2
SKENARIO 1
MATA MERAH
Seorang anak 10 tahun datang diantar ibunya ke poliklinik dengan keluhan kedua
matanya merah. Tiga hari yang lalu mata kanan merah, berair, keluar kotoran mata
kental, dan terasa mengganjal. Penglihatan tidak kabur. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan visus ODS 6/6, pada konjungtiva didapatkan injeksi
konjungtiva, hipertrofi papil, sekret mucous, kornea tidak didapatkan defek.
Segmen anterior mata yang lain dalam batas normal
I. TERMINOLOGI
1. Hipertrofi papil : Penekanan pada pembuluh darah kecil di bagian
tarsal akibat edem yang terjadi karena proses inflamasi lokal dan
menyebabkan penekanan pembuluh darah bagian dalam, sehingga
terjadi pembengkakan, kebanyakan terjadi di konjungtiva superior.
2. Visus ODS 6/6 : Kondisi visus /ketajaman penglihatan normal
dimana orang melihat pada optotip snellen pada jarak 6 meter, pasien
juga dapat melihat pada jarak 6 meter juga. ODS = Okulo Dextro-
sinistro (berlaku untuk mata kiri dan kanan)
3. Injeksi konjungtiva: pelebaran a. Konjungtiva posterior dengan pola
seperti injeksi dengan warna merah segar yang dapat terjadi karena
pengaruh mekanis atau pengaruh alergi dan proses infeksi di daerah
konjungtiva. Ciri-cirinya mudah digerakkan dari dasar, tidak memiliki
photophobia, pembuluh darah semakin padat ke arah perifer.
4. Pemeriksaan oftalmologis : pemeriksaan untuk menilai fungsi maupun
anatomi kedua mata. Yang sering dilakukan : Visus, intraokular
pressure, eksternal mata, pemeriksaan fundus, lapangan pandang. Untuk
melihat apakah didapatkan mata merah, kongesti, kemosis, juga melihat
keadaan papil dan folikel.
V. SASARAN BELAJAR
1. Definisi dan etiologi dari konjungtivitis
2. Macam-macam konjungtivitis disertai tanda dan gejala
3. Patofisiologi konjungtivitis
4. Penegakkan diagnosis konjungtivitis (anamnesis, pemeriksaan
oftalmologis dan penunjang)
5. Diagnosis banding konjungtivitis
6. Tatalaksana konjungtivitis (medikamentosa disertai dengan penulisan
resep obat tetes mata dan non-medika mentosa + edukasi pada pasien)
VI. BELAJAR MANDIRI
1. Definisi dan etiologi dari konjungtivitis
a. Definisi konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau
radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata,
dalam bentuk akut maupun kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan
oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit
sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula
karena asap, angin dan sinar.
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah,
terdapat kotoran pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing
yang masuk, mata berair, kelopak mata lengket, penglihatan terganggu,
serta mudah menular mengenai kedua mata.
Konjungtivitis lebih sering terjadi pada usia 1-25 tahun. Anak-anak
prasekolah dan anak usia sekolah kejadiannya paling sering karena
kurangnya hygiene dan jarang mencuci tangan.
b. Etiologi konjungtivitis
Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa
disebabkan karena bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi.
Konjungtivitis bakteri biasanya disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus. Sedangkan,
konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh adenovirus dan
penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus
namun sangat jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi
klamidia, yang disebabkan oleh organisme Chlamydia trachomatis.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap
allergen yang umumnya disebabkan oleh bahan kimia.
Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan
kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat
yang berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel
mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi
bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel
darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai
permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara
mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi
konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi.
Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan
lisozyme) yang merangsang lakrimasi.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan
faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya
mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa
dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air
mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin
pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis
limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung
dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan
eksternal dan slit-lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup
elemen berikut ini:
• Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
• Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna,
malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
• Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, sekret
Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:
• Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau
vesikel, sisa kulit berwarna darah, keratinisasi
• Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
• Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
• Konjungtiva tarsal dan forniks
1. Adanya papila, folikel dan ukurannya
2. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3. Membran dan psudomembran
4. Ulserasi
5. Perdarahan
6. Benda asing
7. Massa
8. Kelemahan palpebra
9. Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan,
papila, ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
* • Kornea
1. Defek epitelial
2. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
3. Filamen
4. Ulserasi
5. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6. Vaskularisasi
7. Keratik presipitat
* •Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
* •Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea
Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes
diagnostik membantu.5
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai
sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada
pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan
klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema
konjungtiva.
1. 1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan
konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk
konjungtivitis purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada kasus
dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap pengobatan.
1. 1. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes
imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen
sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas
88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik
mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari okuler.
PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan
beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.
1. 1. Tes diagnostik klamidial
Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan
imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan
enzyme-linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR
untuk spesimen genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen
konjungtival lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler
beragam. Meskipun spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang
memuaskan, penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.
1. 1. Smear/sitologi
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa)
direkomendasikan pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus,
konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada kasus dicurigai konjungtivitis
gonoccocal pada semua grup usia.
1. 1. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak
berespon pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung
keganasan, biopsi langsung dapat menyelamatkan penglihatan dan juga
menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes diagnostik pewarnaan
imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit seperti
OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus
dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan
dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP.
Pada kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh
ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan
ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan spesimen
yang tepat.
1. 1. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui
menderita penyakit tiroid.
Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat
pasien. Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan
konjungtivitis toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan
kimia, pH okuler harus dites dan irigasi mata terus dilakukan hingga pH mencapai
7. Konjungtivitis juga dapat disebabkan penggunaan lensa kontak atau iritasi
mekanikal dari kelopak mata.
Manifestasi Klinis:
- Mata merah, berair, nyeri hebat
- Sensasi benda asing
- Terdapat sekret
- Kelopak mata bengkak
- Nyeri apabila melihat cahaya terang
- Terdapat infiltrat tergantung dari kedalaman lesi dan etiologi
keratitis
2. Marginal
Kondisi ini diakibatkan karena reaksi hipersentivitas terhadap
eksotoksin staphilococcus dan protein dinding sel disertai dengan
endapan kompleks imun kornea perifer. Kondisi ini sering tidak
berbahaya namun sangat nyeri
Manifestasi Klinis :
- Gejala
1. Sensasi benda asing
2. Nyeri
3. Lakrimasi
4. Fotofobia
- Tanda
1. Sering ditemui blefaritis kronis marginal
2. Berawal sebagai infiltrat liniear atau oval marginal subepitel
yang terpisah dari limbus oleh zona yang jernih (lucid interval)
3. Defek epitel lebih kecil daripada infiltrate
4. Penyebaran sirkumferensial dan saling bersatu
6. Tatalaksana konjungtivitis (medikamentosa disertai dengan
penulisan resep obat tetes mata dan non-medika mentosa + edukasi
pada pasien)
Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya.
Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.
Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri
ü Kloramfenikol
ü Gentamisin
ü Tobramisin
ü Eritromisin
ü Sulfa
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah
yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air
mata artifisial dan kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan
beragam alergen dan mediator peradangan yang mungkin ada pada
permukaan okuler.
b) Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah
yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau
mast cell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin
juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering
dipakai termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal
mempunyai masa kerja cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan
mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam bentuk kombinasi dengan
mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai masa kerja lebih
lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin topikal.
Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin, yang
menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh
darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika
diperlukan tambahan efek anti-peradangan.
c) Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan
dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang.
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang
tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan
pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana memerlukan
tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID
dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan
intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti
loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali
berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis
vernal.
Non farmakologi
DAFTAR PUSTAKA
Riordan, Eva Paul. Cohitcher, John. 2007. Vaughan’s & Asbury General
Opthalmology, 17th Edition. London : The McGraw-Hill Companies.
Sidarta, Ilyas. 2017. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Tanto, Chris. Et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius