Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

BIDANG FARMASI

DOSEN PENGAMPU :

Disusun oleh :

1. Intan Hardiyati : 15.02.00040

2. Istiqomah : 15.02.00043

STIKES PAGUWARMAS MAOS CILACAP

PRODI S1 FARMASI

TAHUN AJARAN 2017-2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan teknologi yang semakin maju dan modern banyak


teknologi kesehatan yang semakin maju . Diantaranya muncul produk - produk baru
seperti produk pembuatan vaksin , pembuatan insulin, hormon pertumbuhan dan lain-
lain dengan menggunakan metode yang memanfaatkan makhluk hidup (biota) sebagai
media untuk perkembangannya dan teknik yang digunakan disebut dengan
bioteknologi.

Beberapa penelitian telah lama dilakukan oleh para ahli. Menurut catatan
diketahui bahwa pada tahun 1665, Penemuan sel oleh Robert Hooke di Inggris melalui
mikroskop, lalu dilanjutkan oleh Nikolai I. Vavilov, tahun 1800 menciptakan penelitian
komprehensif tentang pengembang biakan hewan. Kemudian Bary pada tahun 1880
menemukan Mikroorganisme. Baru di tahun 1856, Gregor Mendel seorang biarawan
mengawali genetika tumbuhan rekombinan. Berkat ketekunan meneliti kedelai maka
pada tahun 1865, Gregor Mendel menemukan hukum hukum dalam penyampaian sifat
induk ke turunannya. Kemudian pada tahun 1919, Karl Ereky, insinyur Hongaria, orang
yang pertama menggunakan kata bioteknologi. Setelah itu tahun 1970 Peneliti di AS
berhasil menemukan enzim pembatas yang digunakan untuk memotong gen gen..
Dilanjutkan di tahun 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh
Kohler dan Milstein. Diikuti tahun 1978 oleh para peneliti di AS berhasil membuat
insulin dengan menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui pengertian bioteknologi?

1.2.2 Mengetahui bagaimana pemanfaatan bioteknologi dalam bidang farmasi ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Bioteknologi dapat didefinisikan sebagai penggunaan organisme atau enzim


untuk produksi zat-zat bermanfaat dalam skala besar yang berkisar tidak saja dari produk
agrikultular, produk makanan, dan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga dibidang senyawa
berkhasiat obat, vaksin, dan bahan diagnostik.

Ketika farmasi dan bioteknologi digabungkan, maka akan menghasilkan


banyak keuntungan bagi manusia dalam hal kesehatan. Hal ini dimungkinkan melalui
Pharmacogenomics (berasal dari 'farmakologi' dan 'genomics') yang merujuk kepada
studi tentang bagaimana warisan genetik mempengaruhi respon tubuh manusia individu
untuk obat. biofarmasi obat bertujuan untuk merancang dan memproduksi obat-obatan
yang disesuaikan dengan genetik masing-masing orang. Dengan demikian perusahaan
bioteknologi farmasi dapat mengembangkan obat-obatan khusus dibuat untuk efek terapi
yang maksimal. Selain itu, obat-obatan bioteknologi dapat diberikan kepada pasien dalam
dosis yang tepat sebagai dokter akan tahu genetika pasien dan bagaimana proses dan
tubuh memetabolisme obat. Salah satu manfaat lebih dari bioteknologi farmasi adalah
dalam bentuk vaksin yang lebih baik. Biotek perusahaan desain dan memproduksi vaksin
yang lebih aman oleh organisme yang ditransformasi melalui rekayasa genetik. Vaksin-
vaksin biotek meminimalkan risiko infeksi.

Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya struktur


helik ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Penemuan
struktur double heliks DNA oleh Watson dan Cricks (1953) telah membuka jalan
lahirnya bioteknologi modern dalam bidang rekayasa genetika yang merupakan prosedur
dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi. Tahap-tahap penting berikutnya
adalah serangkaian penemuan enzim restriksi (pemotong) DNA, regulasi (pengaturan
ekspresi) gen (diawali dari penemuan operon laktosa pada prokariota), perakitan teknik
PCR, transformasi genetik, teknik peredaman gen (termasuk interferensi RNA), dan
teknik mutasi terarah (seperti Tilling).
Secara konvensional, pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah
dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman sejak

3
zaman dahulu. Misalnya melalui tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan
tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat, dan lebih tahan terhadap penyakit. Prinsip
rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifat-sifat
tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman mahluk hidup
pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang menguntungkan serta
memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Rekayasa genetika adalah kelanjutan dari
pemuliaan secara tradisional. Dalam arti paling luas, rekayasa genetika merupakan
penerapan genetika untuk kepentingan manusia akan tetapi masyarakat ilmiah sekarang
lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik
genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah
sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Obyek rekayasa
genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari virus, bakteri, fungi,
hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang
kedokteran dan farmasi paling banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini.
Sementara itu bidang lain, seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk
peternakan dan perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk
mengembangkan bidang masing-masing.

2.2 Pemanfaatan Bioteknologi Di Bidang Farmasi


Di bidang farmasi, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai
jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya
penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis
berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk
industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan
dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis
produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat
pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa. Dengan mentransfer gen
untuk produk protein yang dikehendaki ke dalam bakteri, ragi, dan jenis sel lainnya yang
mudah tumbuh di dalam kultur seseorang dapat memproduksi protein dalam jumlah
besar, yang secara alami hanya terdapat dalam jumlah sangat sedikit (Chambell et all,
2000).

4
Beberapa contoh penerapan bioteknologi modern di bidang farmasi antara lain sebagai
berikut :
a. Pembuatan vaksin dengan metode rekayasa genetika
Seacara umum preparat vaksin dibuat dari organisme mati ataupun
mikroorganisme hidup yang dilemahkan ynag dapat diberikan pada manusia atau hewan
utnuk merangsang imunitasnya secara spesifik terhadap infeksi dengan organisme yang sama
atau mirip. Hal ini disebabkan karena jika sistem imun individual telah merespon antigen
tertentu secraa positif, hal ini akan memunculkan keadaan resistensi yang akan tetap ada
utnuk jangka waktu yang cukup lama, maka vaksin dapat dijadikan sebagai bahna
pengimunisasi. Berikut adalah beberapa contoh vaksin yang direkayasa secraa genetik, yaitu :
1. Antigen Permukaan Hepatitis B, vaksin ini dibuat melalui kloning
suatu gen protein berlapis pada ragi, yang mengekstraksi protein
yang terbentuk melalui ragi yang diubah secara genetik, dan
mengambil vaksin yang diinginkan dari ragi tersebut.
2. Vaksin virus , pada dasarnya vaksin virus dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu :
 Vaksin virus terinaktivasi yang tidak mampu
memperbanyak diri di dalam tubuh, misalnya Vaksin Polio
Salk.
 Vaksin virus yang dapat memeperbanyak diri dnegan laju
yang rendah di dalam tubuh, tetapi tidak menunjukkan
gejala-gejala penyakit, misalnya Vaksin polio Oral Sabin.

5
b. Antibodi dalam Bioteknologi
Antibodi pasa dasarnya tersususn atas empat rantai protein yang saling
terhubung dengan iaktan ikatan disulfida. Telah teramati bahwa
permukaan antibodi tersebut pada dasarnya membawa penanda yang
snagat spesifik yang akan segera mengenali partikel asing tertentu dan
partikel tersebut dengan mudah akan mengalami pengikatan. Antibodi-
antibodi tertentu memiliki tugas meninjau sel-sel atau molekul asing dan
menandai entitas antigenik penginvasi yang sangat berbeda untuk destruksi
oleh sel-sel sistem imun lain. Akibatnya antige-antigen yang ditandai
sebenarnya dihilangkan dari sistem hidup sehingga meninggalkan entigen-
antigen takbertanda.

6
c. Pembuatan hormon insulin

Pembuatan hormon insulin dilakukan dengan rekayasa genetika.


Melalui rakayasa genetika, manusia berhasil menyisipi bakteri Escherichia
coli dengan gen pembentuk insulin pada manusia. Gen penghasil insulin
manusia tersebut dapat mengarahkan sel E.coli untuk menghasilkan
insulin. Dengan demikian bakteri ini mampu membentuk insulin yang
mirip dengan insulin manusia. Insulin yang diperoleh dapat digunakan
untuk mengobati penderita diabetes. Insulin yang dibentuk bakteri ini
terbukti lebih baik daripada insulin hewani dan tidak menimbulkan
dampak negatif pada tubuh manusia. Adapun proses pembuatan insulin
dengan menggunakan plasmid pada bakteri sebagai vektor pengklon
(pembawa DNA) sebagai berikut:

1) Pengisolasian vector dan DNA sumber gen

Rangkaian DNA yang mengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yang
sebelumnya telah ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium

Vektor yang digunakan berupa plasmid dari bakteri Escherichia coli. Plasmid
merupakan molekul DNA kecil, sirkuler, dapat bereplikasi sendiri dan terpisah dari
kromosom bakteri. Adapun plasmid yang digunakan mengandung gen:

 Amp-R yang terbukti memberikan resistensi pada sel inang terhadap


antibiotik amphisilin

 LacZ yang mengkode enzim β-galaktosidase yang menghidrolisis gula


laktosa

2) Penyelipan DNA ke dalam vector

- Plasmid maupun DNA manusia dipotong dengan menggunakan enzim


restriksi yang sama dimana enzim ini memotong DNA plasmid pada tempat restriksi
tunggalnya dan mengganggu gen lacZ.

- Mencampurkan fragmen DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong

- Penambahan enzim ligase untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya

7
3) Pemasukan plasmid ke dalam sel bakteri

- Plasmid yang telah termodifikasi dicampurkan dalam kultur bakteri

- Bakteri akan mengambil plasmid rekombinan secara spontan melalui proses


transformasi namun tidak semua bakteri yang akan mengambil plasmid rekombinan
yang diinginkan

4) Pengklonaan sel dan gen asing

- Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang


mengandung amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium
yang akan memastikan bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat
tumbuh karena adanya resistensi dari amp-R. Sedangkan X-gal akan memudahkan
identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal ini
akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga
koloni bakteri yang mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan
berwarna biru. Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke
dalam gen lacZ-nya maka koloni sel yang mengandung DNA asing ini akan
berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan β-galaktosidase untuk
menghidrolisis X-gal.

5) Identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan

- Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA


rekombinan diidentifikasi menggunakan probe asam nukleat. Probe adalah rantai
RNA atau rantai tunggal DNA yang diberi label isotop radioaktif atau bahan
fluorescent dan dapat berpasangan dengan basa nitrogen tertentu dari DNA
rekombinan. Pada langkah pembuatan insulin ini probe yang digunakan adalah
RNAd dari gen pengkode insulin pankreas manusia. Untuk memilih koloni bakteri
mana yang mengandung DNA rekombinan, caranya adalah menempatkan bakteri
pada kertas filter lalu disinari dengan ultraviolet. Bakteri yang memiliki DNA
rekombinan dan telah diberi probe akan tampak bersinar.

Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan


dalam kultur cair dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen

8
tersebut dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk
mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam DNA dari sumber lain.

9
BAB III

PENUTUP

Demikian makalah ini kami sampaikan semoga dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan serta ilmu pengetahuna tentang osteoporosis bagi pembaca.

10
Daftar Pustaka

Depkes RI. (2002). Pedoman pengendalian penyakit osteoporosis. Jakarta : Dinas Kesehatan.

Dipiro, Joseph.T, dkk. 2009. Pharmacotherapy Handbook. Edisi ke-7. The McGraw-Hill
Companies, Inc. New York

11

Anda mungkin juga menyukai