Files843916769933 PDF
Files843916769933 PDF
TUGAS AKHIR
Oleh :
2009
Abstrak
Penentuan lapisan perkerasan yang akan digunakan akan sangat berpengaruh pada
anggaran biaya yang tersedia, waktu dan kelancaran pekerjaan. Kurang diperhitungkannya
jenis perkerasan yang akan digunakan itu dapat berakibat seperti progress yang terhambat,
biaya yang lebih, atau akibat fatal lain seperti berkurangnya umur jalan tersebut. Tujuan
mengangkat Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Perkerasan Kaku
(Studi Kasus Proyek Perkerasan Jalan di Jatake – Tangerang) sebagai judul adalah untuk
mengetahui jenis tebal perkerasan mana yang lebih effisien dan efektif bila dilihat dari aspek
ekonomi dan pelaksanaan pekerjaan. Cara membandingkan antara perkerasan lentur dengan
perkerasan kaku adalah dengan perhitungan – perhitungan melalui data – data yang ada.
Perkerasan Lentur elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberikan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal,
seluruh lapisan ikut menanggung beban, penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar
sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade), usia rencana maksimum
20 tahun, selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance).
Perkerasan Kaku adalah Perkerasan yang menggunakan semen Portland sebagai
bahan pengikat sehingga mempunyai kekakuan (modulus elastisitas yang tinggi). Pelat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi
bawah, beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
Dengan kondisi Jalan di Jateka-Tangerang yang terjadi kerusakan serta terjadinya
settlement / penurunan pada tanah tersebut, maka perencanaan tebal perkerasan jalan sangat
diperlukan terutama dibagian pondasi bawah sehingga dapat menanggulangi permasalahan
yang terjadi pada jalan tersebut.
LEMBAR PERSETUJUAN i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
hal
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1.1 Flowchart Tugas Akhir ………………………………………….. I-1
Gambar 3.1 Korelasi CBR dan DDT ………………………………………..... III - 5
Gambar 3.2 Asphalt Finisher …………………………………………………. III - 21
Gambar 3.3 Grafik untuk perencanaan STRT ………………………………... III - 24
Gambar 3.4 Grafik untuk perencanaan STRG ………………………………… III - 25
Gambar 3.5 Grafik untuk perencanaan STaRG ……………………………….. III - 26
Gambar 3.6 hubungan antara CBR tanah dengan k …………………………... III - 27
Gambar 4.1 Tebal Lapisan Perkerasan Lentur ………………………………... IV - 6
Gambar 4.2 Tebal Lapisan Perkerasan Kaku ………………………………… IV – 10
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 2.1 Perbedaan Tebal Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku……………... II - 1
Tabel 3.1 Jalur Rencana ………………………………………………………….... III - 2
Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan
dan berat yang lewat pada Lajur rencana …………………………......... III - 2
Tabel 3.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan ………………………… III - 3
Tabel 3.4 Faktor Regional (FR) ……………………………………………………. III - 6
Tabel 3.5 Indeks Permukaan pada akhir Usia Rencana (Ipt) ………………………. III - 6
Tabel 3.6 Indeks Permukaan pada awal Usia Rencana (Ipo) ………………………. III - 7
Tabel 3.7 Koefisien kekuatan relative (a) …………………………………………... III – 8
Tabel 3.8 Batas – Batas Minimum Tebal Perkerasan ………………………………. III - 9
Tabel 3.9 Ukuran dan Jarak batang dowel (ruji) yang disarankan …………………. III - 28
Tabel 3.10 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan
lapisan pondasi dibawahnya ………………………………………………III - 29
Tabel 3.11 Koefisien distribusi Kendaraan Niaga pada Jalur Rencana ……………. III - 32
Tabel 3.12 Faktor Keamanan ………………………………………………………. III - 32
Tabel 3.13 Perbandingan Tegangan Jumlah Penulangan Beban yang diijinkan …… III - 33
Tabel 4.1 LHR pada tahun 2004 Jatake – Tangerang ………………………………. IV - 1
Tabel 4.2 Presentasi masing – masing kombinasi / konfigurasi beban sumbu
dan jumlah repetisi pada jalur rencana selama umur rencana …………… IV - 8
Tabel 4.3 Perhitungan total fatique dengan mencoba tebal pelat 18 cm ……………. IV - 9
Tabel 4.4 Perhitungan total fatique dengan mencoba tebal pelat 20 cm ……………. IV - 9
Tabel 4.5 Perbandingan Aspek Ekonomi …………………………………………….IV - 11
Tabel 4.6 Barchat Pekerjaan Perkerasan Lentur ……………………………………..IV - 12
Tabel 4.7 Barchat Pelaksanaan Perkerasan Kaku ……………………………………IV - 12
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Jalan raya merupakan sebagian besar prasarana transportasi di Indonesia, Seringkali kita
temui banyak terjadi kerusakan pada jalan yang menyebabkan gangguan dalam kenyamanan
berkendaraan. Perkerasan jalan dapat digolongkan menjadi 2, yaitu: perkeraan lentur dan
perkerasan kaku yang perbedaannya terletak pada pengikatnya, kalau pada perkerasan lentur
memakai aspal sedangkan pada perkerasan kaku memakai Portland cement. Agregat merupakan
suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran, yang berupa berbagai jenis
butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, terak
dapur tinggi, abu/debu agregat. Aspal adalah bahan pengikat dan bahan penutup lapis perkerasan
dari pengaruh air (kedap air). Aspal merupakan material yang termoplastis, melunak dan menjadi
Jalan Jatake Tangerang merupakan jalan propinsi yang termasuk type jalan kelas I yang
melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar kota dengan pengaturan jalan masuk secara
penuh, jalan tersebut perlu diadakan perbaikan jalan karena banyak ditemukan kerusakan pada
Perbaikan jalan tersebut oleh dinas Pekerjaan Umum (PU) diserahkan kepada PT. Rama
Abdi Pratama sebagai kontraktor pelaksana, panjang jalan yang akan diperbaiki sepanjang 638,4
m dengan lebar jalan 15,4 m. Adapun jenis – jenis kerusakan jalan yang terjadi seperti : alligator
cracking, block cracking, depression, longitudinal dan tranverse cracking, patching, polished
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB I ‐ 1
PENDAHULUAN
aggregate, rutting, shoving, slippage cracking dan wheathering / graveling. Adapun penanganan
kerusakan jalan yang terjadi memakai metode yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis
kerusakan sesuai dengan hasil penelitian dilapangan sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kondisi perkerasan jalan tersebut. Jalan ada yang dibongkar dan ada yang dioverlay sesuai hasil
penelitian tentang tingkat kerusakan jalan tersebut dilapangan. untuk mengetahui tebal
perkerasan jalan yang akan dipakai dalam pelaksanaan proyek tersebut, maka sangat diperlukan
perencanaan untuk menentukan berapa tebal perkerasan dan bahan lapisan yang dipakai sehingga
1.2 Permasalahan
Jalan di Jatake Tangerang merupakan jalan propinsi yang termasuk type jalan kelas I
yang melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar kota yang keadaan tanah dasarnya labil
dan sering terjadi settlement (penurunan), kerusakan jalan tersebut banyak dipengaruhi beberapa
faktor antara lain tingginya jumlah kendaraan yang melewati jalan tersebut, spesifikasi untuk
campuran bahan perkerasan tersebut tidak optimal dan bisa juga kemungkinannya disebabkan
kurangnya quality control pada saat pelaksanaan pekerjaan. maka untuk itulah perlu dilakukan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB I ‐ 2
PENDAHULUAN
kaku, dari kedua hasil perhitungan tersebut maka akan didapatkan perbandingan sehingga
dapat dipilih jenis perkerasan mana yang akan dipakai yang lebih menguntungkan jika
1. Berapa perhitungan tebal perkerasan yang dipakai untuk jalan Jatake Tangerang
2. Perbandingan antara penggunaan perkerasan lentur dengan perkerasan kaku bila ditinjau
1.5 Tujuan
5. Menganalisa perbandingan antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku ditinjau dari
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB I ‐ 3
PENDAHULUAN
Susunan materi penulisan Tugas Akhir ini seluruhnya meliputi 5 bab sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
identifikasi permasalahan, tujuan dan kegunaan penulisan serta sistematika penulisan untuk
penulisan.
perkerasan kaku).
Membahas tentang teori yang dipakai untuk perhitungan perkerasan lentur memakai
perhitungan jalan baru (dari SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989) danmembahas tentang
kaku pada proyek perkerasan jalan untuk peningkatan jalan (studi kasus pada proyek perkerasan
jalan Jatake – tangerang) serta mengidentifikasikan keadaan tanah dasar serta beban lalu lintas
berdasarkan dari hasil data survey serta membahas tentang perbandingan tebal perkerasan
BAB V : Kesimpulan
Pada bab V akan dirumuskan kesimpulan yang di dapat sebagai penutup dari tugas akhir
ini.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB I ‐ 4
PENDAHULUAN
START
PERMASALAHAN
Kondisi Jalan di Jatake – Tangerang
- Terjadi kerusakan pada jalan
- Beban lalu lintas yang tinggi
- Keadaan tanah yang labil / terjadi seattlement
- Keadaan tanah yang labil / terjadi seattlement
PERENCANAAN
PERKERASAN JALAN
PERHITUNGAN PERHITUNGAN
TEBAL PERKERASAN TEBAL PERKERASAN
SELESAI
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB I ‐ 5
STUDI PUSTAKA
BAB II
STUDI PUSTAKA
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade),
yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis – jenis perkerasan jalan, terdiri dari :
Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat sehingga mempunyai sifat
lentur yang besar dan lapisan – lapisan perkerasannya bersifat memikul serta
mempunyai kekakuan (modulus elastisitas yang tinggi). Pelat beton dengan atau tanpa
tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah, beban lalu
Pada prinsipnya perencanaan tebal lapisan perkerasan memiliki 3 (tiga) cara pendekatan,
yaitu :
1. Sesuatu kekuatan yang timbul akibat lalu lintas (gaya tekan, gaya tarik, gaya geser dan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 1
STUDI PUSTAKA
2. Konstruksi rusak karena mengalami kelelahan akibat muatan berulang – ulang (Rumus
Empiris).
3. Dasarnya rumus analitis, kemudian dilengkapi atau dikoreksi dengan rumus empiris atau
percobaan – percobaan.
Berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan antara lain
pemadatan.
5. Penggunaan stabilisasi.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 2
STUDI PUSTAKA
1. Kelembaban
kekakuan / kekuatan material yang lepas dan tanah dasar tergantung dari kadar air
materialnya.
2. Suhu Lingkungan
Suhu lingkungan pengaruhnya cukup besar pada penampilan permukaan perkerasan jika
digunakan pelapisan permukaaan dengan aspal, karena karakteristik dan sifat aspal yang kaku
dan regas pada temperatur rendah dan sebaliknya akan lunak dan visko elastis pada suhu tinggi.
Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan
tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi nilai
Faktor – factor yang perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai kekuatan dan
b. Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (kompaksi) dan kepadatan lapangan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 3
STUDI PUSTAKA
e. Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak yang ada di
Pengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah dasar) yang digunakan, dilakukan
dengan :
b. Parameter Elastis
Material berbutir terdiri atas kerikil atau batu pecah yang mempunyai gradasi yang dapat
menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dapat pula ditambahkan
2. Material terikat
Material yang dihasilkan dengan menambah semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam
jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat dengan kuat tarik.
3. Aspal
Aspal adalah kombinasi bitumen dan agregat yang dicampur, dihamparkan dan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 4
STUDI PUSTAKA
4. Beton semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan PC secara basah. Lapisan beton
semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku
kemampuan untuk ditempatkan dengan dituangkan begitu saja pada area dengan
kondisi tanah dasar jelek (poor subgrade ) tanpa digilas. Untuk maksud perencanaan
struktur, karakteristik penting yang harus diketahui dan dievaluasi adalah modulus,
Beton yang digunakan untuk dipakai keperluaan pondasi bawah mempunyai kuat
tekan 28 hari minimum 5 MPa jika menggunakan campuran abu batu (flyash) dan 7
Perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai alas / dasar
Prinsip parameter perencanaan untuk perencanaan beton didasarkan pada kuat lentur
90 hari. Kuat lentur rencana beton 90 hari dianggap estimasi paling baik digunakan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 5
STUDI PUSTAKA
2. Beban sumbu
3. Konfigurasi sumbu
Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh kendaraan berat.
2. Jarak sumbu
4. Beban sumbu
Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan adalah empat jenis, sebagai
berikut :
Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan akan dilaksanakan
pada 2 lajur atau lebih yang kemungkinan bias berbeda kebutuhannya terhadap ketebalan
lapisan, tetapi untuk praktisnya akan dibuat sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur yang
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 6
STUDI PUSTAKA
Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau
Jumlah lalu – lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau pada
sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu – lintas dapat ditentukan dari hasil survey
Metoda yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang ada dan prosedur
perencanaan yang akan digunakan. Secara ideal data lalu – lintas harus mencakup jumlah dan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 7
STUDI PUSTAKA
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB II ‐ 8
METODE PERENCANAAN
BAB III
METODA PERENCANAAN
SNI.
1. Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi
pengguna jalan.
4. Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan
Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu – lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 1
METODE PERENCANAAN
Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada
Lajur rencana.
Jumlah Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**
Lajur 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 Lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 Lajur - 0,30 - 0,45
5 Lajur - 0,25 - 0,425
6 Lajur - 0,20 - 0,40
* berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
** berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer
dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 2
METODE PERENCANAAN
n
LEP = Σ LHRj x Cj x Ej ………………………………………………. (1)
j=i
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 3
METODE PERENCANAAN
n UR
LEA = Σ LHRj (1 + i) x Cj x Ej ………………………………….. (2)
LEP + LEA
LET = …………………………………...... (3)
2
UR
FP =
10
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukung
tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test,DCP, dll. Dari nilai CBR yang
diperoleh ditentukan nilai CBR rencana yang merupakan nilai CBR rata – rata untuk suatu jalur
2. Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing CBR.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 4
METODE PERENCANAAN
3. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan lainnya merupakan presentase
5. Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 5
METODE PERENCANAAN
Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi
dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.
FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta
iklim.
Indeks permukaan adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang
* LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah, atau jalan darurat maka Ipt dapat
diambil 1,0
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 6
METODE PERENCANAAN
Ipt = 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat menggangu lalu-lintas
kendaraan.
Ipt = 1,5 adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
Ipt = 2,0 adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mantap.
Ipt = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 7
METODE PERENCANAAN
Catatan :
○ Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7
○ Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21
Keterrangan : MS (Marshall Test), Kt (Kuat tekan)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 8
METODE PERENCANAAN
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum 10 cm
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 9
METODE PERENCANAAN
1. Pekerjaan Persiapan
a. Dilakukan survey untuk menetapkan letak quarry tanah dan disposal area bila dalam
b. Dilakukan survey untuk mencari letak quarry sirtu yang memenuhi syarat untuk
c. Dilakukan survey untuk menetapkan letak quarry batu, bila pengadaan batu pecah
d. Dilakukan survey untuk menetapkan letak base camp yang paling menguntungkan,
misalnya :
- Usahakan memperoleh tanah yang luas sehingga crushing plant dan asphalt
e. Situasi letak plant harus direncanakan sebaik-baiknya agar lalu lintas Dump truck
yang memasukkan bahan baku (raw material) tidak saling mengganggu dengan
dump truk yang membawa keluar hasil produk (hot mix) dan loader yang
mengangkut batu ke feeder stone crusher dan batu pecah ke cold bind terlebih lebih
bila crushing plant dan asphalt mixing plant terletak disatu tempat.
f. Jalan masuk/keluar dump truck harus dibuat cukup kuat untuk menjamin kelancaran
transportasi material/hotmix.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 10
METODE PERENCANAAN
g. Dibuat drainase lingkungan yang baik agar lokasi basecamp tidak terganggu bila
i. Dibuat mix design untuk hot mix sesuai spec yang ada jauh – jauh hari sebelum
diperlukan.
j. Dilakukan field survey untuk review design sesuai pekerjaan yang dilakukan,
2. Pekerjaan Pengukuran
a. Pertama kali dipasang patok-patok as jalan pada setiap jarak 50 km untuk bagian
jalan yang lurus. Untuk bagian yang lengkung dapat dibuat patok-patok as yang
b. Selain patok as dipasang juga patok-patok bantu as dan patok elevasi ditempat yang
c. Bila badan jalan terletak pada daerah galian/timbunan maka dibuat profil sampai
permukaan subgrade.
3. Pekerjaan Subgrade
b. Permukaan subgrade yang terletak pada daerah galian, harus dibuatkan saluran
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 11
METODE PERENCANAAN
c. As jalan dan elevasi dikontrol lagi pada badan jalan yang telah terbentuk, daerah
4. Pekerjaan Subbase
a. Pada permukaan subgrade yang telah siap, dipasang patok batas subbase,
b. Material yang telah disiapkan untuk lapisan subbase (sirtu) diangkut dengan dump
truck dan ditumpahkan sepanjang jalan. Satu tumpahan dump truck mewakili
daerah seluas yang diperhitungkan, jika material bahu jalan tidak sama dengan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 12
METODE PERENCANAAN
Bila tebal hamparan lepas 30 cm dan dari tiap dump truck berisi volume lepas 6
m³ maka satu tumpahan dump truck untuk maximum daerah seluas = 6/0,30 = 20
m².
d. Material subbase yang telah diratakan, diperiksa ketinggiannya dengan tali (bila ada
yang kurang/lebih sedikit dapat diselesaikan dengan tenaga orang). Segera diikuti
percobaan untuk dapat menetapkan berapa lintasan yang diperlukan agar mencapai
e. Pada saat penghamparan dan pemadatan harus diperhatikan kadar air optimumnya.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 13
METODE PERENCANAAN
f. Untuk mencapai keseragaman kepadatan maka pemadatan satu dengan yang lainnya
campuran pelaksanaan bahwa pekejaan mixing nantinya dapat berjalan dengan lancar dan
Pekerjaan lapisan base ini dilaksanakan berdasarkan data-data yang diperoleh dari
hotmix dan AMP harus disediakan alat komunikasi (HT,radio dan lain-lain).
a. Pemukaan subbase yang akan dioverlay dengan hotmix, dibersihkan dari semua
b. Kemudian diikuti dengan penyemprotan aspal (jenis MC) untuk prime coat
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 14
METODE PERENCANAAN
c. Dibuat guide line pada tepid an as jalan sesuai sebagai pengarah asphalt finisher
pada proses penghamparan. Garis ini akan diikuti oleh jalannya asphalt
d. Agar perangkat alat penghampar Hotmix dapat efisien maka jumlah dump truk
unting-unting tepat pada guide line dan alat pengatur ketebalan hamparan disetel.
untuk menjaga agar jalur yang dilewati roda/track finisher bersih dari tumpahan
temperaturnya.
- Roda penggerak harus didepan, tidak boleh dibelakang. (untuk Break Down).
- Arah gerakan alat pemadatan sejajar dengan arah as jalan dan pemadatan dimulai dari
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 15
METODE PERENCANAAN
- Selama pemadatan tidak boleh merubah kecepatan secara mendadak dan alat
i. Sambungan
Karena lebar serta panjang hamparan ada batasnya, maka dalam pelaksanaan
1. Longitudinal joint.
2. Transversal joint.
Agar diperoleh sambungan yang baik maka selisih waktu pelaksanaan tidak lebih
3x24 jam.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 16
METODE PERENCANAAN
Material surface terbuat dari aspal beton, hanya ukuran agregatnya lebih halus dan
voidnya lebih kecil karena berfungsi sebagai lapisan kedap air juga.
Saat ini banyak digunakan HRS (Hot Roll Sheet) yaitu aspal beton dengan agregat jenis
open graded.
a. Sama seperti lapisan aspal beton pada base sebelumnya, permukaan yang akan
b. Kemudian diikuti dengan penyemprotan aspal untuk lapisan pengikat (tack coat)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 17
METODE PERENCANAAN
distributor. Bila lapisan basenya masih baru sebaiknya tidak perlu menggunakan
tack coat, karena akan memperbesar kadar aspalt pada lapisan surface sehingga
c. Pembuatan guide line seperti pada lapisan base, untuk mengarahkan jalannya alat
asphalt finisher.
lapisan base sebelumnya, hanya ketebalan lapisannya saja yang berbeda tetapi
a. Di unit AMP setiap hari berproduksi selalu diambil samplenya untuk test
labotarium.
b. Disamping test labotarium juga dilakukan test lapangan dengan cara mengambil
b. Tumpukan material untuk bahu jalan ditebar dan diratakan dengan motor grader
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 18
METODE PERENCANAAN
Marka (dengan cat) dapat dikerjakan dengan tenaga orang dengan cara
Bila dengan alat yang dipasang pada mobil maka perlu guide line untuk
mengarahkan jalannya mobil. Pelaksanaan dengan alat yang dipasang di mobil bisa cepat
Untuk pekerjaan tanah cut & fill dalam pembentukan badan jalan, alat – alat yang
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 19
METODE PERENCANAAN
Stell tandem roller/three wheel roller, sheep foot roller untuk pemadatan subgrade
tanah asli.
a. Excavator untuk menggali dan memuat material quarry yang memenuhi syarat
d. Vibro Roller, Three wheel roller / steel tandem roller untuk memadatkan lapisan
sub base.
e. Tangki air.
4. Crushing Plant :
b. Dump truck untuk mengangkut batu dari quarry batu ke lokasi crushing plant dan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 20
METODE PERENCANAAN
Dalam hal AMP dan stone crusher di dalam satu lokasi akan menghemat
c. Asphalt sprayer untuk menyemprot aspal prime coat dan tack coat.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 21
METODE PERENCANAAN
7. Pekerjaan pengetesan :
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 22
METODE PERENCANAAN
Perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC).
Jenis perkerasan kaku dengan permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit.
1. Tanah Dasar
Walaupun sebagian besar beban lalu lintas dipikul oleh lapis beton, namun sifat,
daya dukung, dan keseragaman tanah dasar mempengaruhi keawetan dan kekuatan pelat
beton. Daya dukung tanah dalam perkerasan kaku dinyatakan dalam Modulus Reaksi
Tanah (k) yang didapatkan dari pengujian Plate Bearing Test. Nilai k dengan pendekatan
Pada dasarnya lapis pondasi bawah bukan merupakan bagian perkerasan yang
memikul beban, Lapisan ini berfungsi sebagai pengendali pengaruh kembang susut tanah
dasar, mencegah instrusi (masuknya) air dan pemompaan pada sambungan, retakan dan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 23
METODE PERENCANAAN
tepi plat, memberi dukungan yang mantap dan seragam pada pelat serta sebagai
perkerasan jalan selama masa konstruksi. Untuk kondisi tanah dasar yang sangat buruk
(nilai k kurang dari 2 kg/cm3) maka lapis pondasi bawah mutlak diperlukan sehingga
akan meningkatkan nilai k. Penggunaan lapis pondasi bawah dengan nilai bahan pengikat
(bound subbase), seperti penetrasi macadam akan memberikan kenaikan nilai k yang
cukup besar. Tebal minimum lapis pondasi bawah adalah 10 cm sangat disarankan
3. Lapisan Beton
beton dinyatakan dalam kekuatan lentur (flexture streght). Kekuatan ini didapat dari
pengujian Three Point Test (ASTM C 78) untuk beton berumur 28 hari, secara teoritis
kuat lentur beton dapat dihitung dari kuat tekan beton (σbk' = fc';), yaitu :
MR = (σbk'/11) + 9
Dimana :
MR = Modulus Retak atau Kuat Lentur (kg/cm²)
σbk' = Kuat Tekan beton pada umur 28 hari (kg/cm²)
nilai minimum MR sebaiknya digunakan minimum 40 kg/cm². Untuk kondisi tertentu dapat
digunakan sampai 30 kg/cm².
1. Jenis kendaraan yang diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan berat total
minimum 5 ton.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 24
METODE PERENCANAAN
c. Sumbu ganda dengan roda ganda (SGRG), berapa literature menyebutnya sumbu
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 25
METODE PERENCANAAN
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 26
METODE PERENCANAAN
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 27
METODE PERENCANAAN
Kekuatan tanah dasar dinyatakan dengan nilai Modulus tanah dasar (k) yang
diukur dengan pengujian Plate Bearing Test (AASHTO T 222 – 81). Secara teoritis nilai
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 28
METODE PERENCANAAN
Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang digunakan sebagai
saran penyambung / pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan
jalan.
Tabel 3.9 Ukuran dan Jarak batang dowel (ruji) yang disarankan
Tebal Pelat Dowel
Perkerasan diameter panjang jarak
inci mm inci mm inci mm inci mm
6 150 ¾ 19 18 450 12 300
7 175 1 25 18 450 12 300
8 200 1 25 18 450 12 300
9 225 1¼ 32 18 450 12 300
10 250 1¼ 32 18 450 12 300
11 275 1¼ 38 18 450 12 300
12 300 1½ 38 18 450 12 300
13 325 1½ 38 18 450 12 300
14 350 1½ 38 18 450 12 300
dari : Principles of Pavement Design by Yoder & Witczak, 1975
Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan yang dipasang dengan
separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau dicat untuk memberikan kebebasan
bergeser.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 29
METODE PERENCANAAN
As = 11,76 (F.L.h)
Fs
Catatan : As minimum menurut SNI’91, untuk segala keadaan 0,14 % dari luas
penampang beton.
Tabel 3.10 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan lapisan pondasi
dibawahnya
Jenis Pondasi Faktor Gesekan (F)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 30
METODE PERENCANAAN
adalah 0,6 % dari luas penampang beton. Jarak antara retakan pada perkerasan beton
Lcr = ft²
n.p².u.fb (SEc-ft)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 31
METODE PERENCANAAN
d
atau dalam SI unit :
b. Penulangan Melintang
1. menentukan nilai k
2. merubah data lalu lintas dalam kendaraan menjadi data lalu lintas dalam sumbu
R = (1+i) – 1
e Log (1+i) …...……………………………………….(2)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 32
METODE PERENCANAAN
5. jumlah untuk setiap berat sumbu dikalikan dengan faktor keamanan, yang tergantung
6. menentukan tegangan yang terjadi untuk tiap jenis sumbu dengan menggunakan
nomogram, nilai tegangan tergantung pada beban sumbu, nilai k (atau k gabungan),
mendapatkan jumlah repetisi izin, MR dihitung dari kuat tekan beton yang
direncanakan.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 33
METODE PERENCANAAN
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 34
METODE PERENCANAAN
8. bandingkan repetisi ijin dengan jumlah sumbu untuk tiap berat sumbu(dalam %) total
jumlah persentase seluruhnya harus lebih kecil atau sama dengan 100%.
Jika X lebih besar dari 100% maka tebal pelat dapat diperbesar, yang berarti
mengulang proses perhitungan dari langkah - d atau dengan meningkatkan kualitas beton,
dalam hal ini meningkatkan nilai MR, yang berarti mengulang proses perhitungan dari
langkah – h.
a. Tanah dasar selebar yang diperlukan oleh konstruksi perkerasan dibersihkan dari
tanaman, humus dan material lain yang tidak diperlukan, kemudian tanah dasar yang
b. Bila elevasi tanah dasar lebih rendah dari elevasi rencana, dilakukan penimbunan
dengan tanah yang bagus dan dipadatkan lapis demi lapis dan kepadatan dikontrol,
tebal tiap lapisan disesuaikan dengan kapasitas alat yang ada dan disarankan tidak
lebih dari 30 cm. Bila tebal timbunan lebih dari 2 m atau terletak diatas tanah dasar
stabilitas tanah.
c. Penyiapan tanah dasar ini selalu dikontrol terhadap as dan elevasi rencana
d. Subgrade yang telah selesai harus dilindungi secara baik terhadap air hujan sebelum
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 35
METODE PERENCANAAN
e. Untuk melindungi pengaruh air hujan, pembuatan saluran tepi sangat dianjurkan.
f. Toleransi elevasi dari sub grade biasanya sebesar maksimum 1,50 cm atau yang
g. Bila subgrade selesai, sebelum tahap berikutnya dilaksanakan test kepadatan setiap
jarak 50 m.
Karena fungsi utama dari sub base disini bukan sebagai struktual tetapi sebagai
lantai kerja dan pecegah pumping, maka material yang dipergunakan biasanya adalah lean
concrete dengan kekuatan kekuatan tekan tidak kurang dari 50 kg/cm² pada umur 28 hari,
sirtu dapat juga dipakai sebagai subbase. Pada umumnya CBR yang diminta berkisar antara
dalam spesifikasi.
c. Pengecoran lean concrete dapat dilayani dengan peralatan sederhana (beton molen),
Dalam hal lean concrete akan difungsikan pula sebagai access road maka mutu dan
d. Pengecoran lean concrete selalu diikuti dengan penggetaran agar memperoleh beton
yang padat.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 36
METODE PERENCANAAN
perata (jidar) yang digeser - geserkan diatas balok kayu cetakan dan dibantu dengan
centong semen.
f. Selama masa curing minimum 7 hari, lean concrete tidak boleh dilewati kendaraan
g. Untuk mencegah keretakan, selama curing lean concrete ditutup dengan karung
basah.
h. Permukaan lean concrete tidak boleh terlalu kasar karena kekasarannya akan
mengadakan ikatan sehingga menahan proses shrinkage dari plat beton dan akan
mengakibatkan crack. Untuk lebih aman, lean concrete dilapis plastic sebelum plat
beton dicor, dalam hal subbase berupa unbound material misalnya sirtu/agregat,
maka untuk menghindari meresapnya sebagian air semen dari beton kedalam lapisan
subbase (setelah dipadatkan) perlu diprime-coat dengan aspal atau dilapis plastik
sebelum plat beton dihampar, dalam hal ini fungsi plastik atau prime-coat bukan
Sebelum acuan dipasang, diatas lean concrete (subbase) diberi tanda tanda jalur jalan.
a. Bahan acuan samping dapat dibuat dari kayu atau plat baja, bila alat penghantar
beton bergerak diatas acuan, maka acuan tersebut perlu di perhitungkan agar kuat
b. Dengan berpedoman tanda tanda as jalan maka ditetapkan letak acuan samping.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 37
METODE PERENCANAAN
c. Permukaan subbase yang akan menjadi acuan harus diperiksa dulu kerataannya
d. Bila lebar pengecoran dapat dijangkau oleh alat penghampar (fixed forom paver)
maka acuan samping dapat langsung dipasang pada tepi-tepi plat beton.
e. Bentuk dari acuan samping dibuat sedemikian agar mudah dibongkar pasang,
g. Bila menggunakan plat slip form paver maka acuan menjadi satu dengan relnya.
h. Pada acuan akhir (stopper) harus dibuat sedemikian rupa agar kuat menahan beban,
karena hal ini dapat menyebabkan penurunan elevasi permukaan beton sehingga
Setelah acuan selesai dipasang baik yang arah memanjang maupun kearah melintang,
dilanjutkan pemasangan tulangan dan konstruksi sambungan sesuai spesifikasi, setiap beton
temperature. Perubahan volume ini dapat menyebabkan keretakan beton, keretakan ini perlu
dikontrol untuk menghindari efek negatif yang diakibatkan oleh keretakan tersebut. Untuk
mengontrol keretakan tersebut tersebut perlu dipasang penulangan dengan besi beton/wire
mesh dan konstruksi sambungan sesuai design yang ada. Hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Bagian yang telah dipasang acuannya dipasang tulangan sesuai design dengan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 38
METODE PERENCANAAN
b. Tulangan diusahakan dalam keaadaan rata (tidak melengkung) untuk dapat berfungsi
c. Untuk menjaga kedudukan tulangan, perlu ditumpu oleh spacer yang berfungsi
sebagai kaki.
- Sambungan perlemahan.
Beton base ini merupakan bagian utama jalan beton. Oleh karena itu biasanya tidak
diperlukan lapisan permukaan (surface course). Dengan demikian mutu dari beton base ini
sangat penting, kalau ada penggunaan lapisan permukaan pada jalan beton, maksudnya
semata hanya untuk kenikmatan pemakai saja. Dibandingkan dengan jalan aspal, jalan beton
terasa sekali mempunyai permukaan yang kasar dan keras. Untuk mempermudah pengerjaan
concrete base diperlukan slump yang tinggi yaitu : 3,5 sampai 6, nilai slump disini adalah
slump ditempat hampar sehingga slump di batching-plant tentunya harus lebih tinggi sesuai
dengan jarak angkutnya. Pekerjaan base beton ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Acuan samping (side form) diperiksa letak dan elevasinya, terutama bila berfungsi
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 39
METODE PERENCANAAN
c. Diperiksa bila ada pekerjaan instalasi yang tertanam dalam beton (missal pipa, kabel
d. Permukaan subbase dibasahi secukupnya agar agar tidak menyerap air dari beton
e. Setiap kali beton akan dihamparkan selalu diperiksa dulu slump dan temperaturnya.
f. Diperiksa berapa perbedaan slump dan suhu dari batching plant ke tempat
penghamparan, hal ini diperlukan untuk menetapkan slump beton di batching plant.
g. Penghamparan beton dapat dilayani dengan dengan berbagai alat, antara lain :
h. Guna lebih menjamin mutu beton base hasil penghamparan dengan alat-alat diatas,
screed harus dilayani oleh 3 (tiga) buah concrete vibrator tersebar dikedua ujungnya
dan ditengah.
dilihat bila permukaan beton masih dapat memadat (masih bisa turun).
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 40
METODE PERENCANAAN
6. Finishing
Finishing yang dimaksud disini adalah pekerjaan penyelesaian permukaan beton base
sehingga memperoleh hasil yang memuaskan sebagai lapisan permukaan (surface course).
mengurangi keawetan anti exid texture (grooving), alat yang digunakan adalah
skid yang harus selesai selama 3 jam sejak beton dihampar (texturing harus selesai
beton basah dapat dilap dengan goni kering. Ada beberapa tipe alat yang dapat
dipakai yaitu wire broom, plastic rush dan grooving tool. Semuanya disambung
c. Pekerjaan texture dinyatakan baik bila menghasilkan nilai skid resistance 70 dengan
kedalaman texture 0,75 mm. Menurut pengalaman texture yang lebih baik dapat
d. Ada dua type texture yaitu arah melintang dan arah memanjang jalan. Texture arah
kepentingan pemakai jalan , texture arah memanjang lebih baik karena akan
mengurangi suara gesekan antara ban dan permukaan jalan disamping mengurangi
e. Untuk memperoleh tepi beton yang bagus dan menghindari serpih, bagian tepi
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 41
METODE PERENCANAAN
g. Sambungan beton, baik yang melintang atau memanjang dibersihkan untuk diisi
7. Pemeliharaan
Setiap campuran beton sebelum mencapai sesuatu kekuatan yang direncanakan pasti
mengalami proses hidrasi. Kekuatan yang diinginkan akan dicapai bila kondisi favourable
untuk berlangsungnya hidrasi. Yang perlu dijaga adalah hilangnya air selama proses hidrasi,
beton harus dijaga agar tidak kehilangan air. Ada dua cara agar beton tidak kehilangan air
a. Menambah air pada permukaan beton selama masa pengerasan atau ditutup dengan
b. Mencegah hilangnya air dari beton dengan melapisi permukaan beton dengan
Cara yang biasa dipergunakan adalah menutup permukaan beton dengan karung yang
selalu basah, sedangkan curing coumpound seperti chlorimated rubber atau wax emulsion,
bisa juga digunakan dengan cara disemprotkan dengan jumlah 3 (tiga) liter/m². Kedua cara
Untuk melindungi beton basah terhadap air hujan, perlu disiapkan atap pelindung
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB III ‐ 42
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
BAB IV
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 1
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
= 20.066 x 100%
86.711
= 23.14 %
Kelandaian = 5%, dan iklim 1100 mm/th
3. Umur rencana : 10 tahun
4. Pertumbuhan lalu lintas rata-rata (i)
LHR tahun 2004 = LHR tahun 2001 (1+i)
86.711 = 69.705 (1+i)³
(1+i) = 1.0755
i = 1.0755 - 1
i = 0.0755
(i) = 0.0755 x 100%
(i) = 7.5%
5. Perkerasan 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 B)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 2
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
1. Mencari angka ekivalen (E) masing – masing kendaraan ….. (dari tabel 3.3) :
- Kendaraan ringan 2 ton
As depan : 1 ton = 0,0002
As belakang : 1 ton = 0,0002 +
Et1 = 0,0004
- Bus 8 ton
As depan : 3 ton = 0,0183
As belakang : 5 ton = 0,1410 +
Et2 = 0,1593
- Truck 2 as 13 ton
As depan : 5 ton = 0,1410
As belakang : 8 ton = 0,9238 +
Et3 = 1,0648
- Truck 3 as 20 ton
As depan : 6 ton = 0,2923
As belakang : 14 ton = 0,7452 +
Et4 = 1,0375
- Truck 5 as 30 ton
As depan : 6 + 7x7 ton = 1,0375
As belakang : 5 + 5 ton = 0,2820 +
Et5 = 1,3195
Ckr :Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan ringan = 0.30 (dari tabel 3.2)
Ckb :Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan berat = 0.45 (dari tabel 3.2)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 3
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 4
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
Direncanakan :
2. Lapisan pondasi, Laston atas = 8 cm ..Tabel 3.8 Batas – Batas Minimum Tebal Perkerasan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 5
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
D3 = 7.36
0.13
D3 = 56.6 cm ≈ 57 cm
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 6
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
1. Lapisan permukaan
Akan digunakan beton dengan kuat tekan 28 hari sebesar 350 kg/cm ²
2. Volume dan komposisi lalu lintas harian pada tahun pembukaan (awal umur rencana)
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 7
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
TOTAL 20.066
= 14,7095
JSKNH = 20.066
= 215.467.403,71
CBR = 6,9 % ….. (dari grafik pada gambar 3.6 ) didapat K = 45 Kpa/mm .
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 8
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 9
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
Keterangan :
(3) : Fk dari Tabel 3.12 Faktor Keamanan
(5) : Dari Gambar 3.3,Gambar 3.4, Gambar 3.5
(Grafik untuk perencanaan STRT,STaRG,STRG)
(6) : Dibagi fr (fr = 3,6)
(7) : Dari Tabel 3.13 Perbandingan Tegangan Jumlah Penulangan Beban yang diijinkan
(untuk perbandingan < 0,50 jumlah pengulangan beban adalah tidak terhingga.
(8) : (4)/(7)
Dengan pelat tebal 18 cm, terlihat bahwa total fatique yang terjadi = 785,32 > 100
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 10
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
Dengan pelat tebal 20 cm, terlihat bahwa total fatique yang terjadi = 0 < 100 % dengan
Tebal pelat = 20 cm, Lebar pelat = 350 cm, Panjang pelat = 500 cm
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 11
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
1.3 Analisa perbandingan konstruksi bila ditinjau dari aspek ekonomi dan pelaksanaan
Perbedaan harga konstruksi dalam satuan RAB, dimana untuk perkerasan lentur
harga yang dihasilkan Rp.225.297,77 Sedangkan untuk perkerasan kaku harga yang
dihasilkan sebesar Rp.245.981,77 Sehingga bila ditinjau dari aspek ekonomi, perkerasan
yang dipilih adalah perkerasan lentur karena lebih murah dibandingkan dengan
perkerasan kaku.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 12
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
PERKERASAN LENTUR 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.Pekerjaan Persiapan
2.Pekerjaan pengukuran
3.Pekejaan Subgrade
4.Pekerjaan Subbase
7.Pekerjaan Surface
10.Pekerjaan Marking
PERKERASAN KAKU 1 2 3 4 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4
4.Pekerjaan Sambungan /
Dowel (Ruji)
6.Pekerjaan Surface
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 13
ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA
Dari perbandingan barchat atau estimasi waktu pelaksanaan (tabel 4.6 dan tabel 4.7)
dapat dilihat bahwa untuk perkerasan lentur diperlukan waktu 4 bulan untuk waktu pelaksanaan
pekerjaan, sedangkan untuk perkerasan kaku diperlukan waktu 5 bulan untuk waktu
pelaksanaannya maka jika ditinjau dari segi pelaksanaan antara perkerasan lentur dengan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB IV ‐ 14
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa perbandingan desain perkerasan antara perkerasan lentur dengan
perkerasan kaku didalam proyek perkerasan jalan (studi kasus perkerasan jalan di Jatake –
1. Dengan kondisi tanah dasar dengan CBR 6,9 % yang sering terjadi settlement /
penurunan akibat beban lalu lintas yang padat (jalan arteri / jalan propinsi) maka
direncanakan untuk tebal lapisan pondasi bawah untuk perkerasan lentur dan kaku adalah
35 cm yang terdiri dari Agregat A dengan tebal = 15 cm dan Agregat B dengan tebal = 20
cm.
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB V ‐ 1
KESIMPULAN DAN SARAN
4. Dari hasil perbandingan analisa antara Perkerasan Lentur dengan Perkerasan Kaku
dilihat dari segi ekonomi perencanaan perkerasan, maka dipilih Perkerasan Lentur,
waktu 4 bulan untuk proses pelaksanaan sedangkan Perkerasan Kaku memerlukan waktu
5 bulan untuk proses pelaksanaanya. Maka dari segi pelaksanaan dipilih Perkerasan
Lentur.
5.2 Saran
Pada perencanaan perkerasan jalan ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan antara
lain :
1. Perkerasan Lentur memerlukan biaya tambahan untuk masa pemeliharaan setelah jalan
2. Jika dana yang tersedia cukup besar, sebaiknya dipilih Perkerasan Kaku untuk Jalan
Jatake – Tangerang tersebut karena jalan yang dilintasi banyak kendaraan yang
3. Dalam pemilihan lapisan perkerasan yang akan digunakan harus lebih memprioritaskan
FAUZI FIRDAUS (41107110009) BAB V ‐ 2
DAFTAR PUSTAKA
IND, Departemen Pekerjaan Umum : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Departemen Pekerjaan Umum, 1989.
IND, Departemen Pekerjaan Umum : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya , Departemen Pekerjaan Umum, 1983.
L.Hendarsin, Shirley : Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri Bandung, 2000.