Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi
embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis di sertai dengan degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Uterus melunak dan berkembang lebih
cepat dari usia gestasi yang normal , tidak di jumpai adanya janin , kavum uteri hanya terisi oleh jaringan
seperti rangkaian buah anggur. (prawirohardjo,2009).
Untuk kejadian mola hidatidosa, terdapat faktor sosial ekonomi yang memicu :
a. Perkawinan pada usia muda kurang dari 15 tahun atau di atas 45 tahun.
b. Pernah mengalami mola hidatidosa atau abortus.
c. Kekurangan nutrisi seperti kekurangan protein, kalori dan defisiensi vitamin A.
2.2 Klasifikasi
Menurut The U.S. National Institutes of Health secara klinis pembagian mola diklasifikasikan yaitu mola
komplit dan mola parsialis.
1. Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan kandungan dijumpai
pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur
dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau
46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa
adanya janin.

2. Mola Parsialis (Inkomplit)


Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih
didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini
menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan
plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola
parsialis biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital
seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel
telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
2.3 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma. Spermatozoon
memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan
terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu
terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di
dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi, sedangkan
trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.

3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola.
Frekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.
4. Faktor gizi (defisiensi protein, asam folat, histidin, dan beta karoten).
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, Sesuai dengan fungsi gizi khususnya protein
yaitu untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil dapat
menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot – jonjot korion berupa
molahidatidosa.
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan
penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (personal). Namun juga tidak dapat dipungkiri
pada primipara pun dakpat terjadi kehamilan molahidatidosa.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari
jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.

2.4 Manifestasi Klinis


Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan normal,
kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna
coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-sedikit atau banyak, itu berlangsung
hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita
mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai
uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
1. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan
amenore
2. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna kecoklatan seperti
bumbu rujak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola seperti anggur
3. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
4. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak terdengar bunyi denyut
jantung janin.
5. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah periode menstruasi
terakhir.

2.5 Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil
seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu janin
tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang
kecil sampai berdiameter lebih dari satu cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-
gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias :
1. Poliferasi dari trofoblast
2. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini.
1. Teori missed abortion.
Kematian mudigan pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan
substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista
villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi
kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang
abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigan. Sebagian dari vili berubah menjadi
gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-
kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur.
Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.

WOC
Poliferasi trofoblas Faktor ovum kebutuhan gizi meningkat

Degenerasi hidrofik Mengalami keterlambatan gizi tidak terpenuhi


Dalam pengeluaran

Perkembangan tidk sempurna Kematian ovum kegagalan pembentukan


jaringan
Edema (cairak tdk diserap) Penyakit trofoblast
Jaringan tidak sempurna
HCG tinggi Gangguan sel ektodermal
Menimbulkan jonjot
Pembengkakan hidrofik Unsur peliput blastokista (bakteri)

Merusak mukosa rahim

Ganguan peredarn darah

Penimbunan cairan masenkim

Terbentuk gelembung-gelembung

Molahidatidosa

Komplit (klasik) inkomlit (parsial)


pembesaran uterus tanpa janin perkembangan embrio
abnormal
embrio meninggal dirahim
Tindakan abortus embrio yg mati tidak dikeluarkan
Kuretase terdapat kista vili berisi cairan
Risiko terjadi perdarahan pembengkkan kistik di dalam abdomen
Risiko Hipovlemik kurang informasi Nyeri akut
Resiko kekurangan volume cairan kurang pengetahuan
Resiko tinggi Infeksi
Ansietas

2.6 Pemeriksaan Penunjang


(1) Pemeriksaan radiologis atau rontgen.
Tidak terlihat gambaran tulang janin/rangka tulang (pada kehamilan 3 – 4 bulan). Yang terlihat justru gambaran
mirip sarang lebah (honeycomb) atau gambaran mirip badai salju (snow storm).
(2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan molahidatidosa. Ditemukan gambaran mirip
badai salju (snow storm) yang mengindikasikan khoriales yang hidropik dan tidak adanya gambaran yang
menunjukkan denyut jantung janin. Bila ditegakkan diagnosis molahidatidosa, maka pemeriksaan rontgen paru
harus di lakukan untuk melihat penyebaran ke paru – paru, karena paru – paru merupakan tempat metastasis
pertama bagi PTG (Penyakit Trofoblas Ganas).
(3) Pemeriksaan doopler.
Denyut jantung janin tidak terdengar.
(4) Pemeriksaan laboratorium:
a. Kadar ßHCG cenderung meningkat dan bertambah kuat (lebih tinggi dari kadar kehamilan normal)
terutama pada trimester I.
b. Hemoglobin, hematokrit, eritrosit menurun. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai
dengan kecenderungan terjadinya koagulopati, sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi
dilakukan.
c. Protein urine positif (+).
(5) Pemeriksaan histologis/patologi anatomi.
Yaitu pemeriksaan mikroskopis gelembung cairan mirip anggur.
a. Pada mola komplet, tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta
kromosom 46, XX atau 46, XY.
b. Pada mola parsial, terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.
(6) Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda – tanda tirotoksikosis hipertiroid

2.7 Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
1. Anemia, Perdarahan yang berulang – ulang dapat menyebabkan anemia. Anemia adalah defisiensi besi
sering dijumpai dan kadang – kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan
gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi.
2. Syok, Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, bila tidak segera ditangani dapat berakibat fatal.
Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus, atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan terjadi
pada sebagian wanita yang molahidatidosanya lebih besar. Kadang – kadang terjadi perdarahan berat yang
tertutup di dalam uterus.
3. Tirotoksikosis/ Hipertiroidisme, Pada kehamilan biasa, plasenta membentuk Human Chorionic
Thyrotropin (HCT). Pada trimester-1, T4 (tiroksin) meningkat antara 7-12 mg/100 ml, sedangkan T3
(triyodotiroin) tidak terlalu banyak meningkat, Pada penyakit molahidatidosa perubahan fungsi tiroid lebih
menonjol lagi. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi 12 mg/100 ml, akibatnya kadar T4 bebas lebih tinggi.
4. Infeksi sekunder.
5. Perforasi uterus (perlubangan pada rahim) terjadi saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage)
terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan
dengan bantuan laparoskop.
6. Keganasan ( penyakit trofoblas gestasional) Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease)
berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus
selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif. ( I Nyoman, 2009 )
2.8 Penatalaksanaan
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu: 1) perbaiki keadaan umum; 2) pengeluaran jaringan mola; 3)
terapi profilaksis dengan sitostatika; 4) pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
1. Perbaikan keadaan umum.
Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfusi darah bila anemia (Hb 8 gr%), jika ada gejala
preeklampsia dan hiperemis gravidarum diobati sesuai dengan protocol penanganannya. Sedang-kan bila ada
gejala tirotoksikosis di konsul ke bagian penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola.
Ada 2 cara yaitu: a) kuretase; b) Histerektomi.
a. Kuretase
Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar β-hCG, serta foto
thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.
· Bila kanalis servikalis belum ter-buka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24
jam kemudian.
Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus dengan tetesan oxytocin 10 UI
dalam 500 cc Dextrose 5%/.
Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola hidatidosa masih menjadi kontroversi.
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada
kasus yang mendapat-kan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar 47%. Pada
umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping
dan pemberian kemoterapi untuk tujuan terapi definitive memberi-kan keberhasilan hampir 100%. Sehingga
pemberian profilaksis diberikan apabila dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20
mg/ hari IM selama 5 hari.
4. Pemeriksaan tindak lanjut
Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
Setelah pengawasan penderita dianjur-kan memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma dan
pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat penderita datang kontrol
Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar β-hCG normal tiga kali berturut-
turut
Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-hCG normal selama 6 kali berturut-turut
Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks setelah saru tahun semua-nya
normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan meningkat pada pemeriksaan klinis, foto thoraks
ditemukan adanya metastase maka penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.2012.Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Prawirohardjo,sarwono.2010. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Bina Pustaka.

Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :
Jakarta.

Mukharomah, Lailatul. 2011. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Molla. Akademi Kebidanan
Abdi Husada : Semarang

Budiana, Gede Nyoman. 2009. Koriokarsinoma Pasca Abortus. Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah : Denpasar

Anda mungkin juga menyukai