PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.2
Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang
mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel, karena hipoksia pada syok terjadi
gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada
jaringan organ vital.1,2
2
3
2.3 Patofisiologi
Syok dari semua bentuk melibatkan proses metabolisme sel umum yang biasanya
berakhir dengan cedera sel, kegagalan organ dan kematian. Patogenesis syok
melibatkan beberapa faktor yang saling terkait termasuk (a) iskemia seluler, (b)
mediator inflamasi yang bersirkulasi atau lokal, dan (c) Cedera radikal bebas.1
a) Perfusi tidak efektif yang menyebabkan iskemia seluler memainkan peran
utama dalam cedera seluler di sebagian besar bentuk syok. Hipoperfusi
menurunkan pengiriman nutrisi ke sel-sel yang mengarah pada produksi ATP
yang berkurang. ATP tergantung pada proses metabolisme intraseluler dasar
4
yang mungkin terpengaruh termasuk pemeliharaan potensial transmembran,
fungsi mitokondria dan reaksi enzim yang tergantung energi lainnya.1
b) Pengaruh mediator inflamasi pada metabolisme sel sangat penting dalam
disfungsi organ akibat sepsis dan syok septik dan juga syok hemoragik yang
berhubungan dengan trauma luas. Umumnya, endotoksin dari bakteri gram
negatif yang memicu radang inflamasi tetapi antigen bakteri dan cedera sel
itu sendiri juga dapat memulai kaskade. Produksi sitokin makrofag sseperti
TNF-a dan IL-1b tampaknya menjadi mediator utama. Zat lain yang terlibat
dalam proses inflamasi termasuk IL-2, IL-6, interferon-a, endotelin-1,
leukotrien, tromboksan, prostaglandin dan fragmen komplemen C3a dan
C5a.19,20 Dua mediator lainnya, beredar zat depresan miokard dan oksida
nitrat memiliki peran untuk bermain di syok septik.1
c) Cedera radikal bebas yang disebabkan oleh reperfusi atau aktivitas neutrofil
adalah mekanisme lain dimana sel dan organ mengalami kerusakan.Iskemia
jaringan menyebabkan akumulasi adenosin, inosin dan hipoksantin.Dengan
resusitasi, reperfusi area iskemik terjadi. Ketersediaan O2 menghasilkan
superoksida (O2-) oleh xanthine oxidase yang diubah menjadi hidrogen
peroksida (H2O2) yang selanjutnya bereaksi untuk menghasilkan radikal
radikal hidroksil yang sangat reaktif. Interaksi ini berinteraksi dengan target
kritis sel yang mengakibatkan lisis sel dan cedera jaringan. Aktivitas oksidan,
langsung dan melalui kerusakan endotel menarik dan mengaktifkan neutrofil
yang menyebabkan amplifikasi pembentukan superoksida dan kerusakan
jaringan lebih lanjut karena pelepasan protease neutrofil.1
5
Pemeriksaan Laboratorium
Digunakan tidak hanya untuk konfirmasi diagnosis syok tetapi juga untuk
mengetahui faktor etiologi. Tes laboratorium awal harus mencakup profil kimia
lengkap dengan elektrolit serum, kreatinin, nitrogen urea darah (BUN), tes fungsi
hati, kadar kalsium, magnesium dan fosfat, jumlah darah lengkap dan diferensial;
jumlah platlet; tingkat laktat serum; prothrombin dan aPTT, urinalisis dengan analisis
sedimen rinci, tingkat serum amilase; dan gas darah arteri (ABG).1
Jumlah leukosit sering meningkat pada awal syok yang disebabkan oleh
demarginasi neutrofil. Leukopenia ditemukan pada sepsis dan syok akhir. Kadar
hemoglobin bervariasi dengan tipe syok. Stress dari syok peredaran darah
meningkatkan jumlah trombosit pada awalnya tetapi dengan perkembangan
trombositopenia terjadi. BUN dan kreatinin jarang berubah setelah onset syok
kreatinin akut, bahkan jika ada cedera ginjal. ABG menentukan kecukupan
6
oksigenasi dan status asam basa. Kadar laktat serum digunakan dalam penilaian
prognosis dan tingkat> 2meqL-1 mewakili iskemia jaringan.1
Tes kehamilan harus dilakukan pada semua wanita usia subur. 12 EKG lead
sangat penting untuk diagnosis cedera jantung iskemik baik sebagai penyebab utama
syok kardiogenik atau sekunder akibat hipotensi yang terkait dengan syok lain.
Pemeriksaan lain harus dipertimbangkan dalam kondisi spesifik dan mungkin
termasuk darah, sputum dan pewarnaan gram kultur dan kultur dalam semua kasus
dugaan sepsis. pencitraan yang lebih rinci seperti CT scan, radiografi perut atau
USG, permukaan atau transesophageal echocardiograms ventilasi / perfusi scan,
angiogram dan isoenzymes jantung dapat diminta untuk jika diperlukan.
Typing dan pencocokan silang untuk beberapa unit plasma RBC yang dikemas dan
fresh frozen plasma harus diminta ketika kehilangan darah yang signifikan diamati,
diantisipasi, atau dicurigai
2.5.2 Etiologi
Syok hipovolemik terjadi akibat terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Perdarahan (perdarahan
gastrointestinal, kehilangan plasma (misal pada luka bakar), kehilangan cairan
ekstraseluler (dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,muntah, obstruksi
usus).2,3
2.5.3 Patofisiologi
7
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin.3
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi
(juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan
kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan
bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna. 2
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard,
dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat
peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus
vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan
penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan
mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi
kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.2
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek
utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik,
yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif
natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air. 2
8
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan
9
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok, yaitu1,2,3 :
1. Kulit dingin, pucat dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takikardi : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi, karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah
otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70
mmHg.
4. Oliguria : produk urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
2.5.5 Diagnosis
Syok hipovolemik didignosa ketika ditemukan tanda berupa
ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan.
Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas
ditandai dengan hipernatremia.
10
BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya
dan dilakukan pencocokan. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus
dilakukan pemeriksaan radiologi.
2.5.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah1,2,3 :
memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa
sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat.
meredistribusi volume cairan, dan
memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
Redistribusi cairan
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai
pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak
dinaikan. Tujuannya untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi
oleh gaya gravitasi.
11
Terapi Medikasi
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang
mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien
dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, preparat anti diare untuk
diare dan anti emetik untuk muntah-muntah.
2.6.2 Etiologi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. 1,4
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner disebabkan oleh infark miokardium sedangkan non-koroner
disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan
disritmia.
2.6.3 Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan
curah jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner dan selanjutnya
terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung.4 Paradigma klasik
memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik berkompensasi dengan
peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respon dari
penurunan curah jantung.
12
2.
6.4 Diagnosis
Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut dengan keluhan tipikal
nyeri dada yang akut dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit
jantung koroner sebelumnya.4 Pasien dengan aritmia akan mengeluh adanya
palpitasi, presinkop, sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti
sejenak, kemudian pasien akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi
ke sistem saraf pusat.4
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan yang adekuat. 1,4 Denyut
jantung biasanya cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis,
demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai
akibat kongesti paru. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronkhi.
Sistem kardiovaskuler dapat dievaluasi seperti distensi vena-vena leher. Pasien
gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa tanda antara
lain pembesaran hati, dan asites.
Pemeriksaan Penunjang
13
Gambaran rekaman EKG dan ekokardiografi membantu untuk
menentukan etiologi dari syok kardiogenik. Pada foto polos dada akan terlihat
kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal
ventrikel kiri.1,4
2.6.5 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah1,4 :
Membatasi kerusakan miocardium lebih lanjut
Memulihkan kesehatan myocardium
Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.
14
2.7 Syok Distributif
2.7.1 Definisi
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh
darah perifer.1,5,6
2.7.2 Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien
pada risiko syok distributif yaitu1 :
syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi,
alergi sengatan lebah,
syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65
tahun, malnutrisi
2.8.2.1 Penatalaksanaan
Pengobatan spesifik syok neurogenik tergantung pada penyebabnya. Jika
penyebabnya hipoglikemia (syok insulin) dilakukan pemberian cepat glukosa.
Syok neurogenik dapat dicegah pada pasien yang mendapakan anastesi spinal atau
15
epidural dengan meninggikan bagian kepala tempat tidur 15–20 derajat untuk
mencegah penyebaran anastetik ke medula spinalis. Pada kecurigaan medula spinal,
syok neurogenik dapat dicegah melalui imobilisasi pasien dengan hati-hati untuk
mencegah kerusakan medula spinalis lebih lanjut. Stocking elastik dan meninggikan
bagian kaki tempat tidur dapat meminimalkan pengumpulan darah pada tungkai.
Pengumpulan darah pada ekstremitas bawah menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terhadap pembentukan trombus. Pemberian heparin, stocking kompresi, dan
kompresi pneumatik pada tungkai dapat mencegah pembentukan trombus.
2.9.3 Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas
kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah
dua efek tersebut.
2.9.4 Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan syok septik merupakan bagian dari penatalaksanaan sepsis yang
komprehensif, mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, eliminasi sumber
infeksi dengan tindakan drainase, terapi antimikroba yang sesuai, reusitasi bila terjadi
kegagalan organ atau rejatan, vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap
16
kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respon imun
maladaptif pejamu terhadap infeksi.5
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid. Albumin merupakan protein plasma yang juga berfungsi
mempertahankan tekanan onkotik plasma. Pada keadaan serum albumin yang rendah
(<2g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi
albumin perlu diberikan.
Vasopresor diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan
secara adekuat, akan tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Dapat digunakan
dopamin dengan dosis >8mcg/menit, norepineprin 0.03-1.5 mcg/menit. Sebagai
inotropik digunakan dobutamin dosis 2-28 mcg/mnt, dopamin 3-8mcg/mnt, epinefrin
0,1-0,5 mcg/mnt.5
Nutrisi (protein, kalori, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral) merupakan terapi
suportif yang penting dan harus diperhatikan dalam perawatan pasien sepsis.
17
Mata Urtikaria, angioedema dibibir,
SSP muka/ekstremitas
Gatal, lakrimasi
Gelisah, kejang
2.10.1Penatalaksanaan
Pemberian obat-obat yang akan memulihkan tonus vaskuler, dan mendukung
kedaruratan fungsi hidup dasar. Contoh : epinefrin, aminofilin. Epinefrin diberikan
mendapatkan efek vasokonstriktifnya. Dosis 0,01 ml/kgBB sampai mencapai
maksimal 0,3 ml subkutan dan dapat diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali
seandainya gejala penyakit bertambah buruk.5 Difenhidramin diberikan secara
intavena untuk melawan efek histamin dengan begitu mengurangi efek permeabilitas
kapiler. Aminofilin diberikan secara intravena untuk melawan bronkospasme akibat
histamin. Jika terdapat ancaman atau terjadi henti jantung dan henti napas, dilakukan
resusitasi jantung paru (RJP ).
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
2. Wijaya Prasetya Ika. Syok Hipovolemik. Editor : Sudoyo Aru, dkk. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Hal 180-1.
3. Eser B; Guven M; Unal A; Coskun R; Altuntas F; Sungur M; Serin IS; Sari I;
Cetin M. (2005). Hypovolemi shock. Available from:http://www.medscape.com.
4. Alwi Idrus. Syok Kardiogenik. Editor : Sudoyo Aru, dkk. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, 2006. Hal 182-6.
5. Rengganis Iris, Chen Khie, dkk. Rejatan Anafilaktik dan Penatalaksanaan
Syok Septik. Editor : Sudoyo Aru, dkk. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
2006. Hal 187-190.
6. FH Feng, KM Fock. (2008) Neurogenic shock. Available from:
http://www.medscape.com.
7. Solheim, Bernstein. Anafilactic Shock. Available from:
http://www.medscape.com. .
20