Anda di halaman 1dari 12

Pendahuluan

Infertilitas merupakan masalah yang dihadapai oleh pasangan suami istri yang telah
menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan senggama teratur, tanpa
menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan.1 Pada prinsipnya
masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi berdasarkan masalah yang sering
dijumpai pada perempuan dan masalah yang sering dijumpai pada laki-laki. Pendekatan yang
digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut digunakan
pendekatan organik, yang tentunya akan sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan. Faktor
tersebut dapat saja merupakan kelainan langsung organnya, tetapi dapat pula disebabkan oleh
faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor infeksi, faktor hormonal, faktor genetik, dan faktor
proses penuaan.
Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya pasangan suami istri
belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas sekunder jika
pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun pascapersalinan atau
pasca abortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apapun.

Anamnesis
Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan suami istri
atau salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum, minuman beralkohol. Perlu juga
diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti antihipertensi,
kortikosteroid, dan sitostatika.
Jika pada wanita, siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan
siklus haid normal jika berada dalam kisaran 21-35 hari. Sebagian besar perempuan dengan
siklus haid yang normal akan menunjukan siklus haid yang berovulasi. Untuk mendapatkan
rerata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3-4 bulan terakhir. Perlu juga
diperoleh informasi apakah keluhan nyeri haid setiap bulannya dan perlu dikaitkan dengan
adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri atau terdapat penggunaan obat penghilang
nyeri saat haid terjadi.2

1
Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang dilakukan selama ini.
Akibat sulitnya menentukan saat ovulasi secara tepat, maka dianjurkan bagi pasutri untuk
melakukan senggama secara teratur dengan frekuensi 2-3 kali per minggu.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas adalah
pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang. Penentuan
indeks massa tubuh perlu dilakukan dengan menggunakan formula berat badan (kg) dibagi
dengan tinggi badan (m2). Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari
25kg/m2termasuk dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan erat dengan
sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19kg/m2seringkali dikaitkan dengan penampilan
pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis seperti infeksi tuberkulosis
(TBC), kanker, atau masalah kesehatan jiwa seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.2
Adanya pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada yang
lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat yang banyak
dan tidak normal pada perempuan, seringkali terikat dengan kondisi hiperandrogenisme, baik
klinis maupun biokimiawi.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hormon
Pemeriksaan dasar untuk mendeteksi atau mengonfirmasi adanya ovulasi dalam sebuah
siklus haid adalah penilaian kadar progesteron pada fase luteal media, yaitu kurang dari 7 hari
sebelum perkiraan datangnya haid. Adanya ovulasi dapat ditentukan jika kadar progesteron fase
luteal media dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l).2
Penilaian kadar progesteron pada fase luteal media menjadi tidak memiliki nilai diagnostik
yang baik jika terdapat siklus haid yang tidak normal seperti siklus haid yang jarang (lebih dari
35 hari), atau siklus haid yang terlalu sering (kurang dari 21 hari).2
Pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan prolaktin hanya dilakukan jika
terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berovulasi, terdapat keluhan galatore atau terdapat
kelainan fisik atau gejala klinik yang sesuaidengan kelainan pada kelenjar tiroid

2
Pemeriksaan kadar luteinizing hormon (LH) dan follicles stimulazing hormone (FSH)
dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3-5) terutama jika dipertimbangkan terdapat
peningkatan nisbah LH/FSH pada kasus sindron ovarium polikistik (SOPK). Jika dijumpai
adanya tanya klinis hiperandrogenisme, seperti hirsutisme atau anke yang banyak, maka perlu
dilakukan pemeriksaan kadar testosteron atau pemeriksaan free androgen indeks (FAI), yaitu
dengan melakukan kajian terhadap kadar testosteron yang terkain dengan sex hormone binding
(SHBG) dengan formula FAI=100 x testosteron total/SHBG. Pada perempuan kadar FAI normal
jika dijumpai lebih rendah dari 7.2
Uji Pasca Senggama
Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tapi dapat memberi informasi tentang
interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS di lakukan 2-3 hari sebelum perkiraan ovulasi
dimana “spin barkeit” dari getah serviks mencapai 6 cm atau lebih.
pengambilan getah serviks dari kanalia endo-serviks di lakukan setelah 2-12 jam
senggama. pemeriksaan di lakukan di bawah mikroskop. UPS di katakan positif, bila di temukan
paling sedikit 5 sperma perlapangan pandang besar (LPB). UPS dapat memebrikan gambaran
tentang kualitas sperma, fungsi getah serviks dan keramahan getah serviks terhadap sperma.
Histerosalpingografi (HSG)
infertilitas tuba didagnosa sekitar 15-50% pada pasangan subferil. HSG memberikan
gambar rongga uterus dan tuba falopii. HSG merupakan uji pendahuluan yang paling sederhana
untuk mengganbarkan rongga uterus dan tuba falopii dan sedikit komplikasi. Pada tahap ini di
lakukan pemeriksaan HSG untuk menilai patensi tuba. 2
Laparoskopi
Akhir-akhir ini laparoskopi di anggap terbaik untuk menilai fungai tuba falopii.
Laparoskopi memberikan gambaran panoramik terhadap anatomi reproduksi panggul dan
pembesaran dari permukaan uterus, ovarium, tuba dan peritoneum. Oleh karenanya, laparoskopi
dapat mengidentifikasi penyakit oklusi tuba yang lebih ringan (aglutinasi fibria, fimosis), adhesi
pelvis atau adneksa, serta endometriosis yang dapat mempengaruhi fertilitas yang tidak
terdeteksi oleh HSG.
Pemeriksaan Analisis Sperma

3
Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal pasutri dengan masalah
infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor lelaki turut memberikan
kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilita.
Beberapa syarat yang harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sperma yang baik
adalah sebagai berikut: 2
● Lakukan abstinesia (pantangan senggama) selama 2-3 hari.
● Keluarkan sperma dengan cara masturbasi dan hindari dengan cara senggama terputus
● Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi
● Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma
● Gunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampung sperma
● Tabung sperma haarus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal, dan waktu pengumpulan
sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi atau senggama
terputus).
● Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma.
● Hindari paparan temperatur yang terlampau tinggi (> 38o) atau terlalu rendah (<15o) atau
menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh.
Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah kriteria normal
berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO). Hasil dari analisis sperma tersebut
menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan kualitas sperma
berdasarkan kensentrasi, mortalitas dan morfologi sperma.2

Tabel 1. Nilai normalitas analisis sperma berdasarkan kriteria WHO2


Kriteria Nilai rujukan normal

Volume 2 ml atau lebih


Waktu likuefaksi Dalam 60 menit
pH 7,2 atau lebih
Konsentrasi sperma 20 juta per mililiter atau lebih
Jumlah sperma total 40 juta per mililiter atau lebih
Lurus cepat (gerakan yang progresif dalam 25 % atau lebih

4
60 menit setelah ejakulasi (1)
Jumlah antara lurus lambat (2) dan lurus 50 % atau lebih
cepat (1)
Morfologi normal 30% atau lebih
Vitalitas 75% atau lebih yang hidup
Lekosit Kurang dari 1 juta per mililiter
Keterangan :
Derajat 1: gerak sperma cepat dengan arah yang lurus
Derajat 2: gerak sperma lambat atau berputar-putar

Dua atau tiga nilai analisis sperma diperlukan untuk menegakkan diagnosis adanya
analisis sperma yang normal. Namun, cukup banyak melakukan analisis sperma tunggal jika
pada pemeriksaan telah dijumpai hasil analisis sperma normal, karena pemeriksaan analisis
sperma yang ada merupakan metode pemeriksaan yang sangat sensitif. Untuk mengurangi nilai
positif palsu, maka pemeriksaan analisis sperma yang berulang hanya dilakukan jika
pemeriksaan analisis sperma yang pertama menunjukkan hasil yang abnormal. Pemeriksaan
amalisis sperma kedua dilakukan dalam kurun waktu 2-4 minggu.2

Working Diagnosis

Fertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak
hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.1
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas
primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak setelah

5
berhubungan seksual secaa teratur selama 1 tahun dan tanpa menggunakan kontrasepsi.
Sedangkan infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh
anak lagi setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.1

Etiologi
1. Etiologi Infertilitas Pria
Laki-laki menyebabkan infertilitas sekitar 50% pada pasangan infertil. Apabila hanya ada
faktor tunggal, maka pasangannya yang subur dapat mengimbangi pasangan yang kurang subur.
Namun dalam banyak pasangan, baik laki-laki maupun perempuan mempunya faktor infertilitas
secara bersamaan. Infertilitas biasanya menjadi nyata jika kedua pasangan subfertile atau atau
kurang subur.4
Kurangnya kesuburan pada pria dapat terjadi akibat dari kelainan urogenital bawaan dan
dapatan, infeksi pada saluran sperma, peningkatan suhu skrotum (varikokel), gangguan endokrin,
kelainan genetik dan faktor imunologi. Pada 60-75% kasus, tidak ditemukan adanya faktor
penyebab (infertilitas idiopatik pria). Pria seperti ini biasanya datang tanpa ada riwayat yang
berkaitan dengan masalah kesuburan sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium endokrin memiliki temuan yang normal. Pada Analisis semen ditemukan
penurunan jumlah spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas (asthenozoospermia) dan
banyak bentuk morfologi yang abnormal (teratozoospermia). Kelainan ini dapat terjadi bersama-
sama dan dapat dikatakan sebagai sindrom oligoastheno teratozoospermia atau sindrom OAT.4
Sedangkan Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi lingkungan, dan kelainan
genetik.4
Selain itu infertilitas pada pria juga dapat disebabkan oleh impotensi. Pada impotensi,
penis pria tidak dapat ereksi sehingga tidak mungkin dapat melakukan koitus. Penyebab
impotensi sendiri bermacam-macam, bisa karena penyakit DM, hiperprolaktinemia, atauriwayat
pembedahan sebelumnya, atau mungkin juga faktor psikologis.5
Varokokel pada pria juga salah satu penyebab infertilitas. Varikokel merupakan suatu
keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan menyebabkan

6
pembuluh darah disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini maka
akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada infertilitas. Kerusakan
saluran ini dapat berupa kelainan genetik, namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi
atau vasektomi.5
2. Etiologi Infertilitas Wanita
Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa golongan
penyebab, yaitu:6
1. Kegagalan Ovulasi
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering kenapa wanita tidak
bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita infertil. Penyebab terjadinya
gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Gangguan Hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan ovulasi. Proses
dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang kompleks dari interaksi
hormon-hormon
b. Scar pada ovarium
Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Sebagai contoh,
adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang pada kista ovarium
dapat menyebabkan kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga folikel tidak dapat
menjadi matur dengan bennar dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga dapat
berakibat seperti ini.
c. Menopause prematur
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ni mempengaruhi
ovulasi.
d. Masalah Folikel
e. Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)
Pada penyakit ini, tubuh memproduksihormon androgen yang terlalu banyak, sehingga dapat
mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan resistensi insulin dan obesitas.

7
2. Fungsi Tuba Fallopi yang Menurun
Penyakit tuba terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat bervariasi, mulai
dariadesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi. Penyebab utama kelainan tuba ini antara
lain:6
a. Infeksi
Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya ditularkan
melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan inflamasi pada tuba sehingga
terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Sebagai contoh adalah hydrosalphing, sebuah
kondisi dimana tuba fallopi menjadi tertutup pada kedua ujungnya sehingga cairan
terkumpul dituba.
b. Penyakit Abdominal
Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah apendisitis dan
kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi pada cavum abdominal yang dapat
mempengaruhi tuba fallopi yang dapat berakibat timbulnya skar dan penutupan
saluran tuba.
c. Riwayat Operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya kerusakan
tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb terjadinya adhesi yang
dapat merubah tuba sehingga sel telur tidak dapat melewatinya.
d. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba, sehingga dapat
terjadi kerusakan tuba.
e. Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat dilahirkan dengan tuba
yang abnormal.
3. Endometriosis
Sekitar 10% dari pasangan infertil disebabkan oleh endometriosis. Dan pada
kenyataannya, 30-40% pasien dengan endometriosis didiagnosis infertil. Endometriosis
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan endometrium
pada daerah lain selain cavum uteri, yang paling sering terjadi pada cavum pelvis, termaduk

8
ovarium.6 Diagnosis pasti dari penyakit ini hanya bisa ditegakkan dengan laparoskopi untuk
melihat uterus, tuba fallopi, ovarium, danperitoneum pelvis secara langsung. Gejala pada
endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama, banyak dan nyeri, bercak
premenstrual, perdarahan rectal, dan urgensi urin.6
4. Kelainan pada mukus serviks
Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang masuk ke dalam vagina.
Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk melindunginya dari keasaman vaginadan
membantunya bergerak masuk kedalam uterus. Oleh karena itu adanya kelainan pada mukus
ini dapat menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel telur.Pada
beberapa kasus, mukus serviks juga dapat mengandung antibodi antisperma, yang juga dapat
mengganggu sperma.7
5. Kelainan Uterus
Kelainan uterus seperti adesi dan polips dapat menyebabkan infertilitas. Selain itu variasi
posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga dapat menyebabkan infertilitas.7

Epidemiologi
Prevalensi wanita yang didiagnosis dengan infertilitas, kira-kira
3%,dengan jangkauan 728%, tergantung pada usia seorang wanita. Namun, insidensi dari infertil
itas primer telah meningkat, bersamaan dengan penurunan insidensi infertilitas sekunder,
yang kemungkinan besar akibat perubahan sosial seperti penundaan kehamilan. Data yang
berasal dari National Survey of Family Growth tahun 1995 mengungkapkan bahwa 7% dari
pasangan yang sudah menikah, di mana pasangan wanita adalah usia reproduksi, tidak
mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi. Selain
itu, 15% dari wanita usia reproduksi dilaporkantelah menerima pelayanan infertilitas dalam
hidup mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan pelayanan infertilitas telah meningkat,
terutama di negara-negara Barat. Alasanutama hal ini adalah kecenderungan wanita untuk
kehadiran seorang anak karena karir pekerjaan.6
Faktor-faktor lainnya, antara lain adanya peningkatan dan efektivitas berbagai metode
assisted reproductive technology (ART), kesadaran masyarakat yang semakintinggi berkaitan
dengan penanganan infertilitas, peningkatan jumlah infertilitas akibat faktor tuba sebagai

9
konsekuensi dari penyakit menular seksual, dan tersedianya alatkontrasepsi yang efektif, dan
peningkatan ketersediaan pelayanan aborsi.6

Penatalaksanaan
Pengobatan infertilitas pada pria terlebih dahulu ditujukan langsung pada etiologi yang
menyebabkannya. Pengobatan ini dapat meliputi terapi medis atau pembedahan, seperti koreksi
verikokel atau koreksi pada penyumbatan vas deferens. Teknik bantuan reproduksi lebih sering
dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah sperma. Sperma dapat dicuci, dikonsentrat dan
diletakkan langsung pada rongga uterus dengan inseminasi buatan.7
Ketersediaan teknologi reproduksi secara luas telah merevolusi pengobatan infertilitas,
membuat kehamilan mungkin terjadi pada keadaan yang sebelumnya tidak dapat diterapi. Terapi
yang paling sering adalah IVF(In vitro fertilization), dimana oosit multiple yang dipisahkan
difertilisasi oleh spermatozoa didalam laboratorium. Embrio-embrio yang dihasilkan
ditumbuhkan di dalam laboratorium selama 2-5 hari, kemudian sekelompok embrio dipilih dan
dipindahkan kembali ke rongga uterus. IVF standar dapat dimodifikasi melalui beberapa cara.
Pada kasus infertilitas pria yang berat, sperma dapat disuntikkan langsung ke dalam sitoplasma
oosit untuk menimbulkan fertilisasi (injeksi sperma intrasitplasma/intracytoplasmic sperm
injection, ICSI). Sperma-sperma ini mungkin imotil. Sperma tersebut dapat diambil langsung
dari vas deferens, epididimis atau bahkan testis pada pria dengan azoospermia obstruktif.
Akhirnya, teknologi yang berkembang baru-baru ini memeungkinkan pemeriksaan genetic pada
embrio yang dihasilkan melalui IVF. Dengan menggunakan diagnosis genetik praimplantasi
(pre-implantation genetic diagnosis, PGD), blastomer tunggal diangkat dari blastokista yang
sedang berkembang. Blastomer ini dapat diskrining untuk berbagai defek gen yang diturunkan
atau jumlah kandungan kromosom. Hasil skrining dapat digunakan untuk menyeleksi embrio-
embrio yang akan dipindahkan kembali ke uterus.7

Pencegahan
Infertilitas pada pria berperan dalam 40 % kasus yang dihadapi dokter. Penyebabnya adalah
pelebaran pembuluh darah balik/vena di sekitar buah zakar yang disebut varikokel. Selanjutnya
karena adanya sumbatan/obstruksi pada saluran sperma terjadi pada 15 % pria. Sedankangkan

10
20 % sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya gangguan hormon, kelainan
bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi atau ejakulasi namun ternyata ada pula sekitar 20-25 %
penderita tidak diketahui penyebabnya. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

1. Mengobati infeksi di organ reproduksi. Ada berbagai jenis infeksi diketahui


menyebabkan infertilitas seperti infeksi prostat, testis / buah zakar, maupun saluran
sperma.

2. Menghindari rokok. Rokok mengandung zat-zat yang dapat meracuni pertumbuhan,


jumlah dan kualitas sperma.
3. Menghindari Alkohol dan zat adiktif. Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan
rendahnya kadar hormon testosteron yang tentu akan mengganggu pertumbuhan sperma.
Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan pertumbuhan
sperma.
4. Hindari obat yang mempengaruhi jumlah sperma, sepreti obat darah tinggi, dan lain-lain.6

Prognosis
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami,
umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan
lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian
menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat. Menurut
MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada setiap golongan
umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari 6 bulan meningkat dengan
meningkatnya frekuensi senggama. Ternyata, senggama 4 kali seminggu paling meluangkan
terjadinya kehamilan karena ternyata kualitas dan jenis motilitas spermatozoa menjadi lebih baik
dengan seringnya ejakulasi.4
Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tanpa pemakaian
kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan di Amerika Serikat dengan kesimpulan bahwa 25%
akan hamil dalam 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9 bulan pertama,
80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan pertama. Dengan demikian, makin lama
pasangan kawin tanpa hasil, makin menurun prognosis kehamilannya.4

11
Kesimpulan
Ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan, dimana wanita belum
mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2 – 3 kali seminggu, tanpa memakai
metode pencegahan selama 1 tahun. Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika
sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakan
sebagai infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan
setelah satu tahun pascapersalinan atau pasca abortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apapun.

Daftar Pustaka

1. Setiati S, Laksmi PW. Kesehatan perempuan. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi
ke-5. Interna Publishing. Jakarta: 2009.h.108-9.
2. Manuaba IBG. Kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2004. h. 29-31.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik evaluasi diagnosis & fungsi
dibangsal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2005. h. 451-72.
4. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2009. h. 687.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Infertilitas. Kapita
selekta kedokteran. Edisi ke-3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2001. h.389.
6. Wiknjosastro H. Infertilitas. Ilmu kandungan. Edisi ke-3. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2011. h. 424-35.
7. Heffner JL, Schust DJ. At a glance sistem reproduksi. Erlangga. Jakarta: 2006. h. 62.

12

Anda mungkin juga menyukai