PENDAHULUAN
Laporan World Health Organization (WHO) (global reports 2010) pada tahun
2009 angka kejadian TB di seluruh dunia 9,4 juta (8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan
meningkat terus perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati
peningkatan per kapita. Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari
peringkat ketiga menjadi peringkat kelima di dunia, namun hal ini dikarenakan
jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB
di Indonesia.(2)
Oleh karena itu, pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama
pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada awalnya,
penerapan strategi Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) di Indonesia
hanya dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Seiring berjalannya
waktu, strategi DOTS mulai dikembangkan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta.(5)
Obat tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam
bulan berturut-turut tanpa henti. Kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan
juga perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap
saat dapat mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus
tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali
penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya
besar untuk pengobatannya.(6)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 terdapat 5.7 kasus TB paru baru setara
dengan 65% angka prediksi di tahun 2011. India dan China memberikan kontribusi
40% total penderita baru TB dan Afrika menyumbang 24% pasien baru. Secara
global angka keberhasilan terapi pada penderita baru TB dengan sputum BTA positif
adalah 87% di tahun 2009 MDR-TB dideteksi mencapai 46.000 kasus. Walaupun
jauh dibawah angka estimasi yakni 290.000 kasus, MDR-TB masih menjadi
tantangan besar hingga saat ini. (5)
2.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanis meimunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembangbiak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. (8)
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa
muda.Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi
5-25 tahun setelah infeksi primer. (8)
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam
kelompokini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTApositif setelah selesai pengobatan ulangan. (8)
2.6 Diagnosis
2.7 Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (awal) (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.Paduanobat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namundalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistensehinggamencegah
terjadinya kekambuhan
3. Jenis Pengobatan(9)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHOmerupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi
dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk kerumah sakit
/ dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.
2.8 Komplikasi
Pada pasien tuberculosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah: batuk darah, pneumothorak, gagal
nafas, gagal jantung, efusi pleura.
2.9 Prognosis
Beberapa faktor yang harus diperhatikan yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pengobatan, seperti lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta
keteraturan penderita untuk berobat, daya tahan tubuh, juga faktor sosial ekonomi
penderita yang tidak kalah pentingnya.Pengobatan yang terputus ataupun tidak sesuai
dengan standar DOTS juga dapat berakibat pada munculnya kasus kekebalan multi
terhadap obat anti TB yang memunculkan jenis kuman TB yang lebih kuat, yang
dikenal dengan Multi Drug Resistant (MDR-TB).Pengobatan MDR-TB
membutuhkan biaya yang lebih mahal dan waktu yang lebih lama dengan ke-
berhasilan pengobatan yang belum pasti.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Batuk Darah
Keluhan Tambahan:
Sesak napas, penurunan berat badan, nafsu makan menurun, riwayat keringat
malam, demam kadang – kadang.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan batuk darah sejak 2 hari SMRS. Awalnya
pasien mengeluhkan batuk, batuk sudah lama dirasakan, berdahak sejak 1 bulan,
namun batuk berdarah dirasakan sejak ± 2 hari yang lalu, dalam sehari kira-kira
mencapai ½ gelas aqua, selama batuk pasien merasakan sesak, sesak hilang timbul,
tidak dipengaruhi dengan aktivitas. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering
berkeringat pada malam hari atau pada saat tidur malam, tidak nafsu makan dan
mengalami penurunan berat badan. Penurunan berat badan kurang lebih 2 kg dalam 1
bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan kadang - kadang mengalami demam yang
dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu, demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul dan
tidak menggigil. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya pada 10 bulan yang
lalu.
Riwayat Pengobatan:
Pasien riwayat minum obat OAT 6 bulan + 3 bulan tuntas sejak ± 10 bulan
yang lalu.
Faal Hati
a. SGOT: 19 N: <40
b. SGPT: 10 N: < 41
Faal Ginjal
a. Ureum: 24,0 N: 15-39 mg/dL
b. Kreatinin: 1,0 N: 0,9-1,3 mg/dL
3.6 Diagnosis
Diagnosis Banding
Diagnosis Primer TB Paru Relaps Pneumonia
Ca Paru
MDR TB
Diagnosis Sekunder Suspek Sirosis Hepatis Hepatitis B Kronik
Anemia
3.7 Tatalaksana
a. Non Farmakologi
Tirah baring, kepala direndahkan, tubuh dimiringkan ke sisi sakit.
Monitoring : KU, TTV, kesadaran, perkembangan gejala klinis
Edukasi:
- Edukasi mengenai TB paru dan komplikasi
- Edukasi mengenai efek samping dari OAT.
- Edukasi bahwa pengobatan TB harus rutin, dan ajak keluarga menjadi PMO.
b. Farmakologi
- O2 3-4 l/menit
- IVFD RL 20 tpm
- Inj, Asam Tranexamat 3x500 mg Inj. Cefotaxim 2x1
- Inj. Vitamin K 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 2x1
- OAT Kategori 2
- Transfusi PRC sampai Hb>10
- Po. Asam folat 3x1
- Codein 3x 10 mg
- Asetylsistein 2 x1
- Salbutamol 3x2 mg
3.8 Pemeriksaan Anjuran
a. CT Scan Thorax
b. USG Abdomen
c. Feritin, SI TIBC,
d. Bilirubin Total, direk, indirek
e. HbsAg
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
BAB IV
ANALISA KASUS
Batuk merupakan reaksi tubuh terhadap iritasi saluran pernapasan oleh benda-
benda asing, misalnya infeksi mikroorganisme dan cara tubuh untuk mengeluarkan
benda- benda asing tersebut. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat,
ia akan menempel didalam saluran napas dan parenkim paru. Partikel dapat masuk
kedalam alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer.(11)Respon batuk terjadi karena
perjalanan setelah bakteri TB mencapai alveoli dan terjadi reaksi antigen antibody,
maka reaksi radang akan muncul, kemudian terjadi pengeluaran secret atau mucus
dari jalan napas. Akumulasi secret di jalan napas membuat bersihan jalan napas tidak
efektif dan mengakibatkan respon batuk-batuk.
KESIMPULAN
6. Faktor Risiko Multidrug Resistent Tuberculosis (MDR-TB). SR, Dwi Sarwani, Sri
Nurlaela dan Isnani Zahrotul A. 1, Semarang : Jurnal Kesehatan Masyarakat, Juli
2012, Vol. 8, pp. 60-66. ISSN 1858-1196.
10. Panduan Tatalaksana TB sesuai ISTC dengan strategi DOTS untuk Dokter
Praktik Swasta (DPS). Indonesia, Departemen Kesehatan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Indonesia, 2011.