Anda di halaman 1dari 11

PERUBAHAN SECARA FISIOLOGIS YANG TERJADI PADA

LANSIA

Disusun Oleh :

1. Afifah Dienilah (P27226016002)


2. Dian Handayani (P27226016015)
3. Ema Pradina (P27226016019)
4. Laila Rahmani (P27226016032)
5. Mega Nanda (P27226016035)

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA

JURUSAN FISIOTERAPI

POOLTEKKES KEMENKES

SURAKARTA

2018
A. Perubahan fisiologis pada jaringan penghubung (Kolagen dan Elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon,
tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur
dan penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan
salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah
kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan,
tensile strength dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan
elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung
mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan
pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan
untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke
berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktifitas
sehari–hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah
memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.
B. Perubahan fisiologis pada kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya,
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan
komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap.
Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen
kehilangan kekuatannya, dan akhirnya kartilago cenderung mengalami
fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada
tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya
sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi yang
berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi rentan
terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar
penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami
peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatsan gerak dan terganggunya aktifitas
sehari–hari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, dapat di berikan
teknik perlindungan sendi.
C. Perubahan fisiologis Tulang
Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada
menurunnya kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan aktivitas akan
menyebabkan kelemahan serta atrofi dan mengakibatkan kesuliatan untuk
mempertahankan serta menyelesaikan suatu aktivitas rutin pada individu
tersebut. Perubahan pada otot inilah yang menjadi fokus dalam penurunan
keseimbangan berkaitan dengan kondisi lansia.
Menurut Lumbantobing (2005) perubahan yang jelas pada sistem
otot lansia adalah berkurangnya massa otot. Penurunan massa otot ini
lebih disebabkan oleh atrofi. Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari
berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik atau denervasi saraf
(Martono, 2004). Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal
dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang (Taslim, 2001). Otot
menjadi lebih mudah capek dan kecepatan kontraksi akan melambat.
Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio
otot dengan jaringan lemak. Akibatnya otot akan berkurang
kemampuannya sehingga dapat mempengaruhi postur.
Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih
disebabkan oleh disuse. Lansia yang aktif sepanjang umurnya, cenderung
lebih dapat mempertahankan massa otot, kekuatan otot dan koordinasi
dibanding mereka yang hidupnya santai (Rubenstein, 2006). Tetapi harus
diingat bahwa olahraga yang sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara
sempurna proses penurunan massa otot (Lumbatobing, 2005).
Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat pada
menurunnya kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang tubuh (trunk)
akan berkurang kemampuannya dalam menjaga tubuh agar tetap tegak.
Respon dari otot-otot postural dalam mempertahankan postur tubuh juga
menurun. Respon otot postural menjadi kurang sinergis saat bekerja
mempertahankan posisi akibat adanya perubahan posisi, gravitasi, titik
tumpu, serta aligmen tubuh.
Pada otot pinggul (gluteal) dan otot-otot pada tungkai seperti grup
otot quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis mengalami
penurunan kemampuan berupa cepat lelah, turunnya kemampuan, dan
adanya atrofi yang berakibat daya topang tubuh akan menurun dan
keseimbangan mudah goyah.
D. Perubahan fisiologis Otot
Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan
kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari tulang.
Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia dua puluhan
(di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada
wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem otot, proses
penurunan massa tulang ini sebagai disebabkan oleh faktor usia dan disuse
(Wilk, 2009).
Dengan bertambahannya usia, perusakan dan pembentukan tulang
melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita,
vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekular menjadi
lebih berongga, mikroarsitekur berubah dan sering patah baik akibat
benturan ringan maupun spotan (Martono, 2004). Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan terjadinya resiko osteoporosis dan fraktur (Suhartin,
2010).
E. Perubahan fisiologis Sendi
Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal
ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi dan deformitas.
Kekakuan ligamen dan sedi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
resiko cedera.
F. Perubahan fisiologis Saraf
Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam
penuaan. Neuron – neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh, tetapi
neuron – neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Perubahan
struktural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri. Walaupun
bagian lain dari sistem saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran
otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel
otak. Korteks serebal adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi
oleh kehilangan neuron. Penuurunan aliran darah serebal dan penggunaan
oksigen dapat [ula terjadi dengan penuaan.
Menurut Pujiastuti (2003), lanjut usia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik
pada susunan saraf pusat. Hal ini terjadi karena SSP pada lanjut usia
mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan
berkuran gnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak
menjadi lebih ringan. Akson, dendrit, dan badan sel saraf banyak
mengalami kematian, sedang yang hidup banyak mengalami perubahan.
Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel mengalami perubahan
menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf
mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson
dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersubut mengakibatkan
penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek,
perubahan postur dan waktu reaksi. Hal intu dapat dicegah dengan laatihan
koordinasi dan keseimbangan.
G. Perubahan fisiologis Kardiovaskuler
1. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Jantung :
a. Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi
lipofusin (aging pigment) pada serat-serat miokardium.
b. Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi
rangka dari jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi
dan perubahan sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup
menebal. Bising jantung (murmur) yang disebabkan dari kekakuan
katup sering ditemukan pada lansia.
c. Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang
merupakan pengatur irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga
akan berkurang sebanyak 50%-75% sejak manusia berusia 50
tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang, tapi akan terjadi
fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan
kehilangan pada tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan
penurunan denyut jantung.
d. Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel
kiri. Ini menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi
lebih sedikit walaupun terdapat pembesaran jantung secara
keseluruhan. Pengisian darah ke jantung juga melambat.
e. Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial.
Hal ini disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat
tekanan diastolik menurun.
2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Pembuluh darah :
a. Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya. Ini
menyebabkan meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri
memompa sehingga tekanan sistolik dan afterload meningkat.
Keadaan ini akan berakhir dengan yang disebut “Isolated aortic
incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan dalam
tekanan diastolik.
b. Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-
adrenergik. Selain itu reaksi terhadap perubahan-perubahan
baroreseptor dan kemoreseptor juga menurun. Perubahan respons
terhadap baroreseptor dapat menjelaskan terjadinya Hipotensi
Ortostatik pada lansia.
c. Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan
pembuangan melambat.
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Darah :
a. Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah
pun menurun.
b. Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun.
Juga terjadi penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk
menjaga imunitas tubuh. Hal ini menyebabkan resistensi tubuh
terhadap infeksi menurun.
H. Perubahan fisiologis Respirasi
1. Sistem pernafasan pada lansia.
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya )
sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami
penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas
permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose
difusi.
e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu
prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut
semua kejaringan.
f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri
juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh
sendiri.
g. kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
I. Perubahan fisiologis Indera
Perubahan sistem indra yang dibahas meliputi penglihatan,
pendengaran, pengecap, penncium, dan peraba. Sistem penglihatan erat
kaitannya dengan presbiopi ( Old Sight).Lensa kehilangan elastisitas dan
kaku. Otot penyangga lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan
dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Penggunaan
kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan untuk
mengompensasi hal tersebut. Gangguan pendengaran pada lansia
umumnya disebabkan koagulasi cairan yang terjadi selama otitis media
atau tumor seperti kolesteatoma. Gangguan ini dapat diatasi dengan
operasi. Hilangnya sel sel rambut koklear, reseptor sensorik primer sistem
pendengaran atau sel saraf koklear ganglion ,brai stem trucks dikenal
dengan neural hearing loss. Kerusakan sistem ini sangat kompleks dan
umumnya tidak dapat disembuhkan. Penyebab gangguan pendengaran
yang lain ,seperti sindrome Meniere dengan gejala vertiga,mual ,muntah,
telinga terasa penuh, tinnitus ,dan hilangnya daya pendengaran dan
aquostik neuroma. Hal yang sering terjadi pada lansia adalah hilangnya
high picthterutama konsonan. Apabila bicara dengan lansia sebaiknya
jelas, pelan, selalu memelihara kontak mata dan berhadapan sehingga
lansia dapat melihat gerak bibir sewaktu kita berbicara.
1. Perubahan sistem indra penglihatan
a. Perubahan Morfologis
1) Penurunan jaringan lemak disekitar mata
2) Penurunan elastisitas dan tonus jaringan
3) Penurunan kekuatan otot mata
4) Penurunan ketajaman kornea
5) Degenerasi pada sklera pupil, dan iris
6) Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit
7) Peningkatan densitas dan rigitditas lensa
8) Perlambatan proses informasi dari sistem saraf pusat
b. Perubahan Fisiologis
1) Penurunan penglihatan jarak dekat
2) Penurunan gerakan koordinasi bola mata
3) Distorsi bayangan
4) Pandangan biru-merah
5) Compromised night vison
6) Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu
7) Kesulitan mengenali benda yang bergerak
2. Perubahan sistem indra pendengaran :
a. Perubahan Morfologis
1) Penurunan sel rambut koklea
2) Perubahan telinga dalam
3) Degenerasi pusat pendengaran
4) Hilangnya fungsi neurotransmitter
b. Perubahan Fisiologis
1) Kesulitan mendengarkan suara berfrekuensi tinggi
2) Penurunan kemampuan membedakan pola titik nada
3) Penurunan kemampuan dan penerimaan bicara
4) Penurunan fungsi membedakan ucapan
3. Perubahan sistem indra Pengecap
a. Perubahan Morfologis
Penurunan kemampuan pengecap
b. Perubahan Fisiologis
Peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda
4. Perubahan sistem indra pencium
a. Perubahan Morfologis
Degenerasi sel sensorik mukos hidung
b. Perubahan Fisiologis
Penurunan nilai sensitivitas nilai ambang terhadap bau
5. Perubahan sistem indra praba
a. Perubahan Morfologis
Penurunan kecepatan hantaran saraf
b. Perubahan Fisiologis
1) Penurunan respon terhadap stimulasi taktil
2) Penyimpangan presepsi nyeri
3) Resika bahaya termal yang berlebihan
J. Perubahan fisiologis Intergumen
Proses penuaan mengakibatkan kulit mengalami atrofi, kendur,
tidak elastis, kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula
sebasea dan glandula sudorifera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada
epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat perubahan dalam
jaringan kolagen serta jaringan elastisnya. Bagian kecil pada kulit menjadi
mudah retak dan menyebabkan cechymosen. Timbul pigmen berwarna
cokelat pada kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain angin dan sinar matahari,
terutama sinar ultra violet. Bila perubahan sistem dalam tubuh lansia tidak
diperhatikan dengan serius akan mengakibatkan ketergantuan lansia pada
keluarga dan lingkungannya
1. Perubahan Morfologis
a. Peningkatan pigmentasi
b. Atrofi epidermis, glandula sebasea, glandula sudorifera dan folikel
rambut.
c. Degenerasi kolagen dan elastin
d. Peningkatan viskositas aliran darah
e. Mutasi somatis
f. Pengurangan jaringan subkutan
g. Pengurangan lemak
2. Perubahan Fisiologis
a. Kulit mengelupas kering, tipis, keriput dan mudah pecah
b. Cenderung terjadi bercak senilis berwarna merah ungu
c. Atrofi kuku, perubahan warna rambut abu-abu/ putih

Bila perubahan sistem dalam tubuh lansia tidak diperhatikan


dengan serius akan mengakibatkan ketergantungan lansia pada keluarga
dan lingkungannya. Di samping itu harus dicegah faktor resiko terjadinya
cedera ketika melakukan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Raveena Z A, 2017. Perubahan fisiologis apasaja yang terjadi akibat


penuaan?. <www.dicti.id> published in dicti.id, diakses pada 20 Maret 2018

Mariska S, Penuaan pada system respirasi. <www.scribd.com> diakses


pada 20 Maret 2018

Admin. Perubahan system kardiovaskuler pada lansia. <www.small.crab.


com> diakses pada 20 Maret 2018

Amarseto B .2012. Lanjut Usia. <decungkringo.wordpress.com> diakses


pada 20 Maret 2018

Dewi AATN. 2012. <erepo.udu.ac.id> diakses pada 20 Maret 2018

Pujiastuti S R, Utomo Budi. 2003. Fisioterapi pada lansia. Buku


kedokteran EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai