Anda di halaman 1dari 4

Televisi dan Tayangan Humor

Televisi sebagai sarana hiburan ‘murah meriah’ menjadi sebuah bentuk kebudayaan tersendiri
yang menghipnotis 100 juta lebih penonton Indonesia yang setia menyerap berbagai macam
informasi dan hiburan. Rata-rata setiap hari, setiap keluarga Indonesia di era abad 21 ini
menghabiskan 5-7 jam berada didepan televisi. Berdasarkan survey AC Nielsen, jam-jam prime
time (19.00-22.00) menjadi acara ‘nonton bareng’ seluruh anggota keluarga. Sebagai media
hiburan, televisi sangat berbeda dengan konsep dari beragam seni pertunjukan lainnya.
Pertama, Televisi menggunakan iklan disela-sela waktu tayangnya. Iklan adalah darah bagi
kelangsungan hidup televisi tetapi dapat menjadi faktor pengganggu kenikmatan saat
menyaksikan sebuah tayangan. Kedua, cara menikmati tayangan televisi dapat dilakukan
ditengah suasana sibuk, berisik atau situasi-situasi yang sebenarnya tidak nyaman untuk
melakukan sebuah apresiasi sebuah hasil karya seni. Televisi adalah produk instan, bisa
dinikmati kapan saja, dimana saja dan dengan berbagai cara. Jarang sekali ada orang yang
menikmati tayangan televisi dengan tingkat konsentrasi dan apresiasi yang tinggi. Berbagai
keadaan sering menginterupsi kita untuk mengalihkan perhatian terhadap hal lain. Bunyi dering
telepon, ketukan pintu hingga hal-hal kecil dalam rumah tangga, kerap membuat kita tidak
berfokus terhadap sebuah tayangan. Ketiga, tayangan televisi telah melewati berbagai macam
saringan, sensor dan hal-hal ‘tindakan preventif’ untuk mencegah kesalahpahaman terhadap
unsur-unsur politik atau SARA. Pemerintah dan lembaga-lembaga konsumen, kerap melakukan
intervensi pada stasiun-stasiun televisi terhadap tayangan-tayangan yang dirasa telah
‘meresahkan masyarakat’. Ke empat, televisi dipandang sebagai produk industri, yang berusaha
mengemas sedapat mungkin sebuah tayangan dengan pendekatan efisiensi biaya tetapi
mencoba mencari celah mencapai rating yang tinggi agar disukai masyarakat.

Berbagai jenis program televisi seperti olahraga, berita, musik, variety show, Quiz dan bentuk
entertainment lainnya dihadirkan untuk memenuhi keinginan pemirsa. Dan salah satu bagian
yang selalu ditunggu pemirsa adalah tayangan program-program yang mengandung unsur
humor. Di Amerika Serikat, tema-tema tayangan humor mendominasi jam-jam prime time.
Sebut saja serial Friends, Sex and The City, Cosby Show dan berbagai jenis variety show seperti
Home Funniest Video, Magical Show dilengkapi dengan bumbu-bumbu humor untuk menarik
perhatian. Bahkan stasiun televisi MTV melengkapi acaranya dengan memutar serial Beavis and
Butthead yang menampilkan gaya penceritaan humor yang nyeleneh dan absurd.

Tentu tidak salah untuk mengatakan bahwa salah satu fungsi diciptakannya televisi adalah
membuat orang bisa tertawa secara massal! Dan tayangan-tayangan humor yang menarik
adalah sebuah unsur utama yang wajib dihadirkan setiap hari, setiap waktu.
Mengapa televisi memilih tayangan humor? Jawabannya bisa beragam, dari sekedar alasan
matematis yang mengatakan bahwa membuat acara dengan unsur humor lebih mudah dan
hemat dibandingkan membuat acara spektakuler yang serba ‘wah’, hingga alasan efisiensi
produksi dikarenakan rata-rata pembuatan 1 episode tayangan humor berdurasi 30 menit
membutuhkan jam kerja produksi kurang dari 72 jam! Anggapan ini sebenarnya tidak salah,
tetapi diperlukan sebuah kecerdasan dan kecermatan tersendiri dari sang perancang program
terutama para penulis skenario didalam membuat naskah-naskah berbau humor yang
berkualitas dan efisien ketika diproduksi. Dan ternyata dalam tahap perancangan naskah humor
adalah tahapan tersulit. Alasannya, karena kita harus mampu membuat “Formula Humor” yang
benar dan menghasilkan tayangan berkualitas!

Kenyataan di Industri TV

Dari data yang didapat dari beberapa rumah produksi di Indonesia, Ongkos produksi rata-rata
sebuah sinetron adalah 150-200 juta per episode dengan durasi 1 jam (42 menit tayang, 12
menit iklan). Tentunya bukan biaya yang kecil, pihak PH atau stasiun televisi yang
memproduksinya kerap menghadapi resiko kegagalan yang ujung-ujungnya adalah kerugian
materi. Masalahnya, tidak setiap 13 episode yang sudah diproduksi bisa langsung ditayangkan
televisi. Ada beberapa produk sinetron yang sebenarnya sudah selesai diproduksi 3-4 tahun
yang lalu ternyata tidak dapat di tayangkan di televisi karena berbagai macam alasan teknis dan
ekonomis. Hal ini menyadarkan penulis, bahwa membuat sinetron drama mempunyai banyak
kendala dan resiko besar dalam pembuatannya. Tidak semua produser mempunyai cukup uang
untuk mengaplikasikan seluruh skenario yang kita buat. Mereka mencari rumus membuat
tayangan televisi yang ‘efisien dan berkualitas’

Selain itu, ada perubahan selera di dalam masyarakat. Mereka lebih membutuhkan tayangan
segar yang ‘enak ditertawakan’ setelah pulang bekerja, lelah dan mencari hiburan di layar kaca
televisi di malam hari.. Mereka lelah menonton tayangan-tayangan sinetron yang mengada-
ada, mengumbar kemewahan dan mimpi-mimpi absurd yang menisbikan kenyataan sebagian
besar masyarakat Indonesia yang sedang terbelit masalah krisis multi dimensi. Mereka mencari
tayangan yang membumi, enak dinikmati, instan, menyegarkan dan mencerahkan. Mereka
mencari sesuatu yang baru!
Bagaimana cara memulai merancang program TV

Sebelum menjawab pertanyaan itu ada baiknya kita memulai control social, yang artinya
didalam masyarakat itu sendiri hal apa yang sedang dibicarakan dan menjadi sebuah wacana
tersendiri yang fenomenal dalam masyarakat, secara tidak langsung kebutuhan masyarakat
akan menjadi satu tuntutan dalam merancang sebuah program TV yang nantinya menjadi
kebutuhan tontonan masyarakat karena tayangan tersebut mewakili pribadi penontonnya,
dengan berdasar data yang diatas kecenderungan perancang program TV lebih memilih konsep
humor dari penonton untuk penonton.
Setelah kita mengontrol kebutuhan masyarakat kita diwajibkan mempelajari berbagai model
penceritaan dalam perancangan program TV seperti reality show, variety show, talk show, dan
lain-lain, atau penggabunga ketiga model program yang dikemas dalam bentuk komedi penuh
dengan hiburan tetapi tidak terlepas dari unsure pendidikan yang dapat memberikan motivasi
terhadap pemirsanya.
Setelah mengenal model program yang akan dibuat maka kita harus memperhatikan beberapa
unsure penceritaan seperti:

 Jenis program

 Judul acara
 Judul acara

Judul acara biasanya diambil dari jenis kegiatan yang menjadi prentase dari tim creative
atau memberikan kebebasan pada clien yang mensponsori acara tersebut dalam hal
brand image produknya.
 Desain acara
Desain acara disini menjelaskan tentang :
 Jenis acara
 Mainset
 Durasi
 Content

1. Jenis program :
2. Format :
3. Terilhami oleh :
4. Premis :
5. Gambaran umum :
6. Contoh tema:
7. Misi :
8. Durasi :
9. Usulan judul :
10. Para pemain :

11. Main set


12. Other sets

Anda mungkin juga menyukai