Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Fraktur adalah pemisahan atau robekan pada kontinuitas tulang yang terjadi karena

adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang tidak mampu untuk menahannya.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan

sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang

akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontiunitas tulang pangkal paha

yang di sebabkan oleh trauma langsung, kelemahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti

degenerasi tulang atau osteoporosis ( Muttakin, 2005: 98 )

B. KLASIFISIKASI

Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :

1) Fraktur tertutup

Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh disekitar fraktur

tidak menonjol keluar dari kulit.

2) Fraktur terbuka

Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut

menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial untuk

terjadinya infeksi, luka terbuka ini dibagi menurut gradenya.

Grade I : luka bersih, kurang dari 1 Cm.

Grade II : luka lebih luas disertai luka memar pada kulit dan otot.

Grade III : paling parah dengan perluasan kerusakan jaringan lunak terjadi pula
kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf.

3) Fraktur komplit

Pada fraktur ini garis fraktur menonjol atau melingkari tulang periosteum terganggu

sepenuhnya.

4) Fraktur inkomplit

Garis fraktur memanjang ditengah tulang, pada keadaan ini tulang tidak

terganggu sepenuhnya.

5) Fraktur displaced

Fragmen tulang terpisah dari garis fraktur.

6) Fraktur Comminuted

Fraktur yang terjadi lebih dari satu garis fraktur, dan fragmen tulang hancur

menjadi beberapa bagian (remuk).

7) Fraktur impacted atau fraktur compressi

Tulang saling tindih satu dengan yang lainnya.

8) Fraktur Patologis

Fraktur yang terjadi karena gangguan pada tulang serta osteoporosis atau tumor.

9) Fraktur greenstick

Pada fraktur ini sisi tulang fraktur dan sisi tulang lain bengkak.

Klasifikasi jenis Fraktur menurut Muttaqin (2000 : 35-36), meliputi :

a. Simple fracture (Fraktur terbuka)

b. Compound fracture (Fraktur terbuka)

c Transverse fracture (Fraktur transversal/sepanjang garis tengah tulang)

d. Spiral fracture (Fractur yang memuntir seputar batang tulang)

e. Impacted fracture (Fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang yang lain)

f. Greenstick fracture
g. Comminuted fracture (Tulang pecah menjadi beberapa bagian).

C. ETIOLOGI

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang relatif rapuh namun mempunyai cukup

kekuatan dan gaya pegas menahan tekanan, fraktur dapat diakibatkan oleh :

a. Fraktur akibat peristiwa trauma sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba

berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau

penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan

jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur

melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. Penghancuran kemungkinan akan

menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.


b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan retak dapat terjadi pada tulang seperti

halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering

dikemukakan pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara

yang berjalan baris berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang

normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat

rapuh.

Trauma pada tulang


D. PATOFISIOLOGI
Patah tulang

Terbuka Tertutup

Kerusakan arteri, infeksi, perdarahan (syok), Resiko infeksi, adanya emboli lemak dari
avaskuler nekrosis fraktur tulang panjang dan sindroma
kompartemen

Trauma penetrasi

Perdarahan Cidera vaskuler Trombosis pembuluh

Komplikasi
Penyebab lambat
Penyebab kematian dini kematian ( >3 hari )

Hemoragi dan
cidera kepala
Gangguan organ multipel Sepsis
Kegagalan fungsi
Terjadi ARDS
pernafasan dan Pelepasan toksin
dan DIC
kardiovaskular

Syok Dilatasi pembuluh


hipovolemik darah

Penurunan curah Penurunan tahanan


Penurunan jantung vaskuler sistemik
Kematian
perfusi organ

Syok sepsis

Penurunan tekanan darah dan


perfusi perifer

Ulkus pada luka, emboli


pulmonal,dan atrofi otot
E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis faktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformasi,

pemendekan ektrimitas, kreptitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spase otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiyah yang dirancang

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.

b. Setalah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak

tidak alamiah ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan defrmitas (terlihat

maupun teraba) ektrimiatas yang biasanya diketahui dengan membadingkan dengan

ektrimitas normal. Ektrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarya karena kontraksi otot

yang melekat ditas dan dibawah fraktur. Fragmen sering sekali melingkupi satu sama

lain sampai 2.5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)

d. Saat ektrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang disebut

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan fragmen lainnya. (

Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat ).

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai trauma dan

pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa baru terjadi setelah beberapa jam

atau hari setalah cedera. ( Suzanne C. Smeltzer & Brebda G. Bare, 2001 : 2358-2359 )
F. KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur dibagi menjadi dua yaitu :

1) Komplikasi awal, terdiri dari : kerusakan arteri, kompartmen sindrom, fat embolism

sindrom, infeksi, avaskuler nekrosis, syok.

2) Komplikasi lama, terdiri dari : delayed union, mal_union

( Muttaqin, 2005 : 41 )

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah :

1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.

2. Scan tulang ( tomogram, scan CT / MRI) : memperlihatkan fraktur dan juga dapat

mengindentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai.

4. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun (

pendarahan bermakna pada sisi frktur organ jauh pada trauma multiple ). Peningkatan

jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma

5. Kreatinin : trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,

atau cedera hati. (Doengoes, 2000: 762)

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan konservatif, yang dilakukan pada fraktur yaitu :

a. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)

Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara

memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atau tongkat pada anggota gerak
bawah.

b. Immobilisasi dengan bidai eksterba (tanpa reduksi)

Immobilisasi pada fraktur dengan bidai ekterna hanya memberikan sedikit

immobilisasi biasanya hanya mengunakan plester of paris (gips) atau dengan

bermacam-macam bidai atau plastic atau metal

c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi ekterna menggunakan gips.

Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan pembiusan umum

ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadi fraktur. Penggunaan

gips untk immobilisasi merupakan alat utama untuk teknik ini.

d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut di ikuti dengan traksi berlanjut dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.

( Muttaqin, 2005 : 45 ).
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. SKENARIO KASUS

Tn. M berusia 40 tahun dirawat sejak kemarin karena kecelakaan lalu

lintas. Klien mengeluhkan nyeri pada area fraktur yang terpasang bidai. Nyeri

yang dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam, nyeri bertambah saat

dilakukan perawatan luka dan berkurang saat diistirahatkan, skala nyeri 7 pada

rentang 0-10. Pada saat dilakukan pengkajian keadaan umum lemah, kesadaran

compos mentis, dengan tanda-tanda vital sebagai berikut :

TD : 140/90 mmHg, N :86 x/mnt, R : 28 x/mnt, S: 38,5 ‘C, CRT > 3 detik. Hasil

pemeriksaan fisik didapatkan : Konjungtiva pucat, bising usus : 10x/mnt, tidak

bisa duduk karena sangat sakit. Terpasang Folley Cateter No. 16 dan aktivitas

sehari-hari dibantu oleh keluarga. Hari ini klien direncanakan untuk dilakukan

operasi pemasangan fiksasi interna. Terpasang infus dengan NaCl 0,9 % 20

tts/mnt. Hasil Rontgen menunjukan “ Simple Fraktur Femur Dextra Sepertiga

Distal.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

B. PROSES KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai