Anda di halaman 1dari 6

IDENTIFIKASI STRUKTUR INVERSI SEKITAR

“CEKUNGAN BALI”, KTI,;

IMPLIKASI TEKTONIK

Djoko Nugroho (Teknik Geologi-UNPAD)


Hardi Prasetyo (PPGL)
Noor Cahyo (PPGL)

ABSTRAK

Cekungan Bali dan sekitarnya, Kawasan Timur Indonesia (KTI), terletak


pada sistem pojok tenggara Paparan Sunda, secara tektonik menempati zona
transisi busur belakang Sunda-Banda.
Beberapa penampang seismik pantul saluran tunggal hasil ekspedisi
Toraja 1991 dan RUT 1995 di daerah penelitian menunjukkan berkembangnya
struktur inversi sebagai produk rejim tektonik tranpresi-kompresi Miosen Tengah.
Secara regional berkembangnya struktur inversi ini merupakan reaktifasi sesar-
sesar normal Paleogen dan sesar-sesar naik Pra-Tersier.
Sintesis mengenai perkembangan daerah penelitian secara keseluruhan
merupakan produk multifase deformasi dari ekstensi ke kompresi.
Berkembangnya struktur-struktur normal pada fase ekstensi berkaitan dengan
subduksi lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke utara terhadap busur
kepulauan Sunda-Banda pada Paleogen, alternatif lainnya akibat tektonik
ekstrusi (extrusion tectonic). Selanjutnya terjadi perubahan menjadi fase
kompresi berupa struktur inversi berhubungan dengan adanya tumbukan
(collision) keratan Banggai-Sula, Buton dan Tukangbesi terhadap busur vulkanik
Sulawesi pada Miosen Tengah. Subduksi lempeng Indo-Australia ke utara
terhadap busur Sunda-Banda yang diikuti oleh tumbukan lempeng Australia dan
“:rpp Rise” (plato samudera di selatan Bali) menghasilkan sesar naik busur
belakang (backarc thrusting) Flores-Bali pada Miosen Atas-Pliosen.
Implikasi terhadap prospek hidrokarbon, menunjukkan bahwa struktur
inversi akan berperan sebagai jebakan migas (oil trap), sedangkan rift basin
Paleogen dapat berperan sebagai penyedia batuan asal (source rock).
PENDAHULUAN
Daerah penelitian termasuk dalam sistem pojok tenggara Paparan Sunda
yang secara tektonik merupakan zona transisi busur belakang Sunda-Banda
(Sunda-Banda transition zone) (gambar 1) antara lain dicirikan oleh adanya
perubahan dari sistem Paparan Sunda (Sunda Self) di sebelah barat dengan
kedalaman rata-rata 150 m, menjadi sistem cekungan laut dalam (deep sea basin)
dengan kedalaman laut berkisar 500-5000 m, antara lain Cekungan Makasar,
Cekungan Bali, Cekungan Flores dan Cekungan Spermonde. Kondisi ini
menunjukkan adanya pengaruh mekanisme gaya pengendali (driving force
mechanism) dari sistem busur Sunda dan busur Banda terhadap pembentukan
struktur-struktur yang berkembang di daerah penelitian.
Dari apa yang diuraikan pada alinea sebelumnya, maka bagaimana
perkembangan struktur inversi di daerah penelitian bila dikaitkan dengan
mekanisme gaya-gaya pengendali dari busur Sunda-Banda. Analisis terhadap
proses dan gaya pengendali yang telah dan sedang berperan dalam membentuk
kawasan tersebut, dapat dilihat dari penafsiran seismik pantul bersaluran tunggal
hasil ekspedisi Toraja 1991 dan RUT 1995, yang dikorelasikan dengan tektonik
global daerah penelitian.

KERANGKA TEKTONIK REGIONAL


Daerah penelitian adalah sekitar Cekungan Bali yang berbatasan dengan di
selatan dengan busur volkanik Bali-Flores, di utaranya Selat Makasar dengan
selatan Sulawesi, di barat berbatasan dengan Paparan Sunda Tenggara dan di
timurnya dengan Laut Banda-Palung Flores.
Daerah sekitar Cekungan Bali terletak pada zona transisi busur belakang
dari sistem busur Sunda menjadi sistem busur Banda. Menurut Hamilton, 1979,
pembentukan sistem busur Sunda diawali dengan tumbukan (subduksi) berupa
penunjaman lempeng Hindia-Australia ke utara di bawah lempeng benua Eurasia
selama Kenozoikum. Sedangkan sistem busur Banda dicirikan dengan tumbukan
(collission) benua Australia pada Kala Mio-Pliosen dengan pembentukan
rangkaian Pulau Akrasi Sawu dan Timor, sepanjang Palung Timor. Namun
pengaruh dari tumbukan lempeng benua Australia terhadap Banda pada masa
sekarang ini tidak mempengaruhi dataran Sunda bagian Timur (Letouzey, dkk.,
1990), tetapi terhadap pembentukan Parit Flores dari sistem busur belakang Banda
masih ada pengaruhnya (Bransden & Matthews, 1992; McCaffrey, 1983;
Prasetyo, 1992; Silver, 1983, 1984).

GEOLOGI REGIONAL
Stratigrafi
Batuan dasar Pra-Tersier tersingkap di Pegunungan Meratus (Kalimantan
bagian tenggara), Sulawesi Selatan, dan beberapa hasil pemboran eksplorasi lepas
pantai antara lain bancuh (melange) yang terdiri dari sekis biru dan fragmen-
fragmen ofiolit, material gerusan kerak samudera. Material-material ini diduga
merupakan batuan akresi sepanjang kerak dataran Sunda, pada Kapur Awal
(Letouzey, dkk., 1990; Bransden & Matthews, 1992; Phillips, L.T., dkk., 1991).
Namun selain ditemukannya batuan akresi, juga didapatkan sedimen berlapis
busur depan (Bransden & Matthews, 1992) (gambar 2).
Ketidakselarasan regional pada horison atas Mesozoikum (gambar 3) yang
diduga merupakan bancuh atau metasedimen (Bransden & Matthews, 1992;
daerah Kangean, gambar 2), memperlihatkan peninggian (uplift) dan pengaruh
erosi Paparan Sunda bagian Timur sebelum fase ekstensi. Umur half-graben
berkisar Eosen Awal yang diisi oleh endapan klastik non-marin (Tyrel, dkk., 1986;
Bransden & Matthews, 1992). Selain endapan klastik non-marin ini, juga
ditemukan adanya endapan batubara (gambar 4 & 5).
Pertumbuhan batuan karbonat laut dangkal regional menyebar secara luas
(gambar 6B, 6C & 10), pada tepian paparan dan beberapa daerah yang mengalami
perubahan morfologi dasar laut, yang diduga akibat berkembangnya
struktur tinggian (horst ) Eosen-Miosen Awal dan munculnya intrusi dasar laut.
Pertumbuhan karbonat secara luas terjadi pada Kala Miosen Awal (gambar
6B), yaitu di bagian utara punggungan Kangean dan barat daya Doang, serta
daerah-daerah selatan Kangean, utara Lombok yang mengalami perubahan bentuk
morfologi dasar laut, sedangkan pada Kala Pliosen (gambar 6C) pertumbuhan
karbonat berkurang dan lebih intensif diendapkan material-material klastik litoral
sampai laut dalam.
Secara regional perubahan karbonat pada daerah-daerah paparan atau
tinggian, di daerah-daerah lain yang dengan bentuk cekungan yang ekuivalen,
maka lumpur air dalam, telah diendapkan pada graben-graben yang terbentuk
(lihat gambar 5 & 7). Subsiden regional berlanjut seluruhnya pada Tersier Akhir
dengan tipe fasies yang serupa (gambar 6B, C).

KERANGKA STRUKTUR
Struktur-struktur yang berkembang di Paparan Sunda bagian timur
merupakan produk dari tiga fase tektonik dan telah mengalami penurunan
(subsiden) yang berlangsung selama Kenozoikum.
Struktur-struktur normal Eosen berupa graben-half graben, merupakan
hasil reaktifasi dari struktur-struktur sesar naik Pra-Tersier dengan sesar-sesar
normal sudut rendah dan membentuk geometri ekstensi listrik (Bransden &
Matthews, 1992; Letouzey, dkk., 1990; Prasetyo, 1992) (gambar 8). Selain itu
pula terdapat dip sesar-sesar normal utama yang membatasi graben-half graben
aktif dengan dip umum sebesar 60-80.
Fase selanjutnya adalah fase tenang dengan berhentinya struktur-struktur
normal (post rifting) Paleogen dan penurunan permukaan umum pada Miosen
Tengah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya penebalan lokal dari kumpulan
sesar-sesar normal dengan graben-half graben utamanya mempunyai perbedaan
dalam proses kompaksi (Letouzey, dkk., 1990).
Berkembangnya struktur-struktur kompresi berupa struktur inversi dan struktur
sesar-sesar naik busur belakang (backarc thrusting) pada Miosen Tengah pada
bagian atas-Pliosen merupakan hasil fase tektonik selanjutnya. Yang merupakan
reaktifasi struktur-struktur normal Paleogen (khususnya inversi), selain
membentuk patahan-patahan baru pada busur belakang.

STRUKTUR INVERSI SEKITAR CEKUNGAN BALI


Tektonik sekitar Cekungan Bali diawali oleh berkembangnya struktur-
struktur normal berupa graben-half graben Paleogen oleh adanya gaya-gaya
tarikan yang membentuk suatu wadah-wadah endapan sedimen pada lingkungan
laut non marin, selain endapan batubara. Dilanjuti oleh berhentinya struktur sesar
normal dan mulainya penurunan secara luas (broad subsidance) (Miosen Awal-
Tengah) menghasilkan perubahan ketebalan secara lokal (misal Cekungan Bali).
Pada horison atas (top horizone) Miosen Tengah masih tidak terganggu oleh sesar
normal dan penebalan secara lokal dari distribusi sedimen Miosen Tengah lebih
besar.
Berkembangnya struktur-struktur inversi ini diduga merupakan hasil
tumbukan (collission) pada rejim tektonik kompresi blok kontinen mikro
(keratan/silver plate) Banggai-Sula, Tukangbesi dan Buton pada Miosen Tengah
terhadap busur volkanik Tersier Awal di Sulawesi yang memberikan dampak pada
struktur-struktur normal Paleogen pada lingkungan rejim transgresi.
Struktur-struktur inversi berkembang cukup baik di utara Cekungan Bali
berupa jalur tinggian Punggungan Kangean-Sepanjang, memanjang dari barat ke
timur. Pemunculan struktur inversi berupa tinggian yang aktif sampai di
permukaan (misalnya berupa gugusan Pulau Kangean-Sepanjang) dengan
menembus sekuen teratas (kuarter) sangat kuat di bagian barat dan perkembangan
struktur inversinya tidak muncul ke arah timur, dimana sekuen Miosen Tengah
tidak terpotong secara keseluruhan oleh sesar. Perkembangan struktur ini juga
terlihat di tepian Sulawesi Selatan yang memanjang dengan arah relatif barat daya
timur laut. Setelah pengendapan Miosen Tengah, pengendapan sedimen
selanjutnya secara lokal onlap terhadap tinggian-tinggian inversi yang terbentuk
(gambar 12).
Pada penampang-penampang T (Toraja 1991)-7A, T-8A, T-27A dan RUT-
1, RUT-4 dan RUT-6 (gambar 10-15) dapat terlihat struktur inversi dan inversi
yang diikuti pensesaran pada Miosen Tengah yang merupakan reaktifasi sesar-
sesar normal Paleogen.
Aktifnya struktur-struktur inversi dapat dilihat pada penampang T-72, T-
8A dan RUT-1 (gambar 10, 11 dan 13) yang menghasilkan suatu punggungan,
yang disebut sebagai punggung Santa (Prasetyo, 1995, belum dipublikasikan).
Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa struktur inversi tersebut aktif sampai
sekarang.

KESIMPULAN
Perkembangan sekitar Cekungan Bali, secara keseluruhan merupakan
produk multifase deformasi dari ekstensi ke kompresi. Berkembangnya struktur-
struktur normal Paleogen diduga akibat gaya pengendali berupa subduksi lempeng
Indo-Australia terhadap busur Sunda-Banda. Selanjutnya terjadi perubahan rejim
tektonik ke kompresi melalui fase tenang (transisi) yang menghasilkan struktur-
struktur inversi sebagai hasil tumbukan mikro kontinen-mikro kontinen terhadap
busur volkanik Sulawesi pada Miosen Tengah, yang diikuti oleh adanya subduksi
dan tumbukan lempeng Indo-Australia ke utara terhadap busur Sunda-Banda pada
Mio-Pliosen yang diduga sebagai penyebab terbentuknya sesar naik busur
belakang (backarc thrusting).
Perkembangan “Cekungan Bali” dapat dianalogikan dengan pra-Cekungan
Jawa Timur (Zona Kendeng) Paleogen.
Implikasi terhadap prospek hidrokarbon, menunjukkan bahwa struktur
inversi akan berperan sebagai jebakan migas (oil trap), sedangkan rift basin
Paleogen dapat berperan sebagai penyedia batuan asal (source rock).

Anda mungkin juga menyukai