Anda di halaman 1dari 68

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering di jumpai yang

terjadi pada 25% anak1. Menurut organisasi kesehatan dunia atau World Health

Organization (WHO) mengungkapkan pada tahun 2010 tercatat jumlah

kematian anak di bawah usia 5 tahun (balita) sebanyak 7,6 juta. Insiden kejang

demam di berbagai negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat

mencapai 2-4% sedangkan di negara-nagara Asia jumlah penderitanya lebih

tinggi lagi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang

kompleks yang harus ditangani lebih teliti2.

Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan

sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana.

Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah sekitar 9%-10%. Insiden

tertinggi terjadi kejang demam pada usia 14-18 bulan. Penelitian di Singapura

didapatkan insiden tertinggi kejang demam pada usia 12-14 bulan yaitu sebesar

57%3.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada

tahun 2012, pada tahun 2007 jumlah angka kematian balita di Indonesia

1
Sofwan, Rudianto, 2011. Kejang pada Anak. Jakarta : BIP.
2
Munasir, dkk, 2011. Kumpulan Tips Pediatri. Jakarta : IDAI.
3
Ibid.

1
2

sebesar 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian balita

yaitu diare 25,2%, pneumonia 15,5% dan lain-lain (Tuberkolosis, malaria serta

leukemia) 9,7%. Angka kematian bayi dan balita dari hasil SDKI pada tahun

2012 lebih rendah dari hasil SDKI 2007. Angka kematian bayi hasil SDKI 2012

adalah 32/1000 kelahiran hidup dan mayoritas kematian bayi terjadi pada

neonatus dan pada tahun 2007 34/1000 kelahiran hidup. Salah satu tujuan dari

SDKI adalah untuk mengukur tingkat dan kecenderungan kematian bayi dan

anak4.

Kejang demam simpleks merupakan kejang demam yang paling sering

terjadi pada anak (sekitar 80% dari seluruh kejang demam). Kejang demam

dapat terjadi karena adanya pengaruh beberapa hal, yaitu umur, faktor resiko

saat kehamilan maupun persalinan yang menyebabkan trauma otak, suhu

badan, faktor genetik, infeksi berulang dan tidak keseimbangan

neurotransmitter inhibitor dan eksitator.5

Menurut data Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu pada tahun

2011 jumlah kematian balita sebanyak 285 balita (0,17%) dari 162.197 jumlah

balita yang ada, angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup di Provinsi

Bengkulu tahun 2011 adalah 11,7% per 1.000 kelahiran hidup, Berdasarkan

data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, tahun 2011 terdapat 108 bayi

yang meninggal dari 33.383 kelahiran hidup dan tahun 2012 kematian pada

bayi kembali terjadi kenaikan sebanyak 288 kematian bayi dari 32.635

4
Kemenkes, 2012.
5
Sofwan, Rudianto, 2011. Kejang pada Anak. Jakarta : BIP.
3

kelahiran hidup, diantaranya 91 orang bayi yang meninggal disebabkan oleh

Asfiksia, 13 orang dikarenakan kelainan congenital, 11 orang dikarenakan oleh

sepsis dan 87 orang disebabkan hal yang lain-lain6.

Dalam Fuadi, dkk, (2010), hasil penelitian Van Stuijven Berg (1999),

menunjukan bahwa 17% di antara orang tua anak dengan kejang demam tidak

mempunyai pengetahuan tentang kejang, dan 47%-77% menganggap anaknya

sakit berat dan akan berakhir dengan kematian dan hasil penelitian Parmar

(2001), di India mendapatkan bahwa 77,9% para orang tua pasien kejang

demam tidak mempunyai pengetahuan mengenai kejang demam dan 90%

menganggap anaknya akan meninggal.

Penelitian lainnya yang terkait penelitian Fauziah (2012) hasil

penelitian sebanyak 24 orang (57,14%) yang memiliki sikap yang baik

sedangkan 18 orang (42,86%) yang memiliki sikap yang kurang baik. Hasil uji

statistik diperoleh Pvalue 0,020 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara sikap dengan pengetahuan ibu dalam penanganan kejang

demam di Puskesmas Ciputat.7

Hasil penelitian lain dari Pohan (2010) hasil penelitian sebanyak 25

orang (60,97%) yang memiliki sumber informasi yang baik sedangkan 16

orang (39,03%) yang memiliki sumber informasi kurang baik. Hasil uji statistik

diperoleh Pvalue 0,011 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan

6
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu (2011) Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu, 3 April 2015.
7
Fauziah . 2012. hubungan sikap, pekerjaan terhadap pengetahuan ibu dalam penanganan kejang
demam. 18 september 2015
4

antara sumber informasi ibu terhadap penanganan kejang demam di Puskesmas

Suka Merindu Jambi.8

Menurut data yang di peroleh dari medical record (rekam medis) DTP

Puskesmas Bayah, kasus balita kejang demam tercatat pada tahun 2012

sebanyak 69 orang (4,21%) dari 1.638 anak yang dirawat di DTP Puskesmas

Bayah, dan pada tahun 2013 sebanyak 90 orang (4,28%) dari 2.102 anak yang

dirawat di DTP Puskesmas Bayah, sedangkan pada tahun 2014 tercatat

sebanyak 90 orang (5,02%) dari 1.791 anak yang dirawat di DTP Puskesmas

Bayah. Pada tahun 2015 tercatat sebanyak 76 orang (6,30% ) dari 1.205 anak

yang dirawat di DTP Puskesmas Bayah. Dan pada tahun 2016 terhitung dari

bulan Januari sampai Juni tercatat 47 kasus kejang demam simplek pada anak

di DTP Puskesmas Bayah. Sedangkan untuk kejang demam termasuk 3 besar

penyakit yang paling banyak diderita di DTP Puskesmas Bayah.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan untuk mengetahui tentang

hubungan pengetahuan, sikap dan sumber informasi terhadap tindakan ibu

dalam penanganan awal kejang demam simpleks pada balita di DTP

Puskesmas Bayah, di peroleh data dari 20 ibu yang memiliki anak balita dengan

tindakan baik tentang kejang demam sebanyak 16 ibu (80%), dari 20 ibu yang

memiliki anak balita sebanyak 12 (60%) berpendidikan tinggi, dari 20 ibu yang

memiliki anak balita sebanyak 9 (45%) bekerja, dan dari 20 ibu yang memiliki

8
Pohan. 2010. Hubungan sumber informasi terhadap pengetahuan ibu dalam penanagan kejang
demam. 20 september 2015
5

anak balita dengan sumber informasi yang baik dari nakes atau non nakes 3

(15%).

Kejang demam pada anak adalah peristiwa yang sangat menakutkan

bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa

anaknya telah meninggal. Akibat terjadinya kejang demam pada anak dapat

menimbulkan gangguan psikologi, yaitu ansietas (kecemasa berlebihan),

depresi, perasaan bersalah, ketakutan berulang kejang, ketakutan akan

berlanjutnya kejang menjadi penyakit epilepsy, dan kekawatiran demam yang

tidak terlalu tinggi. Kecemasan orang tua ni harus dikurangi dengan edukasi

yang efektif.

Edukasi kesehatan yang efektif hanya bisa ditetapkan berdasarkan

pemahaman yang kuat dari pengetahuan, sikap dan sumber informasi terhadap

tindakan. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membahas lebih

lanjut melalui skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan

Sumber Informasi Terhadap Tindakan Ibu Dalam Penanganan Awal Kejang

Demam Simpleks di DTP Puskesmas Bayah Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Masih tingginya angka kejadian kejang demam simpleks pada balita di

DTP Puskesmas Bayah, data yang di peroleh dari medical record (rekam

medis) Daerah DTP Puskesmas Bayah, kasus balita kejang demam tercatat

pada tahun 2013 sebanyak 69 orang (4,21%) dari 1.638 anak yang dirawat di

DTP Puskesmas Bayah, dan pada tahun 2014 sebanyak 90 orang (4,28%) dari

2.102 anak yang dirawat di DTP Puskesmas Bayah, sedangkan pada tahun
6

2015 tercatat sebanyak 90 orang (5,02%) dari 1.791 anak yang dirawat di

RSUD. Dr. M Yunus Bengkulu. Pada tahun 2016 tercatat sebanyak 76 orang

(6,30% ) dari 1.205 anak yang dirawat di DTP Puskesmas Bayah. Dan pada

tahun 2017 terhitung dari bulan Januari sampai Juni tercatat 47 kasus kejang

demam simplek pada anak di DTP Puskesmas Bayah. Sedangkan untuk kejang

demam termasuk 3 besar penyakit yang paling banyak diderita di DTP

Puskesmas Bayah. Berdasarkan uraian diatas sehingga penulis ingin

mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan, sikap dan sumber informasi

terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam simpleks di DTP

Puskesmas Bayah Tahun 2017.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan pendidikan, sikap, pekerjaan dan sumber

informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam

simpleks pada balita di DTP Puskesmas Bayah Tahun 2017

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan sumber informasi terhadap

tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam simpleks pada balita

di DTP Puskesmas Bayah.

1.4.2 Tujuan khusus


7

1.4.2.1 Diketahui distribusi frekuensi pengetahuan, sikap dan sumber

informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang

demam simpleks pada balita.

1.4.2.2 Diketahui hubungan pengetahuan terhadap tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simpleks pada balita.

1.4.2.3 Diketahui hubungan sikap terhadap tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simpleks pada balita

1.4.2.4 Diketahui hubungan sumber informasi terhadap tindakan ibu

dalam penanganan awal kejang demam simpleks pada balita.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti tentang kejang

demam simpleks, hasil penelitian ini dapat di gunakan sabagai bahan

masukan dalam pengembangan penelitian berikutnya.

1.5.2 Manfaat Metodologi

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai dasar untuk

dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut dengan melakukan

penelitian lain dengan variabel yang berbeda.

1.5.3 Manfaat Praktis


8

Diharapkan berguna sebagai bahan masukan bagi DTP

Puskesmas Bayah terutama bagi profesi bidan dalam memberikan

pelayanan balita kejang demam simpleks.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas hubungan pengetahuan, sikap dan sumber

informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam

simpleks di DTP Puskesmas Bayah dan sasaran penelitian ini adalah semua

ibu yang memiliki anak balita kejang demam simpleks. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Mei sampai Juni. Penelitian ini merupakan penelitian

Deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian

pada beberapa populasi yang diamati dalam waktu yang sama. Dimana

variabel independennya Pengetahuan, Sikap,Sumber Informasi dan variabel

dependent adalah tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam

simpleks pada balita.9

9
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta :
Salemba Medika.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI MEDIS

2.1.1 Balita

a. Pengertian Balita

Balita adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir yang

berusia 1 sampai menjelang 5 tahun te patnya 4 tahun 11 bulan 29 hari10.

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai

dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat11.

b. Tumbuh Kembang

1) Pengertian

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda,

namun prosesnya menanti melalui 3 pola yang sama yaitu

pertumbuhan dimulai dari tumbuh bagian menuju bagian bawah

atas (sefalakaudal), pertumbuhan dimulai dari kepala hingga ujung

kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu di lanjutkan

belajar menggunakan kakinya, dan pertumbuhan di mulai dari

dalam tumbuh kearah luar12.

10
Maryunani, Anik, 2010. Ilmu Kesehatan Anakdalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media
11
Waryana, 2010. Asuhan Keperawatan Anak dan Noenatus. Jakarta : Salemba Medika
11
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta: Nuha Medika.

9
10

Istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbang) pada

dasarnya merupakan dua peristiwa yang berlainan, akan tetapi

saling berkaitan. Pertumbuhan (Growth) merupakan masalah

perubahan dalam ukuran besar, jumlah, ukuran atau dimensi

tingket sel, organ maupun individu yang bisa di ukur dengan

ukuran berat (gram, kilo gram) ukuran panjang (Cm, meter).

Sedangkan perkembangan (development) merupakan

beratambahnya kemampuan (skill / keterampilan) dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diramalkan, sebagai dari hasil proses pematangan. Dari dua

pengertian tersebut dapat ditarik benag merah bahwa pertumbuhan

mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan

perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ

tubuh individu, keduanya tidak bisa terpisahkan.

2) Tahap pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Anak13.

a) Tumbuh kembang infant/ bayi, umur 0-12 bulan

(1) Umur 1 bulan

(a) Fisik : Berat badan akan meningkat 150-200 gr/mg,

tinggi badan meningkat 2,5 cm/bulan, lingkar kepala

meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti ini

akan berlangsung sampai umur 6 bulan.

13
Op cit
11

(b) Motorik : Bayi akan berusaha untuk mengangkat kepala

dengan di bantu oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan,

kepala menoleh kekiri atau kekanan, reflek menghisap,

menelan, menggenggam sudah mulai positif.

(c) Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah.

(d) Sosialisasi :Bayi sudah mulai tersenyum pada orang ada

disekitarnya.

(2) Umur 2-3 bulan

(a) Fisik : Fontanel posterior sudah tertutup.

(b) Motorik : Mengangkat kepala, dadadan berusaha untuk

menahanya sendiri dengan tangan, memasukan tangan

kemulut, mulai berusaha untuk meraih benda-benda

yang menarik yang ada di sekitarnya, bisa di dudukan

dengan posisi punggung di sokong, mulai asik ber main-

main sendiri dengan tangan dan jarinya.

(c) Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ketepi,

koordinasi keatas dan kebawah, mulai mendengarkan

suara-suara yang didengarkanya.

(d) Sosialisasi : Mulai tertawa pada seseorang, senagng jika

tertawa keras, menagis sudah mulai berkurang.

(3) Umur 4-5 bulan

(a) Fisik : Berat badan menjadi dua kali dari berat lahir,

ngeces karna tidak ada kooardinasi menelan saliva.


12

(b) Motorik : Jika di dudukan kepala sudah seimbang dan

punggung sudah mual kuat, nila di tengkurapkan sudah

bisa mulai miring dan kepala sudah bisa tegak lurus,

reflek primitif sudah mulai hilang, berusaha meraih

benda di sekitar dengan tanganya sendiri.

(c) Sensorik : Sudah bisa mengenal oarang yang sering

berda di dekatnya, akomodasi matanya positif.

(d) Sosialisali : Senang jika berinteraksi dengan orang lain

walaupun belum pernah dilihatnya/dekenalnya, sudah

bisa mengeluarkan suara pertanda tidak senang bila

mainan atau benda miliknya diambil oleh orang lain.

(4) Usia 6-7 bulan

(a) Fisik : Berat badan meningkat 90-150 gram/minggu,

tingginya meningkat 1,25 cm/bulan, lingkar kepala

meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya kenaikan seperti ini

akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan (6 bulan

kedua), gigi sudah mulai tumbuh.

(b) Motorik : Bayi sudah bisa membalikan badan sendiri,

memindahkan anggota badan dari tangan yang satu ke

tangan yang lain, mengambil mainan dengan tanganya,

senang memasukan kaki kemulut, sudah bisa mulai

memasukan mainan ke dalam mulut sendiri.


13

(c) Sosialisasi : Sudah dapat membedakan orang yang

dikenalnya, jika bersma orang lain yang belum

dikenalnya bayi akan merasa cemas (stangger anxiety)

sudah dapat menyebut suara em..em..em.., bayi biasanya

cepat menangis jika terdapat hal-hal yang tidak di senagi

tetapi akan cepat tertawa lagi.

(5) Umur 8-9 bulan

(a) Fisik : Sudah bisa duduk dengan sendirinya,koordinasi

tangan kemulut sangat sering, bayi mulai tengkurap

sendiri dan mulai belajar untuk merangkak, sudah bisa

mengambil benda dengan menggunakan jari-jarinya.

(b) Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang

ada di sekitarnaya.

(c) Sosialisasi : Bayi mengalami stranger anxiety/merasa

cemas terhadap hal-hal yang belum dikenalnyasehingga

dia akan menangis mendorong serta meronta-ronta,

merangkul, memeluk orang yang di cintainya, jika di

marahi dia sudah bisa memberikan reaksi menangis dan

tidak senang, mulai mengulang kata-kata, “dada..dada..”

tetapi belum punya arti.

(6) Umur 10-12 bulan

(a) Fisik : Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi

bagian atas dan bawah sudah tumbuh.


14

(b) Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak

bertahan lama, belajar berjalan dengan bantuan, sudah

bisa berdiri dan duduk sendiri, senang mencoret-coret

kertas.

(c) Sensoris : Visual aculty 20-50 positif,sudah dapat

membeda-bedakan bentuk.

(d) Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih

senang pada lingkungan yang diketahuisudah mengerti

namanya sendiri.

b) Tumbuh Kembang Toddler (BATITA); umur 1-3 tahun

1) Umur 15 bulan

(a) Motorik Kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa

bantuan orang lain.

(b) Motorik Halus : Sudah bisa memegang cangkir,

masukan jari kelubang, membuka kotak, melempar

benda.

2) Umur 18 Bulan

(a) Motorik Kasar : Mulai berlari tapi masih sering jatuh,

menarik-narik mainan.

(b) Motorik Halus : Sudah bisa makan menggunakan

sendok, bisa membuka halam buku.


15

3) Umur 24 bulan

(a) Motorik Kasar : Berlari sudah baik, dapat naik tangga

sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.

(b) Motorik Halus : Sudah bisa membuka pintu, membuka

kunci, bisa minum dengan cangkir.

4) Umur 36 bulan

(a) Motorik Kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa

bantuan, memakai baju dengan bantuan, mulai bisa naik

sepeda roda tiga.

(b) Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran, mencuci

tanganya sendiri, menggosok gigi.

c) Tumbuh Kembang pra Sekolah

1) Usia 4 tahun

(a) Motorik Kasar : Berjalan berjinjit, melompat dengan

satu kaki, menangkap bola dan melemparkanya dari atas

kepala.

(b) Motorik Halus : Sudah bisa menggunakan gunting

dengan lancar, sudah bisa menggambar kotak, belajar

membuka dan memasang kancing baju.

2) Usia 5 tahun

(a) Motorik Kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah

dapat melompat dengan kaki bergantian.


16

(b) Motorik halus : Menulis dengan angka-angka, huruf,

kata-kata, menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.

(c) Sosial Emosional : Bermain sendiri mulai berkurang,

sering berkumpul dengan teman sebaya, interaksi sosial

selama bermain meningkat, sudah siap menggunakan

alat bermain.

(d) Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,4

kg/tahun, tinggi badan meningkat 6,75-7,5 cm/tahun.

3) Pertumbuhan

a) Faktor Genetik

Merupakan faktor yang tidak dapat untuk di rubah atau

dimodifikasi, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan

hasil akhir dari proses tumbang anak. Melalui unsur genetik

yang terkandung dalam sel telur yang telah di buahi dapatlah

di tentukan kualitas kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

Termasuk dalam faktor genetik ini adalah jenis kelamin dan

suku bangsa/ras14.

b) Faktor Lingkungan

(1) Lingkungan internal

Hal berpengaruh di antaranya adalah hormon dan

emosi. Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang

lain seperti oarang tua, saudara, guru, teman sebaya, dan

14
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
17

sebagainya akan berpengaruh besar terhadap

perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak15

(2) Lingkungan eksternal

Hal berpengaruh di antaranya adalah kebudayaan,

status sosial ekonomi keluarga juga berpengaruh, satatus

nutrisi juga sangat berpengaruh besar16.

c) Faktor Pelayanan kesehatan

Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada

di sekitar lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang,

diharapkan tumbang anak dapat di pantau. Sehingga apabila

terdapat sesuatu hal yang sekiranya meragukan atau

keterlambatan dalam perkembangan, anak dapat segera

mendapatkan pelayanan kesehatan dan diberikan solusi

pencegahanya.

d) Sintesa

Sintesa balita yaitu dimana pada masa ini balita masih rentan

terhadap infeksi yang bisa menyebabkan demam dan

pertahanan tubuh balita masih sangat lemah sehingga balita

lebih beresiko terhadap kejang demam khusunya balita yang

memiliki riwayat persalinan dengan tindakan seperti trauma

kepala.

15
Ibid.
16
Ibid.
18

2.1.2 Kejang Demam Simpleks

a. Pengertian

Kejang demam sederhana (Simple Febrile seizure) adalah

kejang demam yang berlangsung singkat yang terjadi kurang dari 15

menit dan umumnya akan berhenti sendiri dan kejang berbentuk

umum tonik, dan atau klonik tanpa gerakan fokal17.

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C)18. Demam merupakan

penyebab kejang yang kerap terjadi pada anak, khususnya pada anak

usia 6 bulan hingga 5 tahun. Di katakan bahwa sekitar 2-5 % anak di

dunia pernah mengalami kejang demam. Kejang Demam merupakan

kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (demam) yang

cepat19.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan

oleh sesuatu proses ekstrakranium20.

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang

berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya dapat

berhenti sendiri. Kejangnya bersifat umum artinya melibatkan seluruh

17
M.Sholeh, DKK, 2010. Buku Ajar Noenatologi. Jakarta : IDAI
18
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
19
Sofwan, Rudianto, 2011. Kejang pada Anak. Jakarta : BIP.
20
Ari Setiawan, dkk, 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
19

tubuh. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam pertama, kejang

demam tipe ini merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam21.

b. Klasifikasi Kejang Demam

Klasifikasi kejang demam di bagi menjadi dua yaitu22 :

1) Kejang Demam sederhana (simpleks)

Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang paling

sering terjadi pada anak (sekitar 80% dari seluruh kejang demam).

2) Kejang Demam Kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini, yaitu :

(a) Durasi lebih dari 15 menit.

(b) Sifat kejang sebagian anggota tubuh saja (parsial).

(c) Pengulangan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

(d) Kemungkian epilepsi di kemudian hari sangat jarang (4%).

c. Etiologi Kejang Demam Simpleks

kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain :

infeksi yang mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis, otitis

media akut, bronkitis23. Penyebab kejang merupakan manifestasi

adanya gangguan sementara yang disebabkan oleh hantaran saraf yang

berlebihan atau abnormal di dalam otak. Beberapa penyebab kejang

demam adalah adanya demam, epilepsi, tumor otak, gangguan

metabolik, trauma kepala (terjatuh, terpukul, dsb), infeksi

21
M.Sholeh, DKK, 2010. Buku Ajar Noenatologi. Jakarta : IDAI
22
ibid
23
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
20

(meningitis/ensafilitis), keracunan, kelainan bawaan pada pembuluh

darah otak, dan perdarahan didalam kepala24.

d. Patofisiologi Kejang Demam Simpleks

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti

tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya dalah

yang bersifat toksik. Toksik yang di hasilkan oleh mikroorganisme

dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun

limfogen25.

Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh

hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus

sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya

pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di

bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan

kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh

yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin

dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang

peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah

yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat

dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat

24
Sofwan, Rudianto, 2011. Kejang pada Anak. Jakarta : BIP.
25
Sukarmin, dkk. 2009. Op cit
21

menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul

kejang.

Serangan yang capat inilah yang dapat menjadikan anak

mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun

bronkus juga dapat mengalami spesma sehingga anak beresiko

terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan

spesma bronkus.

Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga

Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain ( hipertermi )

Pelepasan mediator kimia oleh neuran seperti prosteglandin, epinefrin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium kedalam sel neuron dengan capat

Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat

Penurunan respon rangsangan dari luar spesma otot mulut, lidah. Bronkus

Resiko cidera resiko penyempitan atau penutupan jalan nafas

Bagan 2.1 Proses terjadinya kejang demam26

e. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang muncul pada balita kejang demam

adalah27 :

a) Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380 C.

26
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
27
Ibit
22

b) Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal

atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak

memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak

akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.

c) Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti

panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut

Living Stone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan

manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara lain :

a) Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.

b) Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

c) Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada

otot rahang saja.

d) Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

e) Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak

ada kelainan.

f) Pemeriksaan Elektro Enchephaloghrapy dalam kurun waktu 1

minggu atau lebih setelah suhu normal tidak di jumpai kelainan.

g) Frekwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

f. Prognosis

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan

neurologis kejang kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak

pernah dilaporkan . Perkembangan mental dan neurologis umumnya


23

tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal . penelitian lain

secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil

kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama

atau kejang berulang baik umum atau kejang berulang baik umum atau

fokal kemungkinan mengalami kematian kemungkinan karena kejang

tidak pernah dilaporkan28.

g. Pemeriksaan Penunjang

Memeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada balita

kejang demam adalah29 :

a) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pemeriksaan gula darah, elektrolit (Natrium, kalsium,

magnesium), amonia/BUN, laktat.

(2) Pemeriksaan darah rutin: hemoglobin, hemotokrit, trombosit,

leukosit, hitung jenis leukosit.

(3) Analisa gas darah

(4) Analisa cairan serebrospinal

(5) Septick work up : kultur atau uji kepekaan kuman (jika dicurigai

infeksi).

b) Pemeriksaan elektro ensefalografi (EEG)

(1) Pemeriksaan EEG pada kejang dapat membantu diagnosis,

lamanya pengobatan dan prognosis dikemudian hari.

28
Munasir, dkk, 2011. Kumpulan Tips Pediatri. Jakarta : IDAI.
29
M.Sholeh, DKK, 2010. Buku Ajar Noenatologi. Jakarta : IDAI
24

(2) Gambaran EEG abnormal berupa : gangguan kontinuinitas

amplitudo atau frekuensi, asimetris atau asinkron interhemisfer,

bentuk glombang abnormal, gangguan dari fase tidur, aktifitas

kejang mungkin dapat dijumpai,

c) Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan dapat dilakukan berdasarkan indikasi :

(1) USG kepala : dicurigai adanya perdarahan intrakranial atau

intraventrikuler, pada perdarahan subaraknoid atau lesi kortikal

sulit dinilai dengan pemeriksaan ini.

(2) Skintigrafi kepala (CT-scan Cranium) : pemeriksaan ini lebih

sensitif dibandingkan sonografi untuk mengetahui kelainan

parenkim otak.

(3) MRI : pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui

malformasi subtle yang kadang tidak terditeksi dengan

pemeriksaan Ct-scan Cranium.

d) Pemeriksaan lain

(1) Foto radiologi kepala, perlu dikerjakan apabila pada

pengukuran terdapat lingkaran yang lebih kecil atau lebih besar

dari ukuran standar normal.

(2) Uji tepis obat-obatan.


25

h. Penatalaksanaan Medis

Secara umum tatalaksana kejang untuk beragam jenis dan

penyebabnya hampir sama. Ketika anak mengalami kejang apapun

penyebabnya lakukan langkah-langkah sebagai berikut30:

1) Baringkan anak dialas yang lunak

2) Jaga sekeliling anak dan jauhkan dari benda yang dapat melukai atau

membahayakan karena gerakan kejangnya.

3) Anda juga tidak perlu menahan kejang secara berlebihan.

4) Bila anak muntah, posisikan tubuh anak miring.

5) Anda dapat mencoba memberikan obat kejang umumnya di

masukan lewat anus. Biasanya, orang tua yang anaknya pernah

mengalami kejang sebelumnya menyimpan persediaan obat kejang

dari dokternya. Obat henti kejang berisi diazepam dan diberikan

sesuai berat badan anak. Jika berat anak kuarng dari 10 Kg, berikan

dosis sebanyak 5 Mg, tetapi jika berat anak lebih dari 10 kg, berikan

dosis 10 Mg.

6) Jangan lupa untuk mengamati kejangnya, berapa lama, dan catat

suhu tubuh.

7) Jika kejang baru pertamakali terjadi pada anak, segera bawa anak ke

dokter setelah kejang berhenti untuk mendapat pemeriksaan lebih

30
Sofwan, Rudianto, 2011. Kejang pada Anak. Jakarta : BIP.
26

lanjut. Dan, jika kejang terjadi karna demam, orang tua bisa sedikit

lebih tenang karna kejang demam tidak terlalu berbahaya.

Penatalaksanaan yang dilakukan di rumah sakit antara lain 31

1) Saat timbul kejang maka penderita diberikan dianak diazepam

intravena secara perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan

yang kurang dari 10 Kg dosisnya 0,5-0,75 Mg/Kg BB, di atas 20

Kg 0,5 Mg/Kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3

Mg/Kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5

Mg pada anak kuarang dari 5 tahun dan maksimal 10 Mg pada anak

yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi

50 mg persuntikan.

Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang

15 menit kemudian dapat di berikan injeksi diazepam secara

intravena dengan dosis yang sama apabila masih kejang maka di

tunggu 15 menit lagi kemudian diberi injeksi diazepam ke tiga

dengan dosis yang sama secara intramuskuler.

2) Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi

hiperekstensi miring, pakaian di longarkan, dan penghisapan

lendir. Bila tidak membaik dapat di lakukan intubasi endotrakel

atau trakeostomi.

31
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
27

3) Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.

4) Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan

memudahkan dalam pemberian trerapi intravena. Dalam pemberian

cairan intravena pemantauan intake dan output cairan selam 24 jam

perlu dilakukan, karna pada penderita yang beresiko terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat

memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien

dengan peningkatan tekanan intrakranial juga pemberian cairan

yang mengandung natrium (NaCl) perlu dihindari. Kebutuhan

cairan rata-rata untuk anak terlihat pada tabel sebagai berikut :

UMUR BB Kg KEBUTUHAN CAIRANKg BB

0-3 Hari 3 150

3-10 Hari 3,5 125-150

3 Bulan 5 140-160

6 Bulan 7 135-155

9 Bulan 8 124-145

1 Tahun 9 120-135

2 Tahun 11 110-120

4 Tahun 16 100-110

6 Tahun 20 85-100

10 Tahun 28 70-85

14 tahun 35 50-60

Tabel 2.1 Kebutuhan Cairan Kg/BB


28

5) Pemberian kompres air hangat untuk membantu menurunkan suhu

tubuh dengan metode kunduksi yaitu perpindahan panas dari

derajat yang tinggi (suhu tubuh) kebenda yang mempunyai derajat

lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakan pada jaringan

penghantar panas yangbanyak seperi anyaman kelenjar limfe di

ketiak, leher, lipatan paha, sera area pembulu darah yang besar

seperi dilehar. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan

pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 Mg/Kg BB / hari

(terbagi dalam 3 kali pemberian).

6) Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu

diberikan obat-obatan untuk mengurangi edem otak seperti

deksametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh

yang lain dengan cara menaikan tempat tidur bagian kepala lebih

tinggin kurang dari 150 (posisi tubuh pada garis lurus).

7) Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang

paska pemberian diazepam maka perlu diberikan obat fenobarbital

denagn dosis awal 30 mg pada Neonatus, 50 Mg pada anak usia 1

bulan-1 tahun, 75 Mg pada anak usia 1 tahun ke atas dengan tehnik

pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan

fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 Mg/Kg BB/hari (terbagi

dalam 2 kali pemberian), hari berikutnya 4-5 Mg/Kg BB/hari yang

terbagi dalam 2 kali pemberian.


29

8) Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya

kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti ditelinga,

saluran pernafasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit,

foto rengent, pemeriksaan kultur jaringan, pemeriksaan gram

bakteri serta pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis

mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu

dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis

antibiotik yang cocok diberika pada pasien anak dengan kejang

demam.

i. Penatalaksanaan Di Rumah

Penyakit kejang demam sulit untuk di ketahui kapan

munculnya, maka orang tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal

untuk memberikan tindakan awal pada anak yang mengalami kejang

demam, tindakan awal itu antara lain32 :

1) Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ketempat yang

aman seperti dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauhkan dari

benda-benda yang berbahaya gelas, atau pisau.

2) Posisi kepala anak hiperekstensi, pakaian di longgarkan. Kalau

takut lidah anak menekuk atau tergigit makaberi tong spatel yang

dibungkus dengan kasa atau kain, kalau tidak ada bisa diberikan

sendok yang dibungkus kassa atau kain bersih.

32
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
30

3) Ventilasi ruang harus cukup. Jendela dan pintu harus dibuka agar

terjadi pertukaran oksigen lingkungan.

4) Kalau anak mulutnya masih bisa dibuka sebagai pertolongan

pertama dapat diberikan antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60

Mg/tahun/kali(maksimal sehari 3 kali).

5) Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah

menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga

saat serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5

Mg untuk berat badan kurang dari 10 Kg, kalau berat badan lebih

dari 10 Kg maka dapat diberikan dosis 10 Mg. Untuk dosis rata-

rata pemberian peranus adalah 0,4-0,6 mg/Kg BB.

6) Kalau beberapa menit kemudian tidak membaik atau tidak

tersedianya diazepam maka segera bawa anak ke rumah sakit.

j. Penatalaksanaan dengan pendekatan proses keperawatan

1) Pengkajian

a) Riwayat penyakit

Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya

demam yang di alami oleh anak (suhu rektal di atas 380C).

b) Pengkajian Fungsional

Pengkajian funsional yang sering mengalami gangguan adalah

terjadi penurunan kesadaran anak tiba-tiba sehingga kalau

dibuktikan dengan tes Glasgow Coma Skala skor yang


31

dihasilkan berkisar 5-10 dengan tingkat kesadaran dari apatis

sampai samnolen atau mungkin dapat koma.

c) Pengkajian tubuh kembang balita

Kejang demam secara umum tidak menggangu pertumbuhan

dan perkembangan anak. Ini dipahami dengan catatan anak

kejang yang dialami anak tidak terlalu sering terjadi atau masih

batasan yang dikemukakan oleh livingstone33, (satu tahun tidak

lebih dari empat kali) atau penyakit yang melatarbelakangi

timbulnya kejang seperti tonsilitis, faringitis dapat segera

ditangani. Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak dapat mudah

mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan

yang kurang karan tidak cukup asupan nutrisi sebagai dampak

anoreksia, tinggi badan yang kurang dari umur semestinya

sebagai penurunan asupan mineral. Selain gangguan

pertumbuhan sebagai dampak kondisi diatas anak juga dapat

mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan

kepercayaan diri akibat sering timbulnya penyakit sehingga anak

lebih banyak berdiam diri bersama ibunya kalau disekolah, tidak

mau berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat dirumah

sakit anak terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan teman

sekita, jarang menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat

33
Sukarmin, dkk. 2009. Asuhan Kepertawatan pada Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.
32

terjadi gangguan perkembangan yang lain seperti penurunan

kemampuan motorik kasar seperti meloncat dan berlari.

2.1.3 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Sumber Informasi Terhadap

Tindakan Ibu Dalam Penanganan Awal Kejang Demam Simpleks

Pada Balita

a. Tindakan

1) Pengertian Tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah

diketahui untuk dilaksanakan atau diperaktekan. Suatu sikap belum

otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap

menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa

fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Tindakan terdiri dari

beberapa tingkat yaitu :

a. Presepsi

Mekanisme mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan di ambil.

b. Respon terpimpin

Dapat melakukan sesuatu sesuai denga urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme
33

Dapat melakukan sesuati secara otomatis tanpa menunggu

perintah atau ajakan orang lain.

d. Adopsi

Suatu tindakan yang yang sudah berkembang dengan baik,

artinya tindakan itu telah dimodifikasikan tanpa mengurangi

kebenaran dari tindakan tersebut.34

2) Sintesa Tindakan

Sintesa tindakan adalah setelah seseorang mengetahui

stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap

apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau diperaktekan,

dimana ibu yang tanggap terhadap kesehatan akan lebih cepat

melakukan tindakan apabila terdapat keluarga yang sakit untuk

membawa kefasilitas kesehatan.

b. Pendidkan

1) Pengertian

Pengetahuan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu

penyebab mendasar terpenting dalam pengelolaan sumber daya yang ada

didalam suatu keluarga, rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan

rendahnya pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan pada perawatan dan

34
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
34

pengasuhan demi pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian pula

dalam menjaga kesehatan dan pencegahan penyakit, pendidikan ibu ini

dapat berpengaruh terhadap perilaku didalam menjaga dan memelihara

kesehatan anak termasuk didalamnya adalah kepekaan yang bersangkutan

atas pemeliharaan lingkungan yang sehat.

Pengertian “pendidikan“ menurut kamus besar bahasa Indonesia

adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.

Dalam bahasa inggris, education (pendidikan) berasal dari kata

educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to),

dan mengembangkan (to evolve, evolve, to devlop). Dalam pengerian

sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan

untuk memeroleh pengetahuan35

Dalam pengertian agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai

sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh

pengetahua, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan

kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif

(mewakili/mencerminkan segala segi), pendidikan ialah the total process

of developing human abilities and behavior, drawing on almost all life’s

experiences (Tardif, 1987). (seluruh tahapan pengembangan kemampuan-

35
Mclood Raymond, 2006. System informasi manajemen. Jakarta . PT Prenhallindo.
35

kemampuan dan prilaku-prilaku manusia, juga proses penggunaan hamper

seluruh pegalaman hidup.)

2) Sintesis Pendidikan

Pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan hal penting dimana

ibu yang memiliki pendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang baik terhadap kesehatan keluarga dan anaknya ibu yang

berpendidikan akan lebih tanggap apabila terdapat masalah kesehatan pada

keluarga seperti apabila anaknya demam akan segera memberikan obat

penurun panas.

c. Sikap

1) Pengertian Sikap

Sikap dapat didefinisika dengan berbagai cara dan serta definisi

itu berbeda satu sama lain. Sikap sebagai suatu kesiapan mental atau

emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat.

Disini lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional pada

seseorang terhadap sesuatu objek.36

Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan

antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial,

atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang

telah terkondisikan.Sikap sebagai keteraturan dalam hal perasaan

36
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ikmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
36

(afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi)

seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.37

Pengertian attitude dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap

obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap

perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk

bertindak sesuai dengan sikap terhadap obyek tersebut. Jadi attitude itu

tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu

hal. Attitude itu senantiasa terarahkan terhadap suatu hal, suatu obyek.

Tidak ada attitude tidak ada obyeknya. Sikap merupakan reaksi yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum

merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku.38

Pembentukan dan perubahan sikap melalui beberapa cara yaitu39:

a. Adaptasi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang

terjadi berulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara

bertahap diserap kedalam diri individu dan memengaruhi

terbentuknya suatu sikap.

b. Diperensiasi yaitu dengan berkembangnya inteligensi,

bertambahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia

37
Azwar, S.2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka. Pelajar
38
Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
39
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.
37

maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang dipandang

tersendiri.

Dari uraian definisi sikap diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

sikap adalah bentuk evaluasi, tanggapan atau reaksi perasaan seseorang

terhadap suatu obyek.

2) Komponen Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap

itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni40:

a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu

objek

b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu

objek

c) Kecenderungan untuk bertindak

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap

penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan

lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.41

a. Pengalaman pribadi

Tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan

suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap

40
Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
41
Azwar, S.2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka. Pelajar
38

negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah

terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi

akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih

lama membekas.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap

yang konformis atau searah dengan sikap orang yang

dianggapnya penting.Kecenderungan ini antara lain

dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan

untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar

sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk

kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian

merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan

sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami (Hergenhan

dalam Azwar, 2007). Kebudayaan memberikan corak

pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan

telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap

berbagai masalah.

d. Media Massa
39

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa

memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini

seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap

terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan

memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara

sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem

kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya

kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap

individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang

bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi

lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang

tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu,


40

ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga

agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan

sikap.

f. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap

yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan

tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, diantaranya42:

1. Faktor internal

Yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia

itusendiri.Faktor ini berupa selektivitas (daya pilih seseorang)

untuk menerima atau menolak pengaruh-pengaruh yang datang

dari luar.

2. Faktor eksternal

Yaitu faktor yang terdapat dari luar manusia itu sendiri.Faktor ini

berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya interaksi antar

manusia dalam bentuk kebudayaan yang sampai kepada individu

melalui surat kabar, televisi, majalah, dan sebagainya.

Pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua

42
Maulana HDJ.2008. Promosi Kesehatan.Jakarta: EGC.
41

faktor, yaitu43:

a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam

menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua

yang datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu

yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah

sikap.

1. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.

2. Karakter kepribadian individu

3. Informasi yang selama ini diterima individu

4) Karakteristik Sikap

Menurut Brigham, ada beberapa ciri atau karakteristik dasar

dari sikap44, yaitu:

1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.

2. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau

kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki individu

menentukan bagaimana individu mengkategorisasikan objek

target dimana sikap diarahkan.

3. Sikap dipelajari. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang

teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu objek memberikan

satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan

43
Dayakisni, T. & Hudaniah.(2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
44
Dayakisni, T. & Hudaniah.(2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press
42

suatu cara tertentu.

5) Dimensi Sikap

Sebagai sesuatu yang dapat dipahami dari sisi favorabele

atau unfavorable nya perasaan seseorang, sikap juga dapat dilihat

dan dipahami dari sisi karakteristik atau dimensinya dimana hal

tersebut merupakan ukuran sikap seseorang dalam mereson setiap

stimulus yang datang dimensi tersebut antara lain45:

1. Dimensi arah

Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau

tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung, memihak atau

tidak memihak terhadap seseuatu atau seseorang dalam objek.

Orang yang setuju, mendukung atau memihak berarti

mempunyai sikap yang arahnya positif dan sebaliknya yang tidak

setuju, tidak mendukung dan tidak memihak dikatakan sebagai

memiliki sikap yang arahnya negatif.

2. Dimensi Intensitas

Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu

sama walaupun mungkin arahnya tidak berbeda, dua orang yang

memiliki sikap yang sama arahnya tetapi ke dalamannya

berbedabeda, orang pertama mungkin tidak setuju, orang yang

kedua dapat sangat tidak setuju.

3. Dimensi keluasan

45
Azwar, S, 2009, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka Pelajar.
43

Kesetujuanatau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat

mengenai asfek yang sedikit dan sangat sfesifik akan tetapi dapat

pula mencakup banyak sekali asfek yang ada pada objek sikap.

4. Dimensi Konsistensi

Adalah kesesuaian antara pemyataan sikap yang dikemukakan

dengan responnya terhadap objek sikap yang dimaksud.

Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar

waktu. Untuk dapat konsiten sikap harus bertahan dalam diri

individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat

cepat berubah dan labil dan tidak bertahan lama dikatakan

sebagai sikap yang tidak konsisten.

5. Dimensi Spontanitas

Menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan

sikapnya secara spontan, sikap dikatakan mempunyai spontanitas

yang tinggi apabila apabila sikap tersebut dapat dinyatakan

secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau

desakan terlebih dahulu agar individu mengemukakannya.

6) Kategori Sikap

Sikap terdiri dari46:

1. Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, menghadapkan objek tertentu.

46
Ibid Azwar, 2007
44

2. Sikap Negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

Tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri

maupun kombinasi, yaitu47:

a. Determinisme genetik, berpandangan bahwa, sikap individu di

turunkan dari kakek-neneknya. Sikap tersebut diturunkan melalui

DNA.

b. Determinisme positip, berpandangan bahwa sikap individu

merupakanhasil dari perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang

tua yang diberikan anaknya.

c. Determinisme lingkungan, berpandangan bahwa perkembangan

sikap seseorang sangat dipengaruhi lingkungan tempat individu

tersebut tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan

individu tersebut.

7) Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap sebagaimana dikemukakan oleh para

ahli seperti Gerungan(1996), yaitu48:

1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan

dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihat sepanjang

perkembangan individu dalam hubungan dengan obyek.

47
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori.(2005). Psikologi Remaja. Perkembangan Peserta
Didik. PT Bumi Aksara.
48
Sunaryo. 2006. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
45

2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi

syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan

dengan obyek sikap.

4. Sikap dapat tertuju pada suatu obyek ataupun dapat tertuju

pada sekumpulan atau banyak obyek.

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sementara

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga

membedakan dengan pengetahuan.

8) Konsistensi sikap

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons

hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus

yang menghendaki adanya reaksi individual. Respons evaluatif

berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu

timbulnya idasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang

memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-

buruk, positif-negatif,menyenangkan-tiak menyenangkan, yang

kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek

sikap.49

Sebagaian diantara hasil-hasil penelitian memperlihatkan

adanya indikasi hubungan yang kuat antara sikap dan perilaku dan

sebagian lagi menunjukkan bukti betapa lemahnya hubungan antar

49
Ali, DKK. (2006). Psikologi Remaja. Perkembangan Peserta Didik. PT Bumi Aksara
46

sikap dengan perilaku. Ada tiga pandangan umum mengenai

hubungan sikap dengan perilaku, yaitu;

1. Postulat konsisten

Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan

petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksi apa yang akan

dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu obyek sikap.

Jadi postulat ini mengasumsikan adanya hubungan langsung

antara sikap dan perialaku. Bukti yang mendukung postulat

konsistensi dapat terlihat pada pola perilaku individu yang

memiliki sikap ekstrim. Hal ini terjadi dikarenakan individu yang

memiliki sikap ekstrim cenderung untuk berperialku yang

didominasi oleh keekstriman sikapnya itu, sedangkan mereka

yang sikapnya lebih moderat akan berperilaku yang lebih

mendominasi oleh faktor-faktor lain.

2. Postulat variasi independent

Postulat variasi independent mengatakan bahwa tidak ada alasan

untuk menyimpulkan sikap dan perialku berhubungan secara

konsisten. Sikap perilaku merupakan dua dimensi dalam diri

individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui

sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku.

3. Postulat konsistensi tergantung

Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa faktor

hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor


47

situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan

kelompok, kebudayaan, dsb merupakan kondisi ketergantungan

yang apat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena

itu, sejauh mana waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi

laninnya.

9) Indikator Sikap

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni50:

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b) Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan

atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu

benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung Jawab (Responsible)

50
Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
48

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

10) Sintesis Sikap

Sintesa sikap adalah bentuk reaksi/respon ibu terhadap

penangan awal kejang demam simpleks yaitu seperti ibu

melakukan pengukuran suhu saat anak demam, memberikan obat

penurun panas saat anak demam dan memba anak kefasilitas

kesehatan saat anak mengalami kejang demam.

d. Sumber Informasi

1) Pengertian

Sumber informasi adalah sekumpulan fakta (data) yang

diorganisasikan dengan cara tertentu sehingga mereka mempunyai arti

bagi si penerima, dengan kata lain informasi dating dari data yang akan

diproses . Sumber informasi menurut Raymon Mc.leod informasi adalah

data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi

sipenerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau

mendatang.51

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara

dalam penyampaian informasi, merangsang pikiran dan kemampuan

(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Media informasi untuk komunikasi

massa terdiri dari52 :

51
Mclood Raymond, 2006. System informasi manajemen. Jakarta . PT Prenhallindo.
52
Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
49

a) Media cetak atau cetakan, yaitu surat kabar, majalah, buku.

b) Media elektronik, yaitu radio, tv, internet.

2) Sintesis sumber informasi

Ibu yang memili sumber informasi yang baik akan lebih tanggap

terhadap kesehatan apabila didalam keluarga terdapat masalah

kesehatan, seperti sumber informasi yang dapat diperoleh melalui media

masa dan media cetak.

2.1.4 Landasan Teori Menuju Konsep

Tindakan adalah setelah seseorang mengetahui stimulus,

kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah

diketahui untuk dilaksanakan atau diperaktekan. Suatu sikap belum

otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Dimana ibu yang tanggap

terhadap kesehatan akan lebih cepat melakukan tindakan apabila

terdapat keluarga yang sakit untuk membawa kefasilitas kesehatan.

Pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu

penyebab mendasar terpenting dalam pengelolaan sumber daya yang

ada didalam suatu keluarga, rendahnya tingkat pendidikan dapat

menyebabkan rendahnya pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan

pada perawatan dan pengasuhan demi pertumbuhan dan perkembangan

anak. Demikian pula dalam menjaga kesehatan dan pencegahan

penyakit, pendidikan ibu ini dapat berpengaruh terhadap perilaku

didalam menjaga dan memelihara kesehatan anak termasuk didalamnya


50

adalah kepekaan yang bersangkutan atas pemeliharaan lingkungan yang

sehat.

Sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam

beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Disini lebih

menekankan pada kesiapan mental atau emosional pada seseorang

terhadap sesuatu objek. bentuk reaksi/respon ibu terhadap penangan

awal kejang demam simpleks yaitu seperti ibu melakukan pengukuran

suhu saat anak demam, memberikan obat penurun panas saat anak

demam dan memba anak kefasilitas kesehatan saat anak mengalami

kejang demam.

Pekerjaan adalah hasil analisis pekerjaan sebagai rangkaian

kegiatan atau proses menghimpun atau mengelolah informasi

mengenai pekerjaan. Ibu yang bekerja cenderung kurang memiiki

waktu untuk merawat anaknya karena lebih banyak berada diluar

rumah sehingga perawatan dan pengasuhan anak akan dilimpahkan

kepada orang lain misalnya neneknya atau pengasuhnya.

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara

dalam penyampaian informasi, merangsang pikiran dan kemampuan.

Ibu yang memili sumber informasi yang baik akan lebih tanggap

terhadap kesehatan apabila didalam keluarga terdapat masalah

kesehatan, seperti sumber informasi yang dapat diperoleh melalui

media masa dan media cetak.


51

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, KERANGKA ANALISA

DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori

Faktor predisposisi

1. Pendidikan
2. Sikap
3. Pekerjaan
4. Agama

Faktor pemungkin
Tindakan ibu dalam
1. Sarana atau prasarana penanganan awal kejang
2. Sumber informasi demam simpleks pada
3. Fasilitas balita

Faktor penguat

1. Petugas
kesehatan
2. Keluarga

Bagan 3. 1 Kerangka Teori53

53
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Statistik. Jakarta : Rineka Cipta

51
52

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan

dengan bagaimana seorng peneliti menyusun teori atau hubungan secara

logis beberapa faktor yang penting untuk masalah.54

Pada kerangka konsep ini terdiri variabel bebas dan variabel terikat.

Unuk memperjelas alur piker penelitian maka dibawah ini di gambarkan

kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel independen Variabel Dependen

Tindakan ibu dalam


1. Pengetahuan penanganan awal kejang
2. Sikap demam simpleks pada
3. Sumber balita
Informasi

Bagan 3. 2 Kerangka Konsep

54
Alimul Hidayat, Aziz. 2013. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta
: Salemba Medika.
53

3.3 Kerangka Analisa

Bagan 3.3 Kerangka Analisa

X1

X2

X3

Kerangka analisa penanganan awal kejang demam simpleks pada balita keterangan

Y : Tindakan ibu terhadap penanganan awal kejang demam simpleks pada

balita.

X1 : Pengetahuan terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam

simpleks pada balita.

X2 : Sikap ibu terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam

simpleks pada balita.

X3 : Sumber informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang

demam simpleks pada Balita.


54

3.4 Definisi Operasional

Definisi oprasional setiap masing-masing variabel akan disajikan pada tabel berikut ini :

No Veriabel Definisi Konsep Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1 Tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus, Tindakan ibu terhadap Kuesioner Berdasarkan jawaban 1. Baik jika nilai ≥ mean (18) Ordinal
kemudian mengadakan penilaian atau stimulus dari yang responden pada 2. Kurang jika nilai jawaban <
pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk pertanyaan no 1-10 mean (18)
diketahui untuk dilaksanakan atau dilaksanakan.
diperaktekan.

2 Pengetahua Tingkat pengetahuan responden Tingkat Kuesioner Berdasarkan jawaban 1. Pendidikan tinggi (SMA, Ordinal
n sampai saat dilakukan penelitian pengetahuanresponden responden tingakat Perguruan tinggi)
sampai saat dilakukan pengetahuan 2. Pendidikan rendah (tidak
penelitian sekolah, SD, SMP)benarkan

3 Sikap Tanggapan ibu terhadap penanganan Tanggapan ibu terhadap Kuesioner Berdasarkan jawaban 1. Baik jika nilai jawaban ≥ Ordinal
awal kejang demam simpleks penanganan awal kejang responden pada mean (37)
demam simpleks pertanyaan no 11-20 2. Kurang jika nilai jawaban
< mean (37)
4 Sumber Suatu media untuk mendapatkan Suatu media untuk Kuesioner Berdasarkan jawaban 1. Jika sumber informasinya Nominal
informasi informasi atau berita penting tentang memberikan informasi responden pada baik ≥ maen (20)
penanganan awal kejang demam atau berita penting tentang pertanyaan no 21-33 2. Jika Sumber informasinya
kurang < maen (20)
simpleks penanganan awal kejang
demam simpleks
55

A. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simpleks pada balita di DTP

Puskesmas Bayah tahun 2017.

2. Ada hubungan antara sikap terhadap tindakan ibu dalam penanganan

awal kejang demam simpleks pada balita di DTP Puskesmas tahun 2017.

3. Ada hubungan antara pekerjaan terhadap tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simpleks pada balita di DTP

Puskesmas Bayah tahun 2017.

4. Ada hubungan antara sumber informasi terhadap tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simpleks pada balita di DTP

Puskesmas Bayah tahun 2017.


56

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional yaitu suatu penelitian pada beberapa populasi yang diamati dalam waktu yang

sama. Yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan sumber

informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam simpleks di DTP

Puskesmas Bayah Tahun 2017. Dimana variabel independennya Pendidikan, Sikap,

Pekerjaan, Sumber Informasi dan variabel dependent adalah Tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simpleks pada balita.55

4.2 Tempat dan waktu penelitian

4.2.1 Tempat

Penelitian ini dilakukan di DTP Puskesmas Bayah

4.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada Mei sampai Juni tahun 2017.

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya56.

55
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika.

56
Sugiyono. 2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis Dan Disertasi. Bandung : Alfabeta.
57

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak balita

kejang demam simpleks di DTP Puskesmas Bayah dari bulan Mei sampai Juni

Tahun 2017 yang berjumlah 47 ibu.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi57. Maka sampel dari penelitian ini adalah

ibu yang memiliki anak balita kejang demam simpleks di DTP Puskesmas Bayah

dari bulan Mei sampai Juni Tahun 2017 yang berjumlah 47 ibu.

4.4 Tehnik pengambilan sampel

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh atau total

populasi yang termasuk dalam non probability sampling, cara pengambilan sampel ini

adalah dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Cara ini dilakukan

bila populasinya kecil58. Sampel dalam penelitian ini di ambil dari keseluruhan jumlah ibu

yang memiliki anak balita kejang demam simpleks di DTP Puskesmas Bayah dari bulan

Mei sampai Juni Tahun 2017. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 47 ibu.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang

diteliti59. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data

primer yaitu data yang diperoleh secara langusung dari responden. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Kuesiner hubungan pendidikan, pekerjaan,

sikap masing-masing terdiri dari 10 butir pertanyaan, sumber informasi terdiri dari 13

pertanyaan dan pengetahuan 10 pertanyaan. Untuk pengisian kuesiner responden memberi

57
Elfindri, Dkk. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Baduose Medika Jakarta.
58
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika
59
Sugiyono. 2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis Dan Disertasi. Bandung : Alfabeta
58

tanda checklist ( √ ) satu diantara alternatif jawaban. Pada variabel pengetahuan dan

variabel sumber informasi menggunakan skala sederhana, skala sederhana (simple attitude

skale) yang menggunakan skala nominal dengan pilihan jawaban : ya dan tidak.60 Pada

variabel sikap pemberian skor dalam kuesioner ini menggunakan model skala Likert. Skala

ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau

masalah yang ada dimasyarakat atau yang dialaminya. Beberapa bentuk jawaban

pertanyaan dan pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert adalah sebagai

berikut.61 :

Tabel 4.1 Skala Alternatif Jawaban

Skor pertanyaan Skor pertanyaan


Alternatif jawaban
positif negative

Sangat Setuju 5 1

Seteju 4 2

Ragu-ragu 3 3

Tidak setuju 2 4

Sangat tidak setuju 1 5

4.6 Kriteria inklusi dan eksklusi

4.6.1 Kriteria inklusi

60
Ruslan, Rosadi. 2010. Metode Penelitian. Jakrta : Rajawai pers.
61
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika.
59

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel


62
penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel . Kriteria inklusi pada

penelitian ini :

a. Responden adalah ibu yang memiliki anak balita kejang demam simpleks di

DTP Puskesmas Bayah dari bulan Mei sampai Juni 2017

b. Responden dalam keadaaan sehat, sadar, dan dapat membaca serta bersedia

menjadi responden.

c. Responden hadir pada saat penelitian atau pengambilan data berlangsung.

4.6.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian63.Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:

a. Responden bukan ibu yang memiliki anak balita kejang demam simpleks di

DTP Puskesmas Bayah dari bulan Mei sampai Juni Tahun 2017.

b. Responden hadir namun tidak bersedia menjadi responden.

c. Responden dalam keadaan sakit.

4.7 Manajemen Data

4.7.1 Uji coba instrumen

Uji coba instrumen yaitu menguji instrumen yang digunakan dalam

penelitian sebagai pengumpulan data. Dalam penelitian ini, instrumen yang

digunakan yaitu kuesioner. Setelah kuesioner disusun belum dapat langsung

digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner perlu melalui tahap uji validitas

62
ibid
63
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika.
60

dan reliabilitas. Untuk itu, maka perlu dilakukan uji coba dilapangan. Responden

yang digunakan untuk percobaan memiliki ciri-ciri responden dari tempat

penelitian akan dilaksanakan. Uji coba kuisioner dilakukan peneliti pada 20 ibu

yang memiliki anak balita di DTP Puskesmas BayahTahun 2017.

4.7.2 Pengolahan uji coba

Dalam penelitian ini pengujian validitas dan reliabilitas instrument

menggunakan alat bantu SPSS.

4.7.3 Hasil uji coba

a. Validitas

Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau penyataan dalam

kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Setiap

butir pertanyaan atau pernyataan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel

demikian sebaliknya jika nilai r hitungnya < r tabel berarti tidak valid.64 Untuk

menentukan r hitung didapatkan dari perhitungan dengan rumus tehnik korelasi

karl person dengan menggunakan program SPSS.

Tindakan Ibu Terhadap Penanganan Awal Kejang Demam Simpleks.

Tabel 4.2 Tindakan ibu terhadap penanganan awal kejang demam


simpleks

Pernyataan R hitung R tabel Keterangan

1 0,885 0,632 VALID

2 0,885 0,632 VALID

3 0,885 0,632 VALID

64
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika.
61

4 0,885 0,632 VALID

5 0,869 0,632 VALID

6 0,869 0,632 VALID

7 0,760 0,632 VALID

8 0,760 0,632 VALID

9 0,760 0,632 VALID

10 0,760 0,632 VALID

Sikap terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam

simpleks.

Tabel 4.3 Sikap Terhadap Tindakan Ibu Dalam Penanganan


Awal Kejang Demam Simpleks.

Pernyataan R hitung R tabel Keterangan

1 0,871 0,632 VALID

2 0,777 0,632 VALID

3 0,777 0,632 VALID

4 0,664 0,632 VALID

5 0,696 0,632 VALID

6 0,836 0,632 VALID

7 0,852 0,632 VALID

8 0,696 0,632 VALID

9 0,731 0,632 VALID

10 0,696 0,632 VALID

Sumber informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang

demam simpleks pada balita.


62

Tabel 4.4 Sumber informasi Terhadap Tindakan Ibu Dalam


Penanganan Awal Kejang Demam Simpleks pada balita.

Pernyataan R hitung R tabel Keterangan

1 0,755 0,632 VALID

2 0,755 0,632 VALID

3 0,920 0,632 VALID

4 0,920 0,632 VALID

5 0,920 0,632 VALID

6 0,920 0,632 VALID

7 0,920 0,632 VALID

8 0,922 0,632 VALID

9 0,922 0,632 VALID

10 0,797 0,632 VALID

11 0,797 0,632 VALID

12 0,797 0,632 VALID

13 0,797 0,632 VALID

b. Reliabilitas

Setelah mengukur validitas, maka perlu mengukur reliabilitas data,

apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak65. Reliabilitas adalah suatu ukuran

yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan

alat ukur yang sama. Kuesioner dikatakan reliabel jika kuesiner tersebut

65
Aziz Alimul hidayat, 2013. Metodologi penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika.
63

dilakukan pengukuran berulang, akan mendapatkan hasil yang sama. Nilai

reliabilitas dilihat dari Cronbach’ Alpha. Jika r Alpha > r tabel maka pertanyaan

tersebut reliabel.

4.8 Pengumpulan data

4.8.1 Organisasi pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan kegiatan utama dalam pendataan. Karena

pentingnya data yang dikumpullkan, maka diperlukan organisasi pengumpulan

data agar data yang akan dikumpulkan dapat dijamin kebenarannya, keutuhannya,

serta kemudahan dalam menggunakan data ketika akan dianalisis.

Peneliti mengambil masalah yang terlihat dari masih tingginya angka

kejadian kejang demam simpleks pada balita di RSUD Dr. M Yunus. Sehingga

mengambil judul “ Hubungan pengetahuan, sikap dan sumber informasi terhadap

tindakan ibu dalam penanganan awal kejang demam simpleks di Puskesmas DTP

Bayah Tahun 2017”

Langkah pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

a. Membuat surat permohonan izin pengambilan data dan izin penelitian di DTP

Puskesmas Bayah Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh BAK UNAS.

b. Mengajukan izin penelitian kepada Kepala Puskesmas DTP Bayah Tahun 2017

untuk melakukan penelitian.

c. Melakukan pengkajian data yang relevan yang dapat mendukung penelitian

ini.

d. Memberikan penjelasan singkat tentang rencana kegiatan penelitian dan tujuan

penelitian kepada responden yang setuju berpartisipasi dalam penelitian ini.


64

e. Responden diberi kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang telah

diberikan dalam format pernyataan kuesioner.

f. Responden diarahkan untuk mengisi semua pertanyaan yang telah disiapkan

dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada

peneliti.

g. Langkah terakhir setelah kuesioner dikumpulkan dilakukan pengolahan data

dan analisis data menggunakan program SPSS.

4.9 Pengolahan data

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan. Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner apakah jawaban yang ada dikuesioner sudah jelas, lengkap, relevan. Bila

terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data, diperiksa, diperbaiki, dan

dilakukan pendataan ulang oleh responden.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah pada

saat analisa data dan juga mempercepat pada saat entri data. Pengkodian pada variabel

penelitian ini yaitu :

1) Tindakan

Baik :1

Kurang :2

2) Pendidikan
65

Tinggi :1

Rendah :2

3) Pekerjaan

Bekerja :1

Tidak bekerja :2

4) Sikap

Baik :1

Kurang baik :2

5) Sumber informasi

Baik :1

Kurang baik :2

c. Processing (Entri Data)

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master

tabel atau database komputer.

d. Checking

Pengecekan kembali data yang sudah di entri atau diproses untuk memastikan tidak

ada kesalahan.

e. Cleaning

Merupakan kegiatan pembersihan data untuk menghindari banyaknya data yang

sekiranya tidak diperlukan. Dalam tahap ini dilakukan pengecekan kembali data yang

sudah di entri atau diproses apakah ada terdapat kesalahan atau tidak. Kesalahan

tersebut dimungkinkan terjadi saat kita mengentri data ke computer.

4.10 Analisa data

4.10.1 Analisis univariat


66

Pada analisis data univariat data yang telah diperoleh dari hasil

pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Peneliti

akan menyajikan hasil pengolahan dan analisis pengetahuan, sikap dan sumber

informasi terhadap tindakan ibu dalam bentuk tabel distribusi frekuensi Analisis

univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik semua variabel

penelitian dengan rumus :

𝐹
𝑃= 𝑋 100%
𝑛

Keterangan :

P = Persentase jumlah hasil

F = Jumlah yang didapat atau frekuensi pemeriksaan yang

benar

n = Jumlah seluruh data

4.10.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis

hubungan variabel independent dan variabel dependent sehingga dapat

diketahui maknanya secara statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji

Chi-Square dengan menggunakan program SPSS. Anilisis bivariat dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikapdan

sumber informasi terhadap tindakan ibu dalam penanganan awal kejang

demam simpleks di DTP Puskesmas Bayah Tahun 2017. Untuk

membuktikan adanya hubungan lima variabel digunakan uji Chi-Square

dengan probabilitas (α) 5 % atau derajat kesalahan 0,05 (Prasety, 2013)

dapat juga dengan rumus :


67

∑(0−𝐸) 2
𝑥2 =
𝐸

Keterangan :

X2 = Statistik Chi-Square

∑ = Jumlah

E = Nilai yang diharapkan

0 = Frekuensi(nilai) yang diamati

Hasil uji bivariat digunakan untuk mengetahui apakah H0 diterima

(gagal ditolak) dengan ketentuan apabila P Value ≤ 0,05 maka H0 ditolak

artinya ada hubungan antara variabel independent dan variabel dependent.

Jika P Value > 0,05 maka H0 ditolak artinya tidak ada hubungan antara

variabel independent dan variabel dependent.

4.11 Penyajian data

4.11.1 Naratif

Penyajian hasil pengolahan data dengan menggunakan kalimat. Penyajian

dalam bentuk narasi bertujuan dalam memberikan keterangan dari keseluruhan

prosedur, hasil-hasil, dan kesimpulan-kesimpulan yang dibuat dengan

menggunakan tulisan66.

4.11.2 Tabel

Penyajian data secara tabular yaitu memberikan keterangan berbentuk

angka dalam bentuk tabel, seperti tabel distribusi frekuensi, disusun dalam baris

dan kolom sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran.

4.12 Intrepretasi

66
Prasetyo, Bambang, Dkk. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Pt. Grafindo Persada
68

Interpretasi data disajikan dalam bentuk narasi, sehingga memudahkan

pemahaman terhadap hasil penelitian. Berdasarkan teori yang ada di ungkapkan untuk

melihat hubungan pengetahuan, sikap dan sumber informasi terhadap tindakan ibu dalam

penanganan awal kejang demam simplek pada balita di DTP Puskesmas Bayah Tahun

2017.

Anda mungkin juga menyukai