Anda di halaman 1dari 3

Globalisasi adalah peristiwa mendunia atau proses membuana dari mkeadaan lokal atau nasional

yang lebih terbatas sebelumnya. Artinya pembatasan antar negeri untuk perpindahan barang, jasa,
modal, manusia, teknologi, pasar, dan masih banyak hal lain menjadi tidak berarti atau malahan
hilang sama sekali. Globalisasi di berbagai sektor yang mengarah pada pasar bebas tidak bisa
dihindari oleh negara-negara lain termasuk diantaranya Indonesia. Di era ini, batas negara semakin
menghilang, sementara kemajuan teknologi dan informasi berkembang demikian cepat. Globalisasi
mempengaruhi perubahan di semua sektor, tidak terkecuali di bidang kesehatan. Apalagi akan
diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) atau istilah lainnya Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
pada tahun 2015 ini. Indonesia sebagai negara berkembang dan merupakan negara yang cukup
diminati oleh negara asing. Pertama, karena memiliki potensi pasar yang besar terkait dengan
jumlah penduduk yang besar yaitulebih dari 200 juta penduduk. Kedua, sekarang ini kondisi
pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Dengan potensi pasar yang besar tidak
mengherankan jika kelak banyak dokter atau tenaga kesehatan asing yang berniat bekerja di
Indonesia. Hal ini tampaknya menakutkan profesi kesehatan, karena ketakutan untuk bersaing,
seperti kita ketahui kualitas sumber daya manusia kesehatan kita rendah serta penguasaan teknologi
yang terbatas pula. Data yang diperoleh dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan
menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, baik di RSU maupun RS
Khusus (meliputi RS Pemda/Provinsi/Kabupaten/Kota, TNI/Polri, BUMN, dan Swasta) di seluruh
Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 891.897 orang. Dalam rangka akan diberlakukannya sistem
AFTA atau MEA ini, Kementerian Kesehatan telah bekerja sama dengan beberapa negara lain
diantaranya Saudi Arabia, Inggris, Kuwait, Belanda, Singapura, Amerika, Norwgia, dan Malaysia
untuk pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke negara-negara tersebut. Berdasarkan analisa pasar
tenaga kesehatan Indonesia di berbagai negara, jenis tenaga kesehatan Indonesia yang dikirim ke
luar negeri yaitu : dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan perawat. Arus tenaga asing yang
bekerja di Indonesia semakin meningkat. Pada suatu media massa diberitakan bahwa ada sebanyak
2500 perawat Filipina yang mendaftarkan diri untuk dapat bekerja di rumah sakit-rumah sakit yang
ada di Indonesia. Selain itu, tenaga medis asing dan kebanyakan dari mereka umumnya berpendikan
setingkat S1, dengan status Registered Nurse (RNS) dan mampu berbicara bahasa Indonesia. Selain
itu tenaga medis asing, seperti dokter spesialis juga sudah banyak yang melamar untuk dapat
bekerja di Indonesia, kebanyakan mereka berasal dari Filipina dan Bangladesh yang jumlahnya
mencapai ribuan orang. Tenaga medis asing ini sudah mengetahui bahwa akan banyak rumah sakit
di Indonesia yang membutuhkan tenaga mereka karena jumlah dokter di Indonesia masih relatif
sedikit sekali dan banyak yang telah berusia pensiun atau kurang produktif, serta dokter spesialis
baru pun juga masih sangat rendah. Adapun sesuai dengan persyaratan dari Kementerian Kesehatan
yang diatur dalam permenkes 67 / 2013 yang mengacu pada UU 39 / 2004 tentang ketenagakerjaan
bahwa tenaga kesehatan asing yang ingin bekerja di Indonesia yaitu berusia muda sekitar 30 – 45
tahun, dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi yang mutunya diakui secara internasional, dan
telah memperoleh lisensi dari negara asalnya. Selain itu harus lolos kualifikasi dan kompetensi serta
diprioritaskan pada penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tenaga medis asing
tersebut juga harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dari konsil kedokteran untuk dokter dan
perawat oleh Majelis Tenaga Kerja Indonesia (MTKI). Tenaga kerja asing yang masuk pun harus
diseleksi dulu oleh kolegium untuk bisa mendapatkan STR. Kolegiumlah yang menentukan apakah
sebuah rumah sakit tersebut boleh menggunakan tenaga kesehatan asing tersebut. Rumah sakit
masa kini menghadapi tantangan-tantangan berat termasuk dalam menghadapi era globalisasi.
Globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan serta investasi adalah lahan dasar untuk sistem
pasar bebas. Pasar bebas berarti persaingan bebas termasuk persaingan bebas dalam jasa pelayanan
kesehatan. Dalam persaingan secara umum ada yang dinamakan segitiga persaingan yaitu customer
(pelanggan), competitor (pesaing), dan corporate (rumah sakit itu sendiri). Tantangan bagi rumah
sakit adalah tantangan untuk bersaing, baik dengan sesama pemberi pelayanan kesehatan di dalam
negeri maupun luar negeri. Dalam arti positif, kompetisi dalam memberikan serta meningkatkan
kepuasan konsumen atau pasien yang bermutu lebih baik sebagai fokus utama pelayanan. Selain itu,
akibat globalisasi pasien juga dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang pelayanan
kesehatan yang ada di luar negeri. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak lagi sumber daya
kesehatan (Health Resources) yang diperlukan untuk memenuhi tantangan tersebut. Sedangkan
sumber daya untuk itu (SDM, dana, sarana, ilmu pengetahuan dan teknologi, manajemen, material
kesehatan, obat, dll) masih terbatas. Secara khusus sumber daya tenaga kesehatan. Tenaga medis
Indonesia terlihat belum bisa ikut berperan dalam globalisasi kesehatan karena dari data yang ada,
hanya sedikit sekali tenaga kesehatan yang dapat bekerja di rumah sakit luar negeri. Dari data yang
ada hanya baru perawat yang mulai dapat bekerja di luar negeri, itupun hanya di beberapa negara.
Untuk dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis malah masih terlihat sangat sulit untuk bisa
menembus rumah sakit di luar negeri. Seharusnya liberalisasi pada bidang kesehatan justru menjadi
cambuk bagi kita, dimana kita perlu pemusatan diri untuk meningkatkan mutu atau profesionalisme
sehingga apapun yang terjadi di masa mendatang tenaga kesehatan Indonesia tidak perlu takut lagi
di negeri sendiri dan diluar negeri. Bila Indonesia dapat menambah jumlah, jenis serta dapat
meningkatkan mutu tenaga medisnya, maka akan turun minat rumah sakit asing di Indonesia
mempekerjakan tenaga kesehatan asing, karena Indonesia sudah dapat memenuhi kuota tenaga
kesehatan seperti hal nya dokter atau dokter spesialis dan biaya yang dikeluarkanpun relatif murah,
sebab biaya mempekerjakan dokter asing lebih mahal. Kalau dianalisis dari sudut pandang yang lain,
sebenarnya dokter Indonesia tidak perlu takut dengan masuknya dokter asing karena ada
kemungkinan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh dokter asing tidak sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai akibat dari sistem pendidikan
serta latar belakang sosial budaya yang berbeda. Seharusnya kehadiran AFTA atau MEA disikapi
dengan kepala dingin. Upaya pihak Indonesia untuk meningkatkan daya saing tenaga kesehatan
Indonesia dapat dilakukan dengan pertama, meningkatkan jumlah, jenis dan mutu tenaga
profesional kesehatan Indonesia dengan penyempurnaan kurikulum, sistem pengajaran dan ujian,
serta mengadakan program pendidikan kesehatan yang komprehensif sehingga tenaga kesehatan
Indonesia punya standar yang bertaraf internasional, dan siap menghadapi serangan tenaga asing,
atau terjadi perpindahan para tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri karena sudah memilki
standar internasional. Kedua, menetapkan kebijakan yang mengharuskan tenaga kesehatan asing
mengikuti ujian profesi sesuai standar bila akan bekerja di Indonesia, serta memberlakukan
peraturan timbal balik yang artinya tenaga kesehatan asing yang dibenarkan bekerja di Indonesia
adalah yang berasal dari negara yang juga membolehkan tenaga kesehatan Indonesia bekerja di
negara tersebut. Ketiga, Indonesia memerlukan lembaga yang dapat melakukan akreditasi
kompetensi untuk menjaga profesionalisme para tenaga kesehatan di Indonesia. Sedangkan upaya
dari pihak rumah sakit menghadapi pasar bebas dalam ketenagaan kesehataannya diantaranya
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatannya dengan cara pendidikan dan pelatihan, seminar-
seminar kesehatan, serta workshop. Seperti menyiapkan pelatihan maupun workshop seperti tes
TOEFL. Penguasaan Bahasa Inggris diharapkan mampu menunjang saat menghadapi MEA 2015.
Disamping hal itu menggalakkan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan sosial
kemasyarakatan, tak melulu urusan medis. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan bakti sosial
yang diselenggarakan rumah sakit itu sendiri maupun eksternal. Mengutamakan tenaga kesehatan
lokal bagi rumah sakit lebih baik daripada menggunakan tenaga kesehatan asing. Tenaga kesehatan
Indonesia dalam menghadapi era globalisasi akan dihadapkan pada dua pilihan : Jadi tuan rumah di
negeri sendiri, atau tergusur. Atau jadi tuan rumah di negeri sendiri serta tamu terhormat di luar
negeri

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/halifiazukhrina/kesiapan-tenaga-kesehatan-indonesia-
untuk-menghadapi-tenaga-kesehatan-asing_54f91854a3331142038b460b

Anda mungkin juga menyukai