Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA KASUS ASMA BRONKIAL

DISUSUN OLEH :
MARISA AINUN SANI
055STYC16

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG STRATA I
MATARAM
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIAL

I. KONSEP DASAR TEORI


A. Pengertian Asma Bronkhial
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Asma bronchial adalah suatu penyakit pernapasan dimana terjadi
penigkatan respon saluran pernapasan yang menimbulkan reaksi obstruksi
pernapasan akibat spasme otot polos bronkus. (Sjaifoellah, 2001: 21)
Asma bronchial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh
spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
Asma bronchial adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada
jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan
dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black: 1996).
Dari berbagai deinisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronchial
adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible,
ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme
otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus
dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan Asma bronkhial.

2
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

3
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.

d) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.

e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh
karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di
atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma
ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

4
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

D. Manifestasi Klinis
Gejala awal :
1. Batuk
2. Dispnea
3. Mengi (whezzing)
4. Gangguan kesadaran, hyperinflasi dada
5. Tachicardi
6. Pernafasan cepat dangkal

Gejala lain :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia,
dan pelebaran tekanan nadi.

E. Patofisiologi

5
Zat oksigen masuk dalam tubuh melalui pernafasan, mulut dan kontak
kulit. Dari jenis allergen yang masuk dalam tubuh, bila pada orang yang tidak
atopik tidak akan menyebabkan apa-apa. Bila jenis allergen masuk dalam
tubuh orang yang mempunyai factor keturunan untuk bereaksi terhadap bahan
allergen akan menyebabkan alergik.
Akibat reaksi dari tubuh untuk melepaskan zat histamine menyebabkan
reaksi kontraksi otot-otot polos saluran pernafasan sehingga terjadi
broncospasme. Broncospasme akan timbul kerusakan dinding bronkus yang
akan mengakibatkan kualitas otot polos bronkus dapat ditembus oleh cairan
atau zat dalam larutan yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler yang
berperan terjadinya edema mukosa.
Dari edema mukosa akan menimbulkan peningkatan sekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi sputum sebagai akibatnya akan terjadi
penyempitan saluran pernafasan kemudian menghambat saluran pernafasan.
Hambatan aliran pernafasan ini menyebabkan distribusi ventilasi yang tidak
rata dengan sirkulasi darah paru sehingga mengganggu difusi gas di tingkat
alveoli. Bila hal ini berlanjut akan terjadi hipoksemia.
Proses tersebut pada penderita asma bronkhiale sering akan terjadi
ketidakmampuan tentang penyakitnya.
Karena hambatan aliran nafas yang menyebabkan gangguan aliran udara
terjadi hipoventilasi karena hipersekresi sputum yang tertahan sehingga
menyebabkan jalan nafas tidak efektif di mana gejala dan tanda yang muncul
pada penderita asma bronkhiale terjadi sesak nafas, bunyi nafas tidak normal
(wheezing), batuk yang menerus dan semakin lama terjadinya serangan akan
mengakibatkan kurangnya tenaga atau kelemahan, serta tidak nafsu makan,
dalam kondisi demikian akan menyebabkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, gangguan pemenuhan istirahat tidur, intoleransi aktivitas
dan mengalami penurunan perawatan diri sendiri. Dari proses seringnya
kekambuhan atau serangan asma bronchial didukung ketidaktahuan tentang
proses penyakitnya akan berpotensial infeksi.

6
F. Pathway/WOC

G. Komplikasi

Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin


timbul adalah :
1. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan nafas.

7
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam
tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus,
dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks
akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum . Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec , kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara
keluar dari paru-paru , saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
4. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus
sp.
6. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
7. Bronkopulmonar alergik
8. Gagal nafas
9. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir
(dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya

8
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
10. Fraktur iga

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :

 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.

9
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.

I. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

10
1. Pengobatan non farmakologik:
 Memberikan penyuluhan
 Menghindari faktor pencetus
 Pemberian cairan
 Fisiotherapy
 Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).
Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts
Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang
sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan
asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena
sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum

11
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).

2) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

3) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat
diberika secara oral.

12
II. KONSEP DASAR ASKEP
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem
solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan : pengkajian,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001; 2).
Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah
yang memungkinkan seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan
asuhan keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu elemen dari
pemikiran Kritis yang memperbolehkan perawat untuk membuat keputusan
dan mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu proses
adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen
petunjuk / penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses
adalah Purpose, Organization dan Creativity ( Bevis,1978). “Purpose” adalah
tujuan atau maksud yang spesifik dari proses. Proses keperawatan digunakan
untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia pada kondisi sehat dan sakit.
(American Nurses Association,1980). “Organization” adalah tahapan atau
langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah
pengembangan lanjut dari proses itu. Proses keperawatan dinamis dan
berlanjut terus menerus. ( Potter Perry, 1997 : 103 )
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan
dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan
kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen
yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling
relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, 1999 ; dikutip dari Shore,1998).
Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang
harus ditempuh. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

13
A. Pengkajian

Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan dasar


dari kegiatan selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
sistematis dalam mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien sesuai dengan masalah yang ada.
Tahap pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta
mempelajari cacatan lain tentang status kesehatan klien.
Dalam tahap ini akan dikumpulkan identitas klien, riwayat kesehatan,
riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, pola-pola fungsi kesehatan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit dahulu yang terdiri dari
riwayat masuk rumah sakit, penyakit yang diderita, riwayat alergi dan obat-obatan
yang sering digunakan. Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama dari
klien seperti sesak, batuk, demam, nyeri abdomen, berkeringat serta sejak kapan
gejala-gejala tersebut timbul.
Riwayat keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita anggota keluarga
yang mungkin ada hubungannya dengan kondisi klien, riwayat penyakit keturunan
seperti asma, DM, penyakit jantung dan genogram keluarga klien.
Riwayat psikososial menyatakan tingkat perasaan/ emosi klien dan
keberadaan klien dalam keluarga.
Pada pola-pola fungsi kesehatan meliputi keadaan nutrisi seperti adanya
alergi terhadap makanan, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, apakah
ada muntah, mual dan nyeri abdomen. Pola eliminasi seperti kesulitan miksi dan
frekuensinya. Pola tidur yang meliputi lamanya tidur, apakah susah tidur akibat
sesak. Pola aktifitas seperti sesak waktu beraktifitas.
Data dasar yang biasanya didapat pada pasien asma bronkial adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :
1. Keletihan, kelelahan, malaise

14
2. Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
3. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
4. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan.

Tanda :
1. Keletihan
2. Gelisah, insomnia
3. Kelemahan umum / kehilangan massa otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
1. Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/ takikardia berat,
distrimia, distensi vena leher (penyakit berat).
2. Edema dependen, bunyi jantung redup.
3. Warna kulit/membran mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
4. Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang

d. Makanan / Cairan
Gejala :
1. Mual / Muntah
2. Nafsu makan buruk
3. Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernafasan
Tanda :
1. Turgor kulit buruk
2. Edema dependen

15
3. Berkeringat
4. Penurunan berat badan, penurunan massa otot / lemak subkutan

e. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernafasan
Gejala :
1. Nafas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas
2. Lapar udara kronis
3. Batuk menetap dengan produksi sputum

Tanda : Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang

Penggunaan otot bantu pernafasan misal : meninggikan bahu, retraksi fosa


supraklavikula, melebarkan hidung
Dada : terlihat hiperinflasi dengan peningkatan diameter AP, gerakan diafragma
minimal
Bunyi nafas : mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
Perkusi : bunyi pekak pada paru

g. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/ faktor lingkungan
Adanya/ berulangnya infeksi, kemerahan / berkeringat

h. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido

i. Interaksi Sosial

16
Gejala :
1. Hubungan ketergantungan
2. Kurang sistem pendukung
3. Kegagalan dukungan dari / terhadap pasangan / orang terdekat
4. Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
1. Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena
distres pernafasan
2. Keterbatasan mobilitas fisik
3. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain

j. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala :
1. Penggunaan/ penyalahgunaan obat pernafasan
2. Kesulitan menghentikan merokok
3. Penggunaan alkohol secara teratur
4. Kegagalan untuk membaik
(Marilynn E. Doenges, 1999; 152-155)

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000; 53).

Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :


a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau
penyakit.
b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah.
c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.

17
Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi :
a. Klasifikasi dan analisa data
b. Interpretasi data
c. Validasi data
d. Perumusan diagnosa keperawatan
(Nursalam, 2001; 36)

Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori : aktual, resiko,


kemungkinan, keperawatan wellnes, keperawatan sindrom. (Carpenito, 2000; 55)
Diagnosa yang mungkin timbul pada asma bronkial adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, penurunan energi/ kelemahan.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, anorexia, mual/ muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama dan imunitas.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan
kurang informasi.
(Marilynn E. Doengoes, 1999; 156-163)

C. Intervensi
Perencanaan merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, mengoreksi, masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa
keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan
dan menyimpulkan rencana dokumentasi.
Ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah
penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria
hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. (Nursalam, 2001; 41)
Untuk menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat digunakan yaitu :

18
a. Hirarki “Maslow”, membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan
fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi.
1. Kebutuhan fisiologis (physiological need) yang merupakan kebutuhan
pokok utama.
Misalnya : udara segar O2, air (H2O), cairan elektrolit, makan dan
seks.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety need)
Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian,
perlindungan hukum.
3. Kebutuhan mencintai dan dicintai (love need)
Misalnya : mendambakan kasih sayang, ingin dicintai/diterima oleh
kelompok.
4. Kebutuhan harga diri (esteem need)
Misalnya : ingin dihargai/ menghargai : adanya respek dari orang
lain, toleransi dalam hidup berdampingan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (elf actualization needs)
Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin lebih menonjol
lebih dari orang lain.

b. Hiraki “Kalish”, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalam dengan


membagi kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan
stimulasi (Nursalam, 2001; 42).

Setelah penyusunan prioritas perencanaan diatas maka langkah selanjutnya


adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa
keperawatan yang muncul pada asma bronkial adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, penurunan energi/kelemahan.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih / jelas.
Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :

19
Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.
R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat / tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
2) Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
R : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stres.
3) Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang
berhubungan dengan kondisi individu.
R : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode
akut.
4) Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
5) Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.
R : Batuk dapat menetap tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit
akut atau kelemahan.
Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi.
6) Bronkodilator misal : adrenalin dan profentil.
R : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan produksi mukus dan mengi.
7) Xantin misal : aminopillin, okstripillin dan teofilin.
R : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan
peningkatan langsung siklus AMP.
8) Berikan humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik
R : Kelembaban menurunkan sekret dan mempermudah pengeluaran.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen


(obstruksi jalan nafas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.

20
Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam meningkatkan
kemampuan / situasi.
Intervensi :
Mandiri
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesori.
R : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas.
R : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
3) Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
R : Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral (bibir / daun
telinga).
4) Dorong mengeluarkan sputum.
R : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
Kolaborasi :
5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.
R : dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.
6) Berikan penekan SSP misal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
R : digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan
konsumsi oksigen.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,


anoreksia, mual / muntah.
Tujuan : Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan / atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri
1) Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini.
R : pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum.

21
2) Auskultasi bunyi usus.
R : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
3) Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai.
R : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah.
4) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas
abdomen.
5) Timbang berat badan sesuai indikasi.
R : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
6) Kolaborasi
Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan
makanan yang mudah di cerna.
R : metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi /
kebutuhan individu.
7) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan
meningkatkan masukan.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan utama dan imunitas.
Tujuan : Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi. Menunjukan tekhnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Intervensi :
Mandiri
1) Observasi suhu tubuh klien.
R : demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.

22
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan
adekuat.
R : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret
untuk menurunkan resiko infeksi paru.
3) Observasi warna, karakter dan bau sputum.
R : sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi
paru.
4) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
R : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
Kolaborasi
5) Dapatkan spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman
gram negatif.
R : dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan
kerentanan terhadap anti mikrobial.
6) Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.
R : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang


informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses
penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
Mandiri
1) Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk
bertanya.
R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi
pada rencana pengobatan.
2) Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan
kondisi umum.

23
R : nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu
meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.
3) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
R : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping
mengganggu dan efek samping merugikan.

4) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi.


R : faktor lingkungan dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi
bronkial dan menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan
jalan nafas.
5) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat
menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
(Marilynn E Doengoes, 1999; 156)

D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Iyer, et.al, 1996; dikutip dari Nursalam,
2001; 53)
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh
karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu
pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen (non
urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu:
persiapan, perencanaan dan pendokumentasian. (Griffith, 1986; dikutip dari
Nursalam, 2001; 53).
a. Fase Persiapan meliputi :
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Persiapan alat (resources)
5) Persiapan lingkungan yang kondusif

24
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik

b. Fase Intervensi terdiri atas :


1) Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau
perintah dokter atau tim kesehatan lainnya.
2) Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan
kesehatan lainnya (gizi, dokter, laboratorium dan lain-lain).
3) Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana
tindakan medis dilakukan.

c. Fase Dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan Asma Bronkial, perawat dapat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/
penghimpun data.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini
berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :
a. Masalah teratasi seluruhnya.
b. Masalah teratasi sebagian.
c. Masalah tidak teratasi.
d. Timbul masalah baru.

Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang


sistematis pada status kesehatan klien. (Griffith, et. al, 1986; dikutip dari
Nursalam, 2001; 71).

25
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. (Ignatavicius dan Bayne, 1994; dikutip
dari Nursalam, 2001; 71).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan,
nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan
melalui standar yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan Asma Bronkial adalah:
a. Jalan nafas bersih.
b. Pertukaran gas berjalan dengan baik atau normal.
c. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
d. Infeksi tidak terjadi atau dapat dicegah.
e. Pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi penyakitnya
bertambah.
(Marilynn E. Doengoes, 1999; 155)

26
DAFTAR PUSTAKA

 Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta:


EGC
 Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
 Dongoes, Marylin E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
 Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
 Smeltzer, Suzame C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC
 Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,
Jakarta : AGC.
 Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :
Hipocrates.

27
28

Anda mungkin juga menyukai