Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

Refluks Gastroesofageal (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi


disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi
lambung ke dalam esofagus. Makanan yang kembali dari lambung ke esofagus
tersebut, mungkin masuk kembali ke dalam lambung atau dikeluarkan melalui
mulut menyerupai “muntah”. Beberapa istilah di masyarakan yang dapat
disamakan dengan GER adalah olab (Sunda), gumoh (Jawa) , meluah (Bali) dan
menduga (Minang). 1
Insiden GER di Indonesia yang pasti sampai saat ini belum diketahui,
tetapi menurut beberapa ahli, GER terjadi pada 50% bayi baru lahir dan
merupakan suatu keadaan yang normal. Secara klinis kadang-kadang sulit
membedakan refluks dari muntah. Refluks terjadi secara pasif karena katup antara
esofagus dan lambung belum berfungsi baik, baik karena hipotonia, maupun
karena posisi sambungan esofagus dan kardia atau belum berfungsi sebagaimana
lazimnya, sedangkan muntah adalah pengeluaran isi mulut melalui mulut dengan
paksa. 1
GER juga harus dibedakan dari : (a) Possetting yaitu pengeluaran isi
lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut, sering didahului
dengan bersendawa dan (b) Rumination yaitu keluarnya isi lambung ke dalam
mulut, kemudian mengunyah dan menelannya kembali. Keluarnya isi lambung
kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek faring dengan jari.
Keadaan ini tidak berbahaya, tetapi merupakan kebiasaan yang sulit dihilangkan. 1

DEFINISI
Gastroesofageal reflux (GER) atau Refluks Gastroesofageal (GER) adalah
suatu keadaan, dimana terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga
menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus. Gastroesophageal reflux
disease (GERD) adalah GER yang dihubungkan dengan gejala patologis yang
mengakibatkan komplikasi dan gangguan kualitas hidup.1

1
EPIDEMIOLOGI
GERD terdapat hampir lebih dari 75 % pada anak dengan kelainan
neurologi. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltik
esophagus dan peningkatan tekanan intraabdominal yang berasal dari hipertonus
otot yang dihubungkan dengan spastisitas. Di Indonesia sendiri insidens GER
sampai saat ini belum diketahui, tetapi menurut beberapa ahli, GER terjadi pada
50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan yang normal.1
Masih sedikit data yang ditemukan mengenai prevalensi dan insidensi
GERD pada anak. Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien
berusia 3-17 bulan melalui sebuah studi kuesioner dimana 2,26 per 1.000 orang-
tahun untuk anak perempuan dan 1,75 per 1.000 orang-tahun untuk anak laki-laki
.2
Gastroesophageal reflux ini paling sering terlihat pada masa bayi, dengan
puncak pada usia 1-4 bulan. Namun, hal itu dapat dilihat pada anak-anak dari
segala usia, bahkan remaja yang sehat. Kejadian di USA, sekitar 85% dari bayi
muntah selama minggu pertama kehidupan, dan 60-70% bermanifestasi klinis
gastroesophageal reflux pada usia 3-4 bulan. Gejala mereda tanpa pengobatan
dalam 60% bayi usia 6 bulan, ketika bayi ini mulai mengasumsikan posisi tegak
dan makan makanan padat. Resolusi gejala terjadi pada sekitar 90% bayi usia 8-
10 bulan.3

ETIOLOGI
Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan
duedonum, termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu mengalami
regurgitasi ke dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian
bawah dan gangguan motilitas meningkatkan waktu pengosongan esophagus dan
menyebabkan GER. Inflamasi esophagus nantinya dapat mengakibatkan kedua
mekanisme diatas, seperti lingkaran setan.3

2
Walaupun penurunan tonus spingter bagian bawah terjadi pada bayi
dengan GER, GERD, dan kelainan dismotilitas, akan tetapi ada satu faktor yang
belakangan diakui sebagai pathogenesis terpenting pada GERD adalah terjadinya
relaksasi transien spingter esophagus bawah secara berulang. Faktor yang
meningkatkan waktu pengosongan esophagus termasuk didalamnya interaksi
antara postur dan gravitasi, ukuran dan isi makanan yang dimakan, pengosongan
lambung abnormal, dan kelainan peristalsis esophagus.3

ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS


Esofagus berasal dari primitive fore gut yang dalam perkembangannya
membentuk 2 celah laringotakeal sepanjang dinding lateral yang kemudian
bersatu dan memisahkan esofagus primitif dari trakhea bagian depan. Keadaan ini
berlangsung pada usia janin minggu 3-6.1
Pada manusia 1/3 bagian atas dinding esofagus terdiri atas otot lurik,
sedangkan 2/3 bagian bawah adalah otot polos. Pada waktu istirahat ujung atas
tertutup oleh sfingter krikofaring (sfingter esofagus atas = SEA) dan di bagian
bawah oleh sfingter esofagus bawah (SEB). Tonus kedua sfingter ini mencegah
udara masuk dari atas dan mencegah refluks makanan dari lambung. SEA
melemas waktu menelan dan SEB pun melemas ketika peristaltik mencapai
sfingter tersebut.1
Ada 2 jenis gelombang peristaltik yaitu :
1. Gelombang Peristaltik Primer
Dimulai dari faring sewaktu menelan, beGERrak melalui sfingter
krikofaring le bawah ke arah esofagus. Pada sikap tegak, cairan dan
makanan yang agak cair masuk ke esofagus dan lambung karena gaya
berat, mendahului gelombang peristaltik primer.1
2. Gelombang Peristaltik Sekunder
Sisa makanan yang tidak terdorong oleh peristaltik primer yang
menimbulkan refleks vasovagal dan refleks mienterik yang menimbulkan
gelombang peristaltik sekunder. Gelombang peristaltik primer maupun

3
sekunder di esofagus terutama dikendalikan oleh refleks vagus sedang
refleks mienterik kurang penting peranannya.1

PATOGENESIS
Pada neonatus GER disebabkan oleh tonus otot SEB belum sempurna dan
panjang esofagus belum maksimal. GER merupakan suatu keadaan yang penting
pada bayi/anak karena dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, striktura,
esofagitis, hematemesis, infeksi saluran nafas berulang, dan kadang-kadang
menimbulkan kematian mendadak pada bayi (Sudden infant death sydrome). 1
Werlin SL dkk menyatakan patogenesis GER tidak jelas, tetapi para ahli
menyatakan penyebab terbanyak GER adalah ketidakmampuan SEB untuk
menahan kembalinya isi lambung, oleh karena rendahnya tekanan SEB. Peneliti
lain berpendapat bahwa GER tidak ad hubungannya dengan SEB, tetapi GER
cenderung terjadi pada periode relaksasi otot SEB. 1
Pada bayi baru lahir tekanan SEB tidak dipengaruhi oleh posisi bayi,
sehingga gejala GER seperti muntah pada neonatus tidak dipengaruhi oleh posisi.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, pperubahan posisi dapat mempengaruhi
kejadian refluks GER dapat juga terjadi pada peningkatan tekanan intra
abdominal. Tekanan intra abdominal yang meningkat dapat terjadi pada keadaan
patologis misalnya meteorismus, sepsis atau adanya tumor. 1
Pada keadaan normal, kenaikan tekanan intraabdominal atau adanya
kontraksi pada lambung akan diimbangi oleh peningkatan tekanan SEB sehingga
mencegah terjadinya refluks. Beberapa peneliti menyatakan GER terjadi karena
peningkatan tekanan intraabdominal disertai inkompetensi SBE. 1
Episode GER jarang terjadi pada waktu tidur. Hal ini dipengaruhi
pengososngan dari lambung dan aktifitas menelan lebih lambat. GER juga
dipengaruhi oleh posisi tidur. Posisi tengkurap dengan kepala lebih tinggi
menurunkan frekuensi GER. Disamping itu pengaruh pH dari esofagus sangat
berperan. Bila didapatkan pH < 4 yang diukur dalam 24 jam, akan merangsang
peningkatan peristaltik esofagus sehingga meningkatkan insidens GER. 1

4
GEJALA KLINIS
Pada minggu pertama kasus GER mencapai 80% sedangkan pada usia 1-6
minggu adalah 10 % dan pada bayi berusia lebih dari 6 minggu hanya 1%. Gejala
klinis biasanya hanya muntah, tidak proyektil, sehingga kebanyakan orangtua
menganggapnya suatu hal yang normal, dan tidak merisaukan keadaan bayinya
kecuali jika muntah nya terus menerus. Gejala klinis lainnya adalah gejala infeksi
paru berulang tanpa adanya gejala muntah yang menonjol. Carre J mendapatkan
80% gejala GER adalah muntah yang terjadi bila bayi ditidurkan setelah diberi
makan. Bila isi lambung mempunyai pH rendah (pH < 4), maka sering terjadi
esofagitis kemudaian menjadi striktura dengan gejala disfagia atau perdarahan
pada rsofagus (muntahan berisi darah). Bila timbul komplikasi seperti ini
penangannya lebih sulit.1
Gejala lain yang sering ditemukan pada kasus GER adalah gagal tumbuh
kembang (Failure to thrieve). Gagal tumbuh kembang ini terjadi karena muntah
yang berat dan terus-menerus sehingga makanan yang diperlukan untuk
pertumbuhan bayi terbuang percuma. Keadaan ini merupakan problema utama
pada bayi dan jarang ditemukan pada anak yang lebih besar. 1
Kibel MA mengadakan penelitian terhadap 30 bayi dengan GER ternyata
7 bayi mengalami penurunan berat badan sampai di bawah persentil 50 dari kartu
kenaikan berat badan. Herbst J. Dkk, menyatakan ada 3 hal yang dapat
menimbulkan gangguan tumbuh kembang yaitu : (1) Kekurangan diet makanan
karena penderita muntah terus-menerus, (2) Disfagia. perut kembung dan muntah
pada saat tidur, (3) Perdarahan di dalam esofagus karena iritasi. Apabila asam
lambung naik sampai ke faring, kemungkinan dapat terjadi aspirasi pneumonia.
Pada penderita ini gejala muntahnya tidak selalu nampak. Pada bayi terutama
prematur, muntah-muntah kronis pada saat tidur dapat menyebabkan pneumonia.
Kadang-kadang infiltrat pada bayi menimbulkan obstruksi sehingga gejalanya
seperti asma.1
Kriteria untuk menguatkan hubungan antara GER dan penyakit paru pada
anak adalah : (1) Adanya serangan apnea, (2) Pneumonia berulang, (3) Batuk pada
malam hari yang kronis, (4) Wheezing berulang. (5) Muntah sering pada malam

5
hari. Pada GER jika didapatkan pH esofagus < 4, dengan gambaran parenkim paru
yang mengalami kerusakan. Bila terjadi komplikasi pneumonia berulang, akan
mengalami kesulitan dalam penyembuhannya, oleh karena bila aspirasi
pneumonia sebagai penyebabnya, bahan muntahan akan sulit diabsorbsi. 1
Danus dkk. Telah meneliti bronhitis obstruktif kronik pada penderita GER.
Pada penelitiannya terhadap 242 anak yang mengalami komplikasi paru sebanyak
17 anak. Beberapa peneliti lain menemukan kejadian pneumonia berulang dimana
penyebabnya tidak diketahui, ternyata pada peda pemeriksaan klinik dan
laboratorium yang lebih cerma penyebabnya adalah GER. 1
Pada bayi sering terjadi kasus kematian mendadak (sudden infant death
syndrome=SIDS) . Ternyata pada usia 4 bulan kurang lebih 50 % dan 40 % pada
tahun pertama pada pemeriksaan autopsi penyebabnya adalah GER. Mekanisme
terjadinya GER diduga karena imaturitas saluran pernafasan, sehingga sangat
rentan terjadi infeksi, sindroma kesulitan pernafasan (respiratory distress
syndrome), infeksi paru berulang, dan spasme pada laring. 1
Perdarahan pada mukosa esofagus bagian distal terjadi karena asam
lambung, terjadi pada 20-25% dan sebagai penyebabnya adalah erosi dan radang
kronis.Herbst dkk. Menemukan adanya fistula esofageal pada GER. Pada GER
yang berat sering terdapat gerakan mengangguk (head cocking), anemia defisiensi
Fe (Sindroma Sandifer). Adanya head cocking sampai saat ini mekanismenya
tidak diketahui. 1
Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya, heartburn, muntah,
regurgitasi) pada orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-
anak. Pasien anak dengan refluks gastroesophageal (GER) biasanya menangis dan
gangguan tidur serta penurunan nafsu makan. Berikut ini adalah beberapa dari
tanda-tanda umum dan gejala refluks gastroesofagus pada populasi anak-anak:3
Tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil :
 Tangisan khas atau tidak khas / gelisah
 Apnea / bradikardi
 Kurang nafsu makan
 Peristiwa yang mengancam nyawa/ALTE (Apparent Life Threatening Event)

6
 Muntah
 Mengi (wheezing)
 Nyeri perut / dada
 Stridor
 Berat badan atau pertumbuhan yang buruk (failure to thrive)
 Pneumonitis berulang
 Sakit tenggorokan
 Batuk kronis
 Waterbrash
 Sandifer sindrom (yaitu, sikap dengan opisthotonus atau torticollis)
 Suara serak / laringitis

Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah
heartburn dan riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau
(halitosis).3
Pada balita dan anak-anak yang lebih tua, regurgitasi yang berlebihan dapat
mengakibatkan masalah gigi signifikan disebabkan oleh efek asam pada enamel
gigi.3
Beberapa pasien memiliki gejala atipikal (misalnya, batuk malam hari,
mengi, atau suara serak sebagai keluhan utama saja). Refluks gastroesophageal
merupakan faktor penyulit pada asma. Mekanisme ini dapat mencakup
microaspiration, yang mengarah ke reflex bronkokonstriksi. Asosiasi
gastroesophageal reflux dan jalan nafas atau penyakit saluran pernapasan adalah
umum. Batuk, stridor, dan faringitis semuanya telah dikaitkan dengan refluks
gastroesophageal. Selain itu, asosiasi dengan ruminasi umumnya diamati pada
pasien dengan gangguan perkembangan.3
Regurgitasi makanan, salah satu gejala presentasi yang paling umum pada
anak-anak, berkisar dari air liur sampai muntah proyektil. Paling sering,
regurgitasi adalah postprandial, meskipun penundaan 1-2 jam terjadi. Kita juga

7
harus mempertimbangkan anomali anatomi dan alergi protein pada anak muntah,
serta gangguan metabolisme bawaan (jarang).3
Esophagitis dapat bermanifestasi sebagai menangis dan rewel pada bayi
yang belum bisa bicara. Kegagalan untuk berkembang dapat mengakibatan asupan
kalori yang tidak cukup karena muntah berulang. Cegukan, gangguan tidur, dan
sindrom Sandifer (melengkung) juga telah terbukti berhubungan dengan refluks
gastroesofagus dan esofagitis.3

KLASIFIKASI
Berdasarkan berat tingannya GER. Mc Cauley membagi GER menjadi 5
derajat yaitu : 1
Derajat I : Refluks hanya pada bagian distal esofagus
Derajat II : Refluks di atas karina tetapi belum sampai pada esofagus pars
servikalis
Derajat III : Refluks sampai esofagus servikalis
Derajat IV : Refluks persisten pada esofagus pars servikalis dengan dilatasi
kardia
Derajat V : Refluks dengan aspirasi ke dalam trakhea/paru

Jika dihubungkan dengan gejala klinik, GER dapat dikategorikan :1


Refluks Minor : GER derajat I-II
Refluks Mayor: GER derajat III-V

DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari mengetahui riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dalam
evaluasi GERD adalah untuk mengeliminasi kemungkinan penyakit lain dengan
gejala yang sama dan untuk mengidentifikasi komplikasi GERD. Gejala khas dari

8
penyakit refluks pada anak bervariasi sesuai dengan umur dan kondisi medis yang
mendasari, namun patofisiologi yang mendasari GERD dianggap sama pada
segala usia termasuk bayi prematur. Berdasarkan hasil studi, regurgitasi atau
muntah, sakit perut, dan batuk , kecuali heartburn, adalah gejala yang paling
sering dilaporkan pada anak-anak dan remaja dengan GERD. 5
Pada tahun 1993 dan 1996, Orenstein merumuskan sebuah kuisioner klinis
sebagai metode sederhana untuk mengidentifikasi anak dengan GERD. Namun
oleh Poddar dimodifikasi menjadi pertanyaan sekaligus skor untuk mendiagnosis
GERD. Jika Skor > 7, sensitivitas: 74% dan spesifisitas: 94% untuk mendiagnosis
GERD 6

Tabel 1. Modifikasi Kuesioner Orenstein pada Anak-anak dengan GER 6


Pertanyaan Poin
1. Seberapa sering bayi biasanya muntah?
•1-3 kali/ hari 1
•3-5 kali/hari 2
•>5 kali/hari 3
2. Berapa kali biasanya bayi muntah?
•1 sendok teh hingga 1 sendok makan 1
•1 sendok teh hingga 1 ons 2
•>1 ons 3
3. Apakah muntah tampak tidak menyenangkan bagi bayi Anda? 2
4. Apakah bayi menolak makan ketika lapar? 1
5. Apakah bayi mengalami kesulitan mendapatkan kenaikan berat badan yang cukup? 1
6. Apakah bayi banyak menangis selama atau setelah makan? 3
7. Apakah Anda berpikir bayi menangis atau rewel lebih dari biasanya? 1
8. Berapa jam yang bayi menangis atau rewel setiap hari?
•1 hingga 3 jam 1
•>3 jam 2
9. Apakah Anda pikir cegukan bayi Anda lebih banyak dari kebanyakan bayi? 1
10.Apakah bayi memiliki kebiasaan untuk melengkungkan punggungnya? 2
Apakah bayi pernah berhenti bernapas saat terjaga dan berjuang untuk bernapas
11. 6
atau mengubah biru atau ungu?
Total Skor Maksimal 25

9
Gambar 1. Algoritma Evaluasi dan Manajemen Refluks Gastroesofageal (GER) 3

10
2. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosis GER diperlukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan klinik, pemeriksaan yang penting adalah : 1
 Fluoroskopi Dengan Kontras Barium
Fluoroskopi dengan kontras barium merupakan metode yang sudah
lama digunakan untuk mendiagnosis GER. Pemeriksaan dengan kontras
ini sering mengalami kegagalan dalam mendeteksi GER secara dini, oleh
karena refluks yang terjadi sering bersifat intermiten, jarang bersifat
kontinyu. Pemeriksaan barium kontras dilaksanakan secara serial dengan
mengamati refluks barium dari lambung ke esofagus. 1
Dengan memakai fluoroskopi GER lebih mudah di deteksi. Cara
pemeriksaan GER dengan fluoroskopi : Sebelum dilakukan fluoroskopi
bayi pemberian makanan dan minuman dikurangi, sedangkan pada anak
yang lebih besar harus puasa, gerakan anak dikurangi. Dalam posisi tidur
barium diberikan sedikit demi sedikit dicampur dengan makanan atau
diberikan melalui nasogastric tube. Pada bayi dapat diberikan dengan
memakai botol susu. Pemberian barium untuk mengevaluasi keadaan
esofagus bagian atas terutama peristaltik esofagus dan regurgitasi pada
saat menelan. Setelah 1/3 dari total barium habis dilakukan pemotretan
dengan sinar roentgen untuk mengevaluasi keadaan lambung dan
duodenum, stenosis pylorus, malrotasi intestinal dan melihat fungsi
sfingter gastroesofageal dengan mengganti-ganti posisi miring ke kiri dan
ke kanan. Pada tahap akhir dengan melihat adanya refluks yang lambat. 1
Pemeriksaan lain yang perlu yaitu memeriksa SEB. Tekanan ini
diperiksa untuk melihat hasil dari pengobatan. Pemeriksaan ini merupakan
tindakan invasif dan menimbulkan efek muscle relaxan sehingga dapat
menurunkan SEB dan menimbulkan GER. Herbst dan Arasu menyatakan,
pemeriksaan SEB masih diperdebatkan oleh karena rendahnya tekanan
SEB tidak selalu berhubungan dengan refluks yang terjadi, karena pad
penderita esofagitis tekanan SEB juga rendah.1

11
 Memeriksan pH Esofagus
Pemeriksaan pH esofagus dapat menentukan apakah pH penderita
GER dalam keadaan normal atau mengalami perubahan. Pada keadaan
normal pH esofagus berkisar antara 5-6. Selama episode refluks pH
menurun < 4 dan lebih objektif bila dilakukan pencatatan selama 18-24
jam sehingga dapat diketahu jumlah presentase total terjadinya refluks
selama 24 jam. Pengukuran pH pada bagian distal esofagus dapat
dilakukan dengan berbagai macam posisi seperti berbaring, duduk atau
kombinasi kedua posisi itu. Pengukuran pH ini dilakukan 2 jam setelah
makan. Dasar dari perubahan pH adalah terjadinya refluks asam dari
cairan lambung. 1
Caranya dengan memasukkan cairan HCl 0,1 n ke dalam NGT
sebanyak 300cc/1,72 m2 kira-kira 3 cm di bawah SEB dan dimonitor
dengan fluoroskopi. Kepekaan tes ini untuk mendiagnosis GER adalah ±
85%. 1

Gambar 2. Representasi dari pH intraesophageal bersamaan


dengan pengukuran impedansi listrik esofagus. Panah padat vertikal

12
menunjukkan dimulainya dari gastroesophageal reflux episode nonacid
(panah diagonal). Panah putus-putus vertikal menunjukkan pH normal. 3

Pemantauan pH esofagus adalah prosedur untuk mengukur reflux


asam dari lambung ke esofagus yang terjadi pada penyakit refluks
gastroesophageal. Monitoring pH esofagus digunakan untuk
mendiagnosa efek GERD, untuk menentukan efektivitas
obat yang diberikan untuk mencegah refluks asam, dan untuk menentukan
apakah episode refluks asam yang menyebabkan episode nyeri dada.
Pemantauan pH esofagus juga dapat digunakan untuk menentukan apakah
asam mencapai faring dan mungkin bertanggung jawab atas gejala seperti
batuk, suara serak, dan sakit tenggorokan.7
Pemantauan pH esofagus dilakukan dengan melewatkan sebuah
kateter plastik tipis dengan diameter 1 / 16 inci melalui satu lubang
hidung, terus ke belakang tenggorokan, dan dan kedalam esofagus sejalan
dengan gerakan menelan. Ujung kateter berisi sensor yang bisa mendeteksi
keadaan asam. Sensor diposisikan dalam esofagus tepat di atas sfingter
esofagus bagian bawah, sebuah area khusus pada otot esofagus yang
terletak di persimpangan antara esofagus dan lambung yang mencegah
asam mengalami refluks ke esofagus.7
Kateter yang keluar dari hidung dihubungkan ke perekam yang
bisa mendeteksi refluks asam. Pasien dikirim rumah dengan kateter dan
perekam terpasang dan kembali keesokan harinya untuk melepaskan alat
tersebut. Selama 24 jam kateter terpasang, pasien bisa melakukan kegiatan
seperti biasanya, misalnya, makan, tidur, dan bekerja. Makanan, periode
tidur, dan gejala dicatat oleh pasien dalam buku harian dan atau dengan
menekan tombol pada perekam. Setelah kateter dilepaskan, perekam
disambungkan ke komputer sehingga data yang telah dikumpulkan bisa
diunduh ke komputer untuk selanjutnya dianalisa dan dimasukkan ke
dalam bentuk grafis.7

13
Gambar 3. pH monitoring 7

Gambar 4. Continous pH monitoring; A. Refluks fisiologis; B. Refluks patologis7

14
 Radio Nuclide Gastro Esofagosgrafi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan Gastroesofageal scintigrafi
dengan mempergunakan technetium 99m sulfur colloid. Teknik ini
memerlukan waktu relatif lebih panjang dan non invasif. Pemberian secara
oral dan bahannya tidak diserap. Kemudian keadaan ini dimonitor dengan
kamera gamma. Kepekaan 70-80%. Adanya aspirasi pada paru-paru
dinyatakan dengan adanya radioaktifitas positif pada paru. 1
Dengan scintigrafi ini Heyman dkk. dapat menunjukkan adanya
aspirasi pada paru-paru sebesar 0,025 ml. Cara ini cukup baik karena tidak
memerlukan penenang yang menurunkan SEB. 1
 Biopsi Esofagus
Dengan esofagoskopi dan diperiksa PA. Pada GER didapatkan
proliferasi lapisan basal esofagus yang meningkat. 1
 Keterlambatan Waktu Pengosongan Lambung
Keterlambatan waktu pengosongan lambung pada bayi dengan GER
diduga karena terdapat ketidakmampuan otot fundus lambung untuk
mengadakan kontraksi, untuk mengosongkan isi lambung. Waktu
pengosongan lambung dievaluasi 3-4 jam setelah makan. Heillmer AC
dkk. mengadakan penelitian terhadap 23 bayi pada usia 7-14 bulan dengan
mempergunakan esofageal manometer untuk meihat terjadinya refluks
pada bayi, 3 jam sesudah diberi minum atau makan. Pada makanan
ditambahkan 1—uTc sulfur koloid, ternyata didapat pengosongan lambung
pada penderita GER ± 1 jam. 1

DIAGNOSIS BANDING
1. Hiatus Hernia

15
Hernia hiatus adalah suatu kelainan anatomi dimana terdapat
bagian dari lambung menonjol melalui diafragma masuk ke rongga
thoraks. Pada keadaan normal, esofagus atau
tabung makanan lewat turun melalui dada, dan memasuki rongga
abdomen melalui lubang di diafragma disebut hiatus esophagus. Tepat di
bawah diafragma, esofagus bergabung dengan lambung.
Pada individu dengan hernia hiatus, pembukaan hiatus esofagus (hiatal
opening) lebih besar dari biasanya, dan sebagian lambung bagian atas
masuk melalui hiatus ke rongga thoraks. 1
Diperkirakan penyebab dari hiatus hernia adalah karena
hiatus esofagus yang lebih besar dari normal, sebagai akibat dari
pembukaan besar tersebut, bagian dari lambung masuk ke rongga
thoraks. Faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya hernia hiatus
adalah: 1
a. Suatu pemendekan permanen pada esofagus (yang mungkin disebabkan
karena inflamasi atau jaringan parut akibat refluks atau regurgitasi asam
lambung) yang menyebabkan lambung tertarik keatas.
b. Perlekatan yang abnormal (longgar) dari esofagus ke diafragma
sehingga esofagus dan lambung naik keatas.

16
Gambar 5. Hernia hiatus4

2. Akhalasia
Merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya relaksasi
esophagus terminal. Spasme esophagus dapat menimbulkan sumbatan

17
partial pada daerah perbatasan gaster-esophagus, dimana dengan Ba
kontras, tampak adanya konstriksi esophagus bagian terminal dan bagian
atasnya melebar. Keadaan ini sering ditemukan pada anak lebih besar ,
jarang pada bayi. Pengobatannya dengan melebarkan bagian yang
mengalami konstriksi dan perlu tindakan berulang. 1
3. Stenosis Pilotus Hipertrofi Kongenital
Pada penderita dengan stenosis pylorus terdapat muntah yang
projektil terjadi pada umur lebih dari 1 minggu. Pada permulaan gejala
muntah tidak mencolok tetapi pada usia lebih dari 1 minggu, muntah lebih
sering dan lebih jelas. Gejalanya makin berat, berat badan tidak naik.
Penyebabnya tidak jelas, diduga ada tendensi familier karena 1% dari
penderita ternyata orang tuanya juga menderita kelainan yang sama.
Beberapa peneliti menduga adanya hipertrofi otot pilorus akibat adanya
spasme otot. Pendapat sarjana lain adalah respon terhadap rangsangan atau
iritasi terhadap n. vagus.1
4. Obstruksi/ Atresia Duodenum
Atresia duodenum adalah suatu keadaan kegagalan kanalisasi pada
masa embrional disertai atresia di bagian usus lainnya. Gejala klinis yang
sering terjadi adalah muntah-muntah yang mengandung empedu. Bila
atresia di bawah ampula vateri, muntahnya berupa gumpalan susu atau
muntahnya keruh. Gejala lainnya yaitu mekonium tidak keluar dalam
waktu lebih dari 24 jam. Pada penderita atresia duodenum, distensi
abdomen terjadi pada bagian atas. Bila penderita habis minum, tampak
gerakan peristaltik melintasi garis tengah, dari kiri ke kanan. Dengan foto
abdomen polos, tampak adanya gambaran “Double buble” yaitu tidak
adanya gambaran udara di usus halus. Pengobatan definitif adalah
operasi.1
5. Mekoneum Ileus
Sering terjadi pada bayi dengan penyakit kista fibrosis yang dasar
penyakitnya adalah perubahan pada jaringan pankreas, asini atropi dan
inaktif, sehingga produksi enzim pankreas sangat berkurang. Juga disertai

18
perubahan pada kelenjer yang memproduksi lendir dari saluran pencernaan
dan saluran pernafasan. Penyumbatan usus oleh mekonium memberikan
gejala mekonium tidak keluar lebih dari 24 jam, perut gembung dan
muntah-muntah yang makin lama makin sering dan makin kental sehingga
bayi akan mengalami dehidrasi. Pada pemeriksaan dengan Ba kontras
menunjukkan gambaran kolon dibawah sumbatan mengecil. Pengobatan
yang dikerjakan pada dasarnya simptomatik dengan pemberian enzim
pankreas dan mengatasi masalah metabolik yang terjadi. Dapat dilakukan
irigasi usus dengan gastroprafin untuk melunakkan mekoneum yang
kental. Bila pengobatan tersebut gagal, maka dilakukan operasi.1

PENATALAKSANAAN
Pada 80% pasien gejala teratasi dengan intervensi minimal, tanpa
memerlukan pengobatan medikamentosa, makanan disamping pemberian obat-
obatan. Bila tindakan tersebut tidak menolong, barulah dipertimbangkan tindakan
pembedahan. 1
Tujuan pengobatan GER termasuk eliminasi gejala, penyembuhan
esofagitis, manajemen komplikasi dan mempertahankan remisi. Pilihan terapi
termasuk perubahan gaya hidup, terapi farmakologi dan pembedahan anti refluks.
Juga sangat penting pemberian edukasi kepada pasien atau keluarga dan
melakukan tindakan yang tepat pada bayi yang mengalami refluks gastroesofagus
tanpa komplikasi.1
 Pemberian ASI atau Susu Formula dan Posisi Bayi
1. ASI dan Susu Formula
ASI yang mempunyai sifat easy in-easy out harus terus diberikan
karena ASI hipoaleGERnik dan mudah dicerna, pengosongan lambung
2x lebh cepat daripada susu formula dan pemberian ad libitum,
volumenya lebih sedikit daripada susu formula. 1
Cara menyusui : 1
a. Bayi hanya menetek pada satu payudara sampai habis.

19
b. Biarkan bayi terus menghisap (walaupun payudara telah kosong)
sampai tertidur. Selama bayi menghisap payudara, gerakan
menghisap lidah bayi merupakan trigger terhadap kontraksi
lambung, sehingga reflux tidak akan terjadi.
c. Hindari perlakuan yang kasar/teGERsa-gesa, atau perlakuan yang
tidak perlu.
d. Setelah menyusui, bayi jangan langsung ditidurkan. Bayi baru
ditidurkan dengan posisi kepala lebih tinggi dan miring ke sebelah
kiri, paling cepat ½ jam setelah menyusu/minum susu formula.
e. Hindari paparan asap rokok dan konsumsi kopi pada ibu (kafein
yang berlebihan pada ibu mempengaruhi terjadinya GER pada
bayi).
f. Hindari pemakaian baju bayi yang ketat.
2. Formula hipoaleGERnik
Formula hipoaleGERnik dapat dicoba selama 1-2 minggu pada bayi
yang mendapat formula yang mengalami muntah, karena beberapa
bayi memiliki alergi terhadap susu sapi.
3. Penambahan sereal
Belum ada kesepakatan mengenai manfat penambahan sereal pada
susu formula (1-2 sendok teh sereal setiap 8 ounces susu) ini pada
GER, tetapi hal ini dapat dicoba sebelum memutuskan pemberian obat
pada medikamentosa. Beberapa ahli menyatakan penambahan sereal
ini dapat menurunkan episode muntah dan juga dapat memberikan
kalori tambahan, yang menguntungkan bagi bayi yang berat badannya
belum mencukupi. 1
4. Posisi
Bayi dengan GER berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi
kepala lebih tinggi (30°). Pada anak-anak elevasi dan memposisikan
kepala pada sisi kiri tammpaknya menguntungkan (bayi normal harus
ditidurkan terlentang karena resiko terjadinya sudden infant death
syndrome). Setelah menetek/ minum susu formula bayi digendong

20
setinggi payudara ibu, dengan muka menghadap dada ibu (seperti
metoda kangguru, hanya baju yang tidak perlu dibuka). Hal ini
menyebabkan bayi tenang, sehingga mengurangi refluks. Mendekap
bayi di pundak ternyata saat ini diragukan manfaatnya. 1
Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada
esofagus yang bisa dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan
dengan posisi telungkup. Akan tetapi, posisi telentang dan posisi
lateral berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian sindrom
bayi mati mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Oleh
karena resiko tersebut, maka posisi telentang atau lateral tidak terlalu
direkomendasikan untuk bayi dengan GERD, tetapi sebagian besar
bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan
posisi telungkup.5

Gambar 6. Modifikasi posisi pada bayi.8

21
Gambar 7. Posisi telungkup dengan kepala ditinggikan.8
 Perubahan pola hidup pada anak dan dewasa
Pada anak yang lebih besar, tidak ada bukti yang jelas tentang
pengurangan konsumsi makanan-makanan tertentu. Pada dewasa, obesitas,
makan berlebih, dan makan pada malam hari sebelum tidur berhubungan
dengan timbulnya gejala GERD. Posisi tidur telentang atau posisi tidur
pada sisi kiri dan atau peninggian kepala tempat tidur, bisa mengurangi
gejala refluks.5
 Farmakoterapi
Farmakoterapi yang ideal untuk mengobati pasien anak-anak yang
mengalami GER adalah yang menunjukkan efikasi yang baik pada
populasi pasien, mengurangi volume dan asiditas refluks, meningkatkan
kompetensi LES, meningkatkan klirens esofagus, meningkatkan resistensi
mukosa esofagus, tidak ada efek yang merugikan dan aman serta biaya
yang rendah.
Obat yang tersedia saat ini adalah antasid, pelindung mukosa, obat
prokinetik, antagonis reseptor histamin H2, dan penghambat pompa
proton. Menurut The Food and Drugs Andministration (FDA) tidak semua
obat diijinkan penggunaannya pada bayi dan anak-anak karena efikasi dan
keamanannya belum diketahui dengan pasti. Masih diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui efikasi dan keamanan obat-obat pada bayi
dan anak-anak. 1
a. Antasida dan Pelindung Mukosa
Antasida menetralisir asam lambung dan sodium alginate melindungi
mukosa esofagus dengan membentuk suatu gel pada permukaan.
Sukralfat (Suatu kompleks alumunium dari sukrose sulfat) terikat pada
mukosa dan melindungi mukosa esofagus. Efikasi obat ini pada anak-
anak yang mengalami refluks gastroesofageal belum diketahui dengan
pasti. Obat ini tidak dibenarkan penggunaanya pada bayi dan anak oleh
FDA dalam pengobatan GER. Penggunaan antasid yang mengandung
alumunium dalam jangka panjang harus dihindari karena resiko

22
toksisitas alumunium. Obat ini digunakan secara intermitten untuk
meredakan gejala GER pada anak yang berumur lebih besar. 1
b. Obat Prokinetik
Obat prokinetik meningkatkan tekanan LES, memperbaiki peristaltik
esofagus dan mempercepat pengosongan lambung. Obat ini dapat
mengurangi frekuensi refluks. Yang termasuk obat ini adalah :
betanechol, metoklopramid, domperidone, cisapride, eritromisin,
gonadotropin releasing hormon agonist dan ockretida.1
Obat prokinetik yang sering dipakai pada bayi dan anak-anak adalah
domperidone dan metoklopramide, hanya perlu diingat efek samping
metoklopramide terjadi pada 10-20% berupa gangguan syaraf pusat
kadag terjasi efek samping pada gastrointestinal berupa diare dan
kejang abdomen.1
Cisapride efektif untuk mengurangi gejala pada bayi dan anak-anak
yang menderita GER. Obat ini dapat menyebabkan aritmia jantung
yang serius sehingga pemberian pada anak-anak sangat terbatas, hanya
diberikan kepada pasien yang mengalami GER yang bersifat refrakter.1
c. Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 secara kompetitif menghambat ajsi histamin
pada reseptor histamin H2 pada sel parietal lambung. Obat ini sangat
efektif pada reseptor histamin H2 pada sel parietal lambung. Obat ini
sangat selektif pada reseptor histamin H2 dan memiliki sedikit atau
tanpa efek pada reseptor histamin H1. Sel parietal memiliki reseptor
untuk histamin, asetilkolin, dan gastrin yang semuanya itu dapat
merangsang sekresi asam hidroklorida ke dalam lumen gaster.
Antagonist reseptor histamin H2 menghambat sekresi asam
hidroklorida ke dalam lumen gaster. Antagonis reseptor histamin H2
menghambat sekresi asam yang dihasilkan oleh reseptor histamin, tapi
tidak memiliki ekef pada sekresi asam yang disebabkan oleh
asetilkolin atau gastrin. 1

23
Obat yang termasuk golongan ini adalah Cimetidin, Ranitidine,
Famotidine dan Nizatidine. Obat cepat diserap setelah pemberian per
oral. Efek antagonist reseptor histamin H2 pada sekresi asam
tergantung pada dosis dan konsentrasi. Pada pemberian jangka panjang
obat ini akan kehilangan efikasi secara bertahap. Hal ini terjadi
kemungkinan sebagai akibat dari beberapa mekanisme, termasuk
stimulasi reseptor asetilkolin atau gastrin, takifilaksis (kehilangan
efikasi yang berhubungan dengan diskoneksi antara stimulasi reseptor
dan sinyal aktifitas di dalam sel) atau regulasi reseptor histamin H2.1
Antagonis reseptor histaminH2 dapat menurunkan penyerapan obat
yang memerlukan nsuasana asam (ketokonazol, itrakonazol). Simetidin
menghambat enzimsitokrom P-450 dan memiliki potensi untuk
berinteraksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh isoenzim ini
(misalnya Fenitoin, Propanolol, Teofilin, Warfarin). Ranitidine
berinteraksi dengan enzim sitokrom dengan cara berbeda dibandingkan
simetidin dan hanya sedikit menghambat metabolisme obat lain.
Antagonis reseptor histamin H2 yang lainnya tidak menghambat enzim
sitokrom.1
Informasi mengenai dosis oral Antagonis Reseptor histamin H2
Simetidin dan Nizatidin pada pasien anak yang menderita GER pada
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kontrol plasebo. Pada
penelitian yang dilakukan secara randomized double blind selama 12
minggu pada 32 orang pasien yang berusia 14 tahun yang mengalami
refluks esofagitis, dosis oral simetidin 30-40 mg/kgBB/hari secara
signifikan lebih bermakna daripada plasebo di dalam mengobati
esofagitis dan mengurangi gejala. Pemberian nizatidin 10
mg/kgBB/hari selama 8 minggu secara signifikan lebih bermakna
daripada plasebo di dalam mengobati esofagitis dan mengurangi gejala
serta waktu dimana pH esofagus di bawah 4 pada 24 orang pasien yang
berusia 6 bulan sampai dengan 8 tahun.1

24
Ranitidin dan Famotidin tampaknya sama efektifnya dengan simetidin
dan nizatidin. Suatu penelitian mengenai farmakokinetik dan
farmakodinamik ranitidine 5 mg/kg pada bayi yang berusia 6 minggu
sampai 6 bulan yang menderita refluks gastroesofageal yang diberi
ranitidine dengan dosis 5 mg/kgBB ternyata pH esofagus paralel
dengan konsentrasi ranitidine dalam plasma dan pH dalam lambung
tetap di atas 4 selama 9 jam setelah pemberian obat ini. Pemberian
makanan meningkatkan pH esofagus selama 9 jam setelah pemberian
obat ini. Pemberian makanan meningkatkan pH esofagus di atas 4
selama kurang lebih 2 jam. Oleh karena itu jika ranitidine diberikan 2
jam setelah makan, akan terjadi supresi asam dan ranitidine diberikan
dua dosis harian akan menyebabkan hampir 24 jam. 1
Pada pasien anak-anak berumur 6 bulan sampai 13 tahun dan
mengalami esofagitis yang refrakter dengan dosis normal ranitidin
adalah 8 mg.kgBB/hari. Penggunaan ranitidine dosis tinggi 20
mg/kgBB/hari dapat mengurangi gejala dan memberikan
penyembuhan. Ranitidine dosis tinggi dalam hal efikasi mengurangi
gejala dan menyembuhkan esofagitis dapat diperbandingkan dengan
omeprazole.1
d. Inhibitor Pompa Proton
Inhibitor pompa proton terikat dengan hydrogen/potassium adenosine
triphosphatase suatu enzim yang berperan sebagai pompa proton pada
sel parietal, karena itu dapat menghambat pertukaran ion yang
merupakan langkah akhir pada sekresi asam tanpa memandang apakah
distimulasi oleh histamin, asetilkolin atau gastrin. Untuk sekresi dari
sel parietal inhibitor pompa proton memerlukan aktivasi dalam
lingkungan. Supaya makanan tidak dapat mempengaruhi absorpsi dan
konsentrasi puncak obat dalam plasma, obat ini paling baik diminum
sekitar 30 menit sebelum makan. Obat ini kurang efektif selama
kondisi puasa saar sekresi asam lebh rendah. 1

25
Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena
itu obat ini diformulasi dengan enteric coating, sehingga obat ini
mampu melewati lambung dalam keadaan utuh dan memasuki usus,
dimana pH nya kurang asam dan obat diserap. Inhibitor pompa proton
memiliki eliminasi waktu paruh yang pendek namun durasi aksi yang
panjang karena ikatan dengan pompa proton ireversibel dan
penghentian aktivitas farmakologik memerlukan sintesis enzim yang
baru. Inhibitor pompa proton tidak mempengaruhi motilitas lambung
atau sekresi enzim lambung yang lainnya. 1
Inhibitor pompa proton dapat berinteraksi dengan obat yang
memerlukan lingkungan asam untuk penyerapan (misalnya
ketokonasol, itrakonasol). Inhibitor pompa proton dimetabolisme oleh
sitokrom P-450 2C19 dan 3A4 secara bervariasi dan dapat berinteraksi
dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini. 1
Omeprasol dan lansoprasol golongan inhibitor pompa proton telah
diijinkan penggunaannya oleh FDA pada pasien anak-anak. Keduanya
tersedia dalam bentuk kapsul yang mengandung granula salut enterik.
Oleh karena itu obat ini tidak boleh dikunyah, harus ditelan dalam
bentuk utuh karena akan menurunkan efektivitasnya. Esomeprasol
(bentuk isomer S dari Omeprasol) tersedia sebagai kapsul yang
mengandung enteric coated pellet dan rabeprasol sedangkan
pantoprasol tersedia dalam bentuk enteric coated tablets. 1
Pantoprasol, rabeprasol dan esomeprasol tidak dibenarkan
penggunaannya oleh FDA pada anak-anak. Saat ini percobaan klinis
pada pasien anak-anak sedang dilaksanakan. Omeprasol dan
lansoprasol sebaiknya diminum dengan sedikit jus buah yang agak
asam (jus apel, jeruk) atau jeruk. Inhibitor pompa proton lebih efektif
daripada antagonis reseptor histamine H2 dalam mengurangi sekresi
asam, mengurangi gejala GER dan menyembuhkan esofagitis.
Inhibitor pompa proton juga lebih efektif daripada antagonis reseptor
histamin H2 dalam mempertahankan remisi.

26
e. Omeprasol
Pada penelitian yang dilakukan pada pasien anak-anak yang menderita
esofagitis yang resisten terhadap antagonis reseptor histamin H2,
omeprasol efektif dalam memeprbaiki gejala dan menyembuhkan
esofagitis. Pengobatan selama 8 minggu dengan omeprasol 40
mg/hari/1,73m2 luas permukaan tubuh atau ranitidine dosis tinggi (20
mg/kg/hari) mengurangii paparan asam pada esofagus dan
mempercepat kesembuhan pada 25 orang bayi dan anak-anak yang
berusia 6 bulan sampai 13 tahun dengan refluks esofagitis yang berat.
Pada suatu penelitian yang dilakukan pada pasien anak-anak yang
berumur3-18 tahun yang mengalami refluks esofagitis yang refrakter
atau ulkus peptikum, omeprasol (0,3-0,7 mg/kgBB/hari) memberikan
supresi asam yang lebih besar daripada antagonis reseptor histamin
H2. Pada 12 orang bayi yang menderita esofagitis yang gagal
memberikan respon pada pengobatan simetidin, cisapride, antasid yang
mengandung sodium alginate dan perubahan pada posisi tubuh,
omeprasol 0,5 mg/kgBB sekali sehari dalam 6 minggu dapat
mengurangi keasaman lambung dan gejala. Penyembuhan esofagus
ditunjukkan oleh endoskopi pada 9 dari 12 orang pasien. 1
Dosis omeprasol yang diperlukan untuk menyembuhkan esofagitis
kronik dan berat pada pasien anak-anak adalah 0,7-3,5 mg/kgBB/hari.
Pada suatu penelitian yang dilakukan pada 115 bayi (0,7-21,8 bulan)
dengan dosis omeprasol 0,5, 1, atau 1,5 mg/kgBB/hari selama 8
minggu, onset waktu terjadinya pengurangan gejala lebih pendek
dengan dosis yang lebih besar daripada dengan dosis yang lebih kecil.
1

f. Lansoprasol
Efikasi lansoprasol mengurangi gejalan GER dan menyebabkan
esofagitis ditunjukkan

27
Gambar 8. Algoritma tatalaksana pada bayi dengan muntah berulang dan berat
badan tidak bertambah9

28
Jika bayi yang sering muntah dengan berat badan tidak bertambah, maka
penting untuk melakukan evaluasi dignostik lebih lanjut. Pemeriksaan untuk
menemukan penyebab muntah (seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
bikarbonat, nitrogen urea, kreatinin, alanin aminotransferase, amonia, glukosa,
urinalisa, keton urin dan reduksi, dan skrining galaktosemia dan penyakit “maple
sugar urine”. Pemeriksaan anatomi saluran gastrointestinal atas juga dianjurkan.
Jika tidak ditemukan kelainan, tatalaksana termasuk terapi medis, rawat inap dan
biopsi endoskopi.9
Rawat inap untuk observasi interaksi orangtua-anak dan mengoptimalkan
tatalaksana. Biopsi endoskopi bermanfaat untuk menemukan adanya esofagitis
dan untuk menyingkirkan penyebab lain yang menimbulkan muntah dan tidak
bertambahnya berat badan. Untuk meningkatkan asupan kalori pada bayi
dilakukan dengan meningkatkan densitas formula, dan penggunaan tube
nasogastrik atau transpilorik. Terapi bedah jarang dilakukan. Follow-up
diperlukan untuk memastikan penambahan berat badan yang adekuat.9

29
Gambar 9. Algoritma tatalaksana pada anak atau dewasa dengan Heartburn
kronis9

Pada anak yang lebih besar dan dewasa, gambaran klinis dan lokalisasi
dari nyeri esofagus lebih kurang sama, tapi pada anak yang lebih kecil gambaran

30
klinis dan lokasi nyeri mungkin atipik. Regurgitasi dari asam lambung ke mulut
bisa terjadi. Intervesnsi awal dari perubahan pola hidup, menghindari faktor
pencetus, ditambah penggunaan terapi farmakologi selama 2-4 minggu dengan
H2RA atau PPI direkomendasikan. Jika tidak ada perbaikan, maka selanjutnya
anak bisa ditangani oleh ahli gastroenterologi untuk biopsi dengan endoskopi
saluran cerna atas. Jika terjadi perbaikan, terapi bisa dilanjutkan hingga 2-3 bulan,
jika gejala berulang ketika terapi dihentikan, sebaiknya dilakukan endoskopi
untuk mengetahui tingkat keparahan dari esofagitis.9

Gambar 10. Tatalaksana selanjutnya pada anak atau dewasa dengan esofagitis9

Para ahli menyarankan bahwa pada bayi dan anak dengan


esofagitis,efektivitas terapi bisa dipantau dengan melihat perbaikan gejala, kecuali

31
untuk pasien dengan esofagitis erosif, endoskopi berulang dianjurkan untuk
memastikan penyembuhan. Jika pasien tidak berespon terhadap terapi, terdapat 2
kemungkinan yang bisa menjelaskan hal tersebut: diagnosis tidak benar atau
penatalaksanaan yang inadekuat. Kemungkinan adanya diagnosa lain, seperti
esofagitis eosinofilik harus dipertimbangkan.9
Jika manifestasi klinis dan histopatologi berhubungan dengan diagnosa
refluks esofagitis, maka sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap kemanjuran terapi.
Monitoring pH esofagus pada saat pasien menjalani terapi bisa menginformasikan
apakah diperlukan penggunaan obat untuk menurunkan sekresi asam lambung.
Jika diagnosa tidak jelas, monitoring pH esofagus pada saat pasien tidak
menerima terapi mungkin berguna karena berdasarkan hasil studi esofagitis
biasanya berkaitan dengan GER.9

 Pembedahan Anti Refluks


Operasi antirefluks harus dipertimbangkan bila terapi medis gagal,
misalnya, gejala terus berlanjut atau timbul komplikasi GERD.
Pembedahan biasanya diindikasikan untuk pasien dengan refluks yang
berlanjut dan komplikasi esophagitis meskipun sudah diberi terapi medis.
Nissen fundoplication merupakan prosedur operasi yang
paling umum dilakukan. Tindakan yang dilakukan berupa pembungkusan
fundus lambung 3600 sekitar esofagus distal.9
Alternatif dari nissen fundoplication adalah prosedur
Thal (fundoplication 180° anterior), prosedur Toupet (fundoplication 2700
posterior), prosedur Boix-Ochoa (pemulihan esofagus intra-abdomen), dan
Watson fundoplication (fundoplication 1200 anterior ). Perbandingan
antara berbagai operasi ini telah menunjukkan tingkat setara
dengan komplikasi, revisi, dan kepuasan jangka panjang.
Prosedur Nissen dan prosedur terkait lainnya dapat dilakukan secara
laparoskopi. Fundoplication laparoskopik telah diteliti dengan baik dan telah
disetarakan dengan prosedur terbuka pada dewasa.9

32
Laparosopic Nissen Fundoplication (LNF) secara umum telah
menggantikan prosedur nissen fundoplication yang dilakukan secara terbuka
(ONF), ini dikarenakan LNF menurunkan angka kesakitan, memperpendek
waktu perawatan di rumah sakit, dan kemungkinan komplikasi pasca operasi
yang lebih sedikit. 5
Nissen fundoplication telah secara luas dilakukan sebagi terapi bedah
untuk kasus GERD, namun prosedur ini berhubungan dengan tingginya angka
kejadian disfagia pasca operasi dan angka kejadian rekuren yang tinggi pada
anak dengan disability. Oleh karena itu, prosedur Thal fundoplication pada
kemudian mulai dipopulerkan dan digunakan oleh banyak ahli bedah hingga
saat ini. 10

Gambar 11. Prosedur nissen fundoplication10

33
Gambar 12. Prosedur Thal Fundoplication.10

34
Gambar 13. A. Nissen fundoplication B. Thal fudoplication C. Toupet
fundoplication12

KOMPLIKASI GERD
Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :
a. Esofagitis dan sekuelenya – striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma
Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan,
nyeri pada dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi
hematemesis, anemia, atau sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan

35
dan parah dapat menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya
berlokasi di distal esophagus, yang menhasilkan disfagia, dan membutuhkan
dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis yang
berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel
skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk
terjadinya adenocarcinoma esophagus.13
b. Nutrisi
Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh
karena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau
nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui
parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.13
c. Extra esophagus
GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung
terhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau
mikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit primer
saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang semakin
memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih intens
(biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).13

36
PROGNOSIS GERD PADA ANAK
Sebagian besar pasien dengan GERD akan membaik dengan pengobatan,
walaupun relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi
medis yang lebih lama.14
Identifikasi subgrup pasien yang kemungkinan besar berkembang
mengalami komplikasi GERD dan penting untuk dilakukan perawatan secara
agresif. Pada pasien ini kemungkinan besar diindikasikan untuk mendapatkan
terapi pembedahan pada staium awal. Setelah laparoskopi Nissen fundoplication,
gejala teratasi pada 92% pasien.14
Kebanyakan kasus GER pada bayi dan balita adalah benigna dan berespon
terhadap terapi non farmakologi. 80% gejala berkurang pada umur 18 bulan.
Beberapa pasien memerlukan terapi menurunkan asam lambung dan hanya
sekelompok kecil yang memerlukan tindakan pembedahan karena gejala GER
setelah usia 18 tahun menunjukkan gejala yang kronik.Resiko jangka panjang
juga meningkat. Untuk pasien yang mengalami GER secara persisten periode
akhir usia anak selalunya memerlukan terapi agen anti sekretori.14
Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi,
penyakit saluran nafas, Barrett esophagus), biasanya memerlukan terapi
pembedahan. Prognosis untuk pembedahan biasanya baik. Meskipun begitu,
mortaliti dan morbiditi adalah tinggi pada pasien pembedahan dengan masalah
medis yang kompleks.14
Data jangka panjang pada anak sangat jarang, namun kesuksesan terhadap
pembedahan antirefluks pada umumnya akan menjadi baik. Pada lebih dari 1000
laparoskopi Nissen fundoplication lebih dari 10 tahun pada bayi dan anak
menunjukkan hasil yang baik, dengan 4% angka kegagalan. 14
Sebagian kecil laporan objektif setelah operasi mempertanyakan manfaat
dari pembedahan. Sebuah studi menemukan manfaat dari pembedahan yang
berhubungan dengan refluks pada anak usia 1-4 tahun, namun efek ini tidak
tercatat pada anak yang lebih tua. Kenyataannya, studi ini menujukkan bahwa
pada anak yang lebih tua dengan pengalaman gagal berkembang meningkatkan
angka rawat inap yang berhubungan dengan refluks setelah pembedahan.14

37
Pemeriksaan pH dalam 24 jam biasanya digunakan untuk mengevaluasi
secara objektif hasil dari pembedahan antirefluks. Sebuah pemeriksaan prospektif
dari 53 pasien pediatri yang diterapi dengan laparoskopi Thal fundoplication
ditemukan bahwa 25 % terdapat refluks patologi pada follow-up, namun 90 %
pasien dilaporkan bebas dari gejala.14
Kedua manajemen pembedahan dan terapi obat cenderung untuk
mendapatkan angka kegagalan yang tinggi pada anak dengan kelainan neurologi.
Kebanyakan dari pasien tersebut memiliki kemungkinan yang serius terhadap
morbiditas dan harapan hidup yang pendek. Sebuah studi pada 46 bayi yang
diperiksa 5 tahun setelah Nissenfundoplication ditemukan bahwa 24% meninggal
setelah gangguan medis lainnya. Yang lainnya, 74% tidak terdapat gejala
berulang, 12% membutuhkan operasi atau fundoplication berulang, dan 45%
mengalami komplikasi setelah operasi. Laporan lainnya dari 109 anak yang
menjalani prosedur Nissen or Boix-Ochoa antirefluks, setelah follow-up selama
10 tahun, ditemukan refluks rekuren pada 20% pasien.14

38
KESIMPULAN
1. Gastroesofageal reflux (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi disfungsi
sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi
lambung ke dalam esofagus.
2. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah gejala-gejala atau kerusakan
jaringan yang terjadi sekunder akibat refluks isi lambung
3. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik tidak banyak yang khas. Namun terdapat
beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis.
4. Pilihan terapi GERD termasuk perubahan gaya hidup (misalnya, modifikasi
diet, posisi tubuh yang benar selama dan setelah makan), terapi farmakologi,
dan operasi antirefluks

SARAN
Perlunya anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang tepat agar dapat dilakukan tatalaksana penyakit secara optimal
dan mencegah kecacatan atau kematian.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Suraatmaja, S. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta


Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007
2. Ruigómez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L.
Gastroesophageal reflux disease in children and adolescents in primary
care. Scandinavian Journal Of Gastroenterology. 2010
3. Schwarz SM, Hebra A, Cuffari C, Li BUK, Liburd JDA, Deodhar J dan
Windle ML. Pediatric Gastroesophageal Reflux access 14/10/2015 at
19:11 : http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview#showall
4. Jay W. Marks, MD. Hiatal Hernia.
http://www.medicinenet.com/hiatal_hernia/article.htm
5. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines.
Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4,
October 2009
6. Poddar U. 2013. Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD): An Indian Perspective. Indian Pediatr;50: 119-126
7. Jay W. Marks, MD. Esophageal pH monitoring (Esophageal pH test).
http://www.medicinenet.com/esophageal_ph_monitoring/article.htm
8. Pollywog Baby. Practical Solutions for Infant Reflux and Colic.
http://www.pollywogbaby.com/refluxandcolic/babyproducts.html
9. North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
Pediatric GE Reflux Clinical Practice Guideline. J Pediatr Gastroenterol
Nutr, Vol. 49, No. 4, October 2009.
10. Nissen Fundoplication Procedure. http://connect.in.com/hiatal-
hernia/photos-9752w-a94e8d87395b04a0.htm
11. GeoGERson,Steven S. Rothenberg. 2008. Endoscopic SuGERry in Infants
and Children. http://books.google.co.id/
12. Elsevier. 2010. Three Tipes of Fundoplication.
http://www.elsevierimages.com/image/24633.html

40
13. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus.
Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of
pediatrics.edisi ke-17. Philadelphia : Sounders ; 2004
14. Jaksic T. Pediatric Gastroesophageal Reflux SuGERry Treatment and
Management. 2010. http://emedicine.medscape.com/article/936596-
treatment#a1132

41

Anda mungkin juga menyukai