Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul HAM dan Demokrasi dalam Islam tepat
pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Jember. Tak lupa diucapkan
terimakasih pada semua pihak yang telah memberi dukungan sehingga tugas ini dapat
diselesaikan.
Saya meyadari bahwa laporan yang saya buat masih terbatas atas ilmu dan
pengalaman yang saya miliki. Besar harapan, agar pembaca dapat memberikan saran
serta kritik yang membangun. Semoga tugas ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya
dan pembaca pada umumnya.

Jember, Maret 2018

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum adalah sesuatu yang digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat secara
luas, digunakan untuk menyelaraskan kehidupan masyarakat. Hukum berisi tentang
komponen-komponen kehidupan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat hingga
tercapailah kehidupan yang damai dan tentram. Hukum itu sendiri dapat bermacam-
macam, salah satunya adalah hukum agama. Setiap agama juga memiliki hukum yang
wajib untuk ditaati oleh setiap umatnya. Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan
oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan
oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun
dengan baik dalam kitab-kitab hadits.

Pada hakekatnya manusia sudah memiiki hak-hak pokok dari lahir sampai
meninggal. Hak-hak pokok tersebut adalah hak asasi manuasia yang dikenal dengan
HAM. Hak asasi manusia bersifat universal. Hak asasi manusia ( HAM ) dalam Islam
berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak
merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan.
Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu”. Maka negara bukan saja menahan diri dari
menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan
menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap
individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, status sosialnya, dan juga perbedaan
agamanya. Islam tidak hanya menjadikan itu sebagai kewajiban negara, melainkan
negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Disisi lain umat Islam sering kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat
yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum
bisa diterima secara utuh. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa timbal
balik, sementara yang lain, justru bersikap ekstrim. Menolak bahkan
mengharamkannya sama sekali. Sebenarnya banyak yang tidak bersikap seperti
keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dari
kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang
demokrasi. Dalam islam sendiri sebenarnya sudah ada demokrasi yaitu Musyawarah,
dalam Islam untuk menentukan sesuatu yang tidak terdapat dalam Al Qur’an secara
jelas ataupun dalam hadist maka ditentukan dengan cara melakukan Musyawarah
untuk kemaslahatan bersama.

Dalam makalah ini akan menjelaskan tentang pandangan Hukum HAM dan
Demokrasi menurut ajaran Islam. Hukum HAM dan Demokrasi dalam islam itu
sendiri berisi tentang penjelasan konsep-konsep hukum islam, HAM menurut islam
dan demokrasi dalam Islam meliputi prinsip bermusyawarah dan prinsip dalam ijma’.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat diuraikan


adalah sebagai berikut:
 Bagaimana sejarah hak asasi manusia?
 Bagaimana latar belakang adanya HAM?
 Bagaimana perspektif islam terhadap hak asasi manusia?
 Bagaimana asal-usul demokrasi?
 Bagaimana Islam memandang demokrasi?
1.3 Tujuan

 Memahami apa itu hak asasi manusia.


 Mengetahui sejarah hak asasi manusia.
 Mengetahui latar belakang pemikiran hak asasi manusia.
 Memahami perspektif islam terhadap hak asasi manusia.
 Mengetahui dasar-dasar hak asasi manusia dalam Al-Qur’an.
 Memahami pengertian demokrasi.
 Mengetahui bagaimana asal-usul demokrasi.
 Memahami pandangan islam terhadap demokrasi.
 Mengetahui prinsip-prinsip demokrasi dalam islam.

1.4 Manfaat

1) Dapat mengetahui pandangan Islam dalam hal Hak Asasi Manusia.


2) Dapat mengetahui pandangan Islam dalam hal Demokrasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM

2.1.1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


Dalam pengertiannya Hak Asasi Manusia (HAM) menurut definisi para ahli
mengatakan, Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang
dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.
sedangkan pengertian HAM menurut perserikatan bangsa-bangsa (PBB) adalah hak
yang melekat dengan kemanusiaan kita sendiri, yang tanpa hak itu kita mustahil hidup
sebagai manusia. Secara umum Hak Asasi Manusia sering sekali terdengar di telinga
kita tentang Pelanggaran-pelanggaran HAM yang membuat kita prihatin tentang semua
yang terjadi, sehingga perlunya kita tahu lebih jelas tentang hak asasi manusia seperti
dibawah ini..
Dari pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dapat disimpulkan bahwa sebagai
anugerah dari Tuhan terhadap makhluknya, hak asasi tidak boleh dijauhkan atau
dipisahkan dari dipisahkan dari eksistensi pribadi individu atau manusia tersebut. Hak
asasi tidak bisa dilepas dengan kekuasaan atau dengan hal-hal lainnya, Bila itu sampai
terjadi akan memberikan dampak kepada manusia yakni manusia akan kehilangan
martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.
Walapun demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat
dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain.
Memperjuangkan hak sendiri sembari mengabaikan hak orang lain merupakan
tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu
berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaan terhadap aturan
menjadi penting
2.1.2. Hak Asasi Manusia dan Sejarahnya

Membicarakan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi jelas bahwa, wacana


HAM bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah peradaban Islam. Bahkan para ahli
mengatakan bahwa wacana tentang HAM dalan Islam jauh lebih awal dibandingkan
dengan konsep HAM yang muncul di Barat. Menurut mereka, Islam datang dengan
membawa pesan universal HAM. Bahkan menurut Abu ‘Ala al-Maududi, ajaran
tentang HAM yang terkandung dalam piagam Magna Charta tahun 1215 di kerajaan
Inggris, tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam di negeri Arabia. Hal senada
diungkapkan oleh pandangan Weeramantry bahwa pemikiran Islam mengenai hak-
hak di bidang sosial, ekonomi dan budaya telah jauh mendahului pemikiran Barat.

Kedatangan Islam di muka bumi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
bertujuan untuk membawa rahmat bagi makhluk seisi bumi termasuk didalamnya
manusia. Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi objek tapi sekaligus
menjadi subjek bagi terciptanya keselamatan dan kedamaian itu. Oleh karena itu,
setiap muslim dituntut pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya.
Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari ucapan
maupun tindak-tanduknya.

Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada manusia dan kemanusiaan


menjadi perhatian yang paling utama dan prinsipil di dalam Islam. Penghargaan yang
tidak dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan agama. Misalnya nilai
persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan merupakan nilai-nilai universal Islam
yang berlaku pula untuk seluruh umat manusia di jagad raya ini. Hal ini tercermin dari
penegasan Allah didalam kitab suci al-qur’an :

“Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia) dan Kami angkat
mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Al-Isra’/17:70).

Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran
Islam, al-Qur’an dan Hadits. Keduanya adalah sumber ajaran normatif. Praktik HAM
juga dapat dijumpai pada praktek kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, yang
dikenal dengan sebutan Sunnah (tradisi) Nabi Muhammad SAW. Terdapat dua
prinsip pokok dalam Piagam Madinah terdapat yang terangkai 47 butir, pertama,
semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku, bangsa;
kedua, hubungan antara komunitas Muslim dan non-Muslim didasarkan pada prinsip-
prinsip: 1) berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga, 2) saling membantu
dalam menghadapi musuh bersama, 3) membela mereka yang teraniaya, 4) saling
menasehati, 5) menghormati kebebasan beragama. Kemudian, dalam Piagam
Madinah itu, misalnya pada pasal 23 dan 42, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah pemimpin bersama warga Madinah yang bertugas menyelesaikan
masalah duniawi bagi kaum non-Muslim. Sedangkan pasal 25 menyatakan
tersedianya kebebasan beragama dan mengamalkan agamanya.

Menurut tingkatannya, terdapat 3 bentuk Hak Asasi Manusia dalam Islam.


Pertama, hak dharury (hak dasar), Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut
dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya,
bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Contoh sederhana hak ini diantaranya adalah
hak untuk hidup, hak atas keamanan, dan hak untuk memiliki harta benda. Kedua,
hak sekunder (hajy), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada
hilangnya hak-hak dasar sebagai manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan
haknya untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan berakibat
hilangnya hak hidup. Ketiga, hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih
rendah dari hak primer dan sekunder. Menjadi jelas, bahwa HAM yang dilandasi
dengan ajaran Islam mempunyai peluang yang lebih besar untuk ditegakkan
dibandingkan dengan HAM yang bersifat antrofosentrik alias sekuler (Barat /
Kristen).

2.1.3 Islam Mengapresiasikan Nilai-nilai Universal HAM


Islam diyakini pemeluknya sebagai agama yang sempurna, di dalam ajarannya sudah
tercakup semua tuntutunan ideal bagi kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Ajaran
dasar Islam termaktub dalam kitab suci Al-Quran dan hadits mutawatir. Teks-teks suci
inilahnyang bersifat absolut, mutlak dan tidak dapat diubah dengan alasan apapun.
Dalam beragama, manusia cenderung menjadikan agama sebagai alat untuk
“memuaskan Tuhan” daripada memanusiakan manusia.
Istilah Hak asasi Manusia (HAM) belim dikenal ketika Islam turun pada masyarakat
Arab pada abad ke-7 Masehi, namun prinsip-prinsip penghormatan dan penghargaan
pada manusia dan kemanusiaan sudah di ajarkan secara tegas. Karena itu Tuhan semata
yang mutlak di sembah, dipuji dan di agungkan serta tempat menggantungkan seluruh
harapan dan kebutuhan. Di anatara makhluk ciptaan Tuhan, manusialah makhluk
paling sempurna (Qs. al-Isra’ [17]:70) dan karena itu makhluk lain patut memberikan
penghormatan kepadanya sebagi tanda pengabdian kepada Sang Pencipta.
Yang membedakan di antara manusia hanyalah prestasi takwanya (Qs. al-Hujjurat
[49]:13), dan bicara soal takwa hanya Allah SWT yang mampu memberikan penilaian.
Salah satu bentuk penghormatan kepada manusia adalah menjaga kelangsungan
hidupnya, nyawanya tidak boleh dihilangkan (Qs. An-Naml [27]:33; al-Maidah
[5]:32), juga fisik dan psikisnya tidak boleh disakiti untuk alasan apapun (Qs. Al-
Maidah [5]:45).

2.1.4. Perspektif Islam tentang Hak Asasi Manusia

a. HAM sebagai tuntutan fitrah manusia


Manusia adalah puncak ciptaan tuhan. Ia dikirim kebumi untuk menjadi khalifah
atau wakil-Nya. Oleh karena itu setiap perbuatan yang membawa perbaikan manusia
oleh sesama manusia sendiri mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran kosmis,
menjangkau batas-batas jagad raya, menyimpan kebenaran dan kebaikan universal,
suatu nilai yang berdimensi kesemestaan seluruh alam.
Berdasarkan pandangan ini, maka manusia memikul beban serta tanggung jawab
sebagai individu dihadapan Tuhan-Nya kelak, tanpa kemungkinan untuk
mendelegasikannya kepada pribadi lain. Punya pertanggung jawaban yang dituntut dari
seseorang haruslah didahului oleh kebebasan memilih. Tanpa adanya kebebasan itu
lantas dituntut dari padanya pertanggung jawaban, adalah suatu kezaliman dan
ketidakadilan, yang jelas hal itu bertentangan sekali dengan sifat Allah yang maha adil.
Berkaitan dengan penggunaan hak-hak individu itu, yang mempunyai hak
dianggap menyalahgunakan haknya apabila:
1. Dengan perbuatannya dapat merugikan orang lain.
2. Perbuatan itu tidak menghasilkan manfaat bagi dirinya, sebaliknya menimbulkan
kerugian baginya.
3. Perbuatan itu menimbulkan bencana umum bagi masyarakat.

b. Perimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat


Untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat,didalam
islam tidak dikenal adanya kepemilikan mutlak pada manusia. Oleh karena itu,didalam
syariat islam apabila disebut hak Allah,maka yang dimaksud adalah hak masyarakat
atau hak umum. Allah adalah pemilik yang sesungguhnya terhadap alam
semesta,termasuk apa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh
firman-nya antara lain:

1. “Ketahuilah bahwa milik Allahlah apa-apa yang ada dilangit dan dibumi” (Q.S
Yunus/10:55)
2. “Dan Dialah yang menciptakan bagimu semua yang terdapat dibumi” (Q.S Al-
Baqarah/2:29)
3. “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang telah dikaruniakan-
Nya kepadamu” (Q.S An-Nuur/24:33)
4. “……..di dalam harta mereka tersedia bagian tertentu bagi orang miskin yang
meminta dan tak punya” (Q.S Al-Ma’arij/70:24:25)
2.1.5. Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Al-Qur’an
a. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat
Al-Qur’an menegaskan:
ُ ‫َو ْلتَك ُْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَ ْد‬
ِ ‫عونَ إِلَى ا ْل َخي ِْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ بِا ْل َم ْع ُر‬
َ‫وف َويَ ْنه َْونَ ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر َوأُولَئِك‬
َ‫ُه ُم ا ْل ُم ْف ِل ُحون‬
(Q.S Ali imron 104)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan merekalah
orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali-Imran/3:104)
ِ ِّ ‫ص ْوا ِبا ْلح‬
(Q.S Al ashr 3) ‫َق‬ ِ ‫إِال الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوع َِملُوا الصَّا ِلحَا‬
َ ‫ت َوتَ َوا‬
“Hendaklah kamu saling berpesan kepada kebenaran dan saling berpesan dengan
penuh kesabaran” (Q.S Al-Ashr/103:3)
“Berilah berita gembira kepada hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S Az-
Zumar/39:17:18)

Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang berhak menyampaikan


pendapatnya kepada orang lain, mengingatkan kepada kebenaran, kebajikan serta
mencegah kemungkaran. Bahkan hal itu disampaikan bukan saja karena ada hak tapi
sekaligus merupakan suatu kewajiban sebagai orang beriman.
‫ ( ال يحل دم امرئ مسلم إال بإحدى‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫عن ابن مسعود رضي هللا عنه قال‬
. ‫ والتارك لدينه المفارق للجماعة ) رواه البخاري ومسلم‬، ‫ والنفس بالنفس‬، ‫ الثيب الزاني‬: ‫ثالث‬
Artinya :
Tidak halal darah seorang Muslim melainkan disebabkan oleh tiga hal : orang yang
pernah menikah berzina, jiwa (dibalas) dengan jiwa, dan orang yang melepaskan
agamanya (Islam), memecah belah agama." Dilaporkan oleh Imam al-Bukhory dan
Muslim.
Hadist yang menyatakan tentang HAM dan sebagaimana kita harus menjauhi dari apa
yang harus kita jaga terutama diri kita sendiri dan menahan hawa nafsu yang
mendorong kita untuk kemaksiatan dan hak-hak kita sebagai seseorang muslim.

b. Hak kebebasan memilih agama


Sehubungan dengan kebebasan memilih agama dan kepercayaan, Al-Qur’an
menyebutkan antara lain:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam), sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang Ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (Q.S Al-Baqarah/2:256)
“Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir…” (Q.S Al-kahfi/18:29)
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya ?“ (Q.S. Yunus/10:99)
Berdasarkan ayat-ayat diatas, jelaslah bahwa masalah menganut suatu agama
atau kepercayaan sepenuhnya diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk
memilihnya. Didalam islam, kita hanya diperintah untuk berdakwah yang bertujuan
menyeru, mengajak dan membimbing seseorang kepada kebenaran itu. Dakwah
bertujuan juga untuk menegakkan “Al-Amru bil ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar”
(menyeru kepada kebajikan serta mencegah dari kemjungkaran ).
c. Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan sosial
Sehubungan dengan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama ini Al-
Qur’an menyebutkan sebagai berikut :
“ Dialah orang yang menjadikan segala yang ada dibumi ini untuk kamu…..” (Q.S Al-
Baqarah/2:29)
Islam telah memberikan jaminan bagi manusia untuk hidup lebih mulia dalam
lingkup aturan Allah SWT. Allah telah menjelaskan aturannya yang berkenaan dengan
tujuan syariat itu adalah untuk memelihara jiwa manusia, harta, akal, kehormatan,
keturunan, dan agamanya dengan seperangkat hukum syara’ yang di terapkan dalam
kehidupan manusia. Rasulullah dan generasi sahabat telah membuktikan hal ini,di
antaranya:
1. Islam telah mengalihkan manusia dari beribadah kepada berhala (paganisme) menjadi
hanya beribadah kepada Allah semata.
2. Islam telah meghancurkan berbagai ikatan primordial atas kesukuan, kebangsaan dan
mengantikannya dengan ikatan akidah, sebuah ikatan yang tidak membedakan antara
arab dan nonarab, berkulit putih dan hitam, dll.
3. Islam memberikan jaminan kepada warga Negara nonmuslim kehidupan yang mulia,
dan ketentraman. Mereka memperoleh hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat
seperti yang dimiliki kaum muslimin. Mereka pun tidak akan dipaksa untuk
meninggalkan agama yang mereka yakini. Allah berfirman: “Tidak ada paksaan dalam
(memeluk) agama (islam)” ( Al baqarah: 256). Dalam ayat lain Allah berfirmaan:
“Janganlah kalian berdebat dengan ahlul kitab, melainkan dengan cara yang baik” ( Al
ankabut: 46).
4. Setiap orang berada dalam kehidupan islam dan masyarakatnya akan merasakan
kehidupan yang aman sejahtera dalam segala bidang.

2.2. DEMOKRASI DALAM ISLAM


2.2.1. Pengertian Demokrasi

Secara etimologi Demokrasi berarti “Pemerintahan oleh Rakyat”. Inilah yang


menyebabkan demokrasi dengan istilah-istilah pemerintahan lainnya di mana tidak
mempunyai hak paten dari rakyat. Amerika mendefinisikan demokrasi sesuai dengan
apa yang di ucapkan oleh presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln (1809-1865):
“Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dengan kata lain di dalam
demokrasi terdapat partisipasi rakyat luas (public) dalam mengambil keputusan yang
berdampak kepada kehidupan bermasyarakat.
Secara literatur, demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat, berasal dari bahasa Yunani
demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan).
Secara historis, istilah Demokrasi telah dikenal sejak abad ke-5 SM, yang pada awalnya
sebagai respons terhadap pengalaman buruk monarki dan kediktatoran di Negara-
negara kota Yunani kuno.
2.2.2. Asal Usul Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia “kekuasaan rakyat”,


yang dibentuk dari kata demos “rakyat” dan kratos “kekuasaan”, merujuk pada sistem
politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di kota Yunani Kuno,
khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.

Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana


dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia. Ketika itu, bangsa
Sumeria memiliki beberapa kota yang independen. Di setiap kota tersebut para rakyat
seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun
diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.

Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem


pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu
terdiri dari 1.500 kota (poleis) yang kecil dan independen. Kota tersebut memiliki
sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga
demokrasi. Salah satunya Athena, kota yang mencoba sebuah model pemerintahan
baru yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah
Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya
pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil
membuat perubahan. Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh
Kleisthenes, seorang bangsawan Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada
perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri
dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150.000
penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan
pendapat mereka.

Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Demokrasi Sistem Kufur,
demokrasi mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas Abad
Pertengahan, yakni situasi yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh dan
peran agama dalam kehidupan manusia. Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap
dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat. Karena itu, demokrasi adalah
ide yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari agama dan tidak
menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang beragama tertentu bisa
saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil menjadi aturan main dalam
berdemokrasi. Secara implisit, beliau mencoba mengingatkan mereka yang menerima
demokrasi secara buta, tanpa menilik latar belakang dan situasi sejarah yang
melingkupi kelahirannya.

2.2.3. Demokrasi dan Islam


Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan
dengan Islam
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan
yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
Contoh Kasus
• Nenek Divonis 1,5 Bulan karena Mencuri Kakao di Purwokerto
• Majelis hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Jawa Tengah, menjatuhkan vonis satu
bulan 15 hari kepada seorang, Aminah, 55, yang didakwa mencuri tiga buah kakao.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama satu bulan 15 hari dengan ketentuan
tidak usah terdakwa jalani kecuali jika terdakwa dijatuhi pidana lain selama tiga bulan
masa percobaan," kata Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto Muslich Bambang
Lukmanto saat membacakan vonis di pengadilan setempat, Kamis (19/11).
Demokrasi dalam Islam berbeda dengan Demokrasi barat dalam beberapa hal penting,
di antaranya :
• Islam mengakui bahwa kedaulatan hanya di tangan Allah dan para wali-Nya yang
terpilih, yaitu sebagai khalifah. Seorang khalifah memerintah suatu negara atas nama
Allah. Dia bukanlah pemimpin yang berdiri sendiri dan bebas berkehendak sesuai
kehendak hatinya. Al-Quran menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan
di bumi adalah
milik Allah SWT dan tiada seorangpun yang sederajat dengan-Nya.
• Al-Quran menjelaskan : “katakanlah (wahai Muhammad): Wahai Tuhan yang
mempunyai kerajaan (kedaulatan), engkau berikan kerajaan kepada yang engkau
kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari yang engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki” (Qs.
Al-Imran :26).
2.2.4. Prinsip-prinsip demokrasi dalam islam

Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan


yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-
Syura:38 dan Ali Imran:159. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang
paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman
khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih
kepala negara atau khalifah.
Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan
tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan
begitu, setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung
jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian
penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi
pertimbangan bersama.
Kedua, al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk
rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan
bijaksana. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl:
90; QS. as-Syura: 15; al-Maidah: 8; An-Nisa’: 58, dan seterusnya. Prinsip keadilan
dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang berbunyi
“Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang
zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan) Islam”.
Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa
lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak
bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif.
Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari hegemoni
penguasa atas rakyat.
Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi
wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk
melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telah dibuat. Oleh
sebab itu pemerintah memiliki tanggung jawab besar dihadapan rakyat demikian juga
kepada Tuhan. Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku
yang dapat dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami al-musawah ini
sebagai konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al-‘adalah. Diantara dalil al-Qur’an
yang sering digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat:13.
Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan
seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus
dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang
diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut
dengan penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil
seperti ditegaskan Allah SWT dalam Surat an-Nisa’:58.
Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa
diminta, dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malah
bersyukur atas jabatan tersebut. Inilah etika Islam.
Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa,
kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus diwaspadai, bukan nikmat yang
harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa
harus dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu
amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang
harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Ibn Taimiyyah, bahwa penguasa merupakan wakil
Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam
mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip pertanggungjawaban (al-masuliyyah) ini
diharapkan masing-masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik
bagi masyarakat luas. Dengan demikian, pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada
posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai khadim al-ummah
(pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa menjadi
pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan
sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan.
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap
warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya.
Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-
karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak
ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah
adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol
sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.
Ada beberapa alasan mengapa islam disebut sebagai agama demokrasi, yaitu
sebagai berikut:
1) Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama islam berlaku bagi semua
orang tanpa memandang kelas, dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelatah
dikenakan hukum yang sama. Jika tidak demikian, maka hukum dalam islam tidak
berjalan dalam kehidupan.
2) Islam memiliki asas permusyawaratan “amruhum syuraa bainahum” artinya
perkara-perkara mereka dibicarakan diantara mereka. Dengan demikian, tradisi
bersama-sama mengajukan pemikiran secara bebas dan terbuka diakhiri dengan
kesepakatan.
3) Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan manusia tarafnya tidak boleh
tetap, harus terus meningkat untuk menghadapi kehidupan lebih baik di akhirat.
Jadi, prinsip demokrasai pada dasrnya adalah upaya bersama-sama untuk
memperbaiki kehidupan, kareana itulah islam dikatakan sebagai agama perbaikan
“diinul islam” atau agama inovasi. Untuk itu, islam selau menghendaki demokrasi
yang merupakan salah satu ciri atau jati diri islam sebagai agama hukum.
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu
hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang
lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan
RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan
peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara
peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

3.2 Saran-saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan


memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati
dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan
jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam
menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita
dengan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai