Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 DIURETIK
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan
kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja
sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat
yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah,
yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan
ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat
penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini
dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna
seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap
kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di
mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih
dan ditimbun sebagai urin.
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urine yang di
produksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja
diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik. Secara umum
diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
1) Diuretik osmotik
2) Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal

Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal adalah :


 Penghambat karbonik anhidrase
 Benzotiadiazid
 Diuretik hemat kalium
 Diuretik kuat
BAB II
OBAT-OBAT DIURETIK

2.1 PENGOBATAN DENGAN DEURETIK


2.1.1 INDIKASI
Deuretik digunakan untuk menurunkan volume dan cairan interstisialdengan cara yang
meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Bila deuretik diberikan secar akut, akan terjadi
kehilangan natrium lebih banyak daripada jumah natrium yang masik dan makanan. Tetapi pada
penggunaaan kronis akan dicapai keseimbangan, sehingga natrium yang keluar sama dengan diet
rendah garam.
2.1.2 KEADAAN YANG MEMERLUKAN DIURESIS CEPAT
Pada udem paru, pemberian furosemid atau asam etakrinat IV dapat menyebabkan
dieresis cepat. Perbaikan yang terjadi sebagian mungkin disebabkan oleh adanya perubahan
hemodiamik yaitu perubahan pada daya tamping vena (venous capacintance); tetapi efek
duresisnya tetap diperlukan untuk mempertahnkan hasil tersebut.
 Udem
Semua diuretic dapat digunakan untuk keadaan udem. Seringkalii udem ini disertai
hiperaldonsteronisme dan karena itu penggunaan deeuretika cenderung disertai kehilangan
kalium. Penyebab utama uden adalah payah jantung ; penyebab lainnya antara lain penyakit hati
dan sindrom nefrotik. Pada semua keadaan ini harus diusahakan meningkatkan kadar kalium
dalam serumdengan pemberian suplemen kalium atau dengan penggunaan bersama deuretik
hemat kalium. Pada penderita sirosis hati yang disertai asites dan udem, sebaiknya digunakan
dahulu diuretic hemat kalium, kemudian disusul dengan diuretic yang lebih kuat. Pada udem
yang disertai gagal ginjal penggunaan tiazid kurang bermanfaat, sebaliknya diuretic kuat sangat
bermanfaat. Dalam hal ini perlu dosis besar untuk mendapatkan efek pada tubuli proksimal;
furosemid lebih disukai dibandingkan dengan asam etakrinat karena asam etakrinat lebih besar
atotoksisitasnya. Diuretic hemat kalium sama sekali tidak boleh diberikan pada gagal
ginjal,karena ada bahaya terjadi karena hiperkalemia yang fatal.

 Hipertensi
Dasar penggunaan diuretic pada hipertensi terutama karena efeknya terhadap keseimbangan
natrium dan terhadap resistensi perifer.
Furosemid dan asam etakrinat mempunyai natriuresus lebih kuat disbanding dengan tiazid; tetapi
keduanya tidak mempunyai efek fasedilatasi arteriol langsung seperti tiazid. Oleh karena itu
tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan efektivitas maupun
besarnya biaya.
 Diabetes Insipidus
Diuretic tiazid dapat mengurangi ekskresi air pada penderita diabetes insipidus mungkin sekali
melalui mekanisme konpensasi intrarenal
 Batu Ginjal
Tiazid menurunkan ekskresi kalium dalam urin. Hal ini munkin sebagai akibat adanya
konpensasi intrarenal yang menyebabkan reabsorpsi kasium ditubuli proksimal bertambah atau
akibat adanya pengmambatan lamgsung sekresi kalsium.
 Hiperkalsemia
Furosemid dosis tinggi yang diberikan secara IV (100 mg) dalam infuse larutan angaram faal
dapat menhambat reabsorpsi latihan, air dan kalsium di tubuli proksimal sehingga digunakan
untuk pengobatan hiperkalsemia.

Tabel, PENGGUNAAN KLINIK DIURETIK


Penyakit Obat Komentar/keterangan
Hipertensi Tiazid Merupakan pilihan utama step 1,
pada sebagian besar penderia

Diuretic kuat (biasanya Digunakan bila terdapat gangguan


furosemid) fungsi ginjal atau apabila
diperlukan efek diuretic yang
segera

Diuretic hemat kalium Digunakan bersama tiazid atau


diuretic kuat, bila ada bahaya
hipokalemia
Payah jantung kronik Tiazid Digunakan bila fungsi ginjal
kongestif Diuretic kuat (furosemid) normal. Terutama bermanfaat pada
penderita deengan gangguan fungsi
ginjal

Diuretic hemat kalium Digunakan bersama tiazid atau


diuretic kuat bila ada bahaya
hipokalemia.

Udem paru akut Diuretic kuat (furosemid)

Sindrom nefrotik Tiazid atau diretik kuat Bila dieresis berhasil, volume
bersama dengan cairan tubuh yang hilang harus
spironolakton diganti dengan hati-hati

Payah ginjal akut Manitol dan/atau Diuretic kuat harus digunakan


furosemid dengan hati-hati. Bila ada
gangguan funsi ginjal, jangan
menggunakan spironolakton

Penyakit hati kronik Spironolakton (sendiri atau Diberikan bersama infuse NaCL
bersama tiazid atau hipertonis
diuretic kuat)

Udem otak Diuretic osmotic Disertai diet rendah garam

Hiperkalsemia Furosemid Penggunaan jangka panjang


Batu ginjal Tiazid Prabedah

Diabetes insipidus Tiazid

Open agle glaucoma Asetazolamid

Acute angle closure Diuretic osmotic atau


glaucoma asetazolamid

2.1.3 EFEK SAMPING


 Hipokalemia
Diuretik dengan tempat kerja di segmen dilusi distal, ansa henle bagian asenden dari
tubuli proksimal dapat menyebabkan kehilangan kalium. Rasio kehilangan kalium dan natrium
lebih besar pada penggunaan tiazi dari pad furosemid, mungkin karena furosemid tidak
mempunyai aktivitas penghambat karbonak anhidrase. Tetapi furosemid mempunyai efek
natriuresis lebih kuat, sehingga biasanya akan diikuti deplesi kalium. Penggunaan tiazid dosis
kecil pada hipertensi, misalnya dengan klorotiazid 500 mg/hari atau klortaidon 25 mg/hari tidak
akn banyak mempengaruhi kadar kalium atau asam urat plasma. Tetapi dengan dosis lebih besar
pada pengobatan udem, perlu diadakan pemantauan kadar kalium dalam serum
 Hiperurisemia.
HampIr semua diurretik menyebabkan peningkatan kadar asamurat dalam serum melalui
pengaruh langsung terhadap sekresi asam urat dan efek ini berbanding lurus dengan dosis
diuretic yang digunakan. Pada penggunaan diuretic dapat terjadi penyakit pirai, baik pada orang
normal maupun mereka yang rentan terhadap gout. Hiperurisemia dapat diperbaiki dengan
pemberian alopurinol atau probenesid
 Gangguan toleransi glukosa dan diabetes.
Tiazid dan furosemid dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa terutama pada
penderita diabetes laten, sehingga manifestasi diabetes. Mekanisme pasti penyebab keadaan ini
belum jelaskarena menyangkut berbagai macam faktor, antara lain berkurangnya sekresi inslin
dari pancreas , meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis. Bila keadaan ini
terjadi maka penggunaan diuretic harus dihentian.
 Hiperkalesemia.
Tiazid dapat mengakibatkan peninggian kadar kalsium serum. Diuretic hemat kalium
dapat mengakibatkan hiperkalemia yang dapat merupakan komplikasi yang fatal. Oleh karena itu
obat golonga ini tidak boleh diberikan dengan dosis berlebihan dan juga tidak boleh diberikan
pada penderita gagal ginjal
 Sindrom udem idiopatik
Penggunaan diuretic kuat pada keadaan ini kadang-kadang justru menyebabkan retensi
garam dan air. Dengan menghentikan pemberian diuretic, biasanya dalam waktu 5-10 hari akan
timbul dieresis
 Volume depletion
Pemberian dieretik kuat pada penderita gagal jantung berat dapat mengaibatkan
berkurangya volume darah yang beredar secara akut. Dan ha ini ditandai dengan turunnya
tekanan darh, rasa lelah dan lemah. Biasanya dieresis jstru akan terjadi setela pemberian diuretic
dihentiakn.
 Hiponatremia
Hiponatremia ringan yang sering kali terjadi tidak menimbulkan masalah. Hiponatremia
mudah terjadi pada penggunaan furosemid dosis besar bersama deuretik lain yang bekerja di
tubuli distal; keadaan ini akan lebih berat bila penderita juga dianjurkan pantang garam tetapi
bebas minum air.
2.1.4 INTERAKSI
Pada penggunaan diuretic bersama obat-obat lain, hars selal dipikirkan adanya interaksi
yang mungkin terjadi.
Tabel , Interaksi Klinis Yang Penting Pada Penggunaaan Diuretik
Obat Diuretik Efek
Kortikosteroid Tiazid Meningkatkan hipokalemia
Diuretic kuat
Aminoglikosid Diuretic kuat Menambah ototoksisitas
Aminoglikosidsefalospori Diuretic kuat Menambah nefrotoksisitas
Antikolvunsan Furosemid Menurunkan efek
Diazoksid Tiazid natriuretik
Furosemid Hiperglikemia
Digitalis Tiazid
Diuretic kuat Meningkatkan intoksikasi
Indometasin Triamteren, amilorid digitalis, bila terjadi
Indometasin dan penghambat Tiazid hipokalemai
prostaglandin yang lain Diuretic kuat Payah ginjal akut
Litium Tiazid Menurunkan efek
natriuretik dan atau efek
Antikoagulan oral Tiazid (kemungkinan antihipertensinya
diuretik yang lain) Meningkatkan kadar litium
dalam serum
Suplemen kalium Diuretic hemat kalum Menurunkan efek koagulan
Suksinilkolin Diuretic kuat akibat kosentrasi faktor-
faktor pembekuan
Tetrasiklin Kemungkinan semua Hiperkalemia
diuretic Efek blockade saraf-otot
Tubokurarin meningkat
Tiazid Meningkatkan azotemia
Vitamin D dan produk- Diuretic kuad pada penderita gagal ginjal
produk kalsium Tiazid Blockade di lempeng saraf
meningkat
hiperkalsemia

2.1.5 MEKANISME KERJA


Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium , sehingga pengeluarannya
dengan kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus dengan
tubuli tetapi di tempat-tempat yang berlainan, yakni :
1. Tubuli proksimal
Disini lebih kurang 70% dari ultrafitrat diserap kembali secara aktif dengan antara lain
glukosa, ureum, ion-ion Na+ dan Cl-. Filtrasii tidak berubah dan tetap isotonic terhadap plasma.
Diuretika osmotic (mannitol, sorbitol, gliserol) bekerja di tempat ini dengan mengurangi
reabsorpsi Na+ dan air.
2. Lengkung Henle (Henle;S Loop)
Di segmen ini lebih kurang 20% dari Cl- diangkut secara aktif di sel-sel tubuli dengan disusul
secara pasif oleh Na+, tetapi tanpa air, sehingga filtrasi menjadi hipotonik. Diuretika
lengkungan (furosemida, bumetamida dan etakrinat) bekerja terutama disini dengan merintangi
transport Cl-
3. Tubuli distal bagian depan
Di ujung atas henle’s loop yang terletak dalam kortex, Na+ di serap kembali secara aktif tanpa
penarikan air pula, sehingga filtrate menjadi lebih cair dan lebih hipotonik. Saluretikan (zat-zat
thiazida , klortalidon, mefrusida dan klopamida) bekerja di tempat ini dengan merintangi
reabsorpsi Na+ dan Cl-
4. Tubuli distal bagian belakang
Di sini Na+ diserap kembali secara aktif pula dan berlangsung penukaran dengan ion-ion K+,
H+ Dan NH4+ . Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat
kalium (spironolakton, triameteren, amilorida) bekerja di semen ini dengan jalan mengurangi
penukaran Na+ dengan K+ , dengan demikian mengakibatkan retensi kalium .

Penyerapan kembali dari air terutama terjadi di saluran pengupul (duktus colligens) dan di
sinilah bekerja hormone anti diuretic vasopressin (ADH).
Tabel tempat dan cara kerja diuretik
Obat Tempat kerja Utama Cara Kerja
Diureti osmotik 1. Tubuli proksimal. Penghambat reabsorpsi
natrium dan air melalui
daya osmotiknya.
Penghambatan reabsorpsi
natrium dan air oleh
2. Ansa henle
karena hipertonisitas
daerah medula menurun.
Penghambatan reabsorpsi
natrium dan air akibat
adanya papillary wash out,
3. Duktus koligentes
kecepatan aliran filtrat
yang tinggi, atau adanya
faktor lain.

Penghambat enzim Penghambatan terhadap


Tubuli proksimal
karbonik anhidrase reabsorpsi bikarbonat.

Tiazid Penghambatan terhadap


Hulu tubuli distal
reabsorpsi natrium klorida.

Diuretik hemat kalium Penghambatan reabsorpsi


Hilir tubuli distal dan
natrium dan sekresi kalium
duktus koligentes daerah
dengan jalan antagonisme
korteks
kompetitif (spironolakton)
atau secara langsung
(triamteren dan amilirid).

Diuretik kuat Penghambatan terhadap


Ansa henle bagian asenden
transport elektrolit
pada bagian dengan epitel
Natrium, Kalium, Klorida.
tebal
Location (numbered
Examples Mechanism in distance along
nephron)

[8]
inhibit H+ secretion,
Carbonic anhydras acetazolamide ,
resultant promotion of proximal tubule
e inhibitors dorzolamide
Na+ and K+ excretion
bumetanide[8], ethacrynic
inhibit the Na-K-2Cl medullary thick
Loop diuretics acid[8], furosemide[8],
symporter ascending limb
torsemide
glucose (especially in
promote osmotic proximal tubule,
Osmotic diuretics uncontrolled diabetes),
diuresis descending limb
mannitol
inhibition of Na+/K+
exchanger:
amiloride, spironolactone, Spironolactone inhibits
Potassium-sparing cortical collecting
triamterene, potassium aldosterone action,
diuretics ducts
canrenoate. Amiloride inhibits
epithelial sodium
channels[8]
bendroflumethiazide, inhibit reabsorption by distal convoluted
Thiazides
hydrochlorothiazide Na+/Cl- symporter tubules

2.2 PENGGOLONGAN OBAT DIURETIK


2.2.1 DIURETIK OSMOTIK
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4
syarat :
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu
gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau
peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah overdosis
obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh
ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi. Diuretik osmotik mempunyai
tempat kerja :
 Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
dan air melalui daya osmotiknya.
 Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan
air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
 Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau
adanya faktor lain.
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat diberikan dalam jumah cukup besar
sehingga turut menentukan derajat osmolaritas plasma filtrat glomerulus dan cairan tubuli.
Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
A. Manitol
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami
metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap
tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan secara IV, jadi obat ini tidak praktis untuk
pengobatan udem kronik. Pada penderita payah jantung pemberian manitol berbahaya, kerana
volume darah yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal.
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria akut akibat syok hipovolemik
yang telah dikoreksi, reaksi transfusi atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli, karena
dalam keadaan ini obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif. Manitol
digunakan misalnya untuk :
1. Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka
traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat.
2. Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal.
1. Efek Nonterapi
Manitol dapat menimbulkan reaksi hipersensitif. Manitol di distribusikan ke cairan ekstra
sel, oleh karena itu pemberian larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan meningkatkan
osmolaritas cairan ekstraseluler, sehingga secara tidak diharapkan akan terjadi penambahan
jumlah cairan ekstraseluler.
2. Sediaan
Manitol untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-
1000ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus
selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-
50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu
200mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis
percobaan diuresis masih kurang dari 30ml per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien harus di
evaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.
3. Kontraindikasi
Manitol dikokntraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem
paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan
kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi
ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru.
B. Urea
Suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah larut dalan air. Sediaan intravena
mengandung urea sampai 30% dalam dekstrose 5% (iso-osmotik) sebab larutan urea murni dapat
menimbulkan hemolisis. Pada tindakan bedah saraf, urea diberikan intravena dengan dosis 1-
1,5g/kgBB. Sebagai diuretik, urea potensinya lebih lemah dibandingkan dengan manitol, karena
hampir 50% senyawa urea ini akan direabsorbsi oleh tubuli ginjal.
Urea lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan dapat menimbulkan trombosis atau nyeri
bila terjadi eksravasasi.
C. Gliserin
Diberkan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan tujuan menurunkan
tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam sesudah pemberian obat dan menghilang
sesudah 5 jam.
Gliserin dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menyebabkan hiperglikemia dan
glukosuria.
D. Isosorbid
Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan gliserin. Efeknya juga sama,
hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan
hiperglikemia. Dosis berkisar antara 1-3g/kgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.

2.2.2 PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE


Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam sel korteks renalis, pankreas,
mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma.
Karbonik anhidrase merupakan protein dengan berat molekul kira-kira 30.000 dan
mengandung satu atom Zn dalam setiap molekul. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh
sianida, azida, dan sulfida. Derivat sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini
adalah asetazolamid dan diklorofenamid.

Mekanisme Penghambat Karbonik Anhidrase


Karbonik anhidrase mengkatalisis perubahan CO2 + H2O, Selanjutnya H2CO3 akan terionisasi
menjadi H+ dan HCO3-

Terjadi Hambatan pembentukan ion H dan HCO3


di sel tubuli

Padahal ion H dibutuhkan untuk pertukaran


dengan Ion Na di lumen tubuli, akibatnya ion Na yang difiltrasi glomerulus ke lumen bertambah

Menyebabkan hipertonis, menarik cairan disekitar tubuli, jumlah urin yang iekskresikan
bertambah. Berkurangnya HCO3 menyebabkan Asidosis, bisa untuk terapi epilepsi. Dicairan
bola mata banyak dijumpai enzim ini, penghambatan karbonik anhidrase mengurangi tekanan
intraokuler.

A. ASETOZOLAMID
1. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik yang utama dari asetozolamid adalah penghambatan karbonik
anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas
pada organ tempat enzim tersebut berada.
1) Ginjal.
2) Susunan cairan plasma.
3) Mata.
4) Susunan Saraf Pusat.
5) Pernafasan.
2. Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna,
kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna
dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi
secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam
sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi
penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik
anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel.
Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
3. Efek Nonterapi Dan Kontraindikasi
Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan
kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena
berkurangnya ekskresi sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan, kerena pada hewan cobra
obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
4. Indikasi
Penggunaan asetazolamid yang utama ialah untuk menurunkan tekanan intraokuler pada
penyakit glaukoma.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk
alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah.
5. Sediaan
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral.
Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg per
hari. Natrium asetazolamid untuk pemberian parenteral hendaknya diberikan satu kali sehari,
kecuali bila dimaksudkan untuk menimbulkan asidosis metabolik maka obat ini diberikan setiap
8 jam.
Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu 2 kali sehari 250 mg, dimulai 3-4 hari
sebelum mencapai ketinggian 3000 m atau lebih, dan dilanjutkan untuk beberapa waktu sesudah
dicapai ketinggian tersebut.
Dosis untuk paralisis periodik yang bersifat familier (familial periodic paralysis) yaitu
250-750 mg sehari dibagi dalam 2 atau 3 dosis, sedangkan untuk anak-anak 2 atau 3 kali sehari
125 mg.
B. Diklorofenamid
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg, efek optimal dapat dicapai dengan dosis awal 200
mg sehari, serta metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis 100-300 mg sehari, tidak
terdapat dipasaran.

2.2.3 TIAZID
Sintesis golongan ini merupakan hasil dari penelitian zat penghambat enzim karbonik
anhidrase.Prototipe golongan benzotiadiazid ialah klorotiazid, yang merupakan obat tandingan
pertama golongan Hg-organik, yang telah mendominasi diuretik selama lebih dari 30 tahun.
A. Kimia Dan Hubungan Antara Struktur Dan Aktifitas.
Sebagaian besar senyawa benzotiadiazid merupakan analog dari 1,2,4-benzo-tiadiazin-1,
1-dioksida. Golongan ini biasa disebut sebagai benzotiadiazid atau tuazid saja. Senyawa tiazid
menunjukkan kurva dosis efek yang sejajar dan daya kloruretik maksimal yang sebanding.
B. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium, klorida
dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan mekanisme
reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal tubule).
Zat yang aktif sebagai penghambat karbonik anhidrase, dalam dosis yang mencukupi,
memperlihatkan efek sama seperti asetazolamid dalam ekskresi bikarbonat. Efek penghambatan
enzim karbonik anhidrase di luar ginjal praktis tidak terlihat karena tiazid tidak ditimbun di sel
lain.
Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja efek diuretiknya,
tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, tazid justru mengurangi diuresis. Mekanisme
antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik pada diabetes
insipidus nefrogen, maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior.
Fungsi Ginjal
Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus, terutama bila diberikan secara
intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal. Namun
berkurangnya filtrasi ini sedikit sekali pengaruhnya terhadap efek diuretik tiazid, dan hanya
mempunyai arti klinis bila fungsi ginjal memang sudah kurang. Seperti kebanyakan asam
organik lain, tiazid disekresi secara aktif oleh tubuli ginjal bagian proksimal. Sekresi ini dapat
berkurang dengan adanya antagonis kompetitif misalnya probenesid. Dalam keadaan tertentu,
probenesid dapat menghambat efek diuresis tiazid, hal ini menandakan bahwa untuk
menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada didalam cairan tubuli.
Tempat kerja utama tiazid adalah dibagian hulu tubuli distal (early distal tubules). Seperti
diketahui mekanisme reabsopsi Na+ di tubuli distal masih belum jekas benar, maka demikian
pula cara kerja tiazid. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih
rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan
90% Na+ dalam cairan filtrat telah direabsopsi lebih dahulu sebelum ia mencapai tempat kerja
tiazid.
Pada manusia tiazid menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya dalam darah
meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini :
1) Tiazid meniggikan reabsopsi asam uart di tubuli proksimal
2) Tiazid mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli.
Peninggian kadar asam urat ini kurang begitu berarti karena insidens serangan gouth akut
terutama berhubungan dengan kadar asam urat dalam plasma sebelum pengobatan dengan tiazid.
Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama dengan ekskresi klorida. Diuretik
yang menyebabkan kloruresis juga akan meningkatkan ekskresi kedua ion halogen yang lain.
Dengan demikian semua obat yang bersifat kloruresis dapat digunakan untuk menanggulangi
keracunan bromida. Selain itu, penggunaan diuretik yang berkepanjangan dapat meningkatkan
ekskresi yodida dengan akibat dapat terjadinya deplesi yodida yang ringan. Berbeda dengan
natriuretik lain, tiazid menurunkan ekskresi kalsium sanpai 40%, karena tiazid tidak dapat
menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg++ meningkat, sehingga dapat
menyebabkan hipomagnesemia.
Cairan Ekstrasel
Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama pada pemberian jangka pendek, dan
mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi
natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air yang sebanding, dapat menyebabkan
hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam.
Namun demikian secara keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan gangguan
komposisi cairan ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan diuretik kuat, karena
intensitas diuresis yang ditimbulkan nya relatif lebih rendah.
D. Farmakokinetik
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah
satu jam. Klorotiazid didistribusikan krseluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri,
tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid
diekskresi oleh sel tubuli proksimal kedalam cairan tubuli. Jadi bersihan ginjal obat ini besar
sekali, biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan. Bendroflumetiazid, politiazid, dan
klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat.
Klorotiazid dalam badan tidak mrngalami perubahan metabolik, sedang politiazid
sebagian dimetabolisme dalam badan.
E. Efek Samping
Intoksikasi dalam klinik jarang terjadi, biasanya reaksi yang timbul disebabkan oleh
reaksi alergi atau karena penyakitnya sendiri. Telah dibuktikan pada hewan cobra bahwa
besarnya dosis toksik beberapa kali dosis terapi. Reaksi yang telah dilaporkan adalah berupa
kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes
yang laten. Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma
dengan mekanisme yang tidak diketahui, tetapi tidak jelas apakah ini meninggikan resiko
terjadinya aterosklerosis.
Kadar natrium, kalium, klorida dan bikarbonat plasma sebaiknya diperiksa secara berkala
pada penggunaan tiazid jangka lama walaupun perubahannya tidak menonjol. Kombinasi tetap
tiazid dengan Hcl tidak digunakan lagi karena menimbulkan iritasi lokal di usus halus. Suplemen
KCl sebagai sediaan terpisah atau penberian tiazid bersama diuretik hemat kalium dapat
mencegah hipokalemia.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung
mengurangi aliran darah ginjal.
F. Indikasi
Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan
sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium pada penderita
yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk mencegah timbulnya hipokalemia yang
memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis. Hasil yang baik juga didapat pada pengobatan
tiazid untuk udem akibat penyakit hati dan ginjal kronis.
Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat
tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau hipertensi yang disertai
gangguan fungsi ginjal harus dilakukan dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat
memperhebat gangguan tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan hilangnya
natrium, klorida dan kalium yang terlalu banyak. Pengobatan lama udem kronik dengan obat ini,
hendaknya diberikan dalam dosis yang cukup untuk mempertahankan berat badan tanpa udem.
Penderita jangan terlalu dibatasi makan garam.
Penderita yang tidak responsif terhadap suatu jenis tiazid, kadang-kadang dapat diobati
dengan jenis tiazid lain. Hal ini umumnya disebabkan karena potensi antar jenis tiazid bereda-
beda. Ada baiknya sesekali pengobatan diselingi dengan diutetik lain, misalnya diuretik
antagonis aldosteron.
Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus terutama yang
bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
G. Sediaan dan Dosis Golongan Tiazid
Obat Sediaan Dosis (mg/hari) Lama kerja jam
Klorotiazid Tablet 250 dan 500 mg 500-2000 6-12
Hidroklorotiazid Tablet 250 dan 50 mg 25-100 6-12
Hidroflumetiazid Tablet 50 mg 25-200 6-12
Bendroflumetiazid Tablet 2,5; 5 dan 10 mg 5-20 6-12
Politiazid Tablet 1,2 dan 4 mg 1-4 24-48
Bendztiazid Tablet 50 mg 50-200 6-12
Siklotiazid Tablet 2 mg 1-2 18-24
Metiklotiazid Tablet 2,5 dan 5 mg 2,5-10 24
Klortalidon Tablet 25, 50 dan 100 mg 25-100 24-72
Kuinetazon Tablet 50 mg 50-200 18-24
Indapamid Tablet 2,5 mg 2,5-5 24-36

2.2.4 DIURETIK HEMAT KALIUM


Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan
amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
A. ANTAGONIS ALDOSTERON
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron adalah memperbesar reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium. Jadi pada hiperaldosteronisme, akan terjadi penurunan kadar kalium dan
alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3- dan sekresi H+ yang bertambah. Kadar kalium dan
alkalosis metabolic karena reabsorpsi HCO3- dansekresi H+ yang bertambah.
Keadaan dan tindakan yang dapat menyebabkan bertambahnya sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal adalah sekresi glukokortikoid yang meninggi misalnya membedakan, rasa takut,
trauma fisik dan peredaran, asupan kalim yang tinggi, asupan natrium yang rendah, bendungan
pada vena kava inferior, sirosis hepatis, nefrosis dan payah jantung akan meningkatkan sekresi
aldosteron tanpa peningkatan sekresi glukokortikoid. Keadaan tersebut diatas sering disertai
adanya udem, sehingga pemberian antagonis aldosteron yaitu spironolakton sebagai deuretik
sangat bermanfaat.
Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap
aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila terdapat aldosteron baik
endogen ataupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat dihilangkan dengan meniggikan kadar
adosteron. Jadi dengan pemberian antagonis aldosteron, reabsorpsi Na+ di hilir tubuli distal dan
duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga berkurang.
1. Farmakokinetik
Tujuh puluh persen spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi
enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan dengan protein cukup tinggi. Metabolit
utamanya,kanrenon, memperlihatkan aktivitas antagonis aldosteron dan turut berperan dalam
aktivitas biologi spironolakton. Kanrenon mengalami interkonfersi menjadi kanrenoat yang tidak
aktif.
2. Efek Samping
Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bila
obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini
dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal yang berat.
Efek samping lain yang ringan dan reversible diantaranya ginekomastia, efek samping
mirip androgen dan gejala salura cerna.
3. Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem yang
refraktor. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretic lain dengan maksud mengurangi efek
kalium, disamping memperbesar diuresis.
Hasilnya pada pengobatan payah jantung, sirosis hepatis dan sindrom nefrotik sukar
diperkirakan karena interaksi yang terlalu kompleks dari penyakit primernya,
hiperaldosteronisme sekunder dan efek deuretik lain yang diberikan bersamaan.
4. Sediaan dan Dosis
Spironolakton terdapat dlam bentuk tablet 25,50 dan 100 mg. dosis dewasa berkisar
antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari-hari rata-rata 100 mg dalam dosis tunggal atau
terbagi.terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara sprironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid
25 mg dan, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
B. TRIAMETEREN DAN AMILORID
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan ekskresi
kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Efek penghambatan
reabsorpsi natrium dan klorida oleh triameteren agaknya suatu efek langsung, tidak melalui
penghambatan aldosteron, karena obat ini memperlihatkan efek yang sama baik pada keadaan
normal, maupun setelah adrenalektomi. Triameren menurunkan ekskresi K+ dengan
menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal. Berkurangnya reaabsorpsi natrium di tempat
tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan adanya
perbedaan potensial listrik transtubular ini diperlukan untuk berlangsungnya proses sekresi K+
oleh sel tubuli distat. Secara eksperimental, obat ini efektif dalam keadaan asidosis maupun
alkalosis.
Beberapa pengalaman klinik menunjukkan bhwa kedua obat ini terutama bermanfaat bila
diberikan bersama diuretic lain, misalnya hidroklorotiazid. Dengan kombinasi ini efek
natriuresisnya lebih besar dan ekskresi kalium oleh tiazid dikurangi.
Dibandingkan oleh trimteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebih
banyak diteliti. Pengalaman klinik dengan triamteren pun masih sangat kurang sehingga msih
banyak hal-hal yang belum diketahui mengenai obat ini.
Absorpsi triameteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral.
Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triametern per oral diserap
kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berakhir sesudah 24 jam.
1. Efek Samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini yaitu hiperkalemia. Triameteren
juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki dan
pusing.azotemia yang ringan sampai xedang sering terjadi dan bersifat reversible. Pada penderita
dengan sirosis hati akibat alcohol yang mendapat triameteren pernah dilaporkan terjadi nemia
meloblastik, tetapi hubungan sebab-akibat belum pasti. Hal ini mungkin akibat terjadinya
penghambatan terhadap enzim hidrofolat reduktase, terutama pada penderita dengan penurunan
cadangan dan masukan asam folat.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare
dan sakit kepala.
2. Indikasi
Diuretic hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan
udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretic
golongan lain. Misalnya dari golongan tiazid. Mengingat kemungkinan dapat terjadi efek
samping hiperkalemia yang membahayakan,, maka pasien-pasien yang sedang mendpatkan
pengobatan dengan diuretic hemat K+ sekali-kali jangan diberikan suplemen K+. juga harus
waspada bila memberikan diretik ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini
mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hipovolemi dan hiperkalemiamenjadi
besar. Selain itu perlu diingat pula bahwatriameteren atau amilorid sekali-kali jangan diberikan
bersama spironolaktn mengingat bahaya terjadinya hiperkalemia.
3. Sediaan
Triameteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. dosisnya 100-300 mg sehari. Untuk tiap
penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.
Amilorid dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklorotiazid 50 mg dan
hidroklorotiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.

2.2.5. DIURETIK KUAT


Diuretik kuatv(high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretic yang efeknya
sangat kuat dibandingkan dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagi epitel tebal ansa
henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics. Termasuk
dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid.
Asam etakrinat termasuk deuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral
dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat
masih tergolong derivate asam bumetamid merupakan derivate asam 3-aminobenzoat yang lebih
poten daripada furosemid, tetapi dalam hal lain kedua senyawa ini mirip satu dengan yang lain.
A. Cara Kerja
Secara umu dapat dikatakan bahwa diuretic kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja
yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh faktor farmokokinetik dan
adanya mekanisme kompensasi.
Diuretic kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit di ansa
henle asenden bagian epitel tebal: tempat kerjnya dipermukaan sel epitel bagian luminal (yang
menghadap ke lumel tubuli). Pada pemberian secara IV obat ini cederung meningkatkan aliran
darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodiamik ginjal ini
mengakibatkan menurunya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta
meningkatnya efek awal dieresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative hanya berlangsung
sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrases akibat dieresis, maka aliran darah ginjal
menurun dan hal ini akan mengakibatkan peningkatan reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli
poksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme konpensasi yang
membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal henle asenden, dengan
demikian akan mengurangi dieresis.
Masih ipertentangkan apakah diuretic kuat juga bekerja di tubuli proksimal. Furosemid
dan bumetamid mempunyai daya hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya
merupakan derivate sulfonamide, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu
lemah untuk menebabkan diuresis di tubuli proksimal. Asam etakrinat tidak menghambat enzim
karbonik anhidrase. Efek deuetik kuat terdapak segmen yang lebih distal dari ansa henle
asendens epitel tebal , belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya dieresis yang terjadii, diduga
obat ini bekerja juga di segmen tubui lain.
Ketiga obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat
plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga
ditingkatkan sebanding dengan peninggian ekskresi Na+. berbed dengan tiazid, golongan ini tidak
meningkatkan re-absorpsi Ca++ di tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsinuria ini, golongan
deuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik hiperkalsemi.
Deuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (titratable acid) dan
ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karna eeknya di nefron distal ini merupakan saah satu
faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolic.
Bila mobilisasi cairan udem terlalu cepat, alkalosis metabolic oleh deuretik kuat ini
terutama terjadi aakibat penyusutan volume cairan ekstrasel.sebaliknya pad penggunaan yang
kronik , faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+.
alkalosis ini sering sekali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh
mekanisme yang berbeda.
B. Farmakokinetik
Ketika obat mudah diserap melalui saluran cerna dengan derajat yang agak berbeda-beda.
Bioavailabilitas fursemid 65% sedangkan bumetanid hamper 100%. Deuretik kuat terikat pada
protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali
disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat
terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi.
Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid dan interaksi antara keduanya ini hanya
terbatas pada tingkat sekresi tubuli dan tidak pada tempat kerja deuretik.
Kira-kira 2/3 dari asam etrakinat yang diberika secara IV diekskresi melalui ginja dalam
bntuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein.
Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang
sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam
bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.
C. Efek Samping
Efek samping asam atakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas: (1) reaksi toksik
berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi dan (2) efek samping
yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi. Hiperuresemia relative sering
terjadi, namun pada kebanyakan penderita hal ini hanya merupakan kelainan biokimia. Dapat
pula terjadi reajksi berupa gangguan saluran cerna, depresi elemen darah, rash kulit, parestesia
dan difungsi hati. Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada
furosemid. Sensivitas mungkin terjadi antara furosemid dan sulfnamid yang lain. Furosemid dan
tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal ginjal
reversibel juga terjadi penurunan konsentrasi karbohidrat, tetapi lebih ringan daripada tiazid.
Pada dosis yang berlebihan pernah dilaporkan terjadinya hipoglikemia akut dengan mekanisme
yang tidak dikeahui. Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretic kuat ini tiidak
dianjurka pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal ini
merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan
lebih jarang pada bumetanid. Ketulian mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi
elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.
Bila karena suatu hal diperlukan pemberian obat yang juga bersifat ototoksik misalnya
aminoglikosid, maka sebaliknya dipilih diuretic yang lain, misalnya tiazid.
Deuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin klofibrat melalui penggeseran ikatannya
dengan protein. Pada penggunaan kronis diuretic kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.
Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin.
Antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid.
D. Penggunaan Klinik
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran
cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya kurang curam deuretik kuat merupakan obat
efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati atau ginjl. Sebaiknya diberikan
secara oral, kecuali bila diperlikan dieresis yang segera, maka dapat diberikan secara IV atau IM.
Pemberian parenteral ini diperlukan untuk mengatasi udem paru akut. Pada keadaan ini
perbaikan klinik dicapai karena terjadi perubahan hemodenamik dan penurunan volume cairan
ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan berkurang. Untuk
mengatasi udem refrakter, diuretic kuat biasanya diberiikan bersama deuretik lain, misalnya
tiazid atau diuretic hemat K+ . Pemakaian dua macam obat deuretik kuat secara bersama
merupakan tindakan yang tidak rasional.
Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih
besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyakya protein dalam caira tubuli
yang akan mengikat furosemid sehingga menghamba diuresis. Pada penderita dengan uremia,
sekresi furosemid melalui tbuli meurun. Diuretic juga digunakan pada penderita gagal ginjal akut
yang masih awal (baru terjadi), namun hasilnya tidak konsisten. Deuretik kuat
dikontraindikasikan pada keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Deuretik kuat dapat
menurunkan kadar kalsium plasma pada penderita hiperkalsemia simtomatik dengan cara
meningatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini, maka perlu pula
diberian suplemen Na+ dan Cl- untuk menggatikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui urin.

E. Sediaan
 Asam etakrinat.
Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan IV berupa Na-
etakrinal, dolsisnya 50mg atau 0,5-1 mg/kgBB
 Furosemid.
Obat ini tersedia dalam bentuk tabletb20, 40, 80 mg dan preparat suntikan. Umumnya pasien
membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari. Dosis anak 2 mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan
menjadi 6 mg/kgBB.
 Bumetanid.
Tablet 0,5 dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0,5-2 mg sehari. Dosis maksimal perhari
10mg. obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal
atara 0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum 10 mg/hari

2.2.6. XANTIN
Xantin ternyata juga mempunyai efek dieresis. Efek stimulasinya pada funsi jantung,
menimbulkan dugaan bahwa deuresis sebagai disebabkan oleh meningkatnya aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus. Namun semua derivate xantin ini rupanya juga berefek langsung
pada tubuli ginjal, yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan Cl- tanpa disertai perubahan
yang nyata pada pengasaman urin. Efe deuresis ini hanya sedikit dipengaruhi oleh keseimbangan
asam basa, tetapi mengalami potensiasi bila diberikan bersama penghambat karbonik anhidrase.
Diantara kelompok xantin teofilin memperlihatkan efek deuresis yang paling kuat. Xanting
sangat jarang digunakan sebagai diuretic utama, namun bila digunakan untuk tujuan lain
terutama sebagai nbronkokodilator, adanya efek deuresis harus tetap diingat.

DAFTAR PUSTAKA

Aslam Mohamed, cik kaw tan, adji prayitno.Farmasi klinis.(2003).Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Drs. Tjah tan hoan & Drs Rahardja kirana. (2008). Obat-obat penting. Jakarta : PT Gramedia.

Deglin judithhopfer & Vallerant april hazard. (2005). Pedoman obat untuk perawat. Jakarta : EGC.

Dr Jan Tambayong. (2002). Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta : widya medika

Katzung Bertram g. (1997). Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai