Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai

adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak [ CITATION

Tid16 \l 1033 ]. Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak

seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial

[ CITATION Sme102 \l 1057 ]. Tumor intrakranial atau tumor otak merupakan suatu

massa abnormal dari jaringan didalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah

dengan tidak dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel

normal[ CITATION Sim17 \l 1033 ]. Sol dapat pula didefinisikan sebagai tumor yang

jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa

inflamatorik maupun parasitic yang berletak pada rongga kranium [ CITATION Eja05

\l 1057 ]. Tumor intrakanial dapat mengarah pada defisit lokal tergantung pada

lokasinya. Lesi pada lobus frontalis tergantung pada sering mengarah pada penurunan

progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental dan gangguan personalitas. Lesi

pada lobus temporalis dapat mengarah pada depersonalisasi, gangguan emosi,

gangguan sikap, gangguan lapang pandang, ilusi audiotorik atau halusinasi auditorik.

Lesi pada lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral,

kejang dan penurunan sensorik. Lesi pada lobus oksipitasis dapat menghasilkan

gangguan lapang pandang persial[ CITATION And16 \l 1033 ].


B. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma

selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat

belum diketahui gejala klinis.


2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa

gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis

tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus

menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya

dengan tumor pada manusia masih belum jelas.


Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Adapun

beberapa faktor secara umum penyebab tumor sebagai berikut[ CITATION Nur151 \l

1033 ].
1. Herediter: Pada riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan

kecuali anggota sekeluarga.


2. Sisa-sisa sel embrional: Sel embrional yang tertinggal dalam tubuh akan menjadi

ganas dan merusak, sehingga menjadi perkembangan abnormal, terutama

intrakranial dan kordoma.


3. Radiasi: Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat

mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu

terjadinga suatu glioma.


C. Manifestasi Klinik

Menurut Brunner & Suddart (2007), tanda dan gejala yang dapat muncul antara

lain:

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :

a) Sakit kepala

b) Muntah

c) Papiledema

2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada

satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )


b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang

penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan

tumor) dan halusinasi penglihatan.

c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan

kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan

nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )

d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan

tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang

tidak teratur dan kurang merawat diri

e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan

saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf

kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas

fungsi motorik.

f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,

gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.

D. Komplikasi
Adapun gangguan sebagai komplikasi yang muncul yaitu [ CITATION Mea13 \l

1057 ].
1. Gangguan fungsi neurologis: Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami

gangguan pada serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan

keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke

sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama

tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.


2. Gangguan kognitif: Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami

gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional,

termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga

akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood: Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar

pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit

tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual: Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi

kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau

galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu). Pada pria dengan prolaktinoma

dapat muncul dengan impotensi dan hipogonadisme.

a) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan

tingkat kepuasan.

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, Moorhouse, & Murr (2010), pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosis Sol Intrakranial antara lain:

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas

tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang

sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang

otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang

menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk

memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah

yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus

temporal pada waktu kejang

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Sol Intrakranial dapat meliputi

1. Pembedahan: Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan

pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis

tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun

sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation.

Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan

jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga

direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1

cm.

2. Radioterapi: Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti

low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi

dari pembedahan parsial.

3. Kemoterapi: Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk

oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya

digunakan sebagai terapi tambahan.

4. Antikolvusan: Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada

pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan

tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah

kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain

itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-

150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).

5. Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik

merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,

sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6

minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam

memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan

dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah

toksisitas.

6. Kortikosteroid: Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu

tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas

mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari,

tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang

dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

7. Head up 30-45˚: Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala,

sehingga akan membantu mengurangi TIK.

8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia: PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40

mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran

darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan

disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak..

9. Diuretika Osmosis: Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat

dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat

mencegah edema serebri.


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.

2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan

intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis

media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru,

empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5. Aktivitas / istirahat

Gejala : malaise

Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

6. Pemeriksaan Fisik

a) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda : TD meningkat

Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh

pada vasomotor).

b) Eliminasi

Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

c) Nutrisi

Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)

Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.


d) Hygiene

Gejala : -) dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan

diri (pada periode akut).

e) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.

Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit

dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor, peningkatan TIK, nistagmus,

kejang umum lokal.

f) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /

pungung kaku.

Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

g) Pernapasan

Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental

(letargi sampai koma) dan gelisah.

h) Keamanan

1) Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga

tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,

pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan gangguan perfusi jaringan serebral

2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual dan muntah
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Keperawatan
1. Resiko NOC: NIC:
ketidakefektifan  Status sirkulasi Manajemen sensasi perifer:
gangguan perfusi  Perfusi jaringan: serebral  Monitor adaya daerah tertentu yang
jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan hanya peka terhadap
selama ….. pasien mempunyai sistem panas/dingin/tajam/tumpul
saraf pusat dan perifer yang utuh,  Monitor adanya paretese
menunjukkan fungsi motoric yang utuh,  Instruksi keluarga untuk
menunjukkan fungsi otonom yang utuh, mengobservasi kulit jika ada isi atau
mempunyai pupul yang normal, terbebas laserasi
dari kejang, tidak mengalami sakit kepala,  Gunakan sarung tangan untuk
ditandai dengan proteksi
Kriteria hasil:  Batasi gerakan pada kepala, leher,
 Mendemonstrasikan status sirkulasi kepala dan punggung
yang ditandai dengan:  Monitor kempuan BAB
- TTV dalam batas normal  Kolaborasi pemberian analgetik
- Tidak ada ortostatikhipertensi  Monitor adanya tromboplebitis
- Tidak ada tanda peningkatan TIK  Diskusi mengenai penyebab
 Mendemonstrasikan kemapuan perubahan sensasi
kognitif yang ditandai dengan:
- Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
 Menunjukkan fungsi sensori motorik
cranial yang utuh:
- Tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan involunter

2 Ketidakefektifan NOC: NIC:


pola napas  Status pernapasan: ventilasi Airway management
berhubungan  Status pernapasan: patensi jalan nafas  Buka jalan napas, gunakan teknik
dengan kerusakan  Status vital sign chin lift atau jaw thrust bila perlu
neurologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk
selama…. Pasien akan menunjukkan memaksimalkan ventilasi
keefektifan pola napas dengan  Identifikasi pasien perlunya
Kriteria hasil: pemasangan alat jalan nafas buatan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Pasang mayo bila perlu
suara napas yang bersif, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis, dan dypsneu (mampu  Keluarkan secret dengan batuk atau
mengeluarkan sputum, mampu suction
pernapas dengan mudah, tidak ada  Auskultasi suara napas, catat adanya
pursed lips) suara tambahan
 Menunjukkan jalan napas yang paten  Lakukan suction pada mayo
(pasien tidak merasa tercekik, irama  Berikan bronkodilator bila perlu
napas, frekuensi pernapasan dalam  Berikan pelembab udara kassa basah
rentang normal, tidak ada suara nafas NaCl lembab
abnormal)  Atur intake untuk cairan
 Tanda-tanda vital dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan
normal  Monitor respirasi dan status O2
Terapi oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan napas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigen
Monitor vital sign
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitot TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
3 Nyeri akut NOC: NOC:
berhubungan  Tingkat nyeri Management nyeri
dengan agen cedera  Kontrol nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara
fisik  Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan karakteristik, durasi, frekuensi,
selama….nyeri pasien teratasi dengan kualitas dan faktor presipitas
Kriteria Hasil  Observasi reaksi nonverbal dari
 Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu menggunakan  Gunakan teknik komunikasi
tehnik nonfarmakologi untuk teraupetik untuk mengetahui
mengurangi nyeri, mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Kaji kultur yang mempengaruhi
dengan menggunakan managemen respon nyeri
nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa
 Mampu mengenali nyeri (skala, lampau
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Evaluasi bersama pasien dan tim
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri kesehatan lain tentang
berkurang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor prepitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Tingkatkan istirahat
Pemberian analgesic
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat dan dosis serta frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari Satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan nyerinya

4 Ketidakseimbanga NOC: NIC:


n nutrisi kurang  Status nutrisi Manajemen Nutrisi
dari kebutuhan  Status nutrisi: makanan, cairan,  Kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan asupan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan keparahan  Status nutrisi: asupan nutrisi menentukan jumlah kalori dan
mual dan muntah  Kontrol berat nutrisi
Kriteria Hasil:  Anjurkan pasien untuk
 Adanya peningkatan berat badan meningkatkan intake Fe
sesuai dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
 Berat badan ideal susuai dengan tinggi meningkatkan protein dan vitamin C
badan  Berikan substansi gula
 Tidak adanya malnutrisi  Yakinkan diet yang dimaan
 Tidak terjadi penurunan berat badan mengandung tinggi serat untuk
yang berarti mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan dan
kandungan kalori
 Berikan informasi mengenia
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Monitoring nutrisi
 Bb pasiendalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat
badan monitor lingkungan selama
makanmonitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Massa dalam
-Faktor genetik Pertumbuhan sel
Tumor otak otak
- paparan bahan kimia otak abnormal
bertambah

Obstruksi sirkulasi cairan Penekanan jaringan


serebrospinalis dari ventrikel Mengganggu spesifik
otak terhadap sirkulasi
lateral ke sub arachnoid bagian otak tempat
darah dan O2
tumor

Hidrochepalus Penurunan suplai O2 Timbul manifestasi


kejaringan otak akibat klinik/gejala lokal sesui
Kerusakan aliran darah obstruksi sirkulasi tumor
keotak otak

Tumor di cerbelellum,
Hipoksia serebral
Perpindahan cairan hipotalamus,
kejaringan serebral fassaposterior

Peningkatan volume
intrakranial Tubuh melakukan
Resiko ketidakefetiktifan
kompensasi
perfusi jaringan otak

Peningkatan TIK Gangguan sistem


Kompensasi (butuh waktu
pernafasan
lama)

Weezing / Mengi
Nyeri kepala Tidak terkompensasi

Ketidakefektifan
Kompresi subkortikal &
pola napas
batang otak

Kehilangan auto regulasi Meransang rerfluks


serebral

Mual / muntah (Nervus IX


Iritasi pusat vegal dimedula
dan X)
oblongata

Ketidakseimbangan
Gangguan sistem
nutrisi kurang dari
pencernaan
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Andini, D., & Hanriko, R. (2016). Sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.e. space
occupying lesion. J Medula Unila, 5(1), 45-49.
Brunner, & Suddart. (2007). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th edition. Vol.2.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadephia: Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans ed.8.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Ejaz, M., Saeed, A., Naseer, A., Chaudrhy, & Qureshi, G. (2005). Intra-cranial Space
Occupying Lesions A Morphological Analysis, Department of Pathology,
Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21, 50-62.
Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.).
(B. A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta: EGC.
Meagher, R. J., & Lutsep, H. L. (2013, Desember 10). Subdural Hematoma. Dipetik Juli 16,
2017, dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/113720
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadelphia: Elsevier.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediactio.
Simamora, S. K., & Zanariah, Z. (2017). Space occupying lesion (SOL). J Medula Unila,
7(1), 68-73.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2010). Textbook of medical-surgical nursing (12
ed., Vol. 1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Tidy, C. (2016, December 2). Space ocuupying lesions of the brain. Patient, hal. 1-5.

Anda mungkin juga menyukai