Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profesi keperawatan sebagai profesi yang unik dan kompleks. Dalam
melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori
keperawatan yang sudah ada. Konsep merupakan suatu ide dimana terdapat suatu
kesan yang abstrak yang dapat diorganisir dengan simbol-simbol yang nyata.
Sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka
konseptual atau model keperawatan. Model konseptual keperawatan merupakan
suatu cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan
perawat didalamnya.
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996
tentang kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain
mengemukakan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang
sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif,
sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan
semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh
semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009).
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996
tentang kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain

1
mengemukakan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang
sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif,
sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan
semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh
semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009). Gangguan
kesehatan jiwa bukan seperti penyakit lain yang bisa datang secara tiba-tiba tetapi
lebih kearah permasalahan yang terakumulasi dan belum dapat diadaptasi atau
terpecahkan. Dengan demikian akibat pasti atau sebab yang melatar belakangi
timbulnya suatu gangguan. Pengetahuan dan pengalaman yang cukup dapat
membantu seseorang untuk menangkap adanya gejala-gejala tersebut.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan jiwa ?
2. Apa yang dimaksud dengan keperawatan jiwa ?
3. Apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa ?
4. Apa saja yang dapat menyebabkan gangguan jiwa ?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari gangguan jiwa ?
6. Bagaimana penanganan yang dapat diberikan pada pasien gangguan jiwa ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini mahasiswa jurusan keperawatan diharapkan
mampu mengerti dan memahami tentang pendidikan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Khusus
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa jurusan keperawatan diharapkan
mampu mengerti dan memahami tentang :
a. Pengertian Kesehatan Jiwa
b. Pengertian Keperawatan Jiwa

2
c. Pengertian Gangguan Jiwa
d. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
e. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
f. Penanganan Pada Gangguan Jiwa

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini kami susun dengan sistematika dasar yaitu sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori yang berisikan, definisi teori, penjelasan teori,
serta penerapan dalam keperawatan.
BAB III : Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kesehatan Jiwa


Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No
23 tahun 1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan
adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Dari dua defenisi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk dikatakan sehat, seseorang harus berada pada suatu
kondisi fisik, mental dan sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau
perasaan tertekan yang memungkinkan seseorang tersebut untuk hidup produktif
dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara
nyaman dan berkualitas.
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada
(American Nurses Associations).
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak ganguan
jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang adalah perawatan
langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadian yang bersangkutan.
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996
tentang kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain
mengemukakan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang
sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif,

4
sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan
semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh
semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009).
Lingkup masalah kesehatan jiwa yang dihadapi individu sangat kompleks
sehingga perlu penanganan oleh suatu program kesehatan jiwa yang bersifat
kompleks pula. Masalah-masalah kesehatan jiwa dapat meliputi: 1) perubahan
fungsi jiwa sehingga menimbulkan penderitaan pada individu (distres) dan atau
hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya; 2) masalah psikososial yang
diartikan sebagai setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat
psikologis maupun sosial yang memberi pengaruh timbal balik dan dianggap
mempunyai pengaruh cukup besar. Sebagai faktor penyebab timbulnya berbagai
gangguan jiwa.
Psikososial yang dapat berupa masalah perkembangan manusia yang
harmonis, peningkatan kualitas hidup, upaya-upaya kesehatan jiwa diperlukan
untuk mengatasi masalah tersebut yang meliputi upaya primer, sekunder dan
tersier yang ditujukan untuk meningkatkan taraf kesehatan jiwa manusia agar
dapat hidup lebih sehat, harmonis, dan produktif (Dalami, 2010).

B. Pengertian Keperawatan Jiwa


Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang
berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung
pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar
dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjalankan tugasnya
sehari-hari sebagaimana mestinya. Dalam upaya mengembangkan pelayanan
keperawatan jiwa, perawat sangat penting, untuk mengetahui dan meyakini akan
peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan jiwa. Para perawat kesehatan jiwa mempunyai peran
yang bervariasi dan spesifik. Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan
kolaborasi.

5
1. Pelaksana asuhan keperawatan
Perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada
individu, keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat
menggunakan konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan
konsep kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga dan komunitas.
Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui
pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan
keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.
2. Pelaksana pendidikan keperawatan
Perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga
dan komunitas agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota
keluarga dan anggota masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap
anggota masyarakat bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa.
3. Pengelola keperawatan
Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung
jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan
perannya ini perawat:
a. Menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola
asuhan keperawatan jiwa.
b. Menggunakan berbagai strategi perubahan yang diperlukan dalam
mengelola asuhan keperawatan jiwa.
c. Berperan serta dalam aktifitas pengelolaan kasus seperti
mengorganisasi, koordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan serta
perbaikan bagi individu maupun keluarga.
d. Mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan.
4. Pelaksana penelitian
Perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan
menggunakan hasil penelitian serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk
meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa (Dalami, 2010).

6
C. Kriteria Jiwa Sehat
1. Menurut WHO
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
Hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total.
Contoh: membendingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan
dan kelebihan. Apakah kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau
tidak. Ingat, jangan mimpi bahwa anda tidak punya kelemahan.
b. Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan
puncaknya adalah aktualisasi diri.
c. Integrasi
Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya
menonjolkan yang positif saja tapi yang negatif juga merupakan bagian
anda. Jadi seluruh aspek merupakan satu kesatuan.
d. Otonomi
Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan
menerima masukan dari orang lain dengan keputusan sendiri sehingga
keputusan pasienpun bukan diatur oleh perawat tapi mereka yang
memilih sendiri.
e. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Stressor sering dimulai secara tidak akurat. Contoh: putus pacar karena
perbedaan adat.
Dadang Hawari (PR,19-1-1995) mengemukakan pendapat WHO
(organisasi kesehatan dunia), bahwa ada delapan kriteria jiwa (mental)
yang sehat, yaitu sebagai berikut:
a. Mampu belajar dari pengalaman
b. Mudah beradaptasi
c. Lebih senang memberi daripada menerima
d. Lebih senang menolong daripada ditolong
e. Mempunyai rasa kasih sayang
f. Memperoleh kesenangan dari hasil usahanya
g. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman
h. Berpikir positif (positive thingking)

7
2. Menurut DEPKES
Pandangan sehat menurut Depkes RI UU No. 23, 1992 tentang
Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara social dan
ekonomi. Ciri –ciri kesehatan menurut Depkes RI yaitu :
a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, sedih, dan
sebagainya.
c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan
rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu
diluar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
d. Kesehatan social terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayaan, social, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
e. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa)
produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya
secara finansial.
3. A. H. Maslow
Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan tercapai aktualisasi diri.
Cirinya adalah:
a. Persepsi akurat terhadap realitas
b. Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi
c. Mewujudkan spontanitas
d. Promblem centered yang akhirnya memerlukan self centered
e. Butuh privasi
f. Otonomi dan mandiri
g. Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu
memperbaiki diri
h. Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi

8
i. Berminat terhadap kesejahteraan manusia
j. Hubungan intim dengan orang terdekat
k. Demokrasi
l. Etik kuat
m. Humor/tidak bermusuhan
n. Kreatif
o. Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang

D. Gangguan Jiwa
1. Pengertian gangguan jiwa
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus
dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-
sendiri. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
kemauan (volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran social.
Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III
adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara
klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau
lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim, 2001).
2. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber
dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti
diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas,
kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain
itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan
gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).

9
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya
gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002),
gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan
instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal
social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri,
tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang
tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya
akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa.
Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macam
macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut
diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan
kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan
untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan
untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses mengerjakan
sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan
bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah
diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah
diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup.
Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan
ketegangan emosi. Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya
gangguan jiwa seperti yang dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan
jiwa disebabkan oleh karena ketidak mampuan manusia untuk mengatasi
konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang
diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri. (Djamaludin dan
Kartini, 2001).
Menurut Sigmund Freud dalam Santrock (1999) adanya gangguan
tugas perkembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan dengan
orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut, respon
orang tua yang mal adaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan
frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terusmenerus dapat
menyebabkan regresi dan withdral. Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa
menurut Santrock (1999) dibedakan atas :

10
a. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas
dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa
tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan
kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang
berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang
bertubuh gemuk / endoform cenderung menderita psikosa manik
depresif, sedang yang kurus/ ectoform cenderung menjadi
skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan
mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan
sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih.
Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa
rendah diri.
5) Sebab Psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian
hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada
keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa.
a) Masa Bayi
Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3 tahun,
dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah
sosialisasi dan pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan
memberikan rasa hangat/ aman bagi bayi dan dikemudian hari
menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan

11
bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh
bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang
kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
b) Masa pra sekolah ( antara 2 – 7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh
disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang
mendalam atau ringan, akan menimbulkan rasa tidak aman dan
ia akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia
mungkin menurut, menarik diri atau malah menentang dan
memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih sayang tidak
dapat menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan
keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta
rasa tidak aman. hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk
timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian
pada anak dikemudian hari.
c) Masa anak sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual
yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan
pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga. Kekurangan
atau cacat jasmaniah dapat menimbulkan gangguan
penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat
berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau
sebaliknya melakukan kompensasi yang positif atau
kompensasi negatif. Sekolah adalah tempat yang baik untuk
seorang anak mengembangkan kemampuan bergaul dan
memperluas sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi,
mengekang atau memaksakan kehendaknya meskipun tak
disukai oleh si anak.
d) Masa Remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahanperubahan
yang penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri

12
diri kewanitaan atau kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan,
pada masa ini terjadi pergolakan- pergolakan yang hebat. pada
masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba
kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-
hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup
dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua
perbuatannya. Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas,
senang berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering
terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan
sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia
remaja.
e) Masa Dewasa Muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman
dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan
kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi
kesulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami
banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami
masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan
jiwa.
f) Masa Dewasa Tua
Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan
sosial seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat
perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri.
pesimis. Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung,
kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan
mungkin usaha bunuh diri.
g) Masa Tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa
ini Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya
belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi
menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering
mengakibatkan kesalah pahaman orang tua terhadap orang

13
dilingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman
sebaya keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan
emosional yang cukup hebat.
6) Sebab Sosio Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat
dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan
merupakan penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa,
biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku
dalam kebudayaan tersebut.
3. Tanda Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai
berikut :
a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar
(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh,
melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya
tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya
muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat
berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa
mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia)
susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali
bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau
dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan
(Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja,
pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa

14
merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide
ingin mengakhiri hidupnya.
e. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan
yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur,
meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau
menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau
melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007).
4. Penanganan Gangguan Jiwa
a. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja
secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama
terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari,
2002). Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-
panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat
psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan
psikomimetika (Hawari, 2002).
b. Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh
lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik
dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand
mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai. Mekanisme
kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT
menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan
kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.

15
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien
gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien
gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang
adaptif. Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1) Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan
seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara
perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang
dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,
dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui
hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi
individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang
dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan
penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang
sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua
lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
3) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan
kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan
keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir

16
yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan
adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.
4) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan
terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya.
Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah
keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-
masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali.
Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga
mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi
masingmasing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari
solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan
atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
5) Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang
dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku
melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi
dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan
interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku
timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya
dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik
dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model,
Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan
Terapi aversi atau rileks kondisi.

17
6) Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa
anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan
dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat
mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa
diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah
anak tersebut.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran social. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam
ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak
memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta
tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan
lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik,
kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).

B. Saran
Mahasiswa jurusan keperawatan diharapkan dapat mengerti dan
memahami mengenai pendidikan kesehatan jiwa serta mengenal tentang
gangguan jiwa. Sehingga nantinya mahasiswa jurusan keperawatan dapat
memberikan perawatan serta penanganan yang tepat untuk klien yang
mengalami gangguan jiwa.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info
Media
Hawari, Dadang. 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta :
Dana Bakti Prima Yasa
Hawari, Dadang. 1995. Managemen Stres Cemas dan Depresi. Yogyakarta : Dana
Bakti Prima Yasa.
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta : FK-UNIKA Atmajaya
Sumiati dkk. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta : Trans Info
Media.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa editor : Aep Gunarsa. Bandung : PT Refika
Aditama.
Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kahfi, Resti. 2014. Makalah Keperawatan Jiwa Masyarakat. Available at
http://www.academia.edu. Diakses tanggal 4 Maret 2015.
Furqan, Fahri. 2013. Pengertian Kesehatan Jiwa. Available at
https://id.scribd.com/doc. Diakses tanggal 4 Maret 2015.
Suliswati, Dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :

EGC

20

Anda mungkin juga menyukai