Anda di halaman 1dari 79

 

PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL


PERKERASAN LENTUR DENGAN PERKERASAN KAKU
(STUDI KASUS PROYEK PERKERASAN JALAN DI JATAKE – TANGERANG)

TUGAS AKHIR

Oleh :

FAUZI FIRDAUS (41107110009)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

2009
Abstrak

Judul : Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Perkerasan Kaku


(Studi Kasus Proyek Perkerasan Jalan di Jatake – Tangerang), Nama : Fauzi Firdaus,
Nim : 41107110009, Dosen Pembimbing : Ir. Alizar,MT.

Penentuan lapisan perkerasan yang akan digunakan akan sangat berpengaruh pada
anggaran biaya yang tersedia, waktu dan kelancaran pekerjaan. Kurang diperhitungkannya
jenis perkerasan yang akan digunakan itu dapat berakibat seperti progress yang terhambat,
biaya yang lebih, atau akibat fatal lain seperti berkurangnya umur jalan tersebut. Tujuan
mengangkat Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Perkerasan Kaku
(Studi Kasus Proyek Perkerasan Jalan di Jatake – Tangerang) sebagai judul adalah untuk
mengetahui jenis tebal perkerasan mana yang lebih effisien dan efektif bila dilihat dari aspek
ekonomi dan pelaksanaan pekerjaan. Cara membandingkan antara perkerasan lentur dengan
perkerasan kaku adalah dengan perhitungan – perhitungan melalui data – data yang ada.
Perkerasan Lentur elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberikan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal,
seluruh lapisan ikut menanggung beban, penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar
sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade), usia rencana maksimum
20 tahun, selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance).
Perkerasan Kaku adalah Perkerasan yang menggunakan semen Portland sebagai
bahan pengikat sehingga mempunyai kekakuan (modulus elastisitas yang tinggi). Pelat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi
bawah, beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
Dengan kondisi Jalan di Jateka-Tangerang yang terjadi kerusakan serta terjadinya
settlement / penurunan pada tanah tersebut, maka perencanaan tebal perkerasan jalan sangat
diperlukan terutama dibagian pondasi bawah sehingga dapat menanggulangi permasalahan
yang terjadi pada jalan tersebut.

Kata Kunci : Perkerasan Lentur, Perkerasan Kaku, Metode Perencanaan.


 
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i

KATA PENGANTAR ii

ABSTRAK iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vi

hal

BAB I PENDAHULUAN : ………………………………............ …………… I-1

1.1 Latar Belakang Masalah ……………………….............................. I - 2


1.2 Permasalahan ……………..……………………………………..... I - 2
1.3 Ruang Lingkup & Batasan masalah……………………………..... I - 2
1.4 Identifikasi Masalah ……………………………………………… I - 3
1.5 Tujuan …………………………………………………………...... I - 4
1.6 Metode Pembahasan ……………………………………………… I - 5
1.7 Flowchart Tugas Akhir ……………………………………………

BAB II STUDI PUSTAKA ……………………………………………………. II - 1

2.1 Perencanaan Lapisan Perkerasan ……………................................. II - 1


2.2 Pertimbangan Perencanaan………………………………………… II - 2
2.1.1 Pertimbangan Konstruksi dan Pemeliharaan……………… II - 2
2.1.2 Pertimbangan Lingkungan………………………………... II - 3
2.3 Evaluasi Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) ……………………….. II - 3

2.4 Material Perkerasan ………………………………………………. II - 4


2.5 Lalu Lintas Rencana ……………………………………………… II - 6
2.5.1 Lajur Rencana ……………………………………………. II : 6
2.5.2 Usia Rencana ………………………………...................... II - 7
2.5.3 Angka Pertumbuhan Lalu Lintas Rencana ………………. II - 7
2.5.4 Metoda Perhitungan Lalu Lintas Rencana ………………. II - 7
2.6 Perbedaan antara Perkerasan Lentur & Perkerasan kaku…………. II - 8

BAB III METODA PERENCANAAN ……………………………………….. III - 1

3.1 Perkerasan Lentur ………………………………………………… III - 1


3.1.1 Karakteristik perkerasan lentur………………………….. III - 1
3.1.2 Lalu Lintas Rencana untuk Perkerasan Lentur …………. III - 1
3.1.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar ………………… III - 4
3.1.4 Faktor Regional …………………………………………. III - 6
3.1.5 Indeks Permukaan ……………………………………… III - 6
3.1.6 Indeks Tebal Perkerasan ………………………………… III - 7
3.1.7 Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Lentur
di Lapangan ……………………………………………... III - 9
3.1.8 Alat – alat yang digunakan ……………………………… III - 19
3.2 Perkerasan Kaku ………………………………………………… III - 22
3.2.1 Bagian – bagian perkerasan kaku :……………………… III - 22
3.2.2 Karakteristik Kendaraan ……………………………….. III - 24
3.2.3 Kekuatan Tanah Dasar …………………………………. III - 27
3.2.4 Dowel (Ruji) ……………………………………………. III - 28
3.2.5 Tatacara Penulangan ……………………………………. III - 28
3.2.6 Prosedur Perancangan …………………………………... III - 32
3.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Kaku
di Lapangan ……………………………………………... III - 34

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA….. IV - 1

4.1 Perkerasan Lentur …………………………………………….. IV - 1


4.1.1 Susunan Perkerasan …………………………………….. IV - 1
4.1.2 Data – data Perencanaan ……………………………….. IV - 1
4.1.3 Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur ………………….. IV - 2
4.2 Perkerasan Kaku ……………………………………..……….. IV - 7
4.2.1 Susunan perkerasan ……………………………..………. IV - 7
4.2.2 Data – data Perencanaan ………………………………... IV - 7
4.2.3 Penentuan Tebal Perkerasan …………………………….. IV - 7

4.3 Analisa perbandingan konstruksi bila ditinjau dari aspek


segi ekonomi dan pelaksanaan ………………………………... IV - 12
4.3.1 Aspek Ekonomi ………………………………………….. IV - 12
4.3.2 Aspek Pelaksanaan Pekerjaan di Lapangan ……………… IV - 13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. V-1


5.1 Kesimpulan ………………………………………………………... V - 1
5.2 Saran ………………………………………………………………. V - 2

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

hal
Gambar 1.1 Flowchart Tugas Akhir ………………………………………….. I-1
Gambar 3.1 Korelasi CBR dan DDT ………………………………………..... III - 5
Gambar 3.2 Asphalt Finisher …………………………………………………. III - 21
Gambar 3.3 Grafik untuk perencanaan STRT ………………………………... III - 24
Gambar 3.4 Grafik untuk perencanaan STRG ………………………………… III - 25
Gambar 3.5 Grafik untuk perencanaan STaRG ……………………………….. III - 26
Gambar 3.6 hubungan antara CBR tanah dengan k …………………………... III - 27
Gambar 4.1 Tebal Lapisan Perkerasan Lentur ………………………………... IV - 6
Gambar 4.2 Tebal Lapisan Perkerasan Kaku ………………………………… IV – 10
DAFTAR TABEL

hal
Tabel 2.1 Perbedaan Tebal Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku……………... II - 1
Tabel 3.1 Jalur Rencana ………………………………………………………….... III - 2
Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan
dan berat yang lewat pada Lajur rencana …………………………......... III - 2
Tabel 3.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan ………………………… III - 3
Tabel 3.4 Faktor Regional (FR) ……………………………………………………. III - 6
Tabel 3.5 Indeks Permukaan pada akhir Usia Rencana (Ipt) ………………………. III - 6
Tabel 3.6 Indeks Permukaan pada awal Usia Rencana (Ipo) ………………………. III - 7
Tabel 3.7 Koefisien kekuatan relative (a) …………………………………………... III – 8
Tabel 3.8 Batas – Batas Minimum Tebal Perkerasan ………………………………. III - 9
Tabel 3.9 Ukuran dan Jarak batang dowel (ruji) yang disarankan …………………. III - 28
Tabel 3.10 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan
lapisan pondasi dibawahnya ………………………………………………III - 29
Tabel 3.11 Koefisien distribusi Kendaraan Niaga pada Jalur Rencana ……………. III - 32
Tabel 3.12 Faktor Keamanan ………………………………………………………. III - 32
Tabel 3.13 Perbandingan Tegangan Jumlah Penulangan Beban yang diijinkan …… III - 33
Tabel 4.1 LHR pada tahun 2004 Jatake – Tangerang ………………………………. IV - 1
Tabel 4.2 Presentasi masing – masing kombinasi / konfigurasi beban sumbu
dan jumlah repetisi pada jalur rencana selama umur rencana …………… IV - 8
Tabel 4.3 Perhitungan total fatique dengan mencoba tebal pelat 18 cm ……………. IV - 9
Tabel 4.4 Perhitungan total fatique dengan mencoba tebal pelat 20 cm ……………. IV - 9
Tabel 4.5 Perbandingan Aspek Ekonomi …………………………………………….IV - 11
Tabel 4.6 Barchat Pekerjaan Perkerasan Lentur ……………………………………..IV - 12
Tabel 4.7 Barchat Pelaksanaan Perkerasan Kaku ……………………………………IV - 12
PENDAHULUAN 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jalan raya merupakan sebagian besar prasarana transportasi di Indonesia, Seringkali kita

temui banyak terjadi kerusakan pada jalan yang menyebabkan gangguan dalam kenyamanan

berkendaraan. Perkerasan jalan dapat digolongkan menjadi 2, yaitu: perkeraan lentur dan

perkerasan kaku yang perbedaannya terletak pada pengikatnya, kalau pada perkerasan lentur

memakai aspal sedangkan pada perkerasan kaku memakai Portland cement. Agregat merupakan

suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran, yang berupa berbagai jenis

butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, terak

dapur tinggi, abu/debu agregat. Aspal adalah bahan pengikat dan bahan penutup lapis perkerasan

dari pengaruh air (kedap air). Aspal merupakan material yang termoplastis, melunak dan menjadi

cair jika dipanaskan dan kental kembali jika didinginkan.

Jalan Jatake Tangerang merupakan jalan propinsi yang termasuk type jalan kelas I yang

melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar kota dengan pengaturan jalan masuk secara

penuh, jalan tersebut perlu diadakan perbaikan jalan karena banyak ditemukan kerusakan pada

jalan sangat mengganggu para pengguna jalan dalam kenyamanan berkendaraan.

Perbaikan jalan tersebut oleh dinas Pekerjaan Umum (PU) diserahkan kepada PT. Rama

Abdi Pratama sebagai kontraktor pelaksana, panjang jalan yang akan diperbaiki sepanjang 638,4

m dengan lebar jalan 15,4 m. Adapun jenis – jenis kerusakan jalan yang terjadi seperti : alligator

cracking, block cracking, depression, longitudinal dan tranverse cracking, patching, polished

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB I   ‐   1 
PENDAHULUAN 

aggregate, rutting, shoving, slippage cracking dan wheathering / graveling. Adapun penanganan

kerusakan jalan yang terjadi memakai metode yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis

kerusakan sesuai dengan hasil penelitian dilapangan sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kondisi perkerasan jalan tersebut. Jalan ada yang dibongkar dan ada yang dioverlay sesuai hasil

penelitian tentang tingkat kerusakan jalan tersebut dilapangan. untuk mengetahui tebal

perkerasan jalan yang akan dipakai dalam pelaksanaan proyek tersebut, maka sangat diperlukan

perencanaan untuk menentukan berapa tebal perkerasan dan bahan lapisan yang dipakai sehingga

memenuhi standar untuk kualitas jalan tersebut.

1.2 Permasalahan

Jalan di Jatake Tangerang merupakan jalan propinsi yang termasuk type jalan kelas I

yang melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar kota yang keadaan tanah dasarnya labil

dan sering terjadi settlement (penurunan), kerusakan jalan tersebut banyak dipengaruhi beberapa

faktor antara lain tingginya jumlah kendaraan yang melewati jalan tersebut, spesifikasi untuk

campuran bahan perkerasan tersebut tidak optimal dan bisa juga kemungkinannya disebabkan

kurangnya quality control pada saat pelaksanaan pekerjaan. maka untuk itulah perlu dilakukan

analisis tebal perkerasan.

1.3 Ruang Lingkup & Batasan masalah

1. Proyek perkerasan jalan tersebut berlokasi di Jatake – Tangerang.

2. Kondisi tanah dasar CBRnya 6,9%.

3. Jalan existing adalah dari 14,0 m menjadi 5,4 m.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB I   ‐   2 
PENDAHULUAN 

4. Penulis akan membatasi permasalahan mengenai perhitungan penentuan tebal perkerasan

dengan perhitungan memakai jalan baru.

5. Perhitungan perkerasan jalan meliputi perhitungan perkerasan lentur dan perkerasan

kaku, dari kedua hasil perhitungan tersebut maka akan didapatkan perbandingan sehingga

dapat dipilih jenis perkerasan mana yang akan dipakai yang lebih menguntungkan jika

dilihat dari aspek ekonomi dan pelaksanaan.

1.4 Identifikasi Masalah

1. Berapa perhitungan tebal perkerasan yang dipakai untuk jalan Jatake Tangerang

berdasarkan data – data yang ada.

2. Perbandingan antara penggunaan perkerasan lentur dengan perkerasan kaku bila ditinjau

dari segi ekonomi.

1.5 Tujuan

1. Mengidentifikasikan kondisi tanah dasar.

2. Mengidentifikasikan beban lalu lintas.

3. Menentukan tebal perkerasan lentur.

4. Menentukan tebal perkerasan kaku.

5. Menganalisa perbandingan antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku ditinjau dari

segi ekonomi dan pelaksanaan.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB I   ‐   3 
PENDAHULUAN 

1.6 Metode Pembahasan

Susunan materi penulisan Tugas Akhir ini seluruhnya meliputi 5 bab sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang, ruang lingkup yang membatasi permasalahan,

identifikasi permasalahan, tujuan dan kegunaan penulisan serta sistematika penulisan untuk

memudahkan perhitungan terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek dalam

penulisan.

BAB II : Studi Pustaka

Membahas tentang teori perencanaan lapisan perkerasan (perkerasan lentur dan

perkerasan kaku).

BAB III : Metoda Perencanaan

Membahas tentang teori yang dipakai untuk perhitungan perkerasan lentur memakai

perhitungan jalan baru (dari SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989) danmembahas tentang

perencanaan perkerasan kaku.

BAB IV : Analisa Konstruksi Perkerasan Jalan Raya

Berisikan perhitungan-perhitungan untuk tebal perkerasan lentur dan tebal perkerasan

kaku pada proyek perkerasan jalan untuk peningkatan jalan (studi kasus pada proyek perkerasan

jalan Jatake – tangerang) serta mengidentifikasikan keadaan tanah dasar serta beban lalu lintas

berdasarkan dari hasil data survey serta membahas tentang perbandingan tebal perkerasan

(perkerasan lentur dan kaku) jika ditinjau dari segi teknis.

BAB V : Kesimpulan

Pada bab V akan dirumuskan kesimpulan yang di dapat sebagai penutup dari tugas akhir

ini.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB I   ‐   4 
PENDAHULUAN 

1.7 Flowchart Tugas Akhir

START

PERMASALAHAN
Kondisi Jalan di Jatake – Tangerang
- Terjadi kerusakan pada jalan
- Beban lalu lintas yang tinggi
- Keadaan tanah yang labil / terjadi seattlement
- Keadaan tanah yang labil / terjadi seattlement

PERENCANAAN
PERKERASAN JALAN

PERKERASAN KAKU PERKERASAN LENTUR

DATA – DATA : DATA – DATA :


Jalur Rencana
Angka ekivalen Beban Sumbu Kendaraan
Perhitungan Lalu lintas Dowel / Ruji
CBR CBR
Faktor Regional (FR) LHR
Indeks Permukaan Lebar jalan
Indeks Tebal Perkerasan Panjang jalan

PERHITUNGAN PERHITUNGAN
TEBAL PERKERASAN TEBAL PERKERASAN

ANALISIS & PEMBAHASAN

KESIMPULAN & SARAN

SELESAI

Gambar 1.1 Flowchart Tugas Akhir

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB I   ‐   5 
STUDI PUSTAKA 

BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Perencanaan Lapisan Perkerasan

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade),

yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis – jenis perkerasan jalan, terdiri dari :

1. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)

Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat sehingga mempunyai sifat

lentur yang besar dan lapisan – lapisan perkerasannya bersifat memikul serta

menyebarkan lalu lintas ketanah dasar.

2. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)

Perkerasan yang menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat sehingga

mempunyai kekakuan (modulus elastisitas yang tinggi). Pelat beton dengan atau tanpa

tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah, beban lalu

lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

3. Perkerasan Komposit (Composite pavement)

Perkerasan yang dikombinasikan dengan perkerasan kaku dibawah perkerasan lentur,

atau perkerasan lentur dibawah perkerasan kaku.

Pada prinsipnya perencanaan tebal lapisan perkerasan memiliki 3 (tiga) cara pendekatan,

yaitu :

1. Sesuatu kekuatan yang timbul akibat lalu lintas (gaya tekan, gaya tarik, gaya geser dan

momen) melebihi daya tahan konstruksi (Rumus Analistis).

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   1 
STUDI PUSTAKA 

2. Konstruksi rusak karena mengalami kelelahan akibat muatan berulang – ulang (Rumus

Empiris).

3. Dasarnya rumus analitis, kemudian dilengkapi atau dikoreksi dengan rumus empiris atau

percobaan – percobaan.

2.2 Pertimbangan Perencanaan

Berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan antara lain

meliputi hal-hal sebagai berikut :

2.2.1 Pertimbangan Konstruksi dan Pemeliharaan

Konstruksi dan pemeliharaannya kelak setelah digunakan, harus dijadikan pertimbangan

dalam merencanakan tebal perkerasan. Faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

1. Perluasan dan jenis drainase.

2. Penggunaan konstruksi berkotak – kotak.

3. Ketersediaan peralatan khususnya peralatan : pencampur material, penghamparan dan

pemadatan.

4. Penggunaan konstruksi bertahap.

5. Penggunaan stabilisasi.

6. Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai.

7. Pertimbangan sosial dan strategi pemeliharaan.

8. Resiko – resiko yang mungkin terjadi

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   2 
STUDI PUSTAKA 

2.2.2 Pertimbangan Lingkungan

1. Kelembaban

Kelembaban secara umum berpengaruh terhadap penampilan perkerasan, sedangkan

kekakuan / kekuatan material yang lepas dan tanah dasar tergantung dari kadar air

materialnya.

2. Suhu Lingkungan

Suhu lingkungan pengaruhnya cukup besar pada penampilan permukaan perkerasan jika

digunakan pelapisan permukaaan dengan aspal, karena karakteristik dan sifat aspal yang kaku

dan regas pada temperatur rendah dan sebaliknya akan lunak dan visko elastis pada suhu tinggi.

2.3 Evaluasi Lapisan Tanah Dasar (subgrade)

Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan

tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi nilai

daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan.

1. Faktor pertimbangan untuk estimasi daya dukung.

Faktor – factor yang perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai kekuatan dan

kekakuan lapisan tanah dasar :

a. Urutan pekerjaan tanah

b. Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (kompaksi) dan kepadatan lapangan

(γd) yang dicapai.

c. Perubahan kadar air selama usia pelayanan.

d. Variabilitas tanah dasar.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   3 
STUDI PUSTAKA 

e. Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak yang ada di

bawah lapisan tanah dasar.

2. Pengukuran daya dukung subgrade

Pengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah dasar) yang digunakan, dilakukan

dengan :

a. California Bearing Ratio (CBR)

b. Parameter Elastis

c. Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)

2.4 Material Perkerasan

Material perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori sehubungan dengan sifat

dasarnya, akibat beban lalu lintas, yaitu :

1. Material berbutir lepas

Material berbutir terdiri atas kerikil atau batu pecah yang mempunyai gradasi yang dapat

menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dapat pula ditambahkan

aditiv untuk menambah kestabilan tanpa menambah kekakuan.

2. Material terikat

Material yang dihasilkan dengan menambah semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam

jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat dengan kuat tarik.

3. Aspal

Aspal adalah kombinasi bitumen dan agregat yang dicampur, dihamparkan dan

dipadatkan selagi panas untuk membuat lapisan perkerasan .

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   4 
STUDI PUSTAKA 

4. Beton semen

Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan PC secara basah. Lapisan beton

semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku

dan sebagai lapisan pondasi atas pada perkerasan kaku.

a. Beton pondasi bawah

Untuk pondasi bawah pada perkerasan lentur beton mempunyai kelebihan

kemampuan untuk ditempatkan dengan dituangkan begitu saja pada area dengan

kondisi tanah dasar jelek (poor subgrade ) tanpa digilas. Untuk maksud perencanaan

struktur, karakteristik penting yang harus diketahui dan dievaluasi adalah modulus,

angka poisson dan penampilan pada saat pembebanan ulang.

Beton yang digunakan untuk dipakai keperluaan pondasi bawah mempunyai kuat

tekan 28 hari minimum 5 MPa jika menggunakan campuran abu batu (flyash) dan 7

MPa jika tanpa abu batu.

b. Beton pondasi atas

Perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai alas / dasar

atau landasan beton semen.

Prinsip parameter perencanaan untuk perencanaan beton didasarkan pada kuat lentur

90 hari. Kuat lentur rencana beton 90 hari dianggap estimasi paling baik digunakan

untuk menentukan tebal perkerasan.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   5 
STUDI PUSTAKA 

2.5 Lalu lintas Rencana

Kondisi lalu – lintas yang akan menentukan pelayanan adalah :

1. Jumlah sumbu yang lewat

2. Beban sumbu

3. Konfigurasi sumbu

Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh kendaraan berat.

1. Sumbu kendaraan dan Ekivalensi

2. Jarak sumbu

3. Jumlah roda / sumbu

4. Beban sumbu

Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan adalah empat jenis, sebagai

berikut :

a. Sumbu tunggal roda tunggal

b. Sumbu tunggal roda ganda

c. Sumbu tandem roda ganda

d. Sumbu triple roda ganda

2.5.1 Lajur Rencana

Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan akan dilaksanakan

pada 2 lajur atau lebih yang kemungkinan bias berbeda kebutuhannya terhadap ketebalan

lapisan, tetapi untuk praktisnya akan dibuat sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur yang

menerima beban terbesar.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   6 
STUDI PUSTAKA 

2.5.2 Usia Rencana

Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau

ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang, penambahan, atau peningkatan.

Beberapa tipikal usia rencana :

1. Lapisan perkerasan aspal baru, 20 – 25 tahun

2. Lapisan perkerasan kaku baru, 20 – 40 tahun

3. Lapisan tambahan (aspal, 10 – 15), (batu pasir, 10 – 20) tahun

2.5.3 Angka Pertumbuhan Lalu-lintas Rencana

Jumlah lalu – lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau pada

sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu – lintas dapat ditentukan dari hasil survey

untuk setiap proyek.

2.5.4 Metoda Perhitungan Lalu – lintas Rencana

Metoda yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang ada dan prosedur

perencanaan yang akan digunakan. Secara ideal data lalu – lintas harus mencakup jumlah dan

berat setiap jenis sumbu kendaraan lalu – lintas.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   7 
STUDI PUSTAKA 

2.6 Perbedaan antara Perkerasan Lentur & Perkerasan kaku

Tabel 2.1 Perbedaan Tebal Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku


Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1. Bahan Pengikat Aspal Semen

2. Repetisi beban Timbul rutting (lendutan Timbul retak – retak pada


pada jalur roda) permukaan

3. Penurunan tanah Jalan bergelombang


dasar (mengikuti tanah dasar) Bersifat sebagai balok diatas
perletakan
Modulus kekakuan berubah
4. Perubahan serta timbul tegangan dalam Modulus kekakuan tidak
temperature yang kecil. berubah serta timbul tegangan
dalam yang besar.

Bersifat fleksibel karena nilai Bersifat Kaku karena nilai


modulus elastisitasnya (E) = modulus elastisitasnya (E)
+ 10.000 kg/m² sehingga cukup tinggi (+250.000kg/m²)
penyebaran beban roda lalu sehingga penyebaran beban
lintas ke tanah dasar tidak roda lalu lintas ke tanah dasar
terlalu lebar / luas. cukup luas.
5. Peranan daya
dukung tanah Peranan daya dukung tanah Peranan daya dukung tanah
dasar sangat penting. dasar tidak terlalu penting,
tetapi sangat peka terhadap
settlement.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  II   ‐   8 
METODE PERENCANAAN 

BAB III

METODA PERENCANAAN

1.1 Perkerasan Lentur

Untuk Perkerasan Lentur untuk perencanaan menggunakan metode analisa komponen,

SNI.

1.1.1 Karakteristik perkerasan lentur.

1. Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi

pengguna jalan.

2. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.

3. Seluruh lapisan ikut menanggung beban.

4. Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan

tanah dasar (subgrade).

5. Usia rencana maksimum 20 tahun.

6. Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance).

1.1.2 Lalu – lintas Rencana untuk Perkerasan Lentur

1. Persentase Kendaraan pada Lajur rencana

Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu – lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri

dari satu lajur atau lebih.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   1 
METODE PERENCANAAN 

Tabel 3.1 Jalur Rencana

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)


L < 5,50 m 1 Lajur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 Lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 Lajur
11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 Lajur
15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 Lajur
18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 Lajur

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989


Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar

perkerasan seperti pada tabel diatas.

Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada
Lajur rencana.
Jumlah Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**
Lajur 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 Lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 Lajur - 0,30 - 0,45
5 Lajur - 0,25 - 0,425
6 Lajur - 0,20 - 0,40
* berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
** berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer
dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

a. Angka Ekivalen Sumbu Tunggal :

(beban satu sumbu tunggal dalam kg)4


E =
8160

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   2 
METODE PERENCANAAN 

b. Angka Ekivalen Ganda :

(beban satu sumbu tunggal dalam kg)4


E = 0,086
8160

Tabel 3.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Beban Satu Sumbu Angka Ekivalen
kg lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4148 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

3. Perhitungan Lalu – Lintas

a. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) :

n
LEP = Σ LHRj x Cj x Ej ………………………………………………. (1)
j=i

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   3 
METODE PERENCANAAN 

b. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) :

n UR
LEA = Σ LHRj (1 + i) x Cj x Ej ………………………………….. (2)

c. Lintas Ekivalen Tengah (LET) :

LEP + LEA
LET = …………………………………...... (3)
2

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) :

LER = LET + FP …………………………………………….. (4)

UR
FP =
10

dimana : i = perkembangan lalu – lintas


j = jenis kendaraan
LHR = lalu-lintas harian rata-rata
UR = usia rencana
FP = faktor penyesuaian

1.1.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukung

tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test,DCP, dll. Dari nilai CBR yang

diperoleh ditentukan nilai CBR rencana yang merupakan nilai CBR rata – rata untuk suatu jalur

tertentu. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Tentukan harga CBR terendah.

2. Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing CBR.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   4 
METODE PERENCANAAN 

3. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan lainnya merupakan presentase

dari harga tersebut.

4. Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut.

5. Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%

Gambar 3.1 Korelasi CBR dan DDT

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   5 
METODE PERENCANAAN 

1.1.4 Faktor Regional

Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi

dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.

FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta

iklim.

Tabel 3.4 Faktor Regional (FR)


Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
% Kendaraan Berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %
Iklim I 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
< 900 mm/th
Iklim I 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th
Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu , seperti pada persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam
(jari-jari 30 m) FR ditambah 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah 1,0

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

1.1.5 Indeks Permukaan

Indeks permukaan adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang

bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.

Tabel 3.5 Indeks Permukaan pada akhir Usia Rencana (Ipt) :


LER*) Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
>1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

* LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah, atau jalan darurat maka Ipt dapat
diambil 1,0

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   6 
METODE PERENCANAAN 

Ipt = 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat menggangu lalu-lintas
kendaraan.
Ipt = 1,5 adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
Ipt = 2,0 adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mantap.
Ipt = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Tabel 3.6 Indeks Permukaan pada awal Usia Rencana (Ipo) :

Jenis Lapis Perkerasan Ipo Roughness*)(mm/km)


LASTON ≥4 ≤ 1000
3,9 -3,5 >1000
LASBUTAG 3,9 -3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 >2000
HRA 3,9 -3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 >2000
BURDA 3,9 -3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 >3000
LATASBUM 2,9 – 2,5 -
BURAS 2,9 – 2,5 -
LATASIR 2,9 – 2,5 -
JALAN TANAH ≤ 2,4 -
JALAN KERIKIL ≤ 2,4 -
*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang dipasang pada kendaraan
standart Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan kendaraan ± 32 km per jam.

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

1.1.6 Indeks Tebal Perkerasan


ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

dimana : ITP = Indeks Tebal Perkerasn


a = koefisien lapisan
D = tebal lapisan (cm)

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   7 
METODE PERENCANAAN 

Tabel 3.7 Koefisien kekuatan relative (a)


Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS Kt CBR
(kg) (kg/cm) (%)
0,40 - - 744 - - LASTON
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - - LASBUTAG
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - ASPAL MACADAM
0,25 - - - - - LAPEN (mekanis)
0,20 - - - - - LAPEN (manual)
- 0,28 - 590 - - LASTON Atas
- 0,26 - 454 - -
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - LAPEN (mekanis)
- 0,19 - - - - LAPEN (manual)
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah dengan
- 0,13 - - 18 - semen
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah dengan
- 0,13 - - 18 - kapur
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 SIRTU /Pitrun (kelas
- - 0,12 - - 50 A)
- - 0,11 - - 30 SIRTU /Pitrun (kelas
B)
SIRTU /Pitrun (kelas
C)
- - 0,10 - - 20 Tanah /Lempung
kepasiran

Catatan :
○ Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7
○ Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21
Keterrangan : MS (Marshall Test), Kt (Kuat tekan)

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1981

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   8 
METODE PERENCANAAN 

Tabel 3.8 Batas – Batas Minimum Tebal Perkerasan

ITP Tebal Bahan


Minimum
1.Lapis Permukaan
< 3,00 5 Lapis pelindung : (BURAS / BURTU / BURDA)
3,00 – 6,70 5 LAPEN / Aspal Macadam, HRA, LASBUTAG,
LASTON
6,71 – 7,49 7,5 LAPEN / Aspal Macadam, HRA, LASBUTAG,
LASTON
7,50 – 9,99 7,5 LASBUTAG, LASTON
≥ 10,00 10 LASTON
2.Lapis Pondasi Atas
< 3,00 15 Batu pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur.
3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur.
7,50 – 9,99 10 LASTON Atas
20 Batu pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
10 – 12,14 15 LASTON Atas
20 Batu pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
LAPEN, LASTON Atas.
≥ 12,25 25 Batu pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Lapen, Laston Atas.
*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi
bawah digunakan material berbutir kasar.
3.Lapis Pondasi Bawah

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum 10 cm

dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   9 
METODE PERENCANAAN 

1.1.7 Prosedur pelaksanaan pekerjaan perkerasan lentur di lapangan, sebagai berikut :

1. Pekerjaan Persiapan

a. Dilakukan survey untuk menetapkan letak quarry tanah dan disposal area bila dalam

pekerjaan tanah (cut & fill) hal tersebut diperlukan.

b. Dilakukan survey untuk mencari letak quarry sirtu yang memenuhi syarat untuk

material subbase atau material untuk perkerasan bahu jalan.

c. Dilakukan survey untuk menetapkan letak quarry batu, bila pengadaan batu pecah

akan diproduksi sendiri dengan stone crusher.

d. Dilakukan survey untuk menetapkan letak base camp yang paling menguntungkan,

misalnya :

- Letaknya pada lokasi jalan yang akan dilaksanakan.

- Usahakan memperoleh tanah yang luas sehingga crushing plant dan asphalt

mixing plant dapat dipasang di suatu tempat.

- Letaknya dekat dengan quarry batu.

- Tidak mengganggu lingkungan.

e. Situasi letak plant harus direncanakan sebaik-baiknya agar lalu lintas Dump truck

yang memasukkan bahan baku (raw material) tidak saling mengganggu dengan

dump truk yang membawa keluar hasil produk (hot mix) dan loader yang

mengangkut batu ke feeder stone crusher dan batu pecah ke cold bind terlebih lebih

bila crushing plant dan asphalt mixing plant terletak disatu tempat.

f. Jalan masuk/keluar dump truck harus dibuat cukup kuat untuk menjamin kelancaran

transportasi material/hotmix.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   10 
METODE PERENCANAAN 

g. Dibuat drainase lingkungan yang baik agar lokasi basecamp tidak terganggu bila

musim hujan tiba.

h. Alat-alat yang menggunakan ukuran (berat,volume,temperature,dll) agar dibuatkan

kalibrasi yang berlaku (termasuk alat labotarium).

i. Dibuat mix design untuk hot mix sesuai spec yang ada jauh – jauh hari sebelum

diperlukan.

j. Dilakukan field survey untuk review design sesuai pekerjaan yang dilakukan,

termasuk untuk mutual check nol (MCO).

2. Pekerjaan Pengukuran

a. Pertama kali dipasang patok-patok as jalan pada setiap jarak 50 km untuk bagian

jalan yang lurus. Untuk bagian yang lengkung dapat dibuat patok-patok as yang

dekat sehingga jelas garis lengkungnya.

b. Selain patok as dipasang juga patok-patok bantu as dan patok elevasi ditempat yang

aman (tidak terganggu pelaksanaan pekerjaan).

c. Bila badan jalan terletak pada daerah galian/timbunan maka dibuat profil sampai

permukaan subgrade.

3. Pekerjaan Subgrade

a. Pekerjaan pembentukan permukaan subgrade pada dasarnya sama dengan pekerjaan

tanah cut & fiil.

b. Permukaan subgrade yang terletak pada daerah galian, harus dibuatkan saluran

drainasenya di kanan kiri jalan.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   11 
METODE PERENCANAAN 

c. As jalan dan elevasi dikontrol lagi pada badan jalan yang telah terbentuk, daerah

subgrade selebar badan jalan harus dipadatkan.

4. Pekerjaan Subbase

a. Pada permukaan subgrade yang telah siap, dipasang patok batas subbase,

berpedoman dari patok as.

b. Material yang telah disiapkan untuk lapisan subbase (sirtu) diangkut dengan dump

truck dan ditumpahkan sepanjang jalan. Satu tumpahan dump truck mewakili

daerah seluas yang diperhitungkan, jika material bahu jalan tidak sama dengan

material subbase maka material bahu jalan di drop lebih dulu.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   12 
METODE PERENCANAAN 

Bila tebal hamparan lepas 30 cm dan dari tiap dump truck berisi volume lepas 6

m³ maka satu tumpahan dump truck untuk maximum daerah seluas = 6/0,30 = 20

m².

c. Material subbase dihamparkan/diratakan dengan motor grader dengan cara

menyetel ketinggian blade dan kemiringan yang ditetapkan sesuai design.

d. Material subbase yang telah diratakan, diperiksa ketinggiannya dengan tali (bila ada

yang kurang/lebih sedikit dapat diselesaikan dengan tenaga orang). Segera diikuti

pemadatan dengan vibro roller. Pemadatan pertama sekaligus dipakai sebagai

percobaan untuk dapat menetapkan berapa lintasan yang diperlukan agar mencapai

nilai kepadatan yang diminta.

e. Pada saat penghamparan dan pemadatan harus diperhatikan kadar air optimumnya.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   13 
METODE PERENCANAAN 

f. Untuk mencapai keseragaman kepadatan maka pemadatan satu dengan yang lainnya

harus overlaping slebar +/- 15 cm.

5. Pekerjaan Trial Mix & Percobaan Pemadatan Hotmix

Trial Mix dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kepastian/menjamin

campuran pelaksanaan bahwa pekejaan mixing nantinya dapat berjalan dengan lancar dan

memenuhi persyaratan teknis.

6. Pekerjaan Base (ATB)

Pekerjaan lapisan base ini dilaksanakan berdasarkan data-data yang diperoleh dari

percobaan penghamparan dan pemadatan. Untuk komunikasi antara tempat penghamparan

hotmix dan AMP harus disediakan alat komunikasi (HT,radio dan lain-lain).

Penghamparan tidak boleh dilakukan pada waktu hujan.

a. Pemukaan subbase yang akan dioverlay dengan hotmix, dibersihkan dari semua

kotoran, dengan menggunakan compressor.

b. Kemudian diikuti dengan penyemprotan aspal (jenis MC) untuk prime coat

sebanyak 0.41.2 kg/m² dengan menggunakan asphalt sprayer.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   14 
METODE PERENCANAAN 

c. Dibuat guide line pada tepid an as jalan sesuai sebagai pengarah asphalt finisher

pada proses penghamparan. Garis ini akan diikuti oleh jalannya asphalt

finisherdengan cara menggantungkan unting-unting pada sisi finisher.

d. Agar perangkat alat penghampar Hotmix dapat efisien maka jumlah dump truk

pengangkut hotmix harus disesuaikan dengan kapasitas penghamparan.

e. Asphalt finisher disiapkan di ujung tempat mulai penghamparan dengan posisi

unting-unting tepat pada guide line dan alat pengatur ketebalan hamparan disetel.

Kesiapan perangkat alat penghampar dan pemadatan dilokasi harus diberitahukan

ke petugas di AMP melalui alat komunikasi.

f. Selama penghamparan, Finsher dibantu dengan tenaga-tenaga orang dibagian depan

untuk menjaga agar jalur yang dilewati roda/track finisher bersih dari tumpahan

hotmix sehingga kerataan hamparan lebih terjamin.

g. Hotmix dalam Dump Truck sebelum ditumpahkan ke finisher harus diukur

temperaturnya.

h. Pemadatan tiga tahap seperti pada percobaan dilaksanakan (Break

down,Intermediate dan Finish Rolling).

- Roda penggerak harus didepan, tidak boleh dibelakang. (untuk Break Down).

- Arah gerakan alat pemadatan sejajar dengan arah as jalan dan pemadatan dimulai dari

sisi terendah dan kemudian bergeser ke sisi yang lebih tinggi.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   15 
METODE PERENCANAAN 

- Selama pemadatan tidak boleh merubah kecepatan secara mendadak dan alat

dilarang berhenti diatas hotmix yang masih panas.

i. Sambungan

Karena lebar serta panjang hamparan ada batasnya, maka dalam pelaksanaan

diperlukan sambungan sambungan. Ada 2 (dua) macam sambungan, yaitu :

1. Longitudinal joint.

2. Transversal joint.

Agar diperoleh sambungan yang baik maka selisih waktu pelaksanaan tidak lebih

3x24 jam.

a. Hamparan pada longitudinal joint perlu ada overlaping selebar 2” (5 cm)

b. Pemadatan pada longitudinal joint harus diperhatikan dengan benar, sesuai

sket dibawah ini :

c. Hamparan pada tranversal joint dan cara sambungannya dapat ditempuh

dengan balok kayu pembatas atau digergaji sebagai berikut :

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   16 
METODE PERENCANAAN 

d. Pemadatan pada transversal joint perlu dilakukan khusus sebagai berikut :

7. Pekerjaan Surface (HRS)

Material surface terbuat dari aspal beton, hanya ukuran agregatnya lebih halus dan

voidnya lebih kecil karena berfungsi sebagai lapisan kedap air juga.

Saat ini banyak digunakan HRS (Hot Roll Sheet) yaitu aspal beton dengan agregat jenis

open graded.

a. Sama seperti lapisan aspal beton pada base sebelumnya, permukaan yang akan

dilapis dibersihkan dulu dan dikeringkan dengan menggunakan compressor.

b. Kemudian diikuti dengan penyemprotan aspal untuk lapisan pengikat (tack coat)

sebanyak 0,25 – 0,50 l/m², dengan menggunakan asphalt sprayer / Asphalt

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   17 
METODE PERENCANAAN 

distributor. Bila lapisan basenya masih baru sebaiknya tidak perlu menggunakan

tack coat, karena akan memperbesar kadar aspalt pada lapisan surface sehingga

dapat mengakibatkan bleending.

c. Pembuatan guide line seperti pada lapisan base, untuk mengarahkan jalannya alat

asphalt finisher.

d. Proses berikutnya dari penghamparan sampai dengan pemadatan sama dengan

lapisan base sebelumnya, hanya ketebalan lapisannya saja yang berbeda tetapi

faktor pemadatannya dapat digunakan.

8. Pekerjaan Test Sampling

a. Di unit AMP setiap hari berproduksi selalu diambil samplenya untuk test

labotarium.

b. Disamping test labotarium juga dilakukan test lapangan dengan cara mengambil

lapisan Hotmix padat dilapangan dengan menggunakan coredrill. Biasanya dalam

spec, satu sample mewakili daerah sepanjang 50 m. Sample yang diambil

dilapangan disamping ditest kepadatannya juga untuk diukur ketebalannya.

9. Pekerjaan Bahu Jalan

a. Ditepi perkerasan ditumpuk material untuk bahu jalan.

b. Tumpukan material untuk bahu jalan ditebar dan diratakan dengan motor grader

dengan cara menyerongkan blade/pisaunya dibuat lebih tinggi sedikit dari

permukaan perkerasan untuk pemadatan.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   18 
METODE PERENCANAAN 

c. Kemudian diikuti dengan pemadatan menggunakan mini vibroroller.

10. Pekerjaan Marking

Marka (dengan cat) dapat dikerjakan dengan tenaga orang dengan cara

menggunakan mal dari lembaran karet.

Bila dengan alat yang dipasang pada mobil maka perlu guide line untuk

mengarahkan jalannya mobil. Pelaksanaan dengan alat yang dipasang di mobil bisa cepat

sekali yaitu mencapai 10 km/jam.

1.1.8 Alat – alat yang digunakan :

1. Untuk pekerjaan tanah cut & fill :

Untuk pekerjaan tanah cut & fill dalam pembentukan badan jalan, alat – alat yang

digunakan sama dengan pekerjaan cut & fill di saluran.

2. Pekerjaan sub grade :

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   19 
METODE PERENCANAAN 

Stell tandem roller/three wheel roller, sheep foot roller untuk pemadatan subgrade

tanah asli.

3. Pekerjaan sub base :

a. Excavator untuk menggali dan memuat material quarry yang memenuhi syarat

untuk material sub base.

b. Dump truck untuk mengangkut dan menumpahkan material subbase ke tempat-

tempat yang ditentukan.

c. Motor grader untuk menghampar dan meratakan material sub base.

d. Vibro Roller, Three wheel roller / steel tandem roller untuk memadatkan lapisan

sub base.

e. Tangki air.

4. Crushing Plant :

a. Excavator/Loader untuk memuat batu di quarry batu ke atas Dump truck.

b. Dump truck untuk mengangkut batu dari quarry batu ke lokasi crushing plant dan

mengangkut batu pecah ke lokasi AMP.

c. Loader untuk memasukkan batu ke Feeder stone crusher.

d. Seperangkat stone crusher termasuk genset.

5. Asphalt Mixing Plant :

a. Wheel Loader untuk mengisi cold bin.

b. Seperangkat Asphalt Mixing Plant termasuk genset.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   20 
METODE PERENCANAAN 

c. Alat komunikasi (HT/Radio).

Dalam hal AMP dan stone crusher di dalam satu lokasi akan menghemat

penggunaan peralatan, seperti dapat dilihat pada sket di bawah ini :

6. Pekerjaan Base & Surface

a. Dump truck mengangkut Hot mix dilengkapi terpal.

b. Air compressor untuk membersihkan dan mengeringkan permukaan jalan yang

akan di overlay / dilapisi aspal beton.

c. Asphalt sprayer untuk menyemprot aspal prime coat dan tack coat.

d. Asphalt finisher untuk menghampar hot mix.

e. Tandem dan Tire roller untuk pemadatan hot mix.

f. Alat – alat lain seperti : alat komunikasi, genset (penerangan), thermometer

lapangan, truck tanki air, flat bad truck.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   21 
METODE PERENCANAAN 

7. Pekerjaan pengetesan :

a. Alat labotarium untuk pekerjaan tanah.

b. Alat labotarium untuk aspal beton.

c. Alat labotarium untuk analisa saringan.

d. Alat test CBR lapangan.

e. Alat untuk core drill.

Gambar 3.2 Asphalt Finisher

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   22 
METODE PERENCANAAN 

1.2 Perkerasan Kaku

Perkerasan Kaku dibagi atas 2 jenis, yaitu :

1. Perkerasan Beton Semen

Perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC).

Menurut NAASRA ada lima jenis perkerasan kaku, yaitu :

a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.

b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.

c. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.

d. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan serat baja (fiber).

e. Perkerasan beton semen pratekan.

2. Perkerasan Kaku dengan Permukaan Aspal

Jenis perkerasan kaku dengan permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit.

1.2.1 Bagian – bagian perkerasan kaku :

1. Tanah Dasar

Walaupun sebagian besar beban lalu lintas dipikul oleh lapis beton, namun sifat,

daya dukung, dan keseragaman tanah dasar mempengaruhi keawetan dan kekuatan pelat

beton. Daya dukung tanah dalam perkerasan kaku dinyatakan dalam Modulus Reaksi

Tanah (k) yang didapatkan dari pengujian Plate Bearing Test. Nilai k dengan pendekatan

tertentu dapat juga ditentukan oleh nilai CBR.

2. Lapis Pondasi Bawah

Pada dasarnya lapis pondasi bawah bukan merupakan bagian perkerasan yang

memikul beban, Lapisan ini berfungsi sebagai pengendali pengaruh kembang susut tanah

dasar, mencegah instrusi (masuknya) air dan pemompaan pada sambungan, retakan dan

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   23 
METODE PERENCANAAN 

tepi plat, memberi dukungan yang mantap dan seragam pada pelat serta sebagai

perkerasan jalan selama masa konstruksi. Untuk kondisi tanah dasar yang sangat buruk

(nilai k kurang dari 2 kg/cm3) maka lapis pondasi bawah mutlak diperlukan sehingga

akan meningkatkan nilai k. Penggunaan lapis pondasi bawah dengan nilai bahan pengikat

(bound subbase), seperti penetrasi macadam akan memberikan kenaikan nilai k yang

cukup besar. Tebal minimum lapis pondasi bawah adalah 10 cm sangat disarankan

dibangun pada seluruh bagian jalan.

3. Lapisan Beton

Karena keruntuhan perkerasan akibat repertisi beban, maka parameter kekuatan

beton dinyatakan dalam kekuatan lentur (flexture streght). Kekuatan ini didapat dari

pengujian Three Point Test (ASTM C 78) untuk beton berumur 28 hari, secara teoritis

kuat lentur beton dapat dihitung dari kuat tekan beton (σbk' = fc';), yaitu :

MR = (σbk'/11) + 9

Dimana :
MR = Modulus Retak atau Kuat Lentur (kg/cm²)
σbk' = Kuat Tekan beton pada umur 28 hari (kg/cm²)
nilai minimum MR sebaiknya digunakan minimum 40 kg/cm². Untuk kondisi tertentu dapat
digunakan sampai 30 kg/cm².

3.2.2 Karakteristik Kendaraan

1. Jenis kendaraan yang diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan berat total

minimum 5 ton.

2. Konfigurasi sumbu kendaraan

Ada 3 (tiga) jenis sumbu yang diperhitungkan dalam perancangan , yaitu :

a. Sumbu tunggal dengan roda tunggal (STRT)

b. Sumbu tunggal dengan roda ganda ( STRG)

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   24 
METODE PERENCANAAN 

c. Sumbu ganda dengan roda ganda (SGRG), berapa literature menyebutnya sumbu

tandem roda ganda (StaRG)

Gambar 3.3 Grafik untuk perencanaan STRT

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   25 
METODE PERENCANAAN 

Gambar 3.4 Grafik untuk perencanaan STRG

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   26 
METODE PERENCANAAN 

Gambar 3.5 Grafik untuk perencanaan STaRG

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   27 
METODE PERENCANAAN 

3.2.3 Kekuatan Tanah Dasar

Kekuatan tanah dasar dinyatakan dengan nilai Modulus tanah dasar (k) yang

diukur dengan pengujian Plate Bearing Test (AASHTO T 222 – 81). Secara teoritis nilai

k dapat juga ditentukan dari CBR tanah dasar.

Gambar 3.6 hubungan antara CBR tanah dengan k

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   28 
METODE PERENCANAAN 

3.2.4 Dowel (Ruji)

Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang digunakan sebagai

saran penyambung / pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan

jalan.

Tabel 3.9 Ukuran dan Jarak batang dowel (ruji) yang disarankan
Tebal Pelat Dowel
Perkerasan diameter panjang jarak
inci mm inci mm inci mm inci mm
6 150 ¾ 19 18 450 12 300
7 175 1 25 18 450 12 300
8 200 1 25 18 450 12 300
9 225 1¼ 32 18 450 12 300
10 250 1¼ 32 18 450 12 300
11 275 1¼ 38 18 450 12 300
12 300 1½ 38 18 450 12 300
13 325 1½ 38 18 450 12 300
14 350 1½ 38 18 450 12 300
dari : Principles of Pavement Design by Yoder & Witczak, 1975

Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan yang dipasang dengan

separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau dicat untuk memberikan kebebasan

bergeser.

3.2.5 Tatacara Perencanaan Penulangan

1. Kebutuhan Penulangan pada Perkerasan Bersambung Tanpa Tulangan

Pada perkerasan bersambung tanpa tulangn, penulangan tetap dibutuhkan untuk

mengantisipasi atau meminimalkan retak pada tempat-tempat dimana

dimungkinkan terjadi konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari.

Tipikal Penggunaan penulangan khusus ini antara lain :

a. Tambahan pelat tipis

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   29 
METODE PERENCANAAN 

b. Sambungan yang tidak tepat

c. Pelat kulah atau struktur lain

2. Penulangan pada Perkerasan Bersambung dengan Tulangan

Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari persamaan berikut :

As = 11,76 (F.L.h)
Fs

Dimana : As = luas tulangan yang diperlukan, (mm²/m lebar)


F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya (tabel 3.10),
tak berdimensi
L = jarak antara sambungan, (m)
h = tebal pelat, (mm)
fs = tegangan tarik baja ijin, (MPa) (±230 MPa)

Catatan : As minimum menurut SNI’91, untuk segala keadaan 0,14 % dari luas
penampang beton.

Tabel 3.10 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan lapisan pondasi
dibawahnya
Jenis Pondasi Faktor Gesekan (F)

BURTU, LAPEN dan konstruksi sejenis 2.2


Aspal Beton, LATASTON 1.8
Stabilisasi kapur 1.8
Stabilisasi aspal 1.8
Stabilisasi semen 1.8
Koral sungai 1.5
Batu pecah 1.5
Sirtu 1.2
Tanah 0.9

3. Penulangan pada Perkerasan Menerus Dengan Tulangan

a. Ps = 100 ft (1,3 – 0,2 F)


( fy – n x ft)

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   30 
METODE PERENCANAAN 

Dimana : Ps = persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap


penampang beton, (%)
ft = kuat tarik lentur beton yang digunakan 0,4 – 0,5 fr, dalam MPa
fy = tegangan leleh rencana baja (berdasarkan SNI’91, fy < 400 Mpa-BJTD40)
n = angka ekivalen antara baja dan beton = Es , tak berdimensi (tabel 3.11)
Ec
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya,
tak berdimensi.
Es = modulus elastisitas baja (berdasarkan SNI’91 digunakan 200.000 Mpa).
Ec = modulus elastisitas beton (berdasarkan SNI’91 digunakan 4700 f’c Mpa).
Tabel 3.10 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan lapisan pondasi
dibawahnya
f’c f’c n Fr (rata-rata)
(kg/cm²) (Mpa) (MPa)

115 11,3 13 2,1


120 – 135 11,8 – 13,2 12 2,2
140 – 165 13,7 – 16,2 11 2,4
170 – 200 16,7 – 19,6 10 2,6
205 – 250 20,1 – 24,5 9 2,9
260 – 320 25,5 – 31,4 8 3,3
330 – 425 32,4 – 41,7 7 3,7
450 44,1 6 4,1

Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasan beton menerus

adalah 0,6 % dari luas penampang beton. Jarak antara retakan pada perkerasan beton

menerus dengan tulangan dapat dihitung dengan persamaan :

Lcr = ft²
n.p².u.fb (SEc-ft)

Dimana : Lcr = jarak teoritis antara retakan, dalam meter


jarak optimum antara 1- 2 meter.
p = luas tulangan memanjang per satuan luas beton
fb = tegangan lekat antara tulangan dengan beton yang dikenal sebagai
“lekat lentur” dalam MPa.
Besaran lekat yang dipakai dalam praktis, menurut ACI 1963 untuk
tulangan dengan d (diameter) ≤ 35,7 mm ( # 11) :

tegangan lekat dasar = 9,5 f’c ≤ 800 psi

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   31 
METODE PERENCANAAN 

d
atau dalam SI unit :

tegangan lekat dasar = 0,79 f’c ≤ 5,5 Mpa.


d
d (diameter tulangan), dalam cm.
S = koefisien susut beton, umumnya dipakai antara (0,0005 – 0,0006) untuk
pelat perkerasan jalan.
ft = kuat tarik lentur beton yang digunakan 0,4 – 0,5 fr, dalam MPa.
n = angka ekivalen antara baja dan beton
u = keliling penampang tulangan per satuan luastulangan = 4 , dalam (m ¹)
Ec = modulus elastisitas beton

b. Penulangan Melintang

Luas tulangan melintang yang diperlukan pada perkerasan beton menerus,

dihitung dengan persamaan yang sama seperti pada perhitungan penulangan

perkerasan beton bersambung dengan tulangan.

3.2.6 Prosedur Perancangan :

1. menentukan nilai k

2. merubah data lalu lintas dalam kendaraan menjadi data lalu lintas dalam sumbu

JKSN = 365 x JKSNH x R ……………………………………………….. (1)

Dimana : JSKN = Jumlah Sumbu Kendaraan maksimum


JSKNH = Jumlah Sumbu Kendaraan maksimum Harian, pada saat tahun ke 0
R = Faktor pertumbuhan lalu-lintas yang besar-nya berdasarkan faktor
pertumbuhan lalu lintas tahunan ( i ) dan usia rencana ( n )

R = (1+i) – 1
e Log (1+i) …...……………………………………….(2)

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   32 
METODE PERENCANAAN 

Tabel 3.11 Koefisien distribusi Kendaraan Niaga pada Jalur Rencana

Jumlah Jalur Kendaraan Niaga


1 Arah 2 Arah
1 Jalur 1 1
2 Jalur 0,70 0,50
3 Jalur 0,5 0,475
4 Jalur - 0,45
5 Jalur - 0,425
6 Jalur - 0,4

3. menentukan jenis sumbu

4. asumsikan tebal pelat beton, tebal minimal 17 cm.

5. jumlah untuk setiap berat sumbu dikalikan dengan faktor keamanan, yang tergantung

kepada fungsi jalan.

Tabel 3.12 Faktor Keamanan


Peranan Jalan F.K
Jalan Tol 1,2
Jalan Arteri 1,1
Jalan Kolektor / Lokal 1,0

6. menentukan tegangan yang terjadi untuk tiap jenis sumbu dengan menggunakan

nomogram, nilai tegangan tergantung pada beban sumbu, nilai k (atau k gabungan),

dan tebal pelat beton.

7. menentukan perbandingan antara tegangan yang terjadi dengan MR (σ/MR) untuk

mendapatkan jumlah repetisi izin, MR dihitung dari kuat tekan beton yang

direncanakan.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   33 
METODE PERENCANAAN 

Tabel 3.13 Perbandingan Tegangan Jumlah Penulangan Beban yang diijinkan

Perbandingan Jumlah Perbandingan Jumlah


Tegangan Penulangan Tegangan Penulangan beban
beban yang yang diijinkan
diijinkan
0,51 400.000 0,69 2.500
0,52 300.000 0,70 2.000
0,53 240.000 0,71 1.500
0,54 180.000 0,72 1.100
0,55 130.000 0,73 850
0,56 100.000 0,74 650
0,57 75.000 0,75 490
0,58 57.000 0,76 360
0,59 42.000 0,77 270
0,60 32.000 0,78 210
0,61 24.000 0,79 160
0,62 18.000 0,80 120
0,63 14.000 0,81 90
0,64 11.000 0,82 70
0,65 8.000 0,83 50
0,66 6.000 0,84 40
0,67 2.500 0,85 30
0,68
* Tegangan akibat beban dibagi degan kuat lentur tarik (modulus of
Reptum)
* Untuk perbandingan tegangan sama dengan atau lebih kecil 0,50
jumlah pengulangan beban adalah tidak terhingga.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   34 
METODE PERENCANAAN 

8. bandingkan repetisi ijin dengan jumlah sumbu untuk tiap berat sumbu(dalam %) total

jumlah persentase seluruhnya harus lebih kecil atau sama dengan 100%.

Jika X lebih besar dari 100% maka tebal pelat dapat diperbesar, yang berarti

mengulang proses perhitungan dari langkah - d atau dengan meningkatkan kualitas beton,

dalam hal ini meningkatkan nilai MR, yang berarti mengulang proses perhitungan dari

langkah – h.

3.2.7 Prosedur pelaksanaan perkerasan kaku di lapangan sebagai berikut :

1. Penyiapan tanah dasar / Subgrade

a. Tanah dasar selebar yang diperlukan oleh konstruksi perkerasan dibersihkan dari

tanaman, humus dan material lain yang tidak diperlukan, kemudian tanah dasar yang

telah bersih dipadatkan untuk memperoleh keseragaman density. Pada umumnya

persyaratan CBR yang diminta berkisar antara 2% s/d 20%.

b. Bila elevasi tanah dasar lebih rendah dari elevasi rencana, dilakukan penimbunan

dengan tanah yang bagus dan dipadatkan lapis demi lapis dan kepadatan dikontrol,

tebal tiap lapisan disesuaikan dengan kapasitas alat yang ada dan disarankan tidak

lebih dari 30 cm. Bila tebal timbunan lebih dari 2 m atau terletak diatas tanah dasar

yang jelek, untuk mengatasi penurunan disarankan menggunakan geotextile atau

stabilitas tanah.

c. Penyiapan tanah dasar ini selalu dikontrol terhadap as dan elevasi rencana

perkerasan dengan memasang patok-patok pedoman.

d. Subgrade yang telah selesai harus dilindungi secara baik terhadap air hujan sebelum

ditutup oleh lapisan sub base.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   35 
METODE PERENCANAAN 

e. Untuk melindungi pengaruh air hujan, pembuatan saluran tepi sangat dianjurkan.

f. Toleransi elevasi dari sub grade biasanya sebesar maksimum 1,50 cm atau yang

disyaratkan dalam spesifikasi.

g. Bila subgrade selesai, sebelum tahap berikutnya dilaksanakan test kepadatan setiap

jarak 50 m.

2. Pelaksanaan lapisan Subbase

Karena fungsi utama dari sub base disini bukan sebagai struktual tetapi sebagai

lantai kerja dan pecegah pumping, maka material yang dipergunakan biasanya adalah lean

concrete dengan kekuatan kekuatan tekan tidak kurang dari 50 kg/cm² pada umur 28 hari,

sirtu dapat juga dipakai sebagai subbase. Pada umumnya CBR yang diminta berkisar antara

30% s/d 95%.

a. Berdasarkan pedoman patok as perkerasan, dipasang cetakan samping dengan

menggunakan balok kayu sebesar kurang lebih 15 cm sesuai dengan lebar

perkerasan kaku ditambah 30 cm.

b. Tinggi cetakan disesuaikan dengan ketebalan concrete seperti yang disyaratkan

dalam spesifikasi.

c. Pengecoran lean concrete dapat dilayani dengan peralatan sederhana (beton molen),

slump beton disarankan agak tinggi / encer antara 5 cm – 7 cm.

Dalam hal lean concrete akan difungsikan pula sebagai access road maka mutu dan

ketebalannya perlu ditingkatkan.

d. Pengecoran lean concrete selalu diikuti dengan penggetaran agar memperoleh beton

yang padat.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   36 
METODE PERENCANAAN 

e. Untuk finishing permukaannya dilayani oleh pekerja dengan menggunakan batang

perata (jidar) yang digeser - geserkan diatas balok kayu cetakan dan dibantu dengan

centong semen.

f. Selama masa curing minimum 7 hari, lean concrete tidak boleh dilewati kendaraan

atau peralatan lain.

g. Untuk mencegah keretakan, selama curing lean concrete ditutup dengan karung

basah.

h. Permukaan lean concrete tidak boleh terlalu kasar karena kekasarannya akan

mengadakan ikatan sehingga menahan proses shrinkage dari plat beton dan akan

mengakibatkan crack. Untuk lebih aman, lean concrete dilapis plastic sebelum plat

beton dicor, dalam hal subbase berupa unbound material misalnya sirtu/agregat,

maka untuk menghindari meresapnya sebagian air semen dari beton kedalam lapisan

subbase (setelah dipadatkan) perlu diprime-coat dengan aspal atau dilapis plastik

sebelum plat beton dihampar, dalam hal ini fungsi plastik atau prime-coat bukan

sebagai pelicin sambungan, melainkan sebagai penghalang meresapnya air semen

dari beton kedalam subbase.

3. Acuan samping (side form) dan acuan akhir (stopper).

Sebelum acuan dipasang, diatas lean concrete (subbase) diberi tanda tanda jalur jalan.

a. Bahan acuan samping dapat dibuat dari kayu atau plat baja, bila alat penghantar

beton bergerak diatas acuan, maka acuan tersebut perlu di perhitungkan agar kuat

menerima beban alat paver yang bergerak diatasnya.

b. Dengan berpedoman tanda tanda as jalan maka ditetapkan letak acuan samping.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   37 
METODE PERENCANAAN 

c. Permukaan subbase yang akan menjadi acuan harus diperiksa dulu kerataannya

untuk menjamin ketepatan elevasi sepanjang acuan.

d. Bila lebar pengecoran dapat dijangkau oleh alat penghampar (fixed forom paver)

maka acuan samping dapat langsung dipasang pada tepi-tepi plat beton.

e. Bentuk dari acuan samping dibuat sedemikian agar mudah dibongkar pasang,

sebaiknya dilumasi dengan minyak bekisting.

f. Pemasangan acuan samping adalah kearah memanjang (sejajar dengan as jalan).

g. Bila menggunakan plat slip form paver maka acuan menjadi satu dengan relnya.

h. Pada acuan akhir (stopper) harus dibuat sedemikian rupa agar kuat menahan beban,

karena hal ini dapat menyebabkan penurunan elevasi permukaan beton sehingga

permukaan perkerasan bergelombang.

4. Sambungan dan penulangan

Setelah acuan selesai dipasang baik yang arah memanjang maupun kearah melintang,

dilanjutkan pemasangan tulangan dan konstruksi sambungan sesuai spesifikasi, setiap beton

mesti mengalami perubahan volumeyang disebabkan oleh penyusutan atau perubahan

temperature. Perubahan volume ini dapat menyebabkan keretakan beton, keretakan ini perlu

dikontrol untuk menghindari efek negatif yang diakibatkan oleh keretakan tersebut. Untuk

mengontrol keretakan tersebut tersebut perlu dipasang penulangan dengan besi beton/wire

mesh dan konstruksi sambungan sesuai design yang ada. Hal tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a. Bagian yang telah dipasang acuannya dipasang tulangan sesuai design dengan

kedudukan seperempat ketebalan beton dari permukaan.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   38 
METODE PERENCANAAN 

b. Tulangan diusahakan dalam keaadaan rata (tidak melengkung) untuk dapat berfungsi

secara baik dalam menahan keretakan.

c. Untuk menjaga kedudukan tulangan, perlu ditumpu oleh spacer yang berfungsi

sebagai kaki.

d. Sambungan yang diperlukan ada 3 (tiga) macam yaitu :

- Sambungan perlemahan.

- Sambungan konstruksi (construction joint).

- Sambungan pengembangan (expansion joint).

5. Base (concrete base)

Beton base ini merupakan bagian utama jalan beton. Oleh karena itu biasanya tidak

diperlukan lapisan permukaan (surface course). Dengan demikian mutu dari beton base ini

sangat penting, kalau ada penggunaan lapisan permukaan pada jalan beton, maksudnya

semata hanya untuk kenikmatan pemakai saja. Dibandingkan dengan jalan aspal, jalan beton

terasa sekali mempunyai permukaan yang kasar dan keras. Untuk mempermudah pengerjaan

concrete base diperlukan slump yang tinggi yaitu : 3,5 sampai 6, nilai slump disini adalah

slump ditempat hampar sehingga slump di batching-plant tentunya harus lebih tinggi sesuai

dengan jarak angkutnya. Pekerjaan base beton ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Acuan samping (side form) diperiksa letak dan elevasinya, terutama bila berfungsi

sebagai rel vibrating screed.

b. Diperiksa semua tulangan termasuk tulangan tulangan sambungan melintang (dowel)

dan tulangan sambungan memanjang (tie bar).

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   39 
METODE PERENCANAAN 

c. Diperiksa bila ada pekerjaan instalasi yang tertanam dalam beton (missal pipa, kabel

dan instalasi lainnya).

d. Permukaan subbase dibasahi secukupnya agar agar tidak menyerap air dari beton

yang dapat mempengaruhi menurunnya slump.

e. Setiap kali beton akan dihamparkan selalu diperiksa dulu slump dan temperaturnya.

f. Diperiksa berapa perbedaan slump dan suhu dari batching plant ke tempat

penghamparan, hal ini diperlukan untuk menetapkan slump beton di batching plant.

g. Penghamparan beton dapat dilayani dengan dengan berbagai alat, antara lain :

- Vibrating screed (sederhana).

- Fix form payer dengan menggunakan acuan.

- Slip form payer.

h. Guna lebih menjamin mutu beton base hasil penghamparan dengan alat-alat diatas,

disarankan dibantu lagi dengan menggunakan concrete vibrator, kecuali vibrating

screed harus dilayani oleh 3 (tiga) buah concrete vibrator tersebar dikedua ujungnya

dan ditengah.

i. Penggetaran beton harus secukupnya saja, sebab kelebihan/kekurangan akan

menyebabkan beyond segregasi/kropos. Kelebihan penggetaran dapat dilihat bila air

semen telah timbul/mengumpul diatas sedangkan kekurangan penggetaran dapat

dilihat bila permukaan beton masih dapat memadat (masih bisa turun).

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   40 
METODE PERENCANAAN 

6. Finishing

Finishing yang dimaksud disini adalah pekerjaan penyelesaian permukaan beton base

sehingga memperoleh hasil yang memuaskan sebagai lapisan permukaan (surface course).

a. Segera sesudah penghamparan dan pemadatan beton base selesai, dilakukan

penghalusan permukaan beton secukupnya saja. Penghalusan yang berlebihan akan

mengurangi keawetan anti exid texture (grooving), alat yang digunakan adalah

papan dengan batang pemegang yang panjang (long handle floater).

b. Setelah peralatan/penghalusan selesai, lalu dilakukan texturing untuk keperluan anti

skid yang harus selesai selama 3 jam sejak beton dihampar (texturing harus selesai

sebelum beton mengeras). Apabila terdapat genangan air (bleeding) dipermukaan

beton basah dapat dilap dengan goni kering. Ada beberapa tipe alat yang dapat

dipakai yaitu wire broom, plastic rush dan grooving tool. Semuanya disambung

dengan pemegang panjang sedangkan lebarnya tidak kurang dari 45 cm.

c. Pekerjaan texture dinyatakan baik bila menghasilkan nilai skid resistance 70 dengan

kedalaman texture 0,75 mm. Menurut pengalaman texture yang lebih baik dapat

dicapai dengan menggunakan grooving tool dibandingkan dengan brushing tool.

d. Ada dua type texture yaitu arah melintang dan arah memanjang jalan. Texture arah

melintang jalan penampilannya lebih bagus dan mudah dilaksanakan. Untuk

kepentingan pemakai jalan , texture arah memanjang lebih baik karena akan

mengurangi suara gesekan antara ban dan permukaan jalan disamping mengurangi

tingkat kerusakan ban.

e. Untuk memperoleh tepi beton yang bagus dan menghindari serpih, bagian tepi

tersebut dibuat tumpul dengan alat edging tool.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   41 
METODE PERENCANAAN 

f. Sambungan perlemahan yang dilaksanakan menggunakan gergaji harus dilakukan

pada saat beton berumur 8 – 18 jam sesudah penghamparan.

g. Sambungan beton, baik yang melintang atau memanjang dibersihkan untuk diisi

dengan joint sealant.

7. Pemeliharaan

Setiap campuran beton sebelum mencapai sesuatu kekuatan yang direncanakan pasti

mengalami proses hidrasi. Kekuatan yang diinginkan akan dicapai bila kondisi favourable

untuk berlangsungnya hidrasi. Yang perlu dijaga adalah hilangnya air selama proses hidrasi,

beton harus dijaga agar tidak kehilangan air. Ada dua cara agar beton tidak kehilangan air

pada masa awal pengerasan :

a. Menambah air pada permukaan beton selama masa pengerasan atau ditutup dengan

bahan yang selalu basah.

b. Mencegah hilangnya air dari beton dengan melapisi permukaan beton dengan

menggunakan plastik atau disemprot cairan membrame coumpound.

Cara yang biasa dipergunakan adalah menutup permukaan beton dengan karung yang

selalu basah, sedangkan curing coumpound seperti chlorimated rubber atau wax emulsion,

bisa juga digunakan dengan cara disemprotkan dengan jumlah 3 (tiga) liter/m². Kedua cara

ini dilaksanakan untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari.

Untuk melindungi beton basah terhadap air hujan, perlu disiapkan atap pelindung

(tenda) yang dapat dipindah-pindah.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB III   ‐   42 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

BAB IV

ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

1.1 Perkerasan Lentur

1.1.1 Susunan Perkerasan

Adapun susunan lapisan perkerasan lentur adalah sebagai berikut :

1. Lapisan Permukaan memakai Laston MS 454

2. Lapisan Pondasi Atas memakai Laston MS 590

3. Lapisan Pondasi Bawah memakai Agregat kelas A & B

1.1.2 Data-data Perencanaan

Tabel 4.1 LHR pada tahun 2004 Jatake – Tangerang


Jenis Kendaraan Jumlah
Kendaraan ringan 66.645
Bus 8 ton 18.549
Truck 2 as 13 ton 545
Truck 3 as 20 ton 596
Truck 5 as 30 ton 376
Total 86.711

LHR tahun 2001 sebesar : 69.705 berdasarkan dari data survey


1. CBR tanah dasar : 6.90 %
2. Faktor Regional : 1,5…. (% kendaraan berat ≤ 30%, tabel 3.4 Faktor Regional)
Ket : % Kendaraan berat = Jumlah kendaraan berat x 100%
Total kendaraan

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  1 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

= 20.066 x 100%
86.711
= 23.14 %
Kelandaian = 5%, dan iklim 1100 mm/th
3. Umur rencana : 10 tahun
4. Pertumbuhan lalu lintas rata-rata (i)
LHR tahun 2004 = LHR tahun 2001 (1+i)
86.711 = 69.705 (1+i)³
(1+i) = 1.0755
i = 1.0755 - 1
i = 0.0755
(i) = 0.0755 x 100%
(i) = 7.5%
5. Perkerasan 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 B)

1.1.3 Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur


LHR tahun ke -10 (akhir umur rencana) dihitung dengan rumus :
- Kendaraan ringan = 66.645 x (1+0,0755)¹⁰
= 66.645 x 1,0755¹⁰
= 137.998
- Bus 8 Ton = 18.549 x (1+0,0755)¹⁰
= 18.549 x 1,0755¹⁰
= 38.408
- Truck 2 as 13 ton = 545 x (1+0,0755)¹⁰
= 545 x 1,0755¹⁰
= 1.128
- Truck 3 as 20 ton = 596 x (1+0,0755)¹⁰
= 596 x 1,0755¹⁰
= 1.234
- Truck 5 as 30 ton = 376 x (1+0,0755)¹⁰
= 376 x 1,0755¹⁰
= 779

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  2 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

1. Mencari angka ekivalen (E) masing – masing kendaraan ….. (dari tabel 3.3) :
- Kendaraan ringan 2 ton
As depan : 1 ton = 0,0002
As belakang : 1 ton = 0,0002 +
Et1 = 0,0004

- Bus 8 ton
As depan : 3 ton = 0,0183
As belakang : 5 ton = 0,1410 +
Et2 = 0,1593
- Truck 2 as 13 ton
As depan : 5 ton = 0,1410
As belakang : 8 ton = 0,9238 +
Et3 = 1,0648
- Truck 3 as 20 ton
As depan : 6 ton = 0,2923
As belakang : 14 ton = 0,7452 +
Et4 = 1,0375
- Truck 5 as 30 ton
As depan : 6 + 7x7 ton = 1,0375
As belakang : 5 + 5 ton = 0,2820 +
Et5 = 1,3195

2. Mencari LEP (Lalu lintas Ekivalen Permulaan) untuk 2 Arah 4 Lajur

Ckr :Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan ringan = 0.30 (dari tabel 3.2)

Ckb :Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan berat = 0.45 (dari tabel 3.2)

* Perhitungan LEP ……………………………..……….diambil dari persamaan (1)


- Kendaraan ringan = 0.30 x 66.645 x 0.0004 = 8
- Bus 8 ton = 0.45 x 18.549 x 0.1593 = 1329
- Truck 2 as 13 ton = 0.45 x 545 x 1.0648 = 261
- Truck 3 as 20 ton = 0.45 x 596 x 1.0375 = 278
- Truck 5 as 30 ton = 0.45 x 376 x 1.3195 = 223 +
Jumlah LEP = 2.099

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  3 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

3. Mencari LEA (Lalu lintas Ekivalen Akhir) 10 tahun

* Perhitungan LEA ……………………………..……….diambil dari persamaan (2)

- Kendaraan ringan = 0.30 x 137.998 x 0.0004 = 17


- Bus 8 ton = 0.45 x 38.408 x 0.1593 = 2.753
- Truck 2 as 13 ton = 0.45 x 1.128 x 1.0648 = 541
- Truck 3 as 20 ton = 0.45 x 1.234 x 1.0375 = 576
- Truck 5 as 30 ton = 0.45 x 779 x 1.3195 = 462 +
Jumlah LEA = 4.349

4. Mencari LET (Lalu lintas Ekivalen Tengah)

LET = ( LEP + LEA) …...………………………………………..……persamaan (3)


2
LET = 0.5 x (2.099 + 4.349)
LET = 0.5 x 6.448
LET = 3.224

5. Mencari LER (Lalu lintas Ekivalen Rencana)

LER = LET + FP ………………………………………………persamaan (4)


LER = LET x (UR/10)
LER = 3.224 x (10/10)
= 3.224

6. Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan)

CBR tanah dasar : 6.9 %


DDT : 5.2 ………..……………... Gambar 3.1 Korelasi CBR dan DDT
Faktor Regional : 1,5 ……….………………..…... .Tabel 3.4 Faktor Regional (FR)
LER : 3.224
IPt : 2.5…………...Tabel 3.5 Indeks Permukaan pada akhir Usia Rencana
IPo : 3.9 – 3.5……..Tabel 3.6 Indeks Permukaan pada awal Usia Rencana

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  4 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Gambar 4.1 Nomogram untuk menentukan ITP

Maka didapat, ITP = 12,8

Direncanakan :

1. Lapisan permukaan,Laston = 10 cm … Tabel 3.8 Batas – Batas Minimum Tebal Perkerasan

a1 = 0.32 …....Tabel 3.7 Koefisien kekuatan relative (a)

2. Lapisan pondasi, Laston atas = 8 cm ..Tabel 3.8 Batas – Batas Minimum Tebal Perkerasan

a2 = 0.28 …...Tabel 3.7 Koefisien kekuatan relative (a)

3. Lapisan pondasi bawah, material berbutir kasar, tebal minimum = …… ?

a3 = 0.13 …...Tabel 3.7 Koefisien kekuatan relative (a)

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  5 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Maka, ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3

12,8 = (0.32x10) + (0.28x8) + (0.13xD3)


12,8 = + 0.13 + D3

D3 = 7.36
0.13
D3 = 56.6 cm ≈ 57 cm

Jadi, tebal untuk lapisan pondasi bawah, agregat A = 15 cm, agregat B = 42 cm

Gambar 4.2 Tebal Lapisan Perkerasan Lentur

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  6 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

1.2 Perkerasan Kaku

1.2.1 Susunan perkerasan

Adapun susunan lapisan perkerasan kaku adalah sebagai berikut :

1. Lapisan permukaan

2. Lapisan pelat beton (Rigid)

3. Lapisan Pondasi bawah

1.2.2 Data – data perencanaan :

(data perencanaan lalulintas diambil dari data perencanaan perkerasan lentur).

1. Peranan jalan Arteri

2. Perkerasan 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 B)

3. Tebal lapisan pondasi bawah 42 cm, Agregat A = 15, Agregat B = 42

4. Usia Rencana : 10 tahun

5. Perkerasan Kaku (Rigid) dengan Permukaan Aspal tanpa penulangan.

1.2.3 Penentuan Tebal Perkerasan

1. Mutu Beton Rencana :

Akan digunakan beton dengan kuat tekan 28 hari sebesar 350 kg/cm ²

f ´c = 350/10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa (minimum yang disarankan)

f r = 0,62 f ´c = 36 Mpa > 3,5 Mpa (minimum yang disarankan)

2. Volume dan komposisi lalu lintas harian pada tahun pembukaan (awal umur rencana)

untuk 4 jalur 2 arah terbagi (4/2 B)

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  7 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Type Kendaraan Kendaraan

Bus (3+5) ton 18.549


Truck 2 as (4+6) ton 545
Truck 3 as (6+14) ton 596
Truck 5 as (6+14+5.5 ) ton 376

TOTAL 20.066

3. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana (10 tahun) :

JSKN = 365 x JSKNH x R


R = (1+i) – 1 = (1+0.0755)¹⁰ - 1
e Log (1+i) e Log (1+0.0755)

= 14,7095

JSKNH = 20.066

JSKN = 365 x 20.066 x 14,7095

= 215.467.403,71

4. Koefisien distribusi 2 arah 4 Jalur = 0.45……………Tabel 3.11 Koefisien distribusi

5. Kekuatan Tanah Dasar

CBR = 6,9 % ….. (dari grafik pada gambar 3.6 ) didapat K = 45 Kpa/mm .

6. Jumlah repetisi selama umur rencana = JKSN x PKS x Koefisien distribusi

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  8 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Tabel 4.2 Presentasi masing – masing kombinasi / konfigurasi beban sumbu


dan jumlah repetisi pada jalur rencana selama umur rencana

Konfigurasi Beban Persentase konfigurasi sumbu Jumlah repetisi


Sumbu Sumbu PKS (%) selama
Umur Rencana x 10⁵
STRT 3 46,22 448,15
STRT 4 1,36 13,87
STRG 5 46,22 448,15
STRG 5 46,22 448,15
STRG 5 46,22 448,15
STRG 6 1,36 13,87
STRT 6 1,49 14,45
STRT 6 0,94 9,11
STaRG 14 1,49 14,45
STaRG 14 0,94 9,11

7. Mencoba tebal pelat 18 cm

Tabel 4.3 Perhitungan total fatique dengan mencoba tebal pelat 18 cm


Konfigurasi Beban Beban Repetisi Tegangan Perbamdin Jumlah Persenta
Sumbu sumbu sumbu Beban yang gan repetisi se
(ton) rencana (10⁵) terjadi Tegangan beban Fatique
FK : 1,1 (kg/cm²) / yang (%)
MR beton diperlukan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
STRT 3 3,3 448,15 - - - -
STRT 4 4,4 13,87 1,42 - - -
STRG 5 5,5 448,15 - - - -
STRG 5 5,5 448,15 - - - -
STRG 5 5,5 448,15 - - - -
STRG 6 6,6 13,87 1,49 - - -
STRT 6 6,6 14,45 1,89 0.52 300.000 481,66
STRT 6 6,6 9,11 1,89 0.52 300.000 303,66
STaRG 14 15,4 14,45 1,8 - - -
STaRG 14 15,4 9,11 1,8 - - -
Jumlah 785,32

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  9 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Keterangan :
(3) : Fk dari Tabel 3.12 Faktor Keamanan
(5) : Dari Gambar 3.3,Gambar 3.4, Gambar 3.5
(Grafik untuk perencanaan STRT,STaRG,STRG)
(6) : Dibagi fr (fr = 3,6)
(7) : Dari Tabel 3.13 Perbandingan Tegangan Jumlah Penulangan Beban yang diijinkan
(untuk perbandingan < 0,50 jumlah pengulangan beban adalah tidak terhingga.
(8) : (4)/(7)

Dengan pelat tebal 18 cm, terlihat bahwa total fatique yang terjadi = 785,32 > 100

% maka perhitungan diulangi dengan memakai pelat dengan dengan tebal 20 cm

8. Mencoba tebal pelat 20 cm

Tabel 4.4 Perhitungan total fatique dengan mencoba tebal pelat 20 cm

Konfigur Beban Beban Repetisi Tegangan Perbamdingan Jumlah Persentase


asi sumbu sumbu Beban yang Tegangan / repetisi Fatique
Sumbu (ton) rencana (10⁵) terjadi MR beton beban (%)
FK : (kg/cm²) yang
1,1 diperlukan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
STRT 3 3,3 448,15 - - - -
STRT 4 4,4 13,87 - - - -
STRG 5 5,5 448,15 - - - -
STRG 5 5,5 448,15 - - - -
STRG 5 5,5 448,15 - - - -
STRG 6 6,6 13,87 - - - -
STRT 6 6,6 14,45 1,75 - - -
STRT 6 6,6 9,11 1,75 - - -
STaRG 14 15,4 14,45 1,58 - - -
STaRG 14 15,4 9,11 1,58 - -
Jumlah 0

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  10 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Dengan pelat tebal 20 cm, terlihat bahwa total fatique yang terjadi = 0 < 100 % dengan

demikian dipakai tebal pelat 20 cm.

Maka desain pelat beton, yaitu :

Tebal pelat = 20 cm, Lebar pelat = 350 cm, Panjang pelat = 500 cm

Diameter dowel / ruji = 25 mm, Panjang Dowel / ruji = 450 mm

Jarak Dowel / ruji = 300 mm

Gambar 4.2 Tebal Lapisan Perkerasan Kaku

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  11 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

1.3 Analisa perbandingan konstruksi bila ditinjau dari aspek ekonomi dan pelaksanaan

1.3.1 Aspek Ekonomi

Tabel 4.5 Perbandingan Aspek Ekonomi

URAIAN Satuan Qty H. SAT (Rp) JUMLAH KETERANGAN


(Rp)
1 PERKERASAN LENTUR Dasar perhitungan
. AC-WC = 4 cm m³  0,0397 280.138,00 11.121,47 adalah memakai
AC-BC = 6 cm m³  0,0993 283.322,00 28.139,02 harga satuan
ATB = 8 cm m³ 0.0357 281.724,00 10.057,00 dalam RAB
SEMEN ASPAL m³ 0.02076 2.917.200,00 60.561,07 thn.2007
TACK COAT kg 3.00 3.174,00 9.522.00
PRIME COAT kg 1.50 3.174,00 4.761,00
BASE COURSE A = 15 cm m ³  0.15 182.465,00 27.369,75
BASE COURSE B = 42 cm m³ 0.42 175.563,00 73.736,46
TOTAL (1) 225.297,77
2 PERKERASAN KAKU
. AC-WC = 10 cm m³  0,0397 280.138,00 11.121.47
AC-BC = 6 cm m³  0,0993 283.322,00 28.139,02
RIGID = 20 cm m³ 0.20 177.619,75 35.523,00
SEMEN ASPAL m³ 0.02076 2.917.200,00 60.561,07
TACK COAT kg 3.00 3.174,00 9.522.00
BASE COURSE A = 15 cm kg 0.15 182.465,00 27.369,75
BASE COURSE B = 42 cm m ³  0.42 175.563,00 73.736,46
TOTAL (2) 245.981,77

Perbedaan harga konstruksi dalam satuan RAB, dimana untuk perkerasan lentur

harga yang dihasilkan Rp.225.297,77 Sedangkan untuk perkerasan kaku harga yang

dihasilkan sebesar Rp.245.981,77 Sehingga bila ditinjau dari aspek ekonomi, perkerasan

yang dipilih adalah perkerasan lentur karena lebih murah dibandingkan dengan

perkerasan kaku.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  12 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

1.3.2 Aspek Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan di Lapangan

Tabel 4.6 Barchat pelaksanaan perkerasan lentur


URAIAN PEKERJAAN 1 2 3 4

PERKERASAN LENTUR 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1.Pekerjaan Persiapan

2.Pekerjaan pengukuran

3.Pekejaan Subgrade

4.Pekerjaan Subbase

5.Pekejaan Trial Mix &


Percobaan pemadatan
Hot Mix

6.Pekerjaan Base (ATB)

7.Pekerjaan Surface

8.Pekerjaan Test Sampling

9.Pekerjaan Bahu Jalan

10.Pekerjaan Marking

Tabel 4.7 Barchat pelaksanaan perkerasan kaku


URAIAN PEKERJAAN 1 2 3 4 5

PERKERASAN KAKU 1 2 3 4 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4

1.Penyiapan Tanah Dasar

2.Pekerjaan Lapisan subbase

3.Pekerjaan Acuan Samping


(Side form) & Acuan akhir
(Stopper).

4.Pekerjaan Sambungan /
Dowel (Ruji)

5.Pekerjaan Base (Concrete


base) termasuk finishing,
pemeliharaan.

6.Pekerjaan Surface

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  13 
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA 

Dari perbandingan barchat atau estimasi waktu pelaksanaan (tabel 4.6 dan tabel 4.7)

dapat dilihat bahwa untuk perkerasan lentur diperlukan waktu 4 bulan untuk waktu pelaksanaan

pekerjaan, sedangkan untuk perkerasan kaku diperlukan waktu 5 bulan untuk waktu

pelaksanaannya maka jika ditinjau dari segi pelaksanaan antara perkerasan lentur dengan

perkerasan kaku, maka dipilih perkerasan lentur.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB  IV  ‐  14 
KESIMPULAN DAN SARAN 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa perbandingan desain perkerasan antara perkerasan lentur dengan

perkerasan kaku didalam proyek perkerasan jalan (studi kasus perkerasan jalan di Jatake –

Tangerang) didapat kesimpulan :

1. Dengan kondisi tanah dasar dengan CBR 6,9 % yang sering terjadi settlement /

penurunan akibat beban lalu lintas yang padat (jalan arteri / jalan propinsi) maka

direncanakan untuk tebal lapisan pondasi bawah untuk perkerasan lentur dan kaku adalah

35 cm yang terdiri dari Agregat A dengan tebal = 15 cm dan Agregat B dengan tebal = 20

cm.

2. Dari hasil perhitungan perencanan untuk Perkerasan Lentur, maka didapat :

- Lapisan Permukaan, memakai Laston = 10 cm

- Lapisan Pondasi, memakai Laston Atas = 8 cm

- Lapisan Pondasi Bawah, memakai Agregat A = 15 cm & Agregat B = 42 cm.

3. Dari hasil perhitungan perencanan untuk Perkerasan Kaku, maka didapat :

- Lapisan Permukaan, memakai Laston = 10 cm

- Lapisan Pondasi, memakai Rigid (Pelat Beton tanpa Tulangan) = 20 cm

- Lapisan Pondasi Bawah, memakai Agregat A = 15 & Agregat B = 42 cm.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB V  ‐  1 
KESIMPULAN DAN SARAN 

4. Dari hasil perbandingan analisa antara Perkerasan Lentur dengan Perkerasan Kaku

dilihat dari segi ekonomi perencanaan perkerasan, maka dipilih Perkerasan Lentur,

karena lebih murah.

5. Dari hasil perbandingan analisa pelaksanaan pekerjaan, Perkerasan Lentur memerlukan

waktu 4 bulan untuk proses pelaksanaan sedangkan Perkerasan Kaku memerlukan waktu

5 bulan untuk proses pelaksanaanya. Maka dari segi pelaksanaan dipilih Perkerasan

Lentur.

5.2 Saran

Pada perencanaan perkerasan jalan ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan antara

lain :

1. Perkerasan Lentur memerlukan biaya tambahan untuk masa pemeliharaan setelah jalan

selesai dibuat (biasanya secara berkala).

2. Jika dana yang tersedia cukup besar, sebaiknya dipilih Perkerasan Kaku untuk Jalan

Jatake – Tangerang tersebut karena jalan yang dilintasi banyak kendaraan yang

muatannya besar memerlukan konstruksi yang kuat walaupun proses pengerjaannya

lebih lama dibandingkan dengan Perkerasan Lentur.

3. Dalam pemilihan lapisan perkerasan yang akan digunakan harus lebih memprioritaskan

dengan memperhatikan mutu, pelaksanaan pekerjaan, waktu dan biaya.

FAUZI FIRDAUS (41107110009)  BAB V  ‐  2 
DAFTAR PUSTAKA

IND, Departemen Pekerjaan Umum : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Departemen Pekerjaan Umum, 1989.

IND, Departemen Pekerjaan Umum : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya , Departemen Pekerjaan Umum, 1983.

IND, Departemen Pekerjaan Umum : Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton


Semen) , Departemen Pekerjaan Umum, 1985.

L.Hendarsin, Shirley : Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri Bandung, 2000.

Manu, Agus Iqbal : Perkerasan Kaku, Departemen Pekerjaan Umum, 1995.

Sukirman, Silvia : Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, 1999.

Anda mungkin juga menyukai