuatan/ Strength: Kelemahan/ Weakness:
• Daur ulang energi/nutrien (Nutrien recycling) • Pemahaman yang kurang tentang dampak terhadap
• Mengurangi penggunaan pakan (Reduce lingkungan (Lack of understanding on environmental
demand for feed) impact)
• Meningkatkan produktivitas (Increase farm • Lebih fokus pada komoditas bernilai ekonomis tinggi
productivity) (Emphasize only on high value species)
• Meningkatkan diversitas komoditas (Increase • Pergeseran siklus nutrisi dalam lingkungan untuk
species diversity) mengurangi produksi alami (Shift nutrient flow in the
• Aplikatif untuk semua lingkungan budidaya environment to reduce natural production)
(Application to a variety of environments) • Implementasi lapangan tentang IMTA sangat kurang (Lack
• Mengurangi dampak lingkungan (Reduce of implementation IMTA in the field)
environment impact)
Peluang/ Oppurtinity: Strategi 1 / Strategy 1 (OS) Strategi 2/ Strategy 2 (OW)
• Ketersediaan data untuk membantu pengambilan • Penyediaan teknologi budidaya yang prospektif • Menyediakan data dan informasi mengenai komoditas
keputusan dalam pengembangan budidaya (Provide an inovative aquaculture technology) budidaya yang prospektif (Providing data and information
(Availability of data to support decision making for • Melakukan penelitian kelayakan lahan about potential species)
aquaculture development) pengembangan budidaya laut yang lebih • Menyediakan percontohan pengembangan budidaya
• Pengurangan dampak eutrofikasi dari pemukiman detail (Conducting a site selection analysis for terintegrasi (Providing a case implementation on integrated
(Decrease of anthropogenic eutrophication) aquacylture development in more detail) aquaculture/IMTA)
• Platform penelitian budidaya (Aquaculture
researchplat form)
• Nilai profit lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
budidaya yang tradisional (High profit compare to
existing aquaculture systems)
• Menghasilkan produk yang akan mengurangi
dampak lingkungan (Produce product that would
reduce environmental impact)
• Tumbuhnya potensi kerjasama (Collaboration
opportunity)

Tantangan/ Threat: Strategi 3/ Strategy 3 (TS) Strategi 4/Strategy 4: (TW)


• Aplikasi skala besar mungkin memiliki dampak • Pelaksanaan IPTEK budidaya terintegrasi guna • Melakukan sosialisasi program dari pusat ke daerah dan
lingkungan yang lebih besar dan kurangnya lisensi memberikan data dan informasi yang lengkap pelaksana budidaya (kelompok pembudidaya) (Conducting
sosial (Larger scale applications may have greater kepada pengguna (Implementation of research sosialization of programs from national to provincial and
environmental impact and less social licence) and technology on integrated aquaculture in others stackeholders (aquaculture communities)
• Dalam jangka pendek, keuntungan bisa lebih rendah order to provide complete data and information Strategi 5/Strategy 5:
dibandingkan dengan budidaya yang ada (In the to the users)
short time, profitability might lower than existing • pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk
aquaculture) pengelolaan budidaya laut (Improving human resources
capability on mariculture management)
Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru ................. (I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

55
J. Sosek KP Vol. 10 No. 1 Tahun 2015

Kelemahan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di kawasan


pengembangan meliputi:
Upaya penerapan perikanan budidaya
berbasis IMTA masih belum mendapatkan • Strategi 1: pengembangan sumber
dukungan sepenuhnya, baik dari segi ketersediaan daya manusia (SDM). Pengembangan
sumberdaya manusia yang handal, kurangnya sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat
pemahaman pelaku budidaya tentang dampak baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap lingkungan, serta komoditas yang dengan aktivitas perikanan budidaya.
dikembangkan umumnya memiliki nilai ekonomis Ketersediaan SDM yang handal ini tentunya
yang tinggi sehingga dibutuhkan modal usaha yang akan mendukung pelaksanaan program
cukup tinggi. Selain itu penerapan lapangan tentang KKP yang dicanangkan secara nasional.
IMTA sangat kurang dan belum menjadi prioritas
• Strategi 2: analisis kelayakan komoditas.
dalam pengembangan perikanan budidaya yang
Melakukan analisis kelayakan komoditas
berbasis kawasan. Beberapa lokasi sistem IMTA
yang dapat digunakan sebagai komoditas
ini sudah dilaksanakan namun masih dalam skala
utama dalam pelaksanaan perikanan
kecil.
budidaya secara terintegrasi berbasis BE/
IMTA.
Peluang
• Strategi 3: analisis kelayakan lahan
Penerapan budidaya terintegrasi berbasis
yang lebih detail. Lokasi pengembangan
IMTA dengan mengkombinasikan beberapa
perikanan budidaya secara terintegrasi
komoditas yang memiliki tingkat trofik yang
harus dianalisis secara baik dan benar
berbeda dapat menurunkan kandungan bahan
mengenai tingkat kelayakan dan kondisi
organik yang ada dalam air (Radiarta et al., 2014;
dayang dukung lingkungan dengan melihat
Radiarta & Erlania, 2015). Diversitas komoditas ini
aspek fisika, kimia, biologi, sosial ekonomi
dapat mengurangi dampak eutrofikasi perairan.
dan kelembagaan yang ada. Kajian yang
Kawasan IMTA juga dapat dijadikan platform untuk
dilakukan ini sangat berhubungan erat
penelitian budidaya dari berbagai jenis komoditas
nantinya dengan kelestarian lingkungan dan
dan berbagai bidang ilmu (ekologi, biologi, dll.).
pelaksanaan usaha yang berkelanjutan.
Sehingga nantinya dapat memberikan data yang
lengkap untuk membantu pengambilan keputusan • Strategi 4: sosialisasi program dari pusat ke
dalam pengembangan perikanan budidaya. daerah. Perlu dilakukan sosialisasi program
nasional yang lebih baik dan terencana
Tantangan secara menyeluruh, sehingga pelaksana di
daerah dapat memahami dengan baik,dan
Penerapan budidaya terintegrasi berbasis
dapat mengimplementasikannya dengan
IMTA pada berskala kecil dan dalam jangka
benar.
pendek kemungkinan belum dapat memberikan
keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan • Strategi 5: penerapan konsep BE pada
aktivitas budidaya yang ada (monoculture). Namun aktivitas budidaya. Perlu dilakukan
jika pengembangannya dilakukan berbasis kawasan percontohan dalam hal penerapan konsep
tentunya akan memberikan dampak dan hasil yang BE pada aktivitas budidaya yang melibatkan
sangat signifikan. Hasil kajian Radiarta et al. (2014) berbagai komponen usaha (stakeholder).
menunjukkan bahwa sekitar 74% peningkatan
produksi rumput laut diperoleh dengan sistem IMTA KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
dibandingkan dengan sistem monoculture.
Kesimpulan
Strategi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Dengan melihat kekuatan, kelemahan, di beberapa lokasi pengembangan perikanan
peluang, dan tantangan yang ada maka diperlukan budidaya dengan pendekatan AHP menunjukkan
strategi untuk mendukung pengembangan bahwa penerapan BE di bidang perikanan budidaya
perikanan budidaya berbasis BE. Ada beberapa masih harus diperkaya dengan kerangka kebijakan
strategi yang perlu dipertimbangkan sehingga kelautan dan perikanan, termasuk didalamnya
pelaksanaannya dapat berkembang dengan baik ketersediaan teknologi perikanan budidaya yang
untuk memacu perekonomian masyarakat pesisir prospektif, peningkatan sumberdaya manusia,

56
Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru ................. (I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

sosialisasi konsepsi BE, dan penerapan perikanan belum mengenal secara baik tentang
budidaya yang mampu mengakomodasi prinsip- budidaya laut yang terintegrasi (IMTA).
prinsip BE. Kebijakan pembangunan perikanan Penentuan spesies yang sesuai untuk
budidaya sesuai dengan konsep BE, semestinya penerapan IMTA (Integrated Multi-Trophic
diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan Aquaculture) harus dipilih secara benar
ekonomi dan pemerataan pembangunan dan tepat sesuai dengan jenis habitat dan
secara seimbang melalui diversifikasi kegiatan metode budidayanya.
budidaya sehingga mampu meningkatkan jumlah
• Penyusunan regulasi sehubungan dengan
dan keragaan produk, namun tetap menjamin
pengembangan perikanan budidaya
perlindungan lingkungan dari kerusakan. Dengan
berbasis BE. Perlu adanya aturan/
memperhatikan startegi pengembangan yang ada
regulasi yang jelas dalam pengembangan
tersebut, diharapkan pengembangan perikanan
pengembangan perikanan budidaya
budidaya bisa berkelanjutan dan berwawasan
berbasis BE di lapangan. Penetapan
lingkungan.
kawasan budidaya (minapolitan) yang
berkembang selama ini harus didukung
Implikasi kebijakan
oleh adanya regulasi mengenai model
Untuk memastikan pelaksanaan perikanan pengembangan itu sendiri baik untuk single
budidaya secara terintegrasi berbasis BE dapat species maupun budidaya terintegrasi.
diterapkan di perairan Indonesia, dan bernilai Sehingga secara komersial dapat
ekonomis baik dari segi produksi maupun diterapkan dengan baik oleh pengguna
lingkungan, maka implikasi kebijakan yang dapat tanpa adanya rasa kekhawatiran.
dilakukan harus mempertimbangkan rencana tata
• Pelatihan kepada pengguna (pembudidaya)
ruang wilayah serta kondisi daya dukung kawasan,
mengenai penerapan perikanan budidaya
tersedianya percontohan BE dengan menggunakan
berbasis BE. Pelatihan ini dapat dirintis
komoditas unggulan setempat, dan didukung
oleh Balitbang KP yang bekerjasama
dengan adanya regulasi serta pelatihan yang lebih
dengan ditjen teknis yang terkait, dinas
intensif tentang penerapan konsep BE. Secara rinci
di tingkat provinsi dan Kabupaten/kota,
aspek-aspek tersebut dijelaskan dibawah ini:
universitas, dan lembaga swadaya
• Legal aspek rencana tata ruang masyarakat (LSM).
wilayah (RT/RW) mengenai kawasan
budidaya dan penentuan kapasitas daya
DAFTAR PUSTAKA
dukung kawasan. Penetapan kawasan
pengembangan budidaya merupakan Asaad, A. I. J., E. Ratnawati dan A. Mustafa.
tahapan awal yang harus ditempuh guna 2012. Prioritas kebijakan pengembangan
memberikan kepastian dalam melakukan kawasan tambak di Kabupaten Pasuruan
kegiatan perikanan budidaya. Kawasan Provinsi Jawa Timur. Analisis Kebijakan
tersebut kemudian dilegalkan dalam RT/ Pembangunan Perikanan Budidaya 2012.
RW pengembangan kawasan. Selain itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan
kapasitas daya dukung lingkungan juga Perikanan Budidaya. Hal.165-180
harus diperhitungkan. Masing-masing lokasi Anonim. 2013. Inovasi kelautan dan perikanan
akan memiliki karakteristik lingkungan/ memperkuat konsep ekonomi biru. Badan
habitat yang berbeda untuk mendukung Penelitian dan Pengembangan Kelautan
pengembangan budidaya laut. dan Perikanan. Kementerian Kalautan dan
Perikanan. 238 hlm.
• Melakukan percontohan prinsip BE secara
nyata dilapangan dengan memanfaatkan ______. 2014. Yumina and Bumina: innovation
komoditas unggulan. Pemerintah daerah for household food security. The Agency
dan berbagai stakeholder perikanan for Marine and Fisheries Research and
budidaya belum sepenuhya mengetahui Development, Ministry of Marine Affair and
tentang prinsip pelaksanaan BE di Fisheries. 24p.
lapangan. Aktivitas budidaya perikanan,
Barrington, K., T. Chopin and S. Robinson.
diantaranya budidaya laut ataupun tambak 2009. Integrated multi-trophic aquaculture
masih menganut sistem monokultur dan (IMTA) in marine temperate waters.

57
J. Sosek KP Vol. 10 No. 1 Tahun 2015

In D. Soto (ed.). Integrated mariculture: Prasetio, A. B., A. Saputra dan Rasidi. 2010.
a global review. FAO Fisheries and Perkembangan Polikultur Bandeng
Aquaculture Technical Paper. No. 529. Dan Udang Windu Di Kecamatan
Rome, FAO. pp. 7–46. Ketapang-lampung Selatan. Prosiding
Seminar Nasional Tahunan VII Hasil
FAO. 2014. The State of World Fisheries and Penelitian Perikanan dan Kelautan,
Aquaculture 2014. Rome: FAO. 223p. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hal.
123-137.
_____. 2010. Integrated mariculture: a global
review. In Soto, D. (ed). FAO Fisheries Purnomo, A. H., I. N. Radiarta, A. Zamroni, T. Arifin,
and Aquaculture Technical Paper. No. 529. J. Basmal, B. Sumiono, D. Manurung dan
Rome. 183p. L. Nurdiansah. 2015. Optimalisasi
peran IPTEK keluatan dan perikanan
_____. 2010. Aquaculture development 4.
untuk pengembangan blue economy di
Ecosystem approach to aquaculture. FAO
pulau Lombok. Badan Penelitian dan
Technical Guidelines for Responsible
Pegembangan Kelautan da Perikanan,
Fisheries. No. 5, Suppl. 4.Rome: FAO. 53p.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 154
Hamid. 2012. Analisis keberlanjutan program hlm.
daerah perlindungan laut dengan
Rachmansyah, Makmur dan M. C. Undu. 2014.
pendekatan analytic hyrarchy process
Estimasi beban limbah nutrien pakan dan
(AHP) di Kabupaten Raja Ampat. Jurnal
daya dukung kawasan pesisir untuk tambak
Bumi Lestari 12 (2): 217 – 225.
udang vaname superintensif. Jurnal Riset
Haryadi, J., A. Sudradjat dan S. W. A. Suedy. Akuakultur 9 (3): 439-448.
2008. Kebijakan pengelolaan ekosistem
Radiarta I N., Sukadi, F.M dan P.T. Imato. 2012.
mangrove pada budidaya udang windo
Pengembangan budidaya laut di daerah
(Paneus monodon) secara tumpang sari.
perbatasan: Kepulauan Natuna Provinsi
Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan
Kepulauan Riau. Analisis Kebijakan
Budidaya. Hal. 91-103.
Pengembangan Perikanan Budidaya 2012.
Haryadi, J dan A. H. Kristanto. 2013. Implementasi Hal. 117-131.
prinsip blue economy dalam pengembangan
Radiarta, I N., Erlania, Rasidi, Ardi, I. dan K.
perikanan budidaya di kawasan Kecamatan
Sugama. 2013. Kajian pengembangan
Nusa Penida, Bali sebagai suatu kebijakan.
sistem budidaya pada komoditas
Analisis Kebijakan Pembangunan
unggulan berbasis budidaya terintegrasi
Perikanan Budidaya. Pusat Penelitian dan
(integrated multi-trophic Aquaculture /
Pengembangan Perikanan Budidaya. Hal.
IMTA) di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok
41-50.
Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Holmer, M., K. Black, C. M. Duarte, N. Marba Laporan Akhir Penelitian. Tidak dipublikasi.
and I. Karakasis. 2008. Aquaculture in the 50hlm.
ecosystem. Springer Science + Business
Radiarta, I. N., Erlania dan K. Sugama. 2014.
Media B.V. 326 p.
Budidaya rumput laut, Kappaphycus
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. alvarezii secara terintegrasi dengan
Blue economy: pembangunan kelautan ikan kerapu di Teluk Gerupuk Kabupaten
dan perikanan berkelanjutan. Kementerian Lombok Tengah Nusa Tenggara
Kelautan dan Perikanan. 240 hlm. Barat. Jurnal Riset Akuakultur
9 (1): 125-134.
Mangampa, M. 2014. Polikultur udang windu
(Penaeus monodon), bandeng (Chanos Radiarta, I N. dan Erlania. 2015. Indeks kualitas
chanos), nila srikandi (Oreochromis aureus air dan sebaran nutrien sekitar budidaya laut
x O. niloticus), dan rumput laut (Gracilaria terintegrasi di Perairan Teluk Ekas, Nusa
verrucosa) di tambak tanah sulfat masam. Tenggara Barat: aspek penting budidaya
Prosiding Forum Inovasi Teknologi rumput laut. Jurnal Riset Akuakultur 10 (1):
Akuakultur 2014. Pusat Penelitian dan 141-152.
Pengembangan Perikanan Budidaya. Hal.
1-13.

58
Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru ................. (I Nyoman Radiarta, Erlania, dan Joni Haryadi)

Rangkuti, F. 2006. Analisa SWOT teknik Syam, Z., Yunasfi dan M. Dalimunthe. 2014.
membedah kasus bisnis. Reorientasi konsep Pengaruh hutan mangrove terhadap
perencanaan strategis untuk menghadapi produksi udang windu (Penaeus monodon)
abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama. pada tambak silvofishery di Desa Tanjung
Jakarta, 188 hlm. Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat. Jurnal Aquacoastmarine 2 (1):
Ratnawati, E. dan R. Asaf. 2012. Prioritas kebijakan 107-117.
dalam pengembangan budidaya tambak
di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Tongco, M. D. C. 2007. Purposive sampling as
Barat. Analisis Kebijakan Pembangunan a tool for informant selection. Ethnobotany
Perikanan Budidaya 2012. Pusat Penelitian Research & Applications 5:147-158
dan Pengembangan Perikanan Budidaya.
Hal. 155-164. Troell, M., A. Joyce, T. Chopin, A. Neoru, A. H.
Bushmann and J-G. Fang. 2009. Ecological
Saaty, T. L. 1977. A Scaling Method for Priorities engineering in aquaculture-Potential for
in Hierarchical Structures. Journal of integrated multi-trophic aquaculture (IMTA)
Mathematical Psychology 15 : 234-281. in marine offshore systems. Aquaculture
297: 1–9.
Saru, A. 2007. Kebijakan Pemanfaatan Ekosistem
Mangrove Terpadu Berkelanjutan di Troell, M. 2009. Integrated marine and
Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. brackishwater aquaculture in tropical
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut regions: research, implementation and
Pertanian Bogor prospects. In D. Soto (ed.). Integrated
mariculture: a global review. FAO Fisheries
Soto, D., J. Aguilar-Manjarrez, C. Brugère, D. and Aquaculture Technical Paper. No. 529.
Angel, C. Bailey, K. Black, P. Edwards, Rome, FAO. pp. 47–131.
B. Costa-Pierce, T. Chopin, S. Deudero, S.
Freeman, J. Hambrey, N. Hishamunda, D. Yuniarsih, E., K. Nirmala dan I. N. Radiarta.
Knowler, W. Silvert, N. Marba, S. Mathe, 2014. Tingkat penyerapan nitrogen dan
R. Norambuena, F. Simard, P. Tett, M. fosfor pada budidaya rumput laut berbasis
Troell and A. Wainberg. 2008. Applying an IMTA (integrated multi-trophic aquaculture)
ecosystem-based approach to aquaculture: di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa
principles, scales and some management Tenggara Barat. Jurnal Riset Akuakultur 9
measures. In D. Soto, J. Aguilar-Manjarrez (3):487-501.
and N. Hishamunda (eds). Building an
ecosystem approach to aquaculture. FAO/
Universitat de les Illes Balears Expert
Workshop. 7–11 May 2007, Palma de
Mallorca, Spain. FAO Fisheries and
Aquaculture Proceedings. No. 14. Rome,
FAO. pp. 15–35.

Suryawati, S.H. dan I. N. Radiarta. 2013.


Analisa sosial ekonomi kelembagaan
da status keberlanjutan pengembangan
usaha budidaya rumput laut di Nusa
Penida. Analisis Kebijakan Pembangunan
Perikanan Budidaya. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan Budidaya. Hal.
89-108.

59

Anda mungkin juga menyukai