Anda di halaman 1dari 176

PRODUKTIVITAS DAN MUTU PAPRIKA

(Capsicum annuum L.) DALAM SISTEM HIDROPONIK


DI DATARAN RENDAH PULAU BATAM PADA BERBAGAI
TINGKAT NAUNGAN DAN PEMUPUKAN

ZULFRIADY NOOR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
ABSTRAK

ZULFRIADY NOOR. Produktivitas dan Mutu Paprika ( Capsicum


annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau
Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan. Dibimbing
oleh H.M.H Bintoro Djoefrie, Yonny Koesmaryono, Herry Suhardiyanto,
dan Slamet Susanto.
Penelitian dilaksanakan dengan sistem hidroponik dalam tiga
tahap. Percobaan tahap I untuk mengetahui pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan, produktivitas dan mutu hasil panen beberapa varietas
paprika yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus, dan Tropica
dengan tiga taraf naungan yaitu tanpa naungan, naungan 27.5% dan
naungan 55%. Percobaan tahap II untu k mengetahui pengaruh
pemupukan P (P1=24 ppm, P2= 46 ppm, P3=68 ppm, dan P4=90 ppm)
dan K (K1=152 ppm, K2=183 ppm, K3=214 ppm, dan K4=245 ppm)
terhadap produktivit as dan mutu hasil panen. Percobaan tahap III untuk
mengetahui pengaruh frekuensi fertigasi (F1 = 3 kali, F2 = 4 kali, F3 = 5
kali dan F4 = 6 kali per hari masing-masing 250 ml) terhadap produktivitas
dan mutu panen.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5%
menurunkan intensitas radiasi matahari (IRM) hingga 155 W/m 2 (49%)
sehingga memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk mendukung
pertumbuhan, produktivitas, dan mutu hasil paprika berdasarkan peubah
tinggi tanaman, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman,
bobot per buah, ketebalan daging buah, dan volume buah. Spartacus dan
Goldflame merupakan varietas yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan mikroklimat dataran rendah.
Hasil percobaan tahap II menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi
pemupukan P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap peubah utama
yaitu RGR, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, dan
volume buah. Oleh karena itu kombinasi P 24 ppm dan K 152 ppm
merupakan kombinasi pemupukan yang efisien untuk Spartacus dan
Goldflame.
Hasil percobaan tahap III menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi
fertigasi 4 kali per hari pada Spartacus dan 5 kali per hari pada Goldflame
memberikan pengaruh beda nyat a dan hasil terbaik terhadap tanaman uji
pada peubah bobot per buah dan ketebalan daging buah, namun tidak
memberikan pengaruh beda nyata pada peubah utama yaitu jumlah buah
per tanaman dan bobot per buah. Sehingga frekuensi fertigasi 3 kali per
hari merupakan frekuensi yang efisien.
Dari hasil percobaan tahap I, II, dan III dapat disimpulkan bahwa
pemberian naungan 27.5% (IRM 155 W/m 2), konsentrasi pupuk P 24 ppm,
dan K 152 ppm serta frekuensi fertigasi 3 kali merupakan kondisi yang
sesuai dan konsentrasi yang efisien untuk budidaya hidroponik paprika di
dataran rendah Pulau Batam.

Kata kunci : Hidroponik paprika, naungan, fosfor, kalium, fertigasi


ABSTRACT

ZULFRIADY NOOR. The Productivity and Quality of Sweet Pepper


(Capsicum annum L.) in Hydroponic System in Lowland Area of
Batam Island on Various Shade and Fertilization Level. Supervised
by H.M.H. Bintoro Djoefrie, Yonny Koesmaryono, Herry Suhardiyanto,
Slamet Susanto.
The research was conducted in hydroponics system with 3
experimental steps. The purpose of the first step is to find out the effect of
shading treatment on the productivity and quality of Bangkok, Goldflame,
New Zealand, Spartacus, and Tropica variety of sweet pepper under 3
shading level (N1 = without shading, N2 = 27.5% shading level and N3=
55% shading level). The purpose of the second step is to find out the
effect of phosphor (P1=24 ppm, P2 = 46 ppm, P3 = 68 ppm, and P4= 90
ppm) and potassium (K1=152 ppm, K2= 183 ppm, K3 = 214 ppm, K4 =
245 ppm) fertilizer treatment on productivity and quality of sweet pepper.
The purpose of the third step is to find out the effect of fertigation
frequency (F1 = 3 times , F2 = 4 times, F3 = 5 times, and F4 = 6 times ).
The result of the first experiment showed that 27.5% of shading
treatment decreased sun irradiance intensity (IRM) until 155 W/m 2. It gave
the suitable environment condition for growth, productivity and quality of
sweet pepper based on plant high, NAR, sum of fruits per plant, weight of
fruits per plant, weight per fruits, fruits flesh thichness, and fruits volume
parameters. Spart acus dan Goldflamme are the adaptive variety of sweet
pepper that can adapt microclimate environment in lowland area.
The result of the second experiment showed that the combination
of phosphos and potassium fertilization treatment gave no significant
difference for main parameters such as RGR, NAR, sum of fruits per
plant, weight of fruits per plant, and fruits volume. Therefore, the
combination of phosphor 24 ppm and potassium 152 ppm is the most
efficient fertilization combination for Spartacus and Goldflame.
The result of the third step experiment showed that 4 times per day
of fertigation frequency treatment for Spartacus and 5 times for Goldflame
gave significant difference and best result for sweet pepper on weight per
fruits and fruits flesh thickness parameters, but showed no significant
difference on sum of fruits per plant and weight per fruit as main
parameters. That would mean 3 times per day of fertigation frequency
treatment is efficient.
Base on the result of the first, second, and third experiment, it can
be concluded that the suitable condition for hydroponics system of sweet
pepper in lowland area of Batam Island can be achieved by 27.5%
shading treatment (IRM 155 W/m 2) with the concentration of phosphor 24
ppm and potassium 152 ppm and 3 times per day of fertigation frequency
treatment .
Keyword : Hydroponics, sweet pepper, shading, phosphor, potassium ,
fertigation
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas


rahmat dan hidayah Nya penulisan dan penyusunan disertasi ini dapat
diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Produktivitas dan Mutu Paprika
(Capsicum annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau
Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie M. Agr. sebagai Ketua Komisi
Pembimbing atas bimbingan, dorongan dan perhatiannya sejak
perencanaan, pelaksanaan penelitian di lapangan, penulisan hingga
penyempurnaan disertasi.
2. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono M.S, Dr. Ir. Herry Suhardiyanto M.Sc. dan
Dr. Ir. Slamet Susanto M.Agr. masing-masing sebagai anggota
Komisi Pembimbing atas segala masukan, saran dan bimbingannya.
3. Prof. Dr. Ir. Sugeng Sudiatso M.S (Alm) yang pernah menjadi Ketua
Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran dan masukan nya dalam
perencanaan penelitian .
4. Ketua dan para Deputi Badan Otorita Batam, yang telah memberikan
bantuan dan dorongan moril, serta kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan studi.
5. Pimpinan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan jajarannya
yang telah memberikan dorongan moril.
6. Dr. Ir. Suwarto M.Si Ir. Endang Pujiastuti M.Si, Nurfinayati SP, dan
staf Balai Pengelolaan Agribisnis Badan Otorita Batam yang
memberikan dorongan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan
penelitian dan disertasi.
7. Istriku Rohayati Rahman, dan anak-anakku ( Mitha, Yoga dan Agam )
tercinta yang telah memberikan pengertian, perhatian dan kesabaran .
8. Ibunda tercinta Hj. Nismar yang turut mendoakan serta para keluarga
handai tolan yang memberikan dukungan moril.
9. Pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah turut memberikan bantuan dan dorongan semangat sehingga
penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga penelitian yang telah dilaksanakan dan tulisan dalam
disertasi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Bogor, 14 Maret 2006

Penulis
PRODUKTIVITAS DAN MUTU PAPRIKA
(Capsicum annuum L.) DALAM SISTEM HIDROPONIK
DI DATARAN RENDAH PULAU BATAM PADA BERBAGAI
TINGKAT NAUNGAN DAN PEMUPUKAN

ZULFRIADY NOOR

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor
pada Departemen Budidaya Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa seluruh


tulisan di dalam disertasi saya berjudul “Produktivitas dan Mutu
Paprika (Capsicum annuum L.) dalam Sistem Hidroponik di Dataran
Rendah Pulau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan”
adalah :
1. Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan arahan
dan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya.

2. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada


program sejenis di seluruh perguruan tinggi lain, dan
3. Seluruh data dan informasi yang telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2006


Yang Menyatakan,

Zulfriady Noor
995046/AGR
Judul Disertasi : Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annuum L.)
dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pulau
Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan
Nama : Zulfriady Noor
NIM : 995046 / AGR

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir.H.M.H.Bintoro Djoefrie, M.Agr. Dr.Ir.Yonny Koesmaryono , M.S.


Ketua Anggota

Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Agr.
Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro , M.S.

Tanggal ujian : 14 Maret 2006 Tanggal lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1960 di Jambi sebagai putra


ketiga dari pasangan M. Noor Asty (Alm) dan Hj. Nismar Adam.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Biologi Universitas Gajah
Mada yang diselesaikan pada tahun 1985. Tahun 1991 penulis diterima di
Program Studi Ag ronomi pada Program Pascasarjan, Institut Pertanian
Bogor dan memperoleh gelar Magister Sains pada tahun 1994.
Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi
Agronomi pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 1999
dengan biaya penelitian secara swadaya.
Penulis bekerja sebagai peneliti pada Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi sejak 1987-2000 di Jakarta, namun sejak tahun
2001 hingga sekarang sebagai birokrat pada Badan Otorita Batam di
Batam .
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

PENDAHULUAN UMUM ............................................................................ 1


Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan..................................................................................................... 3
Manfaat................................................................................................... 5
Hipotesis ................................................................................................. 5

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 6
Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika................................. 6
Radiasi Matahari dan Pengaruh Naungan terhadap Tanaman ..... 11
Sistem Budidaya Hidroponik .............................................................. 16
Zona Perakaran .................................................................................... 25

METODE UMUM .......................................................................................... 27


Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 27
Waktu dan Tempat................................................................................ 27
Benih Tanaman Paprika ...................................................................... 27
Sistem Greenhouse.............................................................................. 27
Sarana Tanam dan Peralatan Hdroponik.......................................... 28
Pelaksanaan.......................................................................................... 28

PENGARUH TINGKAT NAUNGAN TERHADAP PRODUKTIVITAS


DAN MUTU HASIL BEBERAPA VARIETAS PAPRIKA
Abstrak .................................................................................................... 30
Abstract................................................................................................... 31
Pendahuluan.......................................................................................... 32
Bahan dan Metode................................................................................ 33
Hasil ........................................................................................................ 39
Pembahasan.......................................................................................... 52
Simpulan................................................................................................. 69

PENGARUH NAUNGAN DAN TINGKAT PEMUPUKAN P DAN K


TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN
PAPRIKA
Abstrak .................................................................................................... 70
Abstract................................................................................................... 71
Pendahuluan.......................................................................................... 72
Bahan dan Metode................................................................................ 73
Hasil ........................................................................................................ 78
Pembahasan.......................................................................................... 89
Simpulan................................................................................................. 99

PENGARUH FREKUENSI FERTIGASITERHADAP PRODUKTIVITAS


DAN MUTU HASIL PANEN PAPRIKA
Abstrak ....................................................................................................100
Abstract...................................................................................................101
Pendahuluan..........................................................................................102
Bahan dan Metode................................................................................ 103
Hasil ........................................................................................................106
Pembahasan..........................................................................................110
Simpulan.................................................................................................117

PEMBAHASAN UMUM ...............................................................................118

SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................127

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 128

LAMPIRAN ....................................................................................................138
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data Pemasukan Komoditas Paprika ke Batam ................................... 1

2 Formula Bahan Kimia Sumber Unsur Hara Bagi Sayuran Buah ....... 22

3 Rata-rata IRM dan Persentase Radiasi yang Diteruskan pada


Percobaan Tahap I..................................................................................... 39

4 Rata-rata Intersepsi Tajuk Setiap Kombinasi Perlakuan pada


Percobaan Tahap I..................................................................................... 40

5 Rata-rata Koefisien Pemadaman Percobaan Tahap I.......................... 41

6 Rekapitulasi Data Rata-rata Mikroklimat Percoban Tahap I Periode


November 2001 hingga Desember 2002................................................ 44

7 Pengaruh Interaksi Per lakuan Naungan dan Varietas terhadap


Tinggi Tanaman pada 9 - 11 MST........................................................ 45

8 Pengaruh Perlakuan Naungan terhadap Total Kandungan Klorofil


dan Rasio Klorofil a/b................................................................................. 46

9 Rata-rata Indeks Luas Daun Tanaman Paprika pada Percobaan


Tahap I......................................................................................................... 47

10 Pengaruh Naungan terhadap Relative Growth Rate (RGR) pada 90


HST............................................................................................................... 48

11 Pengaruh Interaksi Perlakuan Naungan dan Varietas terhadap Net


Assimilation Ratio (NAR) ........................................................................... 49

12 Pengaruh Naungan dan Varietas terhadap Jumlah Buah per


Tanaman ..................................................................................................... 49

13 Pengaruh Interaksi Naungan dan Varietas terhadap Bobot Buah


Per Tanaman .............................................................................................. 50

14 Pengaruh Perlakuan Varietas terhadap Bobot per Buah .................... 51

15 Pengaruh Naungan dan Varietas terhadap Ketebalan Daging


Buah.............................................................................................................. 51

16 Pengaruh Interaksi Naungan dan Varietas terhadap Volume Buah .. 52

17 Rata-rata Suhu dan Kelembaban Nisbi Percobaan Tahap II............. 78


18 Rata-rata Suhu Udara dan Media pada Percobaan Tahap II .............. 79

19 Rata-rata Intensitas Radiasi Matahari Percobaan Tahap II................. 80

20 Pengaruh Perlakuan Konsentrasi P dan K terhadap RGR dan


NAR pada Varietas Spartacus dan Goldflame ...................................... 81

21 Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Jumlah


Buah per Tanaman..................................................................................... 83

22 Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Bobot Buah


per Tanaman............................................................................................... 84

23 Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Bobot per


Buah.............................................................................................................. 85

24 Persamaan Regresi Pemupukan K pada Berbagai Konsentrasi P


terhadap Ketebalan Daging Buah Varietas Spartacus dan
Goldflame..................................................................................................... 87

25 Pengaruh Perlakuan P dan K terhadap Volume Buah ........................ 88

26 Pengaruh Perlakuan K terhadap Tanaman Paprika Ceceides ........... 96

27 Jadwal Fertigasi Percobaan Tahap III..................................................... 104

28 Pengamatan Mikroklimat Percobaan Tahap III ..................................... 106

29 Rata-rata Suhu Udara dan Suhu Media Selama Periode


Pertumbuhan Tanaman............................................................................. 107

30 Pengaruh Frekuensi Fertigasi dan Varietas terhadap Jumlah Buah


per Tanaman dan Bobot Buah per Tanaman....................................... 109

31 Pengaruh Frekuensi Fertigasi terhadap Bobot per Buah..................... 110

32 Pengaruh Interaksi Frekuensi Fertigasi dan Varietas terhadap


Ketebalan Daging Buah ........................................................................ 110
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Penelitian Budidaya Paprika di Dataran Rendah


Pulau Batam ........................................................................................ 4

2. Konstruksi Rumah Plastik................................................................. 28

3. Peralatan Percobaan ......................................................................... 28

4. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada


Perlakuan Tanpa Naungan............................................................... 42

5. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada


Perlakuan Naungan 27.5% ............................................................... 43

6. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada


Perlakuan Naungan 55% .................................................................. 43

7. Hubungan antara IRM dan Kandungan Klorofil............................. 58

8. Total Kandungan Klorofil 5 Varietas Paprika pada 3 Taraf


Intensitas Radiasi Matahari .............................................................. 59

9. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan RGR ................... 62

10. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan NAR ..................... 63

11. Hubungan antara Koefisien Pemadaman dengan NAR ............. 63

12. Hubungan antara Intersepsi Tajuk dengan Jumlah Buah per


Tanam an.............................................................................................. 64

13. Hubungan antara Intersepsi Tajuk dengan Bobot Buah per


Tanaman.............................................................................................. 66

14. Suhu Media dan Suhu Udara Selama 24 jam .............................. 79

15. Sebaran Kandungan Fosfor (mg/g) pada Daun, Batang,


dan Akar Spartacus .......................................................................... 82

16. Sebaran Kandungan Fosfor (mg/g) pada Daun, Batang,


dan Akar Goldflame ........................................................................... 82

17. Sebaran Kandungan Kalium (mg/g) pada Daun, Batang,


dan Akar Spartacus .......................................................................... 82
18. Sebaran Kandungan Kalium (mg/g) pada Daun, Batang,
dan Akar Goldflame .......................................................................... 83

19. Pengaruh Pemupukan K pada Beberapa Konsentrasi P


terhadap Ketebalan Daging Buah pada Varietas Spartacus ...... 85

20. Pengaruh Pemupukan K pada Beberapa Konsentrasi P


terhadap Ketebalan Dagi ng Buah pada Varietas Goldflame ...... 86

21. Penggolongan Hasil Panen Varietas Spartacus .......................... 88

22. Penggolongan Hasil Panen Varietas Goldflame........................... 89

23. Suhu Udara dan Suhu Media pada 4 Taraf Perlakuan


Frekuensi Fertigasi ...........................................................................108
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Denah Percobaan Tahap I..................................................................... 138

2 Denah Percobaan Tahap II .................................................................... 140

3 Denah Percobaan Tahap III................................................................... 141

4 Beberapa Formula Nutrisi untuk Budidaya Paprika Secara


Hidroponik................................................................................................. 142

5 Komposisi Pupuk Perlakuan Percobaan Tahap II .............................. 143

6 Analisis Ragam Percobaan Tahap I..................................................... 144

7 Analisis Ragam Percobaan Tahap II .................................................... 146

8 Analisis Ragam Percobaan Tahap III................................................... 148

9 Hasil Uji Kandungan Fosfor dan Kalium pada Varietas Spartacus 149

10 Hasil Uji Kandungan Fosfor dan Kalium pada Varietas Goldflame 150

11 Hasil Analisis Klorofil pada Sampel Daun Paprika Percobaan


Tahap I...................................................................................................... 151

12 Analisis Mutu Gizi Kandungan Sampel Paprika Hasil Percobaan


Tahap I ..................................................................................................... 152

13 Analisis Gizi dan Vitamin Sampel Paprika Hasil Percobaan


Tahap II .................................................................................................... 152

14 Data Pengamatan pH dan EC Larutan Nutrisi Perlakuan................. 153

15 Data Analisis Mutu Air Baku Batam...................................................... 154

16 Data Klimatologi Percobaan Tahap II .................................................. 155

17 Penggolongan Berdas arkan Standar Bobot Buah ............................. 156

18 Penggolongan Perlakuan Frekuensi Fertigasi................................... 157

19 Tabulasi Hubungan Perlakuan Naungan dengan Beberapa


Peubah pada Percobaan Tahap I ......................................................... 158

20 Tabulasi Hubungan Varietas dengan Beberapa Peubah pada


Percobaan Tahap I.................................................................................. 159
21 Tabulasi Hubungan Perlakuan Pemupukan dengan Beberapa
Peubah pada Percobaan Tahap II....................................................... 160

22 Tabulasi Hubungan Frekuensi Fertigasi dengan Beberapa


Peubah pada Percobaan Tahap III....................................................... 161

23 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Paprika di Batam ................... 162


PENDAHULUAN UMUM

Latar Belakang

Paprika (Capsicum annuum L.) atau cabai manis merupakan


tanaman hortikultura yang akhir-akhir ini semakin berkembang dan
prospektif dalam perdagangan lokal maupun internasional. Kebutuhan
dunia terhadap komoditas paprika diperkirakan akan terus meningkat dari
waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dunia.
Singapura sebagai salah satu negara pusat perdagangan dunia
yang dekat dengan wilayah Indonesia membutuhkan komoditas paprika
mencapai sekitar 1300 ton/tahun. Kebutuhan tersebut sebagian besar
dipasok oleh Indonesia. Sebagai salah satu negara produsen, Indonesia
hingga kini hanya mampu memproduksi sekitar 2.259 ton atau hanya 62%
dari total kebutuhan dalam negeri dan ekspor (Koperasi Paprika
Kabupaten Bandung 2004).
Besarnya prospek pemasaran komoditas paprika di dalam negeri
maupun untuk ekspor ternyata belum didukung oleh upaya-upaya
pengembangan produksi sehingga menyebabkan masih rendahnya tingkat
produksi paprika di Indonesia. Hal tersebut terkait dengan terbatasnya
daerah pengembangan yang berupa dataran tinggi.
Tanaman paprika yang berasal dari Afrika tersebut sudah
dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa daerah
tersebut diantaranya Lembang, Cipanas, Sukabumi, Brastagi, dan Karang
Anyar di Jawa Tengah (Wahyudi 2000). Hingga kini belum ada yang
mencoba pengembangkan paprika secara hidroponik di dataran rendah
(<50 m dpl).
Pulau Batam merupakan suatu kawasan dengan posisi yang
sangat strategis dalam perlintasan perdagangan internasional dan terletak
dalam segitiga pertumbuhan SIJORI (Singapura, Johor, Riau). Permintaan
pasar terhadap komoditas paprika di Pulau Batam juga meningkat sejalan
dengan meningkatnya jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakat. Data
Balai Agribisnis Otorita Batam (2005) menunjukkan adanya peningkatan
2

pemasukan komoditas paprika ke Batam dari tahun 2001 sampai 2004


rata-rata sebesar 10.67% (Tabel 1). Kondisi ini menyebabkan wilayah
Pulau Batam sangat potensial bagi pemasaran produk-produk pertanian.

Tabel 1. Data Pemasukan Komoditas Paprika ke Batam


Tahun Jumlah (kg) Kenaikan (%)
2001 13.716 -
2002 14.960 9.1
2003 17.204 15.0
2004 18.563 7.9
Sumber : Balai Agribisnis Otorita Batam (2005)

Permintaan produk-produk pertanian seperti sayuran dan buah-


buahan di Pulau Batam belum mampu disediakan oleh petani lokal.
Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara mendatangkannya dari luar
Pulau Batam termasuk impor dari Singapura dan Malaysia sebanyak 75-
80% dari total kebutuhan yang mencapai 120-150 ton/hari. Beberapa jenis
komoditas pertanian yang didatangkan dari luar Batam antara lain
kentang, kubis, cabai merah, tomat, bawang merah, wortel, dan paprika.
Sebagai kawasan yang berkembang dengan industri, perdagangan,
pariwisata, dan alih kapal (transportasi), Pulau Batam memiliki nilai jual
produk pertanian yang relatif lebiih tinggi jika dibandingkan di Jawa Barat
yang nilainya dapat mencapai 2-3 kali lipat lebih mahal. Harga paprika
Spartacus di Jawa Barat berkisar antara Rp. 8.000 - Rp 10.000 per kg,
sedangkan di Batam dengan kualitas produk yang sama dapat
mencapai Rp 20.000-Rp 24.000 per kg (Balai Agribisnis Otorita Batam
2005).
Pada sisi lain kondisi alam Pulau Batam tidak mendukung upaya
pengembangan budidaya paprika jika dilakukan secara konvensional. Hal
tersebut terkait dengan kendala yang dihadapi seperti tingginya suhu dan
intensitas radiasi matahari, rendahnya kelembaban nisbi , belum
tersedianya bibit untuk dataran rendah, serta belum adanya komposisi
larutan nutrisi yang khusus digunakan untuk daerah dataran rendah. Hal-
3

hal ters ebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi tingkat


produktivitas dan mutu hasil panen tanaman paprika.
Hasil percobaan pendahuluan yang telah dilakukan terhadap
paprika dengan sistem budidaya hidroponik di Sei Temiang, Batam
dengan ketinggian ± 20 m dpl menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
produktivitas tanaman uji belum maksimal. Percobaan tersebut
menghasilkan bobot per buah mencapai 50-75 g dan bobot buah per
tanaman hanya mencapai 400-500 g. Tanaman uji sudah tidak mampu
tumbuh setelah mencapai umur sekitar 90 hari setelah tanam dengan
tinggi rata-rata kurang dari 1 m (Noor dan Wahyudi 2000). Hal tersebut
berbeda dengan hasil percobaan yang dilakukan oleh Subekti (2002) di
Cianjur, Jawa Barat dengan ketinggian 1100 m dpl yang menghasilkan
jum lah buah per tanaman sebanyak 11 buah dengan rata-rata bobot per
buah sebesar 170 g.
Uraian di atas menunjukkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya
inovatif dalam rangka pengembangan dan peningkatan produkti vitas mutu
paprika di dataran rendah. Dengan demikian diharapkan komoditas
tersebut akan lebih meningkat jumlah produksi dan mutunya sehingga
memiliki daya saing yang lebih tinggi dalam kegiatan perdagangan baik
lokal maupun internasional.
Pengembangan teknik produksi tanaman paprika pada dataran
rendah seperti di Pulau Batam merupakan hal yang penting dan sangat
prospektif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang budidaya
beberapa varietas tanaman paprika secara non konvensional dengan
sistem hidroponik pada dataran rendah di Pulau Batam.
Penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga topik kajian sebagai
berikut : (1) seleksi varietas adaptif dengan persentase naungan yang
optimum, (2) evaluasi tingkat konsentrasi P dan K dalam larutan nutrisi,
dan (3) evaluasi frekuensi fertigasi. Bagan alir penelitian disajikan pada
Gambar 1.
4

Mulai

Uji Viabilitas Varietas Paprika


yang Tersedia di Pasaran

Varietas
dengan Daya
Kecambah
Baik

Seleksi Varietas Adaptif dan Persentase


Naungan Optimum :
• Pengamatan Mikroklimat
• Pengamatan Peubah
pertumbuhan dan Produksi

Varietas
Terpilih dan
Naungan
Optimum

Evaluasi Tingkat P dan K dalam Evaluasi Frekuensi Fertigasi:


Larutan Nutrisi : • Pengamatan Mikroklimat
• Pengamatan Mikroklimat • Pengamatan Peubah Produktivitas
• Pengamatan Peubah Produktivitas • Pengamatan Peubah Kualitas
• Pengamatan Peubah Kualitas

Tingkat Frekuensi
P&K Fertigasi
Optimum Optimum

Varietas yang adaptif, konsentrasi


pupuk dan frekuensi fertigasi
yang optimum

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Budidaya Paprika di Dataran


Rendah Pulau Batam
5

Tujuan
1. Menganalisis pengaruh suhu, kelembaban, dan intensitas radiasi
matahari yang berbeda terhadap produktivitas dan mutu beberapa
varietas paprika (Capsicum annuum L.) di dataran rendah.
2. Menganalisis pengaruh tingkat pemberian pupuk P dan K terhadap
produktivitas dan mutu hasil panen.
3. Menganalisis pengaruh frekuensi fertigasi terhadap produktivitas dan
mutu hasil panen paprika.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui varietas paprika
yang mampu tumbuh di dataran rendah dan penggunaan pupuk P dan K
yang optimum dan frekuensi fertigasi yang efisien sehingga diperoleh
teknik budidaya hidroponik yang dapat diterapkan di dataran rendah.

Hipotesis
1. Perlakuan naungan berpengaruh terhadap produktivitas dan mutu
hasil panen paprika di dataran rendah.
2. Terdapat pengaruh interaksi naungan dan varietas terhadap
produktivitas dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah.
3. Terdapat konsentrasi pupuk P dan K yang optimum bagi produktivitas
dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah.
4. Terdapat pengaruh frekuensi fertigasi terhadap produktivitas dan mutu
hasil panen paprika di dataran rendah.
TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika


A. Botani Umum
Secara ilmiah tanaman paprika mempunyai nama Capsicum
annuum L.. Cabai ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan
terung yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga seperti
terompet (Somos 1984). Adapun klasifikasi tanaman paprika sebagai
berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Solanes
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum annuum
Wilayah penyebaran paprika diantaranya meliputi Asia Tropik
(India, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina), Afrika Tropik (Afrika
Utara, Senegal, Nigeria, Sierra Leonne, Ghana, Sudan, dan Kenya),
Amerika Selatan (Meksiko), Karibia, dan sebagian wilayah tropik lainnya
(Tindall 1983). Selain wilayah tropik, penyebaran paprika juga mencapai
wilayah subtropik seperti Italia, Spanyol, dan Yogoslavia (Somos 1984).
Tanaman paprika merupakan tanaman herba dengan batang tegak,
berkayu pada pangkalnya, bercabang banyak, dan tumbuh intermediate.
Paprika memiliki kedalaman zona perakaran 91-122 cm (Abraham dan
Maximo 1980). Bentuk daun seperti telur hingga seperti pisau dengan
panjang 12 cm dan lebar 7.5 cm. Bunganya menggantung tunggal
berbentuk lonceng dengan jumlah kelopak lima dan mahkota lima atau
enam, diameter sampai 15 mm, berwarna hijau, benang sari berjumlah
lima atau enam buah (Tindall 1983). Buah paprika memiliki daging yang
berwarna hijau tua dan menjadi kuning atau merah setelah masak sesuai
varietasnya (Edmond et al. 1983).
7

Di Indonesia banyak dijumpai varietas paprika yang semuanya


diimpor dari Eropa, Jepang, Taiwan bahkan Cina. Beberapa varietas
tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Spartacus
Varietas ini diproduksi oleh Holland Seed. Tinggi tanaman dapat
mencapai sekitar 180 cm. Buah berukuran besar rata-rata bobotnya
dapat mencapai 200 – 250 g/buah. Buah yang muda berwarna
hijau tua, berdaging tebal dan buah yang matang berwarna merah.
Produktivitasnya sekitar 2.5-3.5 kg per tanaman.
2. Goldflame
Seperti halnya Spartacus, varietas ini juga diproduksi oleh Holland
Seed. Tinggi tanaman 150-160 cm. Buah berukuran besar dengan
bobot 200 – 250 g/buah. Bentuk buah bulat, buah muda berwarna
hijau tetapi jika matang berwarna kuning dengan produktivitas
dapat mencapai sekitar 2.8 kg per tanaman.
3. Beauty Bell
Tanaman paprika varietas ini tergolong kecil dan rendah, namun
tahan terhadap serangan TMV (Tobacco Mozaic Virus). Bentuk
buah seperti bel dan berukuran besar. Bobot rata-rata per buah
200 g. Daging buahnya tebal. Buah nya berwarna hijau tua ketika
masih muda dan berubah menjadi merah bila telah matang.
Varietas ini diproduksi oleh Known You Seed ( Taiwan).
4. New Zealand
Varietas ini diproduksi oleh Selandia Baru. Tinggi tanaman
mencapai 160-180 cm. Buahnya berukuran sedang dengan bobot
rata-rata per buah mencapai 150-200 g. Buah muda berwarna
hijau, jika matang berwarna merah.
5. Bangkok
Varietas ini diproduksi oleh Thailand. Buahnya berukuran besar
dan berbentuk lonceng memanjang. Tanaman tinggi dan rimbun
dengan susunan daun yang tidak teratur letaknya. Bobot rata-rata
8

per buah 220-250 g. Buah muda berwarna hijau tua, jika matang
berwarna merah dengan produktivitas sekitar 2 kg per tanaman.
6. Tropica
Varietas ini berasal dari Perancis. Tingginya relatif sedang. Buah
berukuran sedang. Bobot rata-rata per buah mencapai ± 150 g.
Bentuk buah seperti lonceng. Buah muda berwarna hijau, buah
matang berwarna merah.

B. Syarat Tumbuh
Seperti halnya tanaman yang lain, jenis tanaman paprika juga
membutuhkan persyaratan tumbuh yang sesuai. Adapun persyaratan
tumbuh tanaman paprika sebagai berikut :
a. Suhu
Menurut Somos (1984) suhu optimum untuk per tumbuhan paprika
pada kisaran 16-25°C. Pembentukan bunga yang optimum terjadi pada
suhu 20. 5°C pada siang hari dan 15. 5°C pada malam hari. Pada suhu
38°C pada siang hari dan 32°C pada malam hari akan menyebabkan
semua bunga dan calon buah rontok. Perkecambahan membutuhkan
suhu 30°C.
b. Cahaya
Tanaman paprika menghendaki cahaya yang cukup sepanjang hari,
namun tanaman ini tidak tahan pada sinar matahari yang terik dan
berlebihan. Untuk itu dalam budidaya paprika digunakan naungan sebagai
alat pengurang cahaya. Naungan dapat mereduksi intensitas radiasi
matahari, suhu tanah dan defisit air, serta meningkatkan kelembaban
tanah di sekitar pertanaman paprika (Sumiati dan Hilman 1994).
Beberapa hasil penelitian merekomendasikan untuk menggunakan
naungan yang terbuat dari plastik transparan dan dipasang seperti
sungkup setinggi minimal 1 m. Paprika yang ditanam dengan naungan
tersebut menunjukkan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang lebih
baik dibandingkan tanpa naungan.
9

c. Kelembaban
Kelembaban udara penting untuk proses pembungaan. Bila pada
saat berbunga kelembaban udara rendah sedangkan suhu dan intensitas
cahaya tinggi, maka keseimbangan air yang masuk dan transpirasi lewat
daun terganggu. Kondisi tersebut akan mengakibatkan bunga dan buah
akan gugur serta tanaman menjadi layu. Tanah (media tanam) harus
selalu dalam keadaan lembab sebab apabila tanah atau media terlalu
kering akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan bunga paprika
menjadi gugur yang berarti panen terancam gagal.
Untuk mengurangi kelembaban yang berlebihan, rumah kaca atau
sungkup plastik harus dibuka atau tepinya terbuat dari kawat kasa yang
memungkinkan udara bebas bergerak. Pemasang blower (kipas angin
yang berukuran besar ) juga dapat digunakan untuk mengatasi
kelembaban yang tinggi (Somos 1984).
d. Air
Tanaman paprika sangat responsif terhadap pemberian air. Kondisi
kelebihan air dapat mengakibatkan busuk akar sehingga mengganggu
pertumbuhan tanaman bahkan menyebabkan kematian tanaman. Kondisi
kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan proses
penyerapan nutrisi dan mineral terganggu.
Konsumsi air tanam an paprika akan meningkat pada siang dan
menjelang sore hari saat suhu udara dan radiasi matahari mencapai titik
tertinggi dan kelembaban nisbi mencapai titik terendah (Somos 1984).
Kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu hari rata-rata
0.5 liter. Meskipun demikian kebutuhan tersebut tergantung pada suhu,
kelembaban dan sirkulasi udara di sekitar tanaman.

e. Ketinggian Tempat
Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 500-
1500 m dpl. Menurut Sigh (2004) paprika yang ditanam di dataran rendah
memiliki ukuran buah dan produktivitas yang rendah karena fluktuasi suhu
udara yang relatif tinggi di lapangan. Hasil percobaan Subekti (2002)
menunjukkan bahwa paprika yang ditanam di Cianjur pada ketinggian
10

1100 m dpl menghasilkan bobot per tanaman yaitu 1.77 kg, sedangkan
percobaan Wahyudi (2000) di Parung, Jawa Barat dengan ketinggian
100 m dpl menghasilkan rata-rata 0.75 kg per tanaman. Hasil penelitian
lain yang dilakukan Rita (2002) di Cibubur, Jakarta Timur yang merupakan
daerah dataran rendah menghasilkan bobot per tanaman yaitu 0. 77 kg.
f. Unsur Hara
Tanaman paprika membutuhkan unsur hara makro maupun mikro.
Somos (1984) menyatakan bahwa unsur P dibutuhkan lebih sedikit dari
pada unsur N (10%). Tanaman paprika yang mengalami kekurangan
unsur P akan mengalami pertumbuhan yang kerdil, berdaun sempit, warna
daun kusam keabu-abuan, batang mudah patah, pertumbuhan bunga
sedikit, serta buah tidak berkembang dengan baik karena mudah
mengalami keguguran. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas dan
kuantitas hasil panen juga rendah. Kekurangan P menyebabkan ukuran
buah menjadi lebih kecil, bentuknya tidak beraturan, serta warna menjadi
tidak menarik.
Kekurangan unsur K pada tanaman paprika akan menyebabkan
pertumbuhan melambat, daun kerdil , berwarna kecoklatan dan mudah
mengalami kerontokan, serta ukuran dan jumlah buah berkurang.
Kelebihan K akan menyebabkan timbulnya penyakit blossom -end rot serta
fenomena antagonis me K-Ca. Besarnya jumlah K dalam tanaman akan
menghalangi penyerapan kalsium oleh tanaman. Pengelolaan unsur hara
yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman akan meningkatkan
perkembangan organ-organ reproduktif tanaman sehingga diperoleh hasil
panen dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
Kebutuhan N, P, dan K tanaman paprika terbesar terjadi sekitar 10
hari setelah pembungaan hingga sebelum buah mengalami pematangan.
Sejumlah kecil N dan sedikit P dan K pada buah ditranslokasikan dari
bagian vegetatif tanaman. Dibandingkan unsur N dan K, unsur P diserap
paling banyak pada malam hari (Hedge 1994).
11

Radiasi Matahari dan Pengaruh Naungan Terhadap Tanaman

A. Interaksi Radiasi Matahari dan Tanaman


Keberhasilan dari usaha pertanian sangat ditentukan oleh faktor-
faktor lingkungan seperti unsur-unsur cuaca selain sifat genetik dan
fisiologi tanaman itu sendiri. Menurut Handoko (1994) pada proses
perkembangan tanaman unsur cuaca yang paling berpengaruh adalah
suhu dan panjang hari, sedangkan pada proses pertumbuhan hampir
semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya. Menurut Prawiranata et
al. (1995) faktor lingkungan utama yang dominan peranannya yaitu radiasi
matahari (cahaya). Radiasi matahari merupakan salah satu unsur iklim
yang memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terutama kegiatan fisiologis seperti fotosintesis,
pembungaan, serta pembukaan dan penutupan stomata. Radiasi matahari
mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu: a. proses
fotosintesis dan b. proses stimulus misalnya fotoperiodisme. Selain itu
secara tidak langsung radiasi matahari dalam rumah kaca akan
mempengaruhi kondisi suhu dan kelembaban.
Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi tidak secara
keseluruhan mencapai tanah melainkan sebagian akan tertahan pada
ketinggian tertentu. Daun akan menerima radiasi dan radiasi yang datang
akan mengalami proses-proses seperti absorbsi, transmisi, refleksi, dan
pemencaran (Levitt 1980).
Menurut Monteith (1972) interaksi antara radiasi matahari dengan
tanaman dibagi atas tiga kategori yaitu :
1. Efek panas . Lebih dari 70% radiasi yang diabsorbsi oleh tanaman
diubah menjadi panas dan digunakan sebagai energi untuk
transpirasi dan mengadakan pertukaran energi dengan
lingkungannya.
2. Efek fotosintesis. Sebesar 28% dari komponen energi digunakan
untuk fotosintesis dan disimpan dalam bentuk energi kimia.
3. Efek morfogenetik. Energi radiasi berperan sebagai regulator dan
pengatur proses pertumbuhan dan perkembangan.
12

Tidak semua panjang gelombang radiasi menguntungkan tanaman.


Spektrum radiasi yang dimanfaatkan tanaman masih terbagi- bagi
menurut kegunaannya dalam proses fisiologi. Beberapa interval panjang
gelombang radiasi yang bermanfaat bagi tanaman yaitu : (1) ultraviolet
(0.29 -0.38 µm ) bermanfaat dalam proses fotom orfogenetik, (2) inframerah
dekat (0.71-4.0 µm ) mempunyai pengaruh kalor dan fotomorfogeneti k, (3)
radiasi fotosintesis aktif (PAR) (0.38-0.71 µm) mempunyai pengaruh kalor,
fotosintesis dan fotomorgenetik, sedangkan (4) di atas 4.0 µm mempunyai
pengaruh termal (Jones 1992).
Proses fotosintesis dikemukakan dalam rumus sebagai berikut
CO2 + 2H2O cahaya (CH2O)n + H2O + O2.........(1)
Secara umum proses fotosintesis terdiri atas beberapa bagian
sebagai berikut (Jones 1992) :
1. Difusi karbondioksida dari atmosfir ke pusat reaks i dalam daun dan
bagian hijau lainnya.
2. Konversi energi cahaya menjadi energi kimia (transfer elektron dan
pembentukan ATP) dan reduksi karbondioksida melalui fotolisis air.
3. Pembentukan molekul organik (proses biokimia) yang digunakan
dalam proses pertumbuhan dan yang ditranslokasikan.

Laju fotosintesis meningkat dengan penambahan kandungan


klorofil pada daun. Klorofil berpengaruh terhadap efisiensi penangkapan
energi radiasi dan efisiensi pengubahan energi radiasi menjadi energi
kimia. Jumlah klorofil yang tinggi akan meningkatkan efisiensi penggunaan
cahaya pada fotosintesis (Amrullah 2000). Adanya radiasi matahari yang
mengenai klorofil memungkinkan klorofil tersebut tereksitasi dalam proses
fotosintesis dan akan membentuk bagian dari tanaman serta hasil (yield).
Absorbsi radiasi matahari oleh berbagai pigmen lain juga akan berperan
dalam proses fotosintesis.
Spektrum ultraviolet diabsorbsi sangat kuat oleh asam nukleat dan
protein meskipun sebagian besar telah berkurang karena diabsorbsi oleh
ozon di atmosfer. Cahaya biru muda dapat mengaktifkan fotoreaktifitas
dari asam nukleat yang telah dinonaktifkan oleh ultraviolet yang telah
13

mengenainya. Absorbsi yang sangat kuat di dalam spektrum PAR terjadi


pada gelombang warna merah dan biru, sedangkan pada warna hijau
absorbsinya rendah (Bjorkman 1981).
Fitokrom merupakan pigmen penerima cahaya dalam proses
fotomorfogenetik. Fitokrom yang tersedia dalam sitoplasma semua
tanaman hijau bertanggung jawab mengatur berbagai proses seperti
perkecambahan biji, perkembangan akar, pertumbuhan tunas (tajuk),
tunggul, pembentukan umbi, dormansi, pembungaan, dan pewarnaan
buah. Demikian juga pertumbuhan vegetatif sebagian besar dikontrol oleh
durasi cahaya. Fotoperiode dan suhu mengatur waktu pembentukan daun,
kuncup bunga, awal dan akhir pertumbuhan tunas, serta awal periode
dorman. Pertumbuhan vegetatif tersebut meliputi perpanjangan batang
dan perkembangan daun.

B. Intersepsi Radiasi oleh Tanaman


Menurut Irawati (2000) yang dimaksud dengan radiasi yang
diintersepsi adalah selisih antar radiasi datang dengan radiasi yang
diteruskan oleh tanaman atau besarnya radiasi datang yang tertahan oleh
tajuk tanaman dan tidak sampai ke permukaan tanah atau ke ketinggian
tertentu dalam tajuk tanaman. Fraksi radiasi yang diinterseps i dapat
dipantulkan kembali, diabsorbsi, atau dipencarkan oleh bagian-bagian
tanaman dalam tajuk komunitas tersebut.
Radiasi matahari yang diterima suatu organisme dapat berasal
(a) langsung dari matahari, (b) dari radiasi yang dipantulkan oleh langit
dan awan, (c) dari pantulan dan transmisi objek-objek lainnya. Proses
penyerapan, pemantulan, dan penerusan radiasi pada areal tanaman
akan menyebabkan terjadi perubahan spektrum dari radiasi matahari di
puncak, tengah, dan dasar tajuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penetrasi matahari ke dalam tajuk meliputi sudut berdirinya daun, sifat
permukaan daun, ketebalan, dan ukuran daun (transmisi radiasi), elevasi
matahari , serta proporsi dari radiasi langsung dan baur pada tajuk
tanaman (June 1993).
14

Energi radiasi matahari yang mencapai puncak tajuk tanaman akan


mengalami pengurangan dalam perjalanannya menuju ke atas permukaan
tanah. Besarnya pengurangan tersebut tergantung pada struktur tanaman
di dalam tegakan komunitas, struktur daun, batang, cabang, dan warna
dari individu tanaman tersebut. Dengan demikian besarnya pengurangan
tersebut tergantung pada spesies, umur, dan kerapatan tanaman.
Pengurangan terjadi secara eksponensial. Jones (1992) mengemukakan
rumus sebagai berikut :
I = Io e –k LAI ........................(2)
sehingga pengurangannya adalah :
Io ( l – e – k LAI )....................(3)
Keterangan :
I = Intensitas radiasi yang diterima di dalam tajuk tanaman
atau suatu ketinggian tertentu
Io = Intensitas radiasi yang diterima pada puncak tajuk
komunitas tanaman tersebut.
e = Bilangan eksponensial
k = Koefisien penyirnaan / pemadaman
LAI = Indeks luas daun
Pengaruh cuaca pada produksi bahan kering tanaman dan hasil,
meliputi tiga hal yaitu : (a) intersepsi radiasi ol eh tajuk tanaman, (b)
efisiensi konversi radiasi oleh tajuk tanaman untuk kemudian diubah
menjadi bahan kering, dan (c) pembagian bahan antara hasil ekonomis
dan sisa tanaman lainnya.
Indeks luas daun (ILD) mempunyai peranan penting terhadap
intersepsi radiasi matahari. Persentase intersepsi radiasi cenderung
meningkat dengan meningkatnya ILD pada berbagai tanaman. Bila tidak
terdapat kekurangan air dan hara maka efisiensi radiasi matahari oleh
tajuk tanaman ditentukan oleh intersepsi cahaya dan pola penyebaran
cahaya dalam tajuk tanaman.
Jumlah radiasi yang diterima oleh tanaman akan mempengaruhi
perkembangan indeks luas daun. Pemberian naungan menyebabkan
15

terjadinya peningkatan luas daun pada tanaman cabai paprika (Subhan


1990), jinten (Urnemi et al. 2002), aster (Callan dan Kennedy 1995), dan
padi gogo (Moelyohadi et al. 1999; Lautt 2003) . Menurut Levitt (1980)
tanaman yang dinaungi sampai batas waktu tertentu akan bertambah luas
daunnya.
Cahaya langsung maupun difuse yang diintersepsi tanaman
tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut : (a)indeks luas daun,
(b) sudut daun, dan (c) kerapatan luas daun. Orientasi daun dapat
mempengaruhi jumlah cahaya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman, selain
itu tajuk yang mempunyai daun-daun vertikal akan lebih efisien dalam
hubungannya dengan hasil per unit luas daun dibandingkan dengan tajuk
yang daunnya horizontal.

C. Pengaruh Naungan terhadap Tanaman


Pemberian naungan pada tanaman tertentu akan menyebabkan
tanaman tersebut memperoleh intensitas cahaya matahari dan suhu udara
yang lebih sesuai untuk pertumbuhannya. Dengan demikian pengaruh
yang merugikan dari intensitas cahaya matahari yang berlebihan dan suhu
udara yang tinggi dapat dikurangi atau dihilangkan.
Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya
yang sampai di permukaan tajuk tanaman. Pemberian naungan pada
tanaman selain mengurangi intensitas cahaya juga spektrum cahaya yang
diterima daun di bawah naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya
langsung (Edmond et al. 1983). Bagian energi matahari yang paling
bermanfaat untuk fotosintesis adalah spektral cahaya tampak (0.4- 0.7
ì m ). Pada daerah tropik spektral cahaya nampak dapat mencapai 50%
dari total radiasi (Jones 1992).
Faisal (1984) menyatakan bahwa penggunaan paranet sebagai
naungan akan menyebabkan pengurangan intensitas cahaya yang masuk
ke permukaan tanaman. Adanya naungan akan mengurangi transpirasi
berlebih, menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan struktur tanah,
mempertahankan kelembaban tanah yang tinggi, serta m engurangi
pekerjaan dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pemakaian
16

naungan dapat menghalangi radiasi matahari yang langsung sampai di


permukaan bumi sehingga energi radiasi yang terkandung dalam tanah
menjadi lebih kecil. Dengan demikian suhu udara dan suhu tanah di
bawah naungan menjadi lebih rendah daripada di luar naungan (Permana
1984).
Pemberian naungan akan menyebabkan iklim mikro di sekitarnya
berubah. Pada siang hari sinar matahari yang masuk terhalang oleh
naungan, hal tersebut menyebabkan berkurangnya akumulasi radiasi
matahari yang sampai ke permukaan tanah. Pada malam hari naungan
dapat menahan radiasi gelombang panjang yang dilepaskan permukaan
tanah sehingga energi dari pelepasan radiasi akan terakumulasi yang
menyebabkan meningkatnya suhu udara di bawah naungan. Keadaan
masing-masing unsur iklim mikro ini akan mempengaruhi proses tumbuh
dan pertumbuhan tanaman (Hulaesuddin 2001) .
Pemberian naungan berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Hasil penelitian terhadap tanaman lada menunjukkan secara umum
tanaman di bawah naungan 50% (tingkat radiasi 50%) memperlihatkan
hasil produksi tertinggi dibandingkan dengan tingkat radiasi 75% dan
tanpa naungan (Faisal 1984). Sumiati dan Hilman (1994) mengemukakan
bahwa hasil bobot buah cabai paprika varietas Blue Star tertinggi
dihasilkan dari tanaman yang dibudidayakan secara konvensional di
bawah naungan plastik transparan dengan kerangka naungan berbentuk
kubus setengah lingkaran dengan arah memanjang menghadap ke timur -
barat di Lembang, Jawa Barat.

Sistem Budidaya Hidroponik


A. Arti dan Prinsip Hidroponik
Hidroponik berasal dari kata hydroponic yang merupakan istilah
dalam bahasa Yunani. Hydroponic terdiri atas dua kata yaitu hydro yang
artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi hidroponik artinya
pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam hal tersebut yang
dimaksud yaitu kegiatan usaha budidaya tanaman pertanian dan yang
menggunakan air sebagai media utama (Nicholls 1996).
17

Menurut Hendry dan Pranis (1998) budidaya hidroponik adalah


menumbuhkan tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam.
Tanaman memperoleh hara dari larutan garam mineral yang diberikan
langsung ke akar tanaman, sehingga tanaman lebih memfokuskan
energinya untuk pertumbuhan dibandingkan mencari dan berkompetisi
memperebutkan hara. Turon dan Perez (1999) menambahkan bahwa
hidroponik pada dasarnya adalah mengatur komposisi larutan nutrisi hara
yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Prinsip dasar budidaya hidroponik adalah suatu upaya merekayasa
alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang
ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan sehingga tidak terjadi
ketergantungan tanaman terhadap alam. Dalam teknik hidroponik
rekayasa faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu udara, intensitas
radiasi matahari, dan curah hujan dapat diatur melalui sistem rumah kaca,
sedangkan rekayasa faktor air dan pH nya sebagai bahan pelarut nutrisi
tanaman dapat diatur melalui sistem irigasi (Wahyudi 1999).
Menurut Resh (1999) budidaya hidroponik mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan budidaya di tanah, yaitu :
1. Hara tanaman lebih homogen dan dapat dikendalikan
2. Tidak dibatasi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah, sehingga
memungkinkan penambahan populasi per unit area.
3. Tidak memerlukan pengolahan tanah dan tidak menghadapi
masalah gulma.
4. Penggunaan pupuk lebih efisien karena diberikan seragam pada
semua tanaman.
5. Media tanam lebih permanen karena dapat digunakan untuk jangka
waktu yang lama dan hama penyakit cenderung berkurang.

Teknik budidaya hidroponik ini mempunyai kekurangan antara lain


biaya produksi yang relatif tinggi terutama untuk sistem yang lebih
moderen. Masalah lain yang cukup penting adalah kebutuhan hara
tanaman yang cukup tinggi dan sering munculnya penyakit yang
umumnya terbawa air seperti Fusarium, Pseudomonas , dan Verticillium.
18

B. Metode Hidroponik
Menurut Harjadi (1989) terdapat empat metode hidroponik yaitu
hidroponik kultur pasir, sistem terbuka agregat, teknik selaput hara, dan
sistem hidroponik terapung. Pada hidroponik kultur pasir, pasir bertindak
sebagai media tumbuh permanen. Pada sistem terbuka agregat, bibit
dipindahkan ke wadah yang diisi dengan substrat inert (seperti rockwool
dan peat) dan disiram dengan larutan hara. Untuk hidroponik dengan
sistem selaput hara, hara disirkulasi kembali dalam sistem tertutup.
Hidroponik sistem terapung banyak digunakan untuk sayuran. Pada
sistem ini tanaman sayuran ditanam pada panel plastik yang mengapung
pada kolam hara.
Pada metode kultur pasir dan arang sekam, sistem yang banyak
dipakai adalah sistem irigasi tetes (drip irrigation). Dalam sistem tersebut
tanaman memperoleh unsur hara secara individu dari tetesan larutan hara
melalui saluran-saluran yang terpasang dekat daerah perakaran. Sistem
sub irigasi (sub - irrigation system) sering digunakan dalam metode kultur
agregat. Dalam sistem ini air dan larutan hara dipompakan ke dalam
tempat media kemudian larutan tersebut mengalir kembali ke tempat
penampungan untuk selanjutnya dipompa lagi dan seterusnya sampai
pada batas tertentu larutan harus diganti.

C. Persyaratan Budidaya Hidroponik


Budidaya hidroponik membutuhkan syarat tumbuh yang sesuai.
Adapun persyaratan tumbuh dalam budidaya hidroponik sebagai berikut :
a. Media Tanam
Media diperlukan untuk menopang dan memperkokoh tegaknya
tanaman juga menahan air dan hara untuk beberapa waktu. Media
tumbuh yang digunakan dalam budidaya hidroponik harus bebas dari
unsur hara (inert ). Media tanam yang digunakan dalam hidroponik dapat
berupa media anorganik seperti pasir, kerikil, vemikulit, atau media
organik seperti kulit kayu dan serbuk gergaj i. Pemilihan media harus
memperhatikan faktor ketersediaan, harga, kualitas, dan metode yang
digunakan. Media diusahakan steril atau bebas dari patogen yang
19

menyebar melalui media. Umumnya pertumbuhan tanam an dengan


budidaya hidroponik akan baik bila menghindari penggunaan media dari
bahan organik. Hal tersebut karena salah satu tujuan hidroponik adalah
menghilangkan patogen tanah dan hal tersebut paling baik dilakukan
dengan bahan-bahan anorganik (Schwarz 1995).
b. Aerasi
Tanaman membutuhkan oksigen untuk respirasi akar. Kejenuhan
air pada perakaran dapat mengakibatkan konsentrasi O2 sekitar perakaran
akan berkurang karena O2 dari atmosfer terhambat masuk ke dalam tanah
oleh air. Keadaan tersebut mengganggu metabolisme tanaman karena
akar sebagai penyerap hara tidak berfungsi dengan baik akibat
kekurangan O2 untuk respirasinya (Alam 1999). Untuk itu diperlukan
rongga lubang atau ventilasi udara pada tempat penanaman, sehingga
oksigen yang diperlukan akar un tuk respirasi dapat tercukupi.
c. Air
Air yang diberikan untuk budidaya hidroponik diusahakan bebas
hama dan penyakit karena beberapa patogen yang menimbulkan penyakit
pada tanaman hidroponik biasanya terbawa oleh air. Me nurut Jones
(1992) dan Resh (1999) kualitas air juga perlu diperhatikan. Kadar NaCl
yang tinggi dalam air akan menyebabkan tanaman keracunan garam
sehingga dapat mengakibatkan kematian tanaman.
d. Unsur Hara
Dalam budidaya hidroponik semua unsur esensial diberikan pada
tanaman dengan cara mencampur unsur-unsur hara dalam air sehingga
menjadi suatu larutan hara. Pemilihan garam -garam mineral sebagai
larutan hara tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah
kelarutan garam dalam air dan harga bahan -bahan tersebut.
Menurut Turon dan Perez (1999) dalam pembuatan larutan hara
untuk budidaya hidroponik yang diutamakan adalah konsentrasi yang
tepat dan mengandung semua unsur hara yang dibutuhkan. Formulasi
larutan hara yang diberikan tergantung pada jenis tanaman, tahap
20

pertumbuhan, musim, serta keadaan iklim seperti suhu, kelembaban, dan


cahaya ( Resh 1999).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan unsur hara
makro dan mikro. Unsur hara makro menyediakan unsur yang diperlukan
tanaman dalam jumlah besar, seperti unsur N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur
hara mikro diperlukan sedikit misalnya Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, Si, dan Mo.
Unsur N, P, dan K merupakan unsur yang paling sering diberikan pada
tumbuhan karena unsur tersebut sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Menurut Marshner (1986) unsur N merupakan unsur hara utama
bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun,
batang dan akar, tetapi apabila berlebihan akan dapat menghambat
pembungaan dan pembuahan. Semakin banyak N diserap tanaman akan
menyebabkan semakin banyak pula sintesis karbohidrat menjadi protein
dan protoplasma.
Unsur P terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan fosfatide,
merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti
sel sangat penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan
meristem. Secara umum fungsi unsur P dalam tanaman antara lain
mempercepat pertumbuhan akar, memperkuat pertumbuhan tanaman
muda menjadi tanaman dewasa, mempercepat pembungaan dan
pemasakan buah, dan meningkatkan produksi buah. Salisbury dan Ross
(1992) menambahkan bahwa peranan P dalam metabolisme tanaman
berkaitan langsung dengan proses yang dipengaruhi oleh intensitas
cahaya yakni fotosintesis.
Translokasi hasil fotosintesis dari daun ke akar terhambat dan
akan mengganggu pertumbuhan akar apabila jumlah P terbatas. Setiap
bagian akar efektif dalam menyerap P, namun translokasi ke batang
tergantung perkembangan bagian xylem. Penyerapan P bukan hanya
dipengaruhi oleh panjang akar, namun juga oleh rambut akar (Ozzane
1980). Peningkatan suhu akan meningkatkan pasokan P ke akar melalui
21

difusi. Peningkatan suhu akan meningkatkan pertukaran P dan juga


meningkatkan larutan hingga 1-2% pada setiap peningkatan 1 deraj at
suhu (Barber 1980).
Seperti halnya N dan P, kebutuhan tanaman terhadap K berubah
dari rendah menjadi tinggi seiring dengan pertambahan umur tanaman.
Tisdale dan Nelson (1975) menyatakan bahwa kekurangan K terutama
pada awal pertumbuhan mengakibatkan perubahan terhadap hasil
karbohidrat dan secara cepat diikuti oleh berkurangnya konsentrasi K+
pada tanaman. Daun akan menjadi kuning dan terbakar pada sisi-sis inya
serta memperlihatkan klorosis yang tidak merata sehingga fotosintesis
terganggu.
Menurut Jones (1982) K memegang peranan penting dalam
berbagai proses metabolisme tanaman. Peranan K sebagai pengatur
tekanan osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation-anion sel,
pengatur transpirasi dan transpor asimilat. Selain itu juga K berperan
mempe rkuat dinding sel dan terlibat dalam proses lignifikasi jaringan
sclerenchym.
Grimme (1985) menyatakan bahwa suplai K untuk tanaman
dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama yang berkaitan dengan proses
difusi. Faktor-faktor tersebut antara lain konsentrasi K, kandungan air
tanah, akar tanaman, dan daya serap unsur K. Peranan unsur K sangat
penting sehingga apabila kekurangan K akan menyebabkan penurunan
produksi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Amisnaipa (2005)
yang menyatakan bahwa pengurangan K menurunkan produksi tomat,
sebaliknya peningkatan jumlah hara K yang diberikan akan meningkatkan
jumlah, diamater, dan bobot buah. Us herwood (1985) menambahkan
bahwa K berpengaruh kuat terhadap metabolisme asam pada buah yaitu
citric acid dan malic ac id. Selain itu juga meningkatkan total buah terlarut ,
gula, asam, karoten, dan likopin.
22

Dalam budidaya hidroponik unsur-unsur esensial diberikan dalam


bentuk larutan nutrisi. Resh (1999) mengajukan formula larutan nutrisi
hidroponik sayuran buah lebih detail berdasarkan tahapan fase
pertumbuhan tanaman seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula Bahan Kimia Sumber Unsur Hara Bagi Sayuran Buah
Kebutuhan Nutrisi (ppm)

Garam Pupuk 10 hari Sebelum Fase


Pembibitan Fase Pematangan Pematangan
100 220 200
Ca2 +
20 40 45
Mg 2+
- - -
Na+
175 350 400
K+
3 7 7
N sebagai NH 4+
128 267 255
N sebagai NO 3-
27 55 55
P sebagai PO 4-
26 53 82
S sebagai SO 42-
- - -
Cl-
2 3 2
Fe
0.8 0.8 0.8
Mn
0.07 0.07 0.1
Cu
0.1 0.1 0.33
Zn
0.3 0.3 0.4
B
0.03 0.03 0.05
Mo
Sumber : Resh (1999)

D. Fertigasi
Fertigasi adalah sistem irigasi atau pengairan yang dilakukan
bersama-sama dengan aplikasi pupuk. Teknik fertigasi sangat cocok
diterapkan dalam budidaya tanaman di daerah dengan jumlah air yang
terbatas, karena jumlah air yang digunakan dalam teknik fertigasi dapat
diatur.
Hochmuth (1992) menjelaskan bahwa pupuk yang diberikan
secara fertigasi dengan irigasi tetes menyebar rata dan seragam ke sistem
perakaran tanaman dan mengefisienkan pemberian dosis sehingga dosis
yang diberikan dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan
sesuai dengan tahap pertumbuhannya. Jika diaplikasikan dalam sistem
irigasi tetes atau fertigasi dapat menjaga kesegaran daun dan
23

meningkatkan jumlah dan mutu hasil panen. Penelitian yang dilakukan


oleh Gumelar (2005) terhadap tanaman cabai merah menunjukkan bahwa
perlakuan fertigasi mampu meningkatkan tinggi tanaman pada umur 6
hingga 10 MST, meningkatkan bobot kering tanaman, mempercepat waktu
anthesis 50%, mempercepat pematangan buah 50%, meningkatkan bobot
buah per tanaman dan bobot buah per hektar jika dibandingkan dengan
perlakuan irigasi air yang terpisah dengan pemupukan.
Biernbaum dan Versluys (1998) menyatakan terdapat beberapa
metode irigasi yang digunakan dalam fertigasi yaitu metode konvensional
(hand watering), irigasi tetes (drip irrigation), sistem pengkabutan (fog
system), irigasi berputar (springk ler irrigation), dan sub irigasi. Metode sub
irigasi adalah metode yang dilakukan dengan mendistribusikan air ke
bawah permukaan tanah dengan tujuan untuk memberikan kelembaban
pada daearah di sekitar perakaran (Harjadi 1989). Keuntungan dari
penggunaan sistem sub irigasi antara lain pertumbuhan tanaman lebih
seragam, mengurangi pengunaan air dan pupuk, dan mengurangi
pencucian hara (Elliot 1990). Sub irigasi substrat lebih mudah dalam
penggunaannya karena proses kapilaritas dan memelihara tekstur lebih
baik dengan banyaknya pori mikro pada media (Biernbaum 1993).

E. Rumah Kaca
Rumah kaca merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk
melindungi tanaman dari berbagai gangguan cuaca seperti hujan, angin
dan intensitas radiasi matahari yang tinggi serta melindungi tanaman dari
serangan hama dan penyakit. Pada umumnya rumah kaca diperlukan
untuk tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup penting
seperti berbagai jenis tanaman bunga-bungaan (diantaranya mawar,
anyelir, gladiol, anggrek, dan krisan), tanaman sayur-sayuran (diantaranya
tomat, kapri, brokoli, sawi, dan paprika), tanaman buah-buahan
(diantaranya melon, anggur, dan semangka). Selain itu rumah kaca di
Indonesia sangat sesuai diterapkan untuk tanaman komoditas ekspor
yang menghendaki kualitas baik dan ukuran yang seragam (Wahyudi
1999).
24

Bahan dalam pembuatan suatu rumah kaca beraneka ragam.


Pemilihannya sangat ditentukan oleh banyak faktor, demikian pula
mengenai bentuk, konstruksi, dan sistem pengontrol lainnya disesuaikan
dengan kondisi iklim suatu daerah, tujuan penggunaan, jenis tanaman,
dan biaya (Wahyudi 1999). Secara umum bangunan rumah kaca terdiri
atas bagian kerangka sebagai penopang kekuatan yang dapat terbuat dari
besi, kayu, atau bambu tergantung dari ketersediaan bahan baku
setempat. Masing-masing bahan baku tersebut mencerminkan ketahanan
dan kekuatan bangunan serta umur ekonomisnya.
Atap rumah kaca terbuat dari bahan tembus pandang seperti kaca,
plastik film, fiberglass, panel akrilik dan panel polykarbonat (Nelson 1985).
Konstruksi atap dari bahan plastik sesuai untuk Indonesia yang beriklim
tropis sehingga dapat mengurangi pengaruh negatif dari intensitas radiasi
matahari yang berlebih. Jenis plastik terdiri atas plastik berproteksi UV dan
plastik biasa.
Hasil percobaan Syakur et al. (2003) menunjukkan bahwa
penggunaan plastik UV tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi tomat, namun keunggulan dari plastik ini yaitu memiliki waktu
pemakaian yang lebih lama dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan
dengan plastik biasa. Menurut Subhan (1990) keuntungan penggunaan
plastik sebagai naungan bagi tanaman terutama dari segi biaya. Plastik
lebih murah daripada kaca, cukup tahan lama, ringan, dan relatif lebih
mudah diperoleh di pasaran.
Di dalam rumah kaca juga dapat menggunakan paranet untuk
menaungi tanaman yang pengunaannya dapat secara tunggal atau
digabungkan dengan bahan naungan lain seperti kaca atau plastik.
Paranet berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke
dalam rumah kaca. Persentase naungan paranet yang tersedia di pasaran
umunya berukuran 55%, 65%, dan 75%. Pemilihan persentase naungan
paranet disesuaikan dengan kebutuhan tanaman terhadap cahaya
(Wahyudi 1999).
25

Zona Perakaran
Suhu di zona perakaran merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam budidaya pertanian karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Hal tersebut karena suhu di
zona perakaran dapat berpengaruh terhadap kemampuan akar menarik
air (Kafkafi 2001) dan nutrisi (Daskalaki dan Burrage 1998). . Pengaturan
suhu optimum pada zona perakaran berbeda untuk setiap tanaman dan
merupakan hal penting pada budidaya tanaman tanpa tanah (Kafkafi
2001).
Rata-rata serapan air oleh akar pada tanaman tomat meningkat
hingga 250% saat suhu akar berubah dari 12°C menjadi 20°C pada
kondisi radiasi matahari, kelembaban, dan suhu daun yang tetap. Apabila
suhu diturunkan dari 20°C menjadi 12°C maka serapan air menjadi
menurun (Kafkafi 2001). Hal yang sama terjadi pada tanaman ketimun
bahwa penyerapan nutrisi meningkat secara tajam saat suhu meningkat
dari 12°C menjadi 20°C (Daskalaki dan Burrage 1998).
Patappa (2001) menambahkan bahwa suhu z ona perakaran
yang baik pada kisaran antara 20-30°C dan pertumbuhan berkurang bila
di atas kisaran tersebut. Pada suhu 45°C akan terjadi kematian tanaman
secara permanen. Saat suhu zona perakaran 28°C maka pengambilan
air, luas daun dan pertumbuhan total tanaman mencapai maksimum. Saat
suhu diantara 20°C dan 36°C, pengambilan unsur P dan Ca meningkat
sedangkan terhadap unsur N, K, dan Mg kecil pengaruhnya (Daskalaki
dan Burrage 1998). Pengambilan N, P, dan K sangat berkurang saat suhu
zona perakaran ekstrim rendah (Kafkafi 2001).
Kehadiran ammonium pada zona perakaran menjadi sangat
penting apabila suhu zona perakaran rendah, sebaliknya ammonium akan
menjadi lebih berbahaya bagi tanaman apabila suhu zona perakaran
tinggi. Perbedaan tingkat sensitivitas tanaman terhadap keracunan
ammonium tergantung pada perbedaan konsentrasi gula pada akar.
Metabolisme ammonium yang terjadi di akar memerlukan gula untuk
26

memproduksi asam amino terlarut dan mencegah keracunan ammonia


pada sel sitoplasma akar (Kafkafi 2001).
Selain suhu, kelembaban zona perakaran merupakan hal yang juga
harus diperhatikan. Kelembaban yang optimum pada zona perakaran
akan memaksimalkan pertumbuhan akar sehingga akan mempengaruhi
penyerapan air dan unsur hara. Meningkatnya kelembaban zona
perakaran menyebabkan penurunan kedalaman akar, serta peningkatan
pola pertumbuhan akar dan nisbah akar terhadap pucuk (Paul 1981).
METODE UMUM

Ruang Lingkup Penelitian


Kajian pada penelitian ini dibatasi pada aspek budidaya pertanian
secara hidroponik di dataran rendah pada tanaman paprika yang dirinci ke
dalam tiga topik bahasan sebagai berikut : (1) pengaruh tingkat naungan
terha dap produktivitas dan mutu hasil beberapa vaietas paprika, (2)
pengaruh tingkat pemupukan P dan K terhadap produktivitas dan mutu
hasil panen paprika, (3) pengaruh frekuensi fertigasi terhadap produktivitas
dan mutu hasil panen paprika. Masing-masing topik tersebut dipaparkan
dalam bab tersendiri.

Tempat dan Waktu


Percobaan dilaksanakan di Kawasan Pertanian Terpadu Sei
Temiang Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl pada posisi 1o7’LU dan
104o7’BT. Percobaan dilaksanakan pada November 2001 hingga Mei
2002 dan November 2004 hingga Mei 2005.

Benih Tanaman Paprika


Benih tanaman paprika yang digunakan dalam percobaan diperoleh
dari beberapa perusahaan penyedia benih yang banyak tersedia di
pasaran. Varietas Spartacus dan Goldflame diproduksi oleh PT. Joro
Indonesia, Bangkok oleh PT. Chia Thai Seeds, dan New Zealand serta
Tropica oleh PT. East West Seeds Indonesia.
Sistem Greenhouse
Percobaan menggunakan greenhouse atau rumah plastik untuk
melindungi tanaman dari sinar matahari secara langsung, terpaan angin
kencang, dan air hujan yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman
serta sebagai pencegahan terhadap serangan hama. Rumah plastik yang
digunakan pada penelitian ini merupakan multi-span greenhouse, model
piggy -back, memiliki atap dengan plastik UV 14% setebal 0.2 cm sebagai
bahan penutupnya, dinding terbuat dari kawat kasa (screen) dengan
lubang anyaman 1 mm2, menggunakan tiang dan rangka bambu, dan
28

berlantai tanah yang dipadatkan. Luas lantai setiap span adalah 100 m 2,
dengan ukuran 10 m x 10 m. Tinggi tepi dinding adalah 2.5 m dan tiang
tengah adalah 5 m.

Gambar 2. Konstruksi Rumah Gambar 3. Peralatan Percobaan


Plastik

Sarana Tanam dan Peralatan Hidroponik


Sejumlah bahan yang digunakan dalam sistem hidroponik substrat
ini antara lain benih cabai paprika (Capsicum annuum L. var. Grossum),
media tanam arang sekam, polybag untuk bibit semai ukuran 10 cm x 10
cm x 10 cm dan untuk pembesaran tanaman ukuran 30 cm x 30 cm x 35
cm, benang nilon untuk penegak atau penyangga tanaman, larutan nutrisi
dan obat -obatan untuk penanggulangan ham a dan penyakit.

Pelaksanaan
Dalam percobaan ini digunakan arang sekam sebagai media tanam.
Arang sekam merupakan media tanam yang cukup ideal untuk budidaya
hidroponik sistem irigasi tetes karena bersifat porous, daya serap air tinggi,
dan cukup steril. Arang sekam yang sudah siap digunakan ditempatkan
dalam polybag (hitam) ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm untuk pembibitan
dan 30 cm x 30 cm x 35 cm untuk penanaman di rumah plastik.
Persemaian dilakukan dengan menyebarkan benih paprika pada
alur-alur tertentu di atas permukaan kotak semai plastik berukuran 24 cm x
30 cm x 5 cm yang sebelumnya telah di isi arang sekam. Tempat semai
diisi dengan media semai setinggi 5 cm dan jarak antara alur 1.5 – 2 cm.
Permukaan media semai ditutup dengan kertas tissue lalu disemprotkan air
sampai basah dengan menggunakan hand sprayer. Media semai
29

diletakkan di tempat gelap dengan kelembab an 70 – 80% dan pada suhu


25-30ºC. Bibit dipindahkan ke tempat penanaman setelah 10 hari
penyemaian.
Pembibitan dilakukan dengan memindahkan bibit paprika dari
tempat persemaian ke polybag kecil yang berukuran 10 cm x 10 cm x 10
cm yang berisi media arang sekam. Selama pembibitan dilakukan
pemeliharaan berupa penyiraman dan pemupukan (fertigasi) setiap hari
pada pagi dan sore hari atau tergantung kondisi cuaca. Fertigasi
menggunakan pupuk hidroponik fase vegetatif dengan EC 0.8-1.0 dan pH
±6.0. Setelah bibit cukup umur (18-20 hari setelah tanam = HST) maka
tanaman dapat dipindahkan ke polybag yang berukuran 30 cm x 30 cm x
35 cm untuk penanaman di rumah plastik. Perlakuan naungan diberikan
sejak penempatan tanaman di dalam rumah plastik sesuai dengan petak
percobaan yang telah ditetapkan ( Lampiran 1-3)
Pemeliharaan tanaman dilakukan selama pertumbuhan di dalam
rumah plastik meliputi penyiraman dan pemupukan (fertigasi),
pembentukan dan pemeliharaan batang produksi, pengajiran dan pelilitan,
serta pengendalian hama dan penyakit. Pestisida yang digunakan
berbahan aktif antara lain arnitraz 200 g/l, imidakropid 200 g/l, dan dikofol
191 g/l.
Selama fase pertumbuhan vegetatif, fertigasi dilakukan dengan
menggunakan pupuk hidroponik fase vegetatif dengan EC 1.8- 2.00 dan
pH ± 6.0. Memasuki fase generatif nutrisi yang diberikan disesuai dengan
kebutuhan tanaman dengan memberikan nutrisi khusus fase generatif
dengan EC 2.3-2.5 dan pH ± 6.0.
Proses pemanenan mulai dilakukan ketika tanaman paprika telah
berumur 70 -80 HST. Dalam percobaan ini panen dilakukan ketika buah
telah berwarna merah atau kuning (sesuai warna varietas). Ciri lain buah
yang siap dipanen yaitu bila diketuk buah tersebut berbunyi nyaring dan
bila ditekan tidak berubah bentuk atau penyok. Dalam proses pemanenan
diupayakan agar tangkai buah tidak terlepas dari buahnya, tidak merusak
ranting atau bagian tanaman yang masih muda.
PENGARUH TINGKAT NAUNGAN TERHADAP
PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN BEBERAPA
VARIETAS PAPRIKA

(The effect of shading level on productivity and quality


of several varieties of sweet pepper)

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa


tingkat naungan terhadap produktivitas beberapa varietas dan mutu hasil
panen paprika di dataran rendah. Percobaan ini menggunakan sistem
hidroponik substrat di dalam rumah plastik. Varietas paprika yang
digunakan yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus dan
Tropica yang ditanam dengan perlakuan tanpa naungan, di bawah
naungan paranet 27.5% dan 55%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5%
menurunkan intensitas radiasi matahari hingga 155 W/m 2 (49%) sehingga
memberikan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan,
produktivitas, dan mutu hasil paprika berdasarkan peubah tinggi
tanaman, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman,
bobot per buah, ketebalan daging buah, dan volume buah. Spartacus
serta Goldflame merupakan varietas paprika yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan mikroklimat di dataran rendah.

Kata kunci : Hidroponik, paprika, naungan, mikroklimat


31

Abstract

The objective of this experiment is to find out the effect of shading


level on productivity and quality of several varieties of sweet pepper in
lowland area. This experiment used substrate hydroponics system inside
plastic house. The varieties of sweet pepper (Bangkok, Goldflame, New
Zealand, Spartacus, and Tropica) were planted under 3 levels of shading
( without shading, 27.5% and 55%).
The result of experiment showed that 27.5% shading treatment
decreased sun irradiance intensity (IRM) until 155 W/m 2. It gave the
suitable environment condition for growth, productivity and quality of sweet
pepper based on plant high, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits
per plant, weight per fruits, fruits flesh thichness, and fruits volume.
Spartacus dan Goldflame are the adaptive variety of sweet pepper able to
adapt microclimate in lowland area.

Keyword : Hydroponics, sweet pepper, shading, microclimate


PENGARUH TINGKAT NAUNGAN TERHADAP
PRODUKTIVITAS DAN MUTU HASIL PANEN BEBERAPA
VARIETAS PAPRIKA

(The effect of shading level on productivity and quality


of several varieties of sweet pepper)

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa


tingkat naungan terhadap produktivitas beberapa varietas dan mutu hasil
panen paprika di dataran rendah. Percobaan ini menggunakan sistem
hidroponik substrat di dalam rumah plastik. Varietas paprika yang
digunakan yaitu Bangkok, Goldflame, New Zealand, Spartacus dan
Tropica yang ditanam dengan perlakuan tanpa naungan, di bawah
naungan paranet 27.5% dan 55%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan naungan 27.5%
menurunkan intensitas radiasi matahari hingga 155 W/m 2 (49%) sehingga
memberikan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan,
produktivitas, dan mutu hasil paprika berdasarkan peubah tinggi
tanaman, NAR, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman,
bobot per buah, ketebalan daging buah, dan volume buah. Spartacus
serta Goldflame merupakan varietas paprika yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan mikroklimat di dataran rendah.

Kata kunci : Hidroponik, paprika, naungan, mikroklimat


31

Abstract

The objective of this experiment is to find out the effect of shading


level on productivity and quality of several varieties of sweet pepper in
lowland area. This experiment used substrate hydroponics system inside
plastic house. The varieties of sweet pepper (Bangkok, Goldflame, New
Zealand, Spartacus, and Tropica) were planted under 3 levels of shading
( without shading, 27.5% and 55%).
The result of experiment showed that 27.5% shading treatment
decreased sun irradiance intensity (IRM) until 155 W/m 2. It gave the
suitable environment condition for growth, productivity and quality of sweet
pepper based on plant high, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits
per plant, weight per fruits, fruits flesh thichness, and fruits volume.
Spartacus dan Goldflame are the adaptive variety of sweet pepper able to
adapt microclimate in lowland area.

Keyword : Hydroponics, sweet pepper, shading, microclimate


PENDAHULUAN

Kendala yang dihadapi dalam budidaya paprika di dataran rendah


adalah tingginya intensitas radiasi matahari dan suhu udara yang
menyebabkan rendahnya produktivitas dan mutu hasil panen paprika.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalah
tersebut yaitu dengan pemberian naungan.
Tanaman paprika sangat peka terhadap intensitas cahaya yang
tinggi selama pertumbuhannya, sehingga untuk memperoleh hasil yang
lebih baik perlu pemberian naungan selama pertumbuhannya. Naungan
secara nyata mereduksi intensitas radiasi matahari ke permukaan
tanaman, menurunkan suhu udara dan tanah, meningkatkan kelembaban
udara dan tanah yang tinggi, mempertahankan struktur tanah, mengurangi
laju transpirasi tanaman, serta menekan pertumbuhan gulma (Munandar
dan Kristianti 1989). Naungan juga dapat mempengaruhi proses
metabolisme pada tanaman seperti fotosintesis, respirasi, transpirasi,
reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi, dan penuaan
tanaman (Struik dan Deinum 1982).
Mulyawati (1992) menyatakan bahwa tanggap pertumbuhan
vegetatif tanaman kedelai terhadap naungan berbeda menurut jenis
organ tanaman, tingkat perkembangan tanaman, dan umur tanaman.
Hasil penelitian Sigh et al. (2004) menunjukkan bahwa paprika yang
ditanam di dataran rendah dengan naungan dapat meningkatkan hasil
buah yang dapat dipasarkan yaitu 1.118 kg per tanaman dan total bobot
buah per tanaman yaitu 1.170 kg. Selain itu pemberian naungan
menyebabkan peningkatan mutu yaitu buah menjadi lebih seragam,
ukuran buah meningkat, dan kematangan lebih cepat satu bulan
dibandingkan penanaman secara konvensional.
Berbagai varietas paprika memiliki toleransi yang berbeda-beda
terhadap kondisi naungan. Untuk itu perlu dilakukan pengujian pengaruh
beberapa persentas e naungan terhadap beberapa varietas paprika
sehingga dapat diperoleh acuan persentase naungan yang sesuai untuk
budidaya paprika di dataran rendah.
33

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Percobaan dilaksanakan di Kawasan Pertanian Terpadu Sei
Temiang Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl pada posisi 1o7’LU dan
104o 7’BT. Percobaan dilaksanakan pada November 2001 hingga Mei
2002.

Bahan Tanaman
Bahan utama yang digunakan adalah benih lima varietas paprika
hasil seleksi dari percobaan pendahuluan yaitu Bangkok, Goldflame, New
Zealand, Spartacus, dan Tropica. Benih didapat dari perusahaan penyedia
benih. Bahan utama lainnya adalah naungan paranet hitam 27.5% dan
55%.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design). Sebagai petak utama (Main plot) yaitu
naungan dengan 3 taraf yaitu tanpa naungan (N0), naungan 27.5% (N1),
dan naungan 55% (N2), sedangkan varietas paprika sebagai anak petak
yaitu Bangkok (V1), Goldflame (V2), New Zealand (V3), Spartacus (V4),
dan Tropica (V5).
Percobaan ini menggunakan model linear aditif, yang berlaku juga
untuk semua pengamatan termasuk peubah untuk uji atau analisis di
laboratorium sebagai berikut :
Yijk = µ + Ni + Gik + Vj + NVij + Eijk ……………….(6)
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada kelompok ke-i, naungan ke-j dan
varietas ke-k.
µ = Pengaruh nilai tengah umum
Ni = Pengaruh naungan ke-i (i = 1,2,3)
Gik = Pengaruh galat petak utama
Vj = Pengaruh varietas ke-j (j = 1,2,…,5)
34

NVij = Pengaruh interaksi antara tingkat naungan ke-i dan


varietas ke-j (i = 1,2,3 ; j = 1,2,…,5)
Eijk = Pengaruh galat anak petak

Pada perlakuan yang berbeda nyata dilakukan analisis ragam


(Anova) dengan asumsi data menyebar normal, saling bebas , dan galat
muncul secara acak. Jika terdapat beda nyata pada uji F maka dilanjutkan
dengan uji Duncan pada taraf 5% dan 10%.
Pada percobaan ini digunakan 15 kombinasi perlakuan dengan
tiga taraf perlakuan naungan dan lima taraf varietas paprika. Terdapat
lima ulangan masing-masing terdiri atas 10 tanaman contoh, sehingga
jumlah seluruh tanaman sebanyak 15 x 5 x 10 = 750 tanaman.

Perlaksanaan Perlakuan Naungan


Perlakuan naungan diberikan sejak penempatan tanaman di dalam
rumah plastik pada umur 3 minggu setelah pembibitan sesuai dengan
petak percobaan yang telah ditetapkan (Lampiran 1).
Selama fase pertumbuhan vegetatif, fertigasi dilakukan dengan
menggunakan pupuk hidroponik fase vegetatif dengan EC 1.8-2.0 mmhos
dan pH 5.5 - 6.0. Memasuki fase generatif nutrisi yang diberikan disesuai
dengan kebutuhan tanaman dengan memberikan nutrisi khusus fase
generatif dengan EC 2.3-2.5 mmhos dan pH 5.5- 6.0.

Pengamatan
Dalam percobaan dilakukan pengamatan mikroklimat dan tanggap
pertumbuhan dan mutu hasil produksi. Beberapa peubah yang diamati
yaitu :
A. Pengamatan Peubah Mikroklimat
Untuk mengetahui keadaan mikroklimat di sekitar lingkungan
tanaman diamati beberapa unsur iklim yaitu :
1. Intensitas Radiasi Matahari (W/m 2)
Pengukuran intensitas radiasi matahari (IRM) dilakukan menggunakan
tube solarimeter yang dipasang pada masing-masing unit rumah
35

plastik. Pengukuran dilakukan setiap hari sejak pukul 07.00 hingga


17.00 dimulai sejak penanaman hingga panen.

2. Intersepsi Tajuk (%)


Pengukuran intersepsi tajuk pada tanaman dilakukan menggunakan
tube solarimeter yang diletakkan di atas dan di bawah tajuk tanaman
setiap hari dari pukul 07.00 sampai dengan 17.00 dimulai sejak
penanaman hingga panen (± 6 bulan).

3. Koefisien Pemadaman
Hasil perhitungan n
i tersepsi tajuk digunakan untuk menghitung nilai
koefisien pemadaman dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
I = Io e – KLAI…………………. (9)
Keterangan :
I = Intensitas radiasi yang diterima di dalam tajuk tanaman atau
suatu ketinggian tertentu
Io = Intensitas radiasi yang diterima pada puncak tajuk komunitas
tanaman tersebut.
e = Bilangan eksponensial
k = Koefisien pemadaman/ penyirnaan
LAI = Indeks luas daun

4. Suhu Udara dan Kelembaban Nisbi


Pengukuran suhu udara rata-rata harian dilakukan menggunakan
termometer yang dipasang pada masing-masing unit rumah plastik.
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari yaitu pada
pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore). Pengukuran
dimulai sejak penanaman hingga panen. Suhu udara rata-rata harian
dihitung dengan rumus :
T rata-rata harian = (2 x T pagi) + T siang + T sore …… (7)
4
Pengukuran kelembaban nisbi (RH) rata-rata harian dilakukan dengan
menggunakan hygrometer yang dipasang pada masing-masing
perlakuan. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali setiap hari yaitu
pada pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 dimulai sejak
36

penanaman hingga panen. Kelembaban nisbi rata-rata harian dihitung


dengan menggunakan rumus :
RH rata-rata harian = (2 x RH pagi) + RH siang + RH sore …(8)
4
5. Suhu Media
Pengukuran suhu media menggunakan termometer stik yang
dimasukkan ke dalam media sedalam ±10 cm. Pengukuran suhu
media dilakukan setiap Senin dan Kamis (seminggu 2 kali) yaitu pada
pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore) yang dimulai sejak
penanaman hingga panen. Selain itu dilakukan pengukuran setiap jam
dalam waktu 24 jam sebanyak 5 kali selama periode tanam bersamaan
dengan pengukuran suhu udara.

B. Pengamatan Peubah Agronomi

1. Tinggi Tanaman
Pengukuran tanaman dari permukaan media sampai percabangan
terakhir sejak 9 MST hingga 11 MST.
2. Klorofil Daun
Klorofil daun yang diukur meliputi kandungan total klorofil daun dan
rasio klorofil a/b. Pengamatan jumlah klorofil dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer.
Prosedurnya sebagai berikut :
1) Timbang 0.1 gram daun segar yang telah diiris halus, kemudian
dihaluskan dalam mortar. Tambahkan sedikit nitrogen cair untuk
membantu penggerusan.
2) Tambahkan 2 ml aseton ke dalam gerusan, gerus dengan kuat
kemudian campuran disaring/disentrifuse. Filtrat ditampung dalam
labu takar 5 ml. Pada ampas ditambahkan 1 ml aseton, kemudian
disentrifuse dan filtratnya disatukan dengan filtrat pertama.
Perlakuan terhadap ampas tersebut dilakukan 3 kali.
3) Volume filtrat atau ekstrak klorofil ditepatkan sampai tanda tera
dengan menambahkan aseton.
37

4). Ukur absorbansi larutan tersebut pada panjang gelombang 645 dan
663 nm.
5) Kadar klorofil dihitung dengan rumusan :
Faktor pengenceran (Fp) = 10 ml x 11__
1000 ml
Klorofil a (mg/g) = ( 12.7 x A663 – 2.69 x A645 ) x Fp
Bobot sampel (g)
Klorofil b (mg/g) = ( 22.9 x A645 – 4.68 x A663 ) x Fp .....(10)
Bobot sampel (g)

3. Indeks Luas Daun (ILD)


Pengukuran ILD dilakukan dengan menghitung luas total daun pada
umur tanaman 30 HST (vegetatif), 60 HST (generatif), dan 90 HST
(akhir pertumbuhan).

4. Relatif Growth Rate (RGR) dan Net Assimilation Rate (NAR)


Nilai RGR merupakan perbandingan pertambahan bobot kering per
satuan bobot kering mula-mula per satuan waktu. Pengamatan RGR
dilakukan melalui penimbangan bobot bagian tanaman seperti akar,
batang, daun, dan bobot total per tanaman. Untuk keperluan tersebut
telah dicadangkan sejumlah tanaman percobaan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
RGR yaitu (Jones 1992; Sitompul dan Guritno 1995) :
RGR = 1/w (dw/dt) ................(11)
Keterangan :
dw/dt : Perubahan atau selisih bobot kering dari umur tanaman tertentu
w : Bobot kering tanaman awal
Prosedurnya sebagai berikut :
1) Sampel bagian tanaman (akar, batang, dan daun) dicuci bersih dari
kotoran sisa media yang menempel.
2) Sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60º – 80°C selama
12 jam.
3) Sampel ditimbang dan diperoleh nilai bobotnya.
Perhitungan nilai NAR diperoleh dari perbandingan nilai RGR dibagi
dengan LAR (Leaf Area Ratio). Nilai LAR yaitu perbandingan luas
38

daun keseluruhan terhadap total berat kering tanaman. Dapat dilihat


dengan rumus sebagai berikut (Jones 1992; Sitompul dan Guritno
1995):
NAR = RGR / LAR ……………..(12)
RGR : Relatif Growth Rate
LAR : Leaf Area Ratio

5. Jumlah Buah per Tanaman


Pengamatan jumlah buah per tanaman dilakukan dengan cara
menghitung total jumlah buah per tanaman hingga panen terakhir.

6. Bobot Buah per Tanaman


Bobot buah per tanaman diukur dengan menimbang buah dari total
yang dipanen per individu tanaman hingga panen terakhir.

7. Bobot per Buah


Bobot per buah diukur dengan menimbang masing-masing buah dari
total yang di panen, lalu diambil nilai rata-rata pada masing-masing
varietas tanaman atau pada masing-masing perlakuan.

8. Ketebalan Daging Buah


Pengukuran dilakukan dengan mengukur ketebalan masing-masing
buah hasil panen dengan jangka sorong, lalu diambil nilai rata-rata
pada masing-masing varietas atau perlakuan.

9. Volume Buah
Pengukuran volume buah dilakukan secara volumetri terhadap
masing-masing buah, lalu diambil nilai rata-ratanya pada masing-
masing varietas / perlakuan. Prosedurnya sebagai berikut :
1) Disediakan gelas ukur yang telah diisi dengan air pada skala
tertentu.
2) Setiap sample buah paprika dimasukkan ke dalam gelas ukur .
3) Ketika buah dimasukkan ke dalam gelas ukur, maka terjadi
penambahan volume air dalam skala gelas ukur. Selisih skala air
dalam gelas ukur merupakan volume buah yang ingin diketahui.
39

HASIL
A. Pengamatan Mikroklimat

1. Intensitas Radiasi Matahari (IRM)


Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa selama percobaan, Maret
merupakan bulan dengan IRM tertinggi, sedangkan yang terendah terjadi
pada Desember. Nilai IRM sesaat rata-rata yang diterima di luar rumah
plastik selama percobaan sebesar 314 W/m 2, di dalam rumah plastik
dengan perlakuan tanpa naungan sebesar 182 W/m 2, perlakuan naungan
27.5% sebesar 155 W/m 2 dan perlakuan naungan 55% sebesar 103
2
W/m .

Tabel 3. Rata-rata IRM dan Persentase Radiasi yang Diteruskan pada


Percobaan Tahap I
Rata-rata IRM (W/m 2) Radiasi yang Diteruskan (%)
Bulan Naungan Naungan
Luar
0% 27.5% 55% 0% 27.5% 55%
Desember 249 164 122 82 66 49 33
Januari 266 190 144 97 72 54 36
Februari 311 183 172 115 59 55 37
Maret 428 239 179 120 56 42 28
Rata-rata 314 182 155 103 58 49 33

Perlakuan tanpa naungan, naungan 27.5% dan 55% secara nyata


menyebabkan terjadinya penurunan persentase radiasi matahari yang
sampai ke tanaman. Perlakuan tanpa naungan menyebabkan tingginya
jumlah radiasi yang diteruskan dengan rata-rata mencapai 58%, diikuti
oleh naungan 27.5% yaitu 49% dan naungan 55% yaitu 33%.

2. Intersepsi Tajuk
Rata-rata intersepsi radiasi matahari pada perlakuan tanpa
naungan menunjukkan nilai tertinggi diikuti oleh perlakuan naungan 27.5%
dan 55% dengan nilai berturut-turut 55.84 %, 55.21 %, dan 50.81% (Tabel
4). Bertambahnya persentase naungan yang diberikan menyebabkan
intersepsi tajuk rata-rata semakin menurun.
40

Setiap varietas memiliki respon intersepsi tajuk yang berbeda.


Rata-rata intersepsi tajuk tertinggi terdapat pada varietas Tropica yaitu
55.48, sedangkan varietas yang memiliki intersepsi tajuk terendah adalah
Goldflame yaitu 51.85.

Tabel 4. Rata-rata Intersepsi Tajuk Setiap Kombinasi Perlakuan pada


Percobaan Tahap I
Intersepsi Tajuk (%)
Rata-rata
Perlakuan Tanpa Naungan Naungan
Varietas
Naungan 27.5% 55%
Bangkok 53.85 53.22 52.18 53.08
Goldflame 52.92 54.07 48.57 51.85
New Zealand 58.76 56.57 48.21 54.51
Spartacus 56.31 56.71 51.46 54.83
Tropica 57.34 55.49 53.61 55.48
Rata-rata Naungan 55.84 55.21 50.81

3. Koefisien Pemadaman
Koefisien pemadaman (extinction coefficient = k) merupakan
pencerminan laju pengurangan radiasi yang dilakukan kanopi tanaman
dari puncak tajuk menuju permukaan tanah. Data Tabel 5 menunjukkan
bahwa koefisien pemadaman meningkat pada 60 HST, dan menurun
pada umur tanaman mencapai 90 HST. Pada semua umur tanam,
koefisien pemadaman tertinggi terdapat pada naungan 27.5%.
Koefisien pemadaman tertinggi pada 30 HST terdapat pada
varietas Tropica (1.28) yang diikuti oleh New Zealand, Spartacus,
Goldflame, dan Bangkok masing-masing 1.26, 1.13, 1.13, dan 1.06,
sedangkan pada 60 HST koefisien pemadaman tertinggi terdapat pada
varietas Bangkok (2.74) yang diikuti oleh Tropica, New Zealand,
Spartacus, dan Goldflame masing-masing 2.66, 2.54, 2.42 dan 2.38.
Untuk 90 HST, koefisien pemadaman tertinggi terdapat pada Bangkok
(2.54), diikuti oleh Tropica, New Zealand, Spartacus, dan Goldflame
masing-masing 2.43, 2.25, 2.04, dan 1.72.
41

Tabel 5 . Rata-rata Koefisien Pemadaman Percobaan Tahap I


Koefisien Pemadaman
Varietas
Tanpa Naungan Naungan Rata-rata
Naungan 27.5% 55% Varietas
--- 30 HST ---
Bangkok 0.85 0.99 1.36 1.06
Goldflame 0.90 1.06 1.44 1.13
New Zealand 0.97 1.30 1.50 1.26
Spartacus 1.00 1.10 1.30 1.13
Tropica 0.99 1.39 1.47 1.28
Rata-rata Naungan 0.94 1.17 1.41
--- 60 HST ---
Bangkok 2.95 2.61 2.65 2.74
Goldflame 2.33 1.96 2.80 2.38
New Zealand 2.82 3.10 1.70 2.54
Spartacus 2.41 2.32 2.53 2.42
Tropica 2.53 3.24 2.21 2.66
Rata-rata Naungan 2.60 2.65 2.38
--- 90 HST ---
Bangkok 2.63 1.93 3.07 2.54
Goldflame 1.97 1.93 1.26 1.72
New Zealand 2.11 2.40 2.24 2.25
Spartacus 2.05 2.00 2.07 2.04
Tropica 2.07 3.17 2.06 2.43
Rata-rata Naungan 2.17 2.29 2.14

4. Suhu Udara dan Kelembaban Nisbi (RH)


Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata di luar
rumah plastik adalah 28.8°C. Nilai tersebut relatif sama dengan suhu
udara dalam rumah plastik tanpa naungan dan naungan 27.5% yang
masing-masing berturut-turut yaitu 28.9°C dan 28.8° C, sedangkan
naungan 55% menurunkan suhu hingga 28.1°C. Pemberian perlakuan
naungan hingga 55% relatif tidak menurunkan suhu udara.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan naungan tidak
mempengaruhi kelembaban nisbi di dalam rumah plastik. Kelembaban
nisbi rata-rata tertinggi terjadi pada perlakuan naungan 55% yaitu 91.89%,
namun nilai tersebut relatif tidak berbeda dengan kelembaban nisbi pada
perlakuan naungan 27.5% yaitu 91.1% dan tanpa naungan yaitu 90.6%,
sedangkan kelembaban nisbi di luar rumah plastik yaitu 90.2%.
42

5. Suhu Media
Hasil pengukuran suhu media rata-rata sejak pukul 06.00 hingga pukul
18.00 pada Gambar 4, 5, dan 6 menunjukkan adanya fluktuasi suhu
media akibat perbedaan suhu udara di dalam rumah plastik. Suhu media
pada perlakuan tanpa naungan rata-rata lebih tinggi bila dibandingkan
dengan suhu media pada naungan 27.5% dan naungan 55% berturut-turut
30.23°C, 29.31°C, dan 29.15°C. Ketiga perlakuan naungan menyebabkan
terbentuknya pola hubungan antara suhu media dengan suhu udara.
Suhu media relatif lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara . Suhu
udara mulai pagi hingga sore hari (pukul 15.00) lebih tinggi daripada
suhu media untuk semua perlakuan. Setelah pukul 15.00 suhu udara
menurun, sebaliknya suhu media cenderung stabil hingga menjelang
malam hari. Suhu media tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa naungan,
naungan 27.5% dan naungan 55% berturut - turut mencapai 33°C, 32°C
dan 32°C yang terjadi pada pukul 15.00 hingga 16.00, sedangkan suhu
udara tertinggi dicapai pada waktu yang sama yaitu 34°C.

37
Suhu Media (C)

35
o

33
31
29
27
25
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Waktu Pengamatan
Suhu Media Suhu Udara

Gambar 4. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada
Perlakuan Tanpa Naungan
43

37
35

Suhu Media (C)


o
33
31
29

27
25
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Waktu Pengamatan

Suhu Media Suhu Udara

Gambar 5. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada
Perlakuan Naungan 27.5%

37
Suhu Media C)

35
(
o

33
31
29
27
25
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Waktu Pengamatan
Suhu Media Suhu Udara

Gambar 6. Suhu Media dan Suhu Udara di Dalam Rumah Plastik pada
Perlakuan Naungan 55%

Rekapitulasi Data Mikroklimat


Hasil rekapitulasi data rata-rata mikroklimat pada percobaan tahap I
menunjukkan bahwa perlakuan naungan mempengaruhi iklim mikro di
sekitar lingkungan tumbuh tanaman. Peningkatan persentase naungan
menyebabkan penurunan intensitas radiasi matahari, namun naungan
44

relatif tidak menurunkan suhu udara dan tidak meningkatkan kelembaban


nisbi. (Tabel 6).

Tabel 6. Rekapitulasi Data Rata-rata Mikroklimat Percobaan Tahap I


Periode November 2001 hingga Desember 2002
Perlakuan
Peubah Tanpa Naungan Naungan
Naungan 27.5% 55%
IRM (W/m 2) 182 155 103
Radiasi yg Diteruskan (%) 58 49 33
Intersepsi Tajuk (%) 55.84 55.21 50.81
Koefisien Pemadaman 1.89 2.03 2.04
Suhu Udara ( °C) 28.9 28.8 28.1
Kelembaban nisbi (%) 90.6 91.1 91.9
Suhu Media ( °C) 30 29 29

Peubah Agronomi

1. Tinggi Tanaman
Hasil percobaan menunjukkan bahwa interaksi naungan dan
varietas memberikan pengaruh beda nyata terhadap tinggi tanaman.
Tinggi tanaman mengalami peningkatan hingga umur tanaman mencapai
11 MST. Tanaman dengan perlakuan naungan 27.5% menunjukkan nilai
tinggi tanaman tertinggi pada 9 hingga 11 MST masing-masing 73.28 cm,
78, 54 cm dan 83.16 cm (Tabel 7).
Selain itu keragaman antar varietas menunjukkan adanya
perbedaan respon pada masing-masing varietas tanaman uji pada peubah
tinggi tanaman. Pada um ur 9 MST nilai tinggi tanaman tertinggi adalah
varietas Spartacus diikuti berturut-turut oleh New Zealand, Goldflame,
Tropica, dan Bangkok masing-masing 79.10 cm, 67.93 cm, 64.93 cm dan
56.93 cm. Pada umur 10 MST nilai tertinggi adalah Spartacus, diikuti
berturut -turut oleh New Zealand, Goldflame, Tropica, dan Bangkok
masing-masing 83.70 cm, 70.40 cm, 69.60 cm dan 60.67 cm, sedangkan
pada umur 11 MST nilai tertinggi adalah Spartacus, New Zealand,
Goldflame, Tropica, dan Bangkok masing-masing 87.47 cm, 75.60 cm,
73.53 cm, 70.03 dan 65.63 cm. Dari data tersebut di atas terlihat pada
setiap umur tanaman varietas Spartacus memiliki nilai tinggi tanaman
tertinggi dan Bangkok yang terendah.
45

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Perlakuan Naungan dan Varietas terhadap


Tinggi Tanaman pada 9 - 11 MST
Tinggi Tanaman (cm)
Varietas Tanpa Naungan Naungan Rata-rata
Naungan 27.5% 55% Varietas
----- 9 MST -----
Bangkok 63.80 aA 57.20 cA 49.80 aA 56.93
Goldflame 71.90 aA 66.80 bcA 56.10 aA 64.93
New Zealand 71.00 aA 79.40 bA 53.40 aA 67.93
Spartacus 77.80 aB 95.60 aA 63.90 aB 79.10
Tropica 60.80 aA 67.40 bcA 56.60 aA 61.60
Rata-rata Naungan 69.06 73.28 55.96
----- 10 MST -----
Bangkok 66.80 aA 63.80 cA 51.40 aA 60.67
Goldflame 78.60 aA 69.80 bcA 60.40 aA 69.60
New Zealand 71.40 aAB 84.20 bA 55.60 aB 70.40
Spartacus 82.00 aB 102.60 aA 66.50 aC 83.70
Tropica 67.30 aAB 72.30 bcA 58.10 aB 65.90
Rata-rata Naungan 73.22 78.54 58.40
----- 11 MST -----
Bangkok 72.80aA 70.20cA 54.80aA 65.63
Goldflame 83.20aA 73.60bcA 63.80aA 73.53
New Zealand 80.60aAB 89.40bA 56.80aB 75.60
Spartacus 86.40aB 107.00aA 69.00aC 87.47
Tropica 74.80aA 75.60bcA 59.70aB 70.03
Rata-rata Naungan 79.56 83.16 60.82
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan
angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada lajur yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT taraf 5%

2. Klorofil Daun
Data hasil pada Tabel 8 menunjukkan tanaman di bawah
perlakuan naungan 55% memberikan nilai kandungan total klorofil
tertinggi yaitu 2.94 mg/g diikuti oleh perlakuan naungan 27.5% yaitu 2.06
mg/g, dan perlakuan tanpa naungan yaitu 1.35 mg/g dengan hasil yang
46

berbeda nyata. Total kandungan klorofil daun tertinggi terdapat pada


varietas New Zealand diikuti oleh Goldflame, Spartacus, Tropica dan
Bangkok masing-masing 2.46 mg/g, 2.11 mg/g, 2.08 mg/g, 1.98 mg/g dan
1.63 mg/g.
Berdasarkan Tabel 8 juga terlihat bahwa semakin tinggi persentase
naungan yang diberikan menyebabkan penurunan rasio klorofil a/b daun.
Perlakuan naungan 55% memiliki rasio klorofil a/b paling rendah (0.28),
sebaliknya perlakuan tanpa naungan memiliki rasio klorofil a/b paling
tinggi yaitu 1.56 . Rasio klorofil a/b tertinggi terdapat pada varietas New
Zealand diikuti oleh Spartacus, Goldflame, Bangkok, dan Tropica masing-
masing 1.41, 0.99, 0.83, 0.80, dan 0.75.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Naungan terhadap Total Kandungan


Klorofil dan Rasio Klorofil a/b
Kandungan Total klorofil Daun (mg/g) Rata-rata
Varietas Tanpa Naungan Naungan Varietas
Naungan 27.5% 55%
Bangkok 1.04 1.46 2.38 1.63
Goldflame 1.25 2.42 2.67 2.11
New Zealand 1.11 3.08 3.19 2.46
Spartacus 1.62 1.70 2.92 2.08
Tropica 1.74 1.66 2.55 1.98
Rata-rata Naungan 1.35b 2.06b 2.94a
Rasio Klorofil a/b
Rata-rata
Varietas Tanpa Naungan Naungan
Varietas
Naungan 27.5% 55%
Bangkok 1.24 0.76 0.41 0.80
Goldflame 1.37 0.87 0.25 0.83
New Zealand 2.76 1.26 0.21 1.41
Spartacus 1.21 1.53 0.24 0.99
Tropica 1.23 0.72 0.3 0.75
Rata-rata Naungan 1.56a 1.02b 0.28c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lajur yang sama berbeda
nyata pada DMRT taraf 5%

3. Indeks Luas Daun (ILD)


Indeks luas daun (ILD) merupakan perbandingan total luas daun
terhadap area yang ditutupi oleh tajuk tanaman. Hasil percobaan yang
terlihat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ILD mengalami penurunan
dengan meningkatnya perlakuan naungan pada umur tanaman 30 HST
47

dan 90 HST, sedangkan pada 60 HST tanaman dengan naungan 27.5%


memiliki nilai ILD yang lebih tinggi (2.07).
Tabel 9. Rata-rata Indeks Luas Daun Paprika pada Percobaan Tahap I
Indeks Luas Daun
Varietas
Tanpa Naungan Naungan Rata-rata
Naungan 27.5% 55% Varietas
--- 30 HST ---
Bangkok 0.47 0.23 0.28 0.33
Goldflame 0.51 0.39 0.36 0.42
New Zealand 0.58 0.64 0.42 0.55
Spartacus 0.62 0.44 0.23 0.43
Tropica 0.60 0.71 0.39 0.57
Rata-rata Naungan 0.56 0.48 0.34 0.46
--- 60 HST ---
Bangkok 1.65 1.74 1.66 1.68
Goldflame 2.00 1.90 1.85 1.92
New Zealand 1.52 2.50 1.69 1.90
Spartacus 1.90 1.94 1.84 1.89
Tropica 2.11 2.26 1.22 1.86
Rata-rata Naungan 1.84 2.07 1.65 1.85
--- 90 HST ---
Bangkok 2.01 1.23 1.96 1.73
Goldflame 1.56 1.24 1.57 1.46
New Zealand 1.70 1.71 1.13 1.51
Spartacus 1.63 1.61 0.97 1.40
Tropica 2.06 2.48 0.95 1.83
Rata-rata Naungan 1.79 1.65 1.32 1.59

Pada Tabel 9 juga terlihat bahwa setiap varietas memiiki


keragaman nilai ILD pada setiap umur tanam dengan pola meningkat
pada 60 HST dan menurun ketika memasuki umur 90 HST, kecuali
varietas Bangkok yang terus mengalami peningkatan hingga 90 HST.
Pada 30 HST memberikan hasil ILD tertinggi pada Tropica (0.57),
sedangkan hasil terendah pada Bangkok (0.33). Pada 60 HST
memberikan hasil ILD tertinggi pada Goldflame (1.92), sedangkan hasil
terendah adalah Bangkok (1.68). Pada 90 HST memberikan hasil ILD
tertinggi adalah Tropica (1.83), sedangkan hasil terendah pada Spartacus
(1.40).
48

4. Relative Growth Rate (RGR) dan Net Assimilation Rate (NAR)


Perlakuan naungan tidak memberikan pengaruh beda nyata
terhadap relative growth rate (RGR) pada 90 HST, namun terlihat bahwa
perlakuan naungan 27.5% memberikan nilai RGR tertinggi yaitu 0.028
g/g/hari diikuti oleh perlakuan tanpa naungan yaitu 0.025 g/g/hari,
sedangkan tanaman pada perlakuan naungan 55% dengan nilai RGR
terendah yaitu 0.021 g/g/hari (Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh Naungan terhadap Relative Growth Rate (RGR)


pada 90 HST
Perlakuan RGR (g/g/hari)
Tanpa Naungan 0.025a
Naungan 27.5% 0.028a
Naungan 55% 0.021a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%

Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat interaksi perlakuan


naungan dan varietas terhadap NAR. Pada perlakuan tanpa naungan,
terlihat bahwa varietas New Zealand memiliki nilai NAR tertinggi namun
tidak berbeda nyata dibandingkan varietas lain. Pada naungan 27.5%,
varietas Bangkok memiliki nilai NAR tertinggi yaitu 0.018 g/cm2/hari,
sedangkan yang terendah pada varietas Tropica yaitu 0.0005 g/cm2/hari.
Pada naungan 55%, varietas Spartacus memiliki nilai NAR tertinggi
namun tidak berbeda nyata dibandingkan varietas lainnya.
Terdapat keragaman nilai NAR akibat perlakuan naungan. Varietas
Bangkok dan Goldflame yang ditanam di bawah naungan 27.5% memiliki
NAR yang lebih tinggi yaitu 0.0018 g/cm 2/hari dan 0.0009 g/cm2/hari
dibandingkan dengan perlakuan naungan lainnya, varietas New Zealand
memiliki nilai tertinggi apabila ditanam dalam kondisi tanpa naungan,
sedangkan Spartacus dan Tropica memiliki nilai tertinggi apabila ditanam
dibawah naungan 55%.
49

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Perlakuan Naungan dan Varietas terhadap


Net Assimilation Ratio (NAR)
Net Assimilation Ratio (g/cm 2/hari) Rata-rata
Varietas Tanpa Naungan Naungan Varietas
Naungan 27.5% 55% (g/cm2/hari)
Bangkok 0.0004aB 0.0018aA 0.0003aB 0.0008
Goldflame 0.0005aA 0.0009bcA 0.0004aA 0.0006
New Zealand 0.0019aA 0.0007bcA 0.0006aA 0.0011
Spartacus 0.0009aA 0.0011bA 0.0016aA 0.0012
Tropica 0.0009aA 0.0005cA 0.0010aA 0.0008
Rata-rata Naungan 0.0009B 0.0012A 0.0070B 0.00080
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan
angka yang diiku ti oleh huruf kapital yang sama pada lajur yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT taraf 5%

5. Jumlah Buah per Tanaman


Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan varietas
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah buah per tanaman.
Pemberian perlakuan tanpa naungan dan naungan 27.5% memberikan
hasil yang tinggi dengan jumlah buah per tanaman masing-masing yaitu
7.72 dan 8.44. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan perlakuan
naungan 55% dengan jumlah buah per tanaman yaitu 3.32. Varietas yang
menghasilkan jumlah buah per tanaman tertinggi adalah Goldflame
dengan jumlah buah per tanaman yaitu 7.13, diikuti oleh Spartacus,
Tropica, Bangkok, dan New Zealand dengan nilai bertururt-turut adalah
7.07, 6.93, 6.33, dan 5.00.

Tabel 1 2. Pengaruh Naungan dan Varietas terhadap Jumlah Buah per


Tanaman
Perlakuan Jumlah Buah per Tanaman
Tanpa Naungan 7.72a
Naungan 27.5% 8.44a
Naungan 55% 3.32b
Bangkok 6.33ab
Goldflame 7.13a
New Zealand 5.00b
Spartacus 7.07a
Tropica 6.93a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%
50

6. Bobot Buah per Tanaman


Data hasil percobaan peubah bobot buah per tanaman pada Tabel
13 menunjukkan bahwa peubah bobot buah per tanaman semua varietas
kecuali varietas Bangkok mengalami peningkatan akibat pemberian
naungan 27.5% yaitu Spartacus, Goldflame, Tropica dan New Zealand
yang masing-masing berturut -turut 889.2 gram, 868.4 gram, 866.4 gram,
dan 639.0 gram meskipun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan hasil
pada perlakuan tanpa naungan. Sebaliknya Bangkok justru mengalami
penurunan bobot buah per tanaman dari 676.0 gram menjadi 495.0 gram
dengan pemberian naungan 27.5%.
Pada perlakuan tanpa naungan, semua varietas memiliki bobot
buah per tanaman yang tidak berbeda nyata. Pada 27.5% varietas
Bangkok memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan varietas
lainnya, namun pada 55% varietas Goldflame dan Bangkok memiliki nilai
yang tertinggi.

Tabel 13. Pengaruh Interaksi Naungan dan Varietas terhadap Bobot Buah
per Tanaman
Bobot Buah per Tanaman (g)
Varietas
Tanpa Naungan Naungan 27.5% Naungan 55%
Bangkok 676.0aA 495.0bA 394.4abA
Goldflame 845.2aA 868.4aA 487.2aB
New Zealand 549.4aA 639.0aA 179.2cB
Spartacus 876.8aA 889.2aA 231.0bcB
Tropica 784.4aA 866.4aA 253.8bcB
Rata-rata Naungan 746.36A 751.6A 309.12B
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan
angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada lajur yang sama tidak
berbeda nyata pada D MRT taraf 5%

Secara umum varietas Spartacus dan Goldflame dengan


perlakuan naungan 27.5% menghasilkan bobot buah per tanaman lebih
besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penambahan persentase
naungan menjadi 55% ternyata menyebabkan penurunan bobot buah per
tanaman untuk seluruh varietas tanaman uji.
51

7. Bobot per Buah


Data hasil percobaan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh beda nyata perlakuan varietas pada peubah bobot per buah
dengan uji DMRT pada taraf 5%. Varietas yang memiliki bobot per buah
tertinggi adalah Goldflame yaitu 106.99 g diikuti Spartacus (91.17 g),
New Zealand (89.25 g), Tropica (88.59 g), dan Bangkok (83.28 g).
Tabel 14. Pengaruh Perlakuan Varietas terhadap Bobot per Buah
Perlakuan Bobot per Buah (g)
Bangkok 83.28b
Goldflame 106.99a
New Zealand 89.25b
Spartacus 91.17b
Tropica 88.59b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%

8. Ketebalan Daging Buah


Pemberian naungan dengan persentase 55% menyebabkan
penurunan ketebalan daging buah (Tabel 15 ). Perlakuan tanpa naungan
dan naungan 27.5% memberikan hasil yang lebih baik meskipun diantara
keduanya tidak berbeda nyata dengan nilai ketebalan daging buah
masing-masing yaitu 5.41 mm dan 5.46 mm. Hasil tersebut lebih baik
dibandingkan perlakuan naungan 55% yaitu 4.91 mm. Varietas yang
menghasilkan ketebalan daging buah tertinggi adalah Goldflame dengan
ketebalan daging yaitu 5.82 mm diikuti oleh Bangkok (5.28 mm), New
Zealand (5.23 mm), Tropica (5.20 mm), dan Spartacus (4.78 mm).

Tabel 15. Pengaruh Naungan dan Varietas terhadap Ketebalan


Daging Buah
Perlakuan Ketebalan Daging Buah (mm)
Tanpa Naungan 5.41a
Naungan 27.5% 5.46a
Naungan 55% 4.91b
Bangkok 5.28b
Goldflame 5.82a
New Zealand 5.23b
Spartacus 4.78c
Tropica 5.20b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%
52

9. Volume Buah
Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa terdapat pengaruh interaksi
naungan dan varietas terhadap peubah volume buah. Varietas ya ng
memiliki volume buah tertinggi pada semua perlakuan naungan adalah
Goldflame masing-masing 180.07 ml, 215.46 ml dan 187.87 ml untuk
perlakuan tanpa naungan, naungan 27.5% dan naungan 55%. Pada
perlakuan 27.5% terdapat beberapa varietas yang memiliki volume buah
relatif tinggi yaitu Spartacus (179.53 ml), New Zealand (173.67 ml), dan
Tropica (172.67 ml), sedangkan Bangkok memiliki volume buah terkecil
yaitu 105.83 ml. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perlakuan naungan
27.5% memberikan hasil yang signifikan dan lebih baik untuk peubah
volume buah dibandingkan perlakuan tanpa naungan dan naungan 55%,
kecuali pada varietas Bangkok yang semakin menurun dengan
meningka tnya jumlah naungan yang diberikan.

Tabel 16. Pengaruh Interaksi Naungan dan Varietas terhadap Volume


Buah
Volume Buah (ml)
Perlakuan
Tanpa Naungan Naungan 27.5% Naungan 55%
Bangkok 125.80bA 105.83bB 136.60bA
Goldflame 180.07aA 215.46aA 187.87aA
New Zealand 141.27bA 173.67aA 115.80bB
Spartacus 125.40bB 179.53aA 130.50bB
Tropica 158.13bB 172.67aA 140.77bB
Rata-rata Naungan 146.13B 169.43A 142.31B
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan
angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada lajur yang sama tidak
berbeda nyata pada D MRT taraf 5%

PEMBAHASAN
A. Pengamatan Mikroklimat
Intensitas radiasi matahari (IRM) yang sampai ke permukaan
tanaman dan diterima oleh tajuk tanaman berkurang dengan adanya
naungan akibat dari tertahannya sebagian dari radiasi yang datang oleh
atap naungan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Pemberian
naungan secara langsung akan mempengaruhi intersepsi dan distribusi
53

cahaya matahari pada kanopi tanaman, mengurangi intensitas cahaya


serta menghasilkan spektrum cahaya yang berbeda (Edmond et al. 1983).
Menurut Gallanger dan Biscoe (1978) radiasi yang diintersepsi
adalah radiasi yang tertahan oleh tanaman dan tidak sampai ke
permukaan tanah atau ke bagian permukaan tajuk pada ketinggian
tanaman tertentu yang lebih rendah. Besarnya radiasi yang diintersepsi
tergantung struktur tanaman dalam tegakan komunitas, struktur daun,
batang, cabang, dan warna individu tanaman. Menurut Gardner et al.
(1985) bahwa jumlah cahaya matahari yang masuk ke tanaman
menembus melalui tajuk dipengaruhi oleh indeks luas daun (ILD), pola
penempatan daun, dan inklinasi daun.
2
Perlakuan tanpa naungan memiliki IRM lebih besar yaitu 182 W/m
dibandingkan dengan naungan 27.5% yaitu 155 W/m 2, namun kedua
perlakuan tersebut memberikan nilai intersepsi tajuk yang relatif sama. Hal
tersebut diduga karena pada perlakuan tanpa naungan, tanaman uji
memiliki kemampuan adaptasi terhadap kondisi cahaya yang berlebih.
Menurut Asyiardi (1993) setiap jenis tanaman memiliki efisiensi
yang berbeda dalam memanfaatkan radiasi matahari. Beberapa faktor
yang menyebabkan perbedaan tersebut antara lain posisi daun, susunan
daun, ILD, struktur dan jenis pigmen serta ketersediaan nutrisi. Bila
ditinjau dari segi klimatologi, efisiensi radiasi matahari ditentukan oleh
letak lintang, musim, keawanan dan kandungan aerosol atmosfir,
konsentrasi CO 2 di sekitar tanaman serta kuantum cahaya yang
dibutuhkan dalam proses fotokimia.
Secara umum intersepsi tajuk pada masing-masing varietas
menunjukkan pola yang relatif sama yaitu mengalami penurunan dengan
bertambahn ya taraf naungan, kecuali Goldflame dan Spartacus yang
meningkat pada taraf naungan 27.5% dan turun pada taraf naungan 55%.
Hal tersebut diduga terkait dengan sifat kedua varietas tersebut yang
memiliki karakter morfologi yang berbeda sehingga memberikan tanggap
yang berbeda pula terhadap intersepsi tajuk tanaman. Intersepsi tajuk
berhubungan erat dengan kemampuan daun pada lapisan bawah
54

menerima radiasi untuk dipergunakan dalam proses fotosintesis. Apabila


radiasi matahari yang mencapai lapisan daun bawah tinggi, maka
tanaman tersebut memiliki kemampuan yang besar untuk melakukan
fotosintesis. Dalam hal tersebut perlakuan naungan 55% memberikan
pengaruh rendahnya persentase intersepsi tajuk dan berdampak pula
terhadap rendahnya laju fotosintesis tanaman uji. Hasil analisis korelasi
regresi menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang erat antara nilai
intersepsi tajuk dengan peubah jumlah buah per tanaman dan bobot buah
per tanaman seperti yang terlihat pada Gambar 12 dan 14. Dari Gambar
tersebut diketahui bahwa peningkatan intersepsi cahaya oleh tajuk
tanaman akan meningkatkan nilai jumlah buah per tanaman dan bobot
buah per tanaman. Menurut Heuvelink dan Marcelis (1996) tingginya
intersepsi cahaya oleh tajuk tanaman secara nyata memberikan pengaruh
terhadap peningkatan laju pertumbuhan daun tanaman dewasa dan
berdampak pula terhadap peningkatan asupan asimilat pada tanaman
tomat. Peningkatan asupan asimilat dari hasil fotosintesis menyebabkan
meningkatnya bobot , ketebalan, dan luas area daun.
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa koefisien pemadaman antara
perlakuan naungan memberikan nilai yang berbeda, meskipun polanya
relatif sama yaitu meningkat pada 60 HST, namun menurun pada 90 HST.
Selain itu terlihat adanya keragaman antar varietas pada masing-masing
perlakuan maupun umur tanaman. Hal tersebut terkait dengan adanya
faktor lain seperti karakteristik morfologi daun pada masing-masing
varietas yang sangat menentukan nilai ILD yang juga berperan dalam
menentukan nilai koefisien pemadaman (k). Pada Tabel 5 juga terlihat
adanya keragaman nilai k pada masing-masing varietas yaitu Bangkok
(2.10), Goldflame (1.74), New Zealand (2.02), Spartacus (1.87), dan
Tropica (2.12) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai k pada
rumput-rumputan yaitu 0.6 (Gardner et al. 1985).
Dari data pengamatan suhu udara terlihat bahwa pemberian
naungan 27.5% dan 55% tidak menurunkan suhu udara. Tidak adanya
perbedaan suhu udara antar perlakuan naungan terkait dengan pembatas
55

antar perlakuan naungan di dalam rumah plastik yang hanya berupa kain
kasa dengan pori-pori berukuran 1 mm sehingga pergerakan udara ke
dalam dan keluar rumah plastik cukup lancar dan menyebabkan terjadinya
keseimbangan energi dan massa di dalamnya.
Suhu di dalam rumah plastik pada perlakuan tanpa naungan lebih
tinggi 0.1°C dibandingkan di luar rumah plastik. Meskipun perbedaannya
tidak terlalu besar, namun kondisi tersebut serupa dengan hasil
percobaan yang dilakukan oleh Budiarti (1994) dan Hulaesuddin (2001)
bahwa suhu udara di dalam rumah plastik tanpa naungan selalu lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu udara di luar rumah plastik kecuali pada
pagi hari. Hal tersebut sebagai akibat dari berubahnya radiasi gelombang
pendek yang masuk ke rumah plastik menjadi radiasi gelombang panjang
yang berenergi lebih rendah oleh atap plastik (efek rumah kaca).
Seperti halnya pada suhu udara, pada percobaan ini perlakuan
naungan juga tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap kelembaban
nisbi, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahid (1994), Sumiati dan Hilman (1994), Moelyohadi et al. (1999) dan
Urnemi et al. (2002) yang menyatakan bahwa naungan akan
menyebabkan meningkatnya kelembaban nisbi di sekitar pertanaman. Hal
tersebut diduga terkait dengan adanya pengaruh suhu udara yang relatif
sama pada setiap perlakuan naungan sehingga kelembaban nisbinya pun
tidak mengalami perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu udara dan suhu media
terlihat bahwa perubahan suhu udara dan suhu media pada masing-
masing perlakuan menunjukkan pola yang relatif sama (Gambar 4, 5, dan
6). Sejak pagi hari suhu udara bergerak naik dengan relatif cepat, namun
suhu media naik dengan perlahan. Radiasi matahari yang masuk ke
rumah plastik mempengaruhi suhu udara yang ada di dalamnya. Semakin
tinggi radiasi matahari yang masuk menyebabkan suhu udara semakin
meningkat. Peningkatan suhu udara di dalam rumah plastik mencapai titik
tertinggi pada pukul 15.00 yaitu sebesar 34°C, setelah itu suhu udara
56

mengalami penurunan seiring dengan menurunnya intensitas radiasi


matahari yang masuk ke rumah plastik.
Suhu media rata-rata yang tercatat berkisar antara 26 - 32°C relatif
lebih rendah daripada suhu udara (26 - 34°C). Suhu media di dalam
rumah plastik juga mengalami peningkatan secara perlahan hingga
mencapai puncaknya pada sekitar pukul 14.00-15.00 dan kemudian
menurun, namun penurunannya lebih lambat dibanding kan dengan suhu
udara. Suhu media yang lebih rendah dari pada suhu udara diduga
memberikan kondisi perakaran yang masih mendukung pertumbuhan
tanaman uji di datran rendah Batam, meskipun suhu tersebut masih lebih
tinggi dari suhu optimumnya. Hal yang sama dihasilkan dari percobaan
Koesmaryono et al. (2005) pada tanaman soba di dataran dengan
ketinggian 400 m.dpl yang menunjukkan bahwa penurunan suhu tanah
dengan menggunakan perlakuan mulsa dapat mendukung pertumbuhan
akar dan hasil biji soba yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol
(tanpa mulsa). Selain itu Affan et al. (2005) juga menyatakan bahwa
penyerapan air dan nutrisi oleh akar dipengaruhi oleh radiasi matahari dan
suhu media. Hasil percobaannya menunjukkan bahwa suhu media yang
tinggi (35°C) memberikan pengaruh terhadap rendahnya laju penyerapan
air dan nutrisi pada tanaman tomat. Hal tersebut terjadi sebagai akibat
terganggunya fungsi fisiologis akar tanaman yang diberikan perlakuan
suhu tinggi. Berdasarkan hal tersebut diatas dan jika dikaitkan dengan
percobaan di dataran rendah Batam, suhu media yang terukur relatif
masih lebih tinggi dibandingkan suhu optimumnya. Hal tersebut diduga
sebagai penyebab belum tercapainya hasil pertumbuhan yang baik pada
tanaman uji. Keadaan tersebut diduga masih dapat diatasi dengan
menurunkan suhu perakaran sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

B. Peubah Agronomi
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa adanya pengaruh beda nyata
interaksi naungan dan varietas terhadap tinggi tanaman. Perlakuan
naungan 27.5% pada umur 11 MST memberikan nilai tertinggi (83.16 cm)
dibandingkan dengan tanpa naungan (79.56 cm) dan naungan 55%
57

(60.82 cm). Hasil tersebut sesuai dengan percobaan Subhan (1990) yang
menyatakan bahwa paprika monokultur yang diberi perlakuan naungan
memberikan hasil pertumbuhan vegetatif yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa naungan. Hasil ini didukung pula oleh penelitian yang
dilakukan oleh El -Gizawy et al. (1993b) yang menyatakan bahwa
pemberian naungan pada tanaman tomat hingga 35% berpengaruh
terhadap meningkatnya tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, dan berat
kering daun. Perbedaan tinggi tanaman akibat pemberian naungan
berkait an dengan terjadinya proses pemanjangan sel tanaman yang
disebabkan oleh meningkatnya aktifitas hormon auksin di dalam tubuh
tanaman dan adanya sifat fotomorfogenetik yang banyak dipengaruhi oleh
radiasi infra merah (Moelyohadi 1999).
Pemberian naungan terhadap tanaman uji dapat meningkatkan
tinggi tanaman dibandingkan tanpa naungan, namun pemberian naungan
yang berlebihan yaitu 55% menyebabkan terjadinya penurunan nilai tinggi
tanaman. Hal tersebut menunjukkan adanya kondisi optimum intensitas
radiasi matahari yang dibutuhkan oleh tanaman uji untuk pertumbuhannya
yang maksimum yaitu pada naungan 27.5% yang setara dengan
intensitas radiasi matahari sebesar 155 W/m 2 .
Pada tanaman C3 (termasuk paprika) peningkatan intensitas radiasi
matahari secara berangsur-angsur akan menyebabkan meningkatnya
fotosintesis hingga tercapainya titik yang disebut tingkat cahaya jenuh
yaitu tidak terjadi lagi peningkatan laju pertukaran karbondioksida (CER)
dalam proses fotosintesis. Radiasi matahari yang diserap oleh tanaman
budidaya, 75-80% digunakan untuk menguapkan air, 5-10 % untuk
cadangan bahang di dalam tanah, 5-10% menjadi bahan pertukaran
bahang dengan atmosfer bumi melalui proses konveksi dan 1-5% untuk
proses fotosintesis (Gardner et al. 1985)
Berdasarkan Tabel 7 juga terlihat bahwa Spartacus mempunyai
nilai tinggi tanaman rata-rata tertinggi pada 9, 10, dan 11 MST dan
berturut-turut diikuti oleh New Zealand, Goldflame, Tropica, dan Bangkok.
Hal tersebut menggambarkan adanya keragaman karakteristik morfologi
58

dari masing-masing varietas dan respon yang berbeda pada setiap


varietas terhadap perlakuan yang diberikan.
Pengukuran kandungan total klorofil dan rasio klorofil a dan b pada
tanaman percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
naungan terhadap kandungan total dan rasio klorofil a dan b. Berdasarkan
Tabel 8 terlihat bahwa terdapat pengaruh beda nyata antar perlakuan
naungan terhadap total kandungan klorofil dan rasio klorofil a/b.
Pertambahan taraf naungan menyebabkan meningkatnya total kandungan
klorofil dan menurunnya rasio klorofil a/b. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Lambers et al. (1998) bahwa pada kondisi ternaungi daun
akan meningkat luasnya tetapi lebih tipis, kadar klorofil a dab b meningkat
dan terjadinya penurunan rasio klorofil a/b. Berdasarkan analisis korelasi
regresi diketahui bahwa perlakuan naungan pada percobaan ini yang
merupakan fungsi pengurangan intensitas radiasi matahari berkorelasi
negatif-signifikan dengan kandungan total klorofil (R2 = 0.9964) dengan
persamaan regresi Y = -0.0139X + 4.5047 (Gambar 7). Hal tersebut
berarti bahwa pengurangan intensitas radiasi matahari akan
menyebabkan meningkatnya nilai kandungan klorofil per satuan berat.

3.5
Kandungan Klorofil (mg/g)

3
2.5
2
1.5
y = -0.0139x + 4.5047
1
R 2 = 0.9964
0.5
0
90 140 190 240

IRM (W/M2)

Gambar 7. Hubungan antara IRM dan Kandungan Klorofil

Pada Gambar 7 terlihat bahwa kandungan total klorofil dan rasio


klorofil a/b pada daun berhubungan erat dengan intensitas radiasi
matahari (IRM) yang masuk ke dalam rumah plastik dan diterima oleh
59

tanaman. Nilai IRM tanpa naungan yaitu 182 W/m 2 (radiasi yang masuk
58%), naungan 27.5% yaitu 155 W/m 2 (radiasi yang masuk 49%), dan
naungan 55% yaitu 103 W/m 2 (radiasi yang masuk 33%) berbanding
terbalik dengan kandungan total klorofil dan berbanding lurus dengan
rasio klorofil a/b. Peningkatan persentase naungan atau penurunan nilai
IRM berakibat terhadap peningkatan total kandungan klorofil dan
penurunan rasio klorofil a/b pada masing-masing varietas daun tanaman
paprika seperti terlihat pada Gambar 8.

4
3.5
Kandungan

3
K lorofil
(mg/g)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
103 155 182
2
IRM (W/m )
Bangkok Goldflame New Zealand
Spartacus Tropica

Gambar 8. Total Kandungan Klorofil 5 Varietas Paprika pada 3 Taraf


Intensitas Radiasi Matahari

Menurut Hale dan Orcutt (1987) bahwa tanaman yang ternaungi


akan memiliki tumpukan grana yang lebih besar, sekitar 100 thylakoid per
granum yang terletak tidak teratur dalam kloroplas. Terdapat proporsi
lamella pembentuk grana yang lebih besar dan nisbah membran thylakoid
terhadap stroma yang lebih tinggi sehingga menghasilkan kandungan
klorofil per unit luas daun yang tinggi pula dan nisbah kloroplas per unit
daun yang lebih rendah pada tanaman ternaungi.
Indeks luas daun (ILD) merupakan perbandingan total luas daun
terhadap area yang ditutupi oleh tajuk tanaman. Hasil percobaan pada
Tabel 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi perlakuan naungan
menyebabkan semakin menurunnya ILD. Pada 30 dan 90 HST perlakuan
tanpa naungan memberikan hasil ILD lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan naungan (27.5% dan 55%), namun pada 60 HST nilai ILD
tertinggi pada 27.5% yaitu 2.07.
60

Indeks luas daun mempunyai peranan yang penting dalam


menentukan tingkat laju fotosintesis maupun besarnya asimilat dan
produksi yang dihasilkan. Hingga batas tertentu, peningkatan nilai ILD
akan menyebabkan semakin besarnya radiasi matahari yang dapat
ditangkap tajuk dan lebih lanjut akan semakin tinggi laju fotosintesis yang
menghasilkan asimilat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pada masa pembentukan buah (60 HST), tanaman pada naungan
27.5% memiliki nilai ILD tertinggi yaitu 2.07 . Kondisi ini berpengaruh
positif terhadap produksi yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil percobaan pada naungan 27.5% yang memiliki nilai yang relatif
tinggi pada peubah tinggi tanaman, RGR, NAR, jumlah buah per tanaman,
bobot buah per tanaman, ketebalan daging buah dan volume buah,
meskipun pada peubah RGR tidak memberikan hasil beda nyata. Menurut
Gardner et al. (1985) secara umum laju asimilasi dan produksi berat
kering akan maksimum pada tanaman budidaya dengan nilai ILD 3-5 dan
ILD diatas 5 tidak akan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman maupun
produksi asimilat karena peningkatan luas daun (ILD) lebih lanjut akan
menaungi daun yang lebih bawah yang kemudian tidak dapat
menghasilkan fotosintat bahkan sebaliknya justru menggunakan produk
fotosintesis sehingga menurunkan laju pertumbuhan dan berat kering
tanaman.
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan naungan
memberikan pengaruh terhadap nilai ILD pada 30, 60, dan 90 HST. Selain
itu masing-masing varietas menunjukkan nilai ILD yang berbeda-beda,
namun memberikan pola yang sama pada masing -masing perlakuan
naungan yaitu mencapai nilai rata-rata tertinggi pada 60 HST yaitu 1.85,
kemudian menurun pada 90 HST yaitu 1.59. Penurunan ILD disebabkan
oleh berkurangnya daun pada tanaman seiring dengan bertambahnya
umur tanaman. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Moelyohadi
(1999) terhadap tanaman padi gogo.
Nilai ILD tanaman dipengaruhi oleh jumlah bahan tanaman atau
asimilat yang dialokasikan ke bagian daun. Daun tua yang sudah tidak
61

produktif diganti oleh daun yang baru untuk menghasilkan karbohidrat.


Alokasi bahan kering ke daun pada awal pertumbuhan relatif tinggi
kemudian berkurang dengan bertambahnya umur tanaman. Asupan
asimilat untuk pertumbuhan vegetatif sangat bervariasi dan dipengaruhi
oleh intensitas cahaya. Hasil penelitian Heuvelink dan Marcelis (1996)
menunjukkan bahwa asupan asimilat yang tinggi berperan penting untuk
meningkatkan bobot kering organ vegetatif mencapai 82% pada tanaman
paprika. Oleh sebab itu laju pertumbuhan daun sangat dipengaruhi oleh
asupan asimilat dari proses fotosintesis.
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa perlakuan naungan tidak
memberikan pengaruh beda nyata terhadap nilai RGR. Meskipun
demikian dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan
naungan 27.5% menghasilkan nilai RGR tertinggi yaitu 0.028 g/g/hari
diikuti oleh perlakuan tanpa naungan 0.025 g/g/hari, sedangkan perlakuan
naungan 55% meng hasilkan ni lai RGR terendah 0.021 g/g/hari. Menurut
Gardner et al. (1985) bahwa faktor utama yang mempengaruhi berat
kering total tanaman yang dapat diukur diantaranya dengan indikator laju
pertumbuhan relatif (RGR) adalah kondisi optimum radiasi matahari yang
diabsorbsi dan efisiensi tanaman dalam memanfaatkan energi tersebut
untuk fiksasi CO 2 . Sinclair dan Torie (1989) menambahkan bahwa dalam
kondisi tanpa stres intensitas radiasi matahari merupakan faktor
lingkungan terpenting yang menyebabkan perbedaan laju fotosintesis.
Selain itu dalam kaitannya dengan laju pertumbuhan tanaman,
keberadaan pigmen terutama klorofil adalah sangat penting dalam proses
fotosintesis. Dalam hal tersebut molekul pigmen klorofil berperan dalam
penyerapan dan penyeleksi foton yang diterima oleh tajuk tanaman.
Berdasarkan hasil analisis korelasi regresi diketahui bahwa nilai
RGR yang diperoleh erat kaitannya dengan kandungan klorofil yang
ditunjukkan dengan persamaan regresi linier Y = 0.3046X + 0.494 (R2 =
0.4206) seperti yang terlihat pada Gambar 9.
62

1.5

RGR (g/g/hari) 1
y = 0.3046x + 0.494
0.5 R 2 = 0.4206

0
0 1 2 3 4

Kandungan Klorofil (mg/g)

Gambar 9. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan RGR

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan naungan


memberikan pengaruh beda nyata terhadap peubah Net Assimilation Rate
(NAR). Perlakuan naungan 27.5% memberikan nilai rata-rata NAR
tertinggi yaitu 0.0012 g/cm2/hari dan terendah adalah naungan 55% yaitu
0.0007 g/cm 2/hari. Spartacus merupakan varietas yang memiliki nilai NAR
rata-rata tertinggi dibandingkan varietas lainnya yaitu mencapai nilai
0.0012 g/cm 2/hari. NAR merupakan ukuran rata-rata efisiensi fotosintesis
daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya yang juga merupakan laju
penimbunan berat kering per satuan luas daun. Hal ters ebut
mengindikasikan adanya perbedaan kemampuan tanaman dalam
menghasilkan asimilat pada masing-masing varietas dan perlakuan
naungan. Varietas tanaman uji berpengaruh nyata terhadap nilai NAR. Hal
tersebut menunjukkan bahwa masing-masing varietas memperlihatkan
tanggap yang berbeda ketika diberikan perlakuan naungan. Selain itu dari
hasil analisis korelasi regresi diketahui bahwa tingginya nilai NAR juga
dipengaruhi oleh kandungan klorofil dengan persamaan regresi linier
Y = 0.0099X + 0.0234 (R2 = 0.2678) dan koefisien pemadaman dengan
persamaan Y = - 0.257X + 0.1053 (R2 = 0.6691) seperti yang terlihat
pada Gambar 10 dan 11.
63

0.1

0.08

NAR (g/cm2/hari)
0.06

0.04

0.02 y = 0.0099x + 0.0234


R2 = 0.2678
0
0 1 2 3 4

Kandungan Klorofil (mg/g)

Gambar 10. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan NAR

0.1
y = -0.0257x + 0.1053
0.08
NAR (g/cm2/hari)

R2 = 0.6691
0.06

0.04

0.02

0
1.5 2 2.5 3 3.5

Koefisien Pemadaman

Gambar 11. Hubungan antara Koefisien Pemadaman dengan NAR


Data hasil percobaan peubah jumlah buah per tanaman pada Tabel
13 menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan varietas memberikan
pengaruh nyata terhadap jumlah buah pertanaman. Pemberian naungan
55% ternyata menyebabkan penurunan jumlah buah per tanaman.
Perlakuan tanpa naungan dan naungan 27.5% memberikan hasil yang
lebih baik meskipun diantara keduanya tidak berbeda nyata dengan
jumlah buah pertanaman masing-masing yaitu 7.72 dan 8.44. Hasil
tersebut lebih besar dibandingkan perlakuan naungan 55% dengan jumlah
buah per tanaman 3.32.
64

Jika dikaitkan dengan peubah lingkungan, maka peubah jumlah


buah pertanaman berkolerasi positif dengan intersepsi tajuk. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil analisis korelasi regresi dengan persamaan regresi
linier Y = 0.5417X - 25.054 (R2=0.4031) (Gambar 12). Dari uraian diatas
terlihat adanya pengaruh intersepsi tajuk terhadap peubah jumlah buah
per tanaman.

12
Jumlah Buah Per Tanaman

10
8

6
4 y = 0.5417x - 25.054

2 R 2 = 0.4031

0
50 55 60 65

Intersepsi Tajuk (%)

Gambar 12. Hubungan antara Intersepsi Tajuk dengan Jumlah Buah per
Tanaman

Menurut Heuvelink dan Marcelis (1996) hasil sayuran buah pada


tanaman paprika sangat ditentukan oleh produksi dan distribusi asimilat
yang dihasilkan oleh fotosintesis dan dipengaruhi oleh cahaya yang
diterima. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas Goldflame
memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas lainnya. Hal tersebut diduga erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan yang mendukung varietas tersebut seperti nilai koefisien
pemadaman dan yang paling rendah (pada 60-90 HST) yang
memungkinkan tanaman uji mendapatkan cahaya yang sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhannya.
Data hasil percobaan peubah bobot buah pertanaman pada Tabel
13 menunjukkan adanya pengaruh beda nyata pada interaksi naungan
dan varietas terhadap peubah bobot buah pertanaman. Secara umum
varietas tanaman uji mengalami peningkatan bobot buah pertanaman
65

pada naungan 27.5%, dan menurun pada naungan 55%, namun tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa naungan.
Rendahnya nilai rata-rata bobot buah per tanaman pada perlakuan
naungan 55% diduga terkait dengan menurunnya aktivitas metabolisme
yang dalam prosesnya membutuhkan intensitas radiasi matahari yang
cukup seperti fotosintesis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Callan
dan Kennedy (1995) bahwa kondisi cekaman radiasi matahari yang
melebihi batas toleransi tanaman akan menimbulkan pengaruh terhadap
sifat morfologi tanaman seperti jumlah daun yang lebih sedikit, daun lebih
tipis tapi lebar, bobot kering daun lebih rendah, akar lebih sedikit dan rasio
pucuk akar lebih besar, yang lebih lanjut menyebabkan rendahnya
produksi asimilat yang dihasilkan dan didistribusikan. Menurut
Koesmaryono et al. (1998) cahaya yang rendah menyebabkan
meningkatnya spesifik leaf area (SLA) dan menurunnya fotosintesis netto
pada tanaman kedelai. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan struktur
daun, kloroplas, dan kandungan klorofil serta perbedaan efisiensi kuantum
dalam fotosintesis.
Menurut Sato et al. (2003) bahwa keragaman toleransi terhadap
cekaman cahaya pada masing-masing varietas paprika disebabkan oleh
perbedaan kondisi fisiologis dan morfologis seperti ukuran dan bentuk
daun, struktur sel daun, dan kemampuan regulasi potensi yang dimiliki
tanaman. Hasil percobaan menunjukkan adanya perbedaan respon
masing-masing varietas tanaman uji terhadap perlakuan naungan yang
diberikan. Perlakuan tanpa naungan (setara dengan IRM 182 W/m 2) dan
naungan 27.5% (setara dengan IRM 155 W/m 2) tidak memberikan
pengaruh beda nyata terhadap Goldflame, New Zealand, Spartacus, dan
Tropica pada peubah bobot buah per tanaman, namun memberikan
pengaruh beda nyata dengan perlakuan 55% yang setara dengan IRM
103 W/m 2 (hasil lebih rendah). Hal tersebut menunjukkan bahwa kisaran
intensitas radiasi matahari antara 155-182 W/m 2 merupakan batas
toleransi cekaman cahaya yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman.
66

Hasil percobaan Wada et al. (2006) menunjukkan bahwa


pengurangan cahaya hingga 80% menyebabkan menurunnya produksi
dan hasil panen tanaman tomat. Jika memperhatikan keragaman varietas
dengan perlakuan naungan 55%, maka terlihat bahwa New Zealand
merupakan varietas yang paling rentan terhadap cahaya rendah
dibandingkan dengan varietas yang lain, sebaliknya Goldflame merupakan
varietas yang paling adaptif .
Hasil analisis korelasi regresi menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat erat antara bobot buah per tanaman dengan
intersepsi tajuk dengan persamaan regresi Y = 51.32X -2369.4 (R2 =
0.3789) seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Bobot Buah Per Tanaman (g)

1000

800

600

400 y = 51.032x - 2369.4

200 R 2 = 0.3789

0
50 55 60 65

Intersepsi Tajuk (%)

Gambar 13. Hubungan antara Intersepsi Tajuk dengan Bobot Buah per
Tanaman
Tahap pembentukan buah dan pengisian buah erat kaitannya
dengan bahan baku seperti karbondioksida, air, nutrisi, penggunaan
berbagai pigmen dan energi radiasi matahari. Bahan-bahan tersebut
melalui proses fotosintesis kemudian dibentuk menjadi karbohidrat. Dalam
hal tersebut Golflame diduga memiliki nilai efisiensi yang tinggi terutama
dalam memanfaatkan energi matahari. Hal tersebut terlihat dari nilai
koefisien pemadaman yang relatif kecil dibandingkan dengan yang lainnya
yaitu 1.7 (tanpa naungan), 1.65 (naungan 27.5%), dan 1.85 (naungan
55%). Kondisi tersebut diduga merupakan faktor yang mendukung
terhadap tingginya laju fotosintesis pada Goldflame sehingga
pembentukan asimilat yang dibutuhkan untuk pembentukan buah relatif
67

lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya. Selain itu tingginya nilai
bobot per buah Goldflame dan Spartacus dipengaruhi oleh tingginya rata-
rata volume buah dan ketebalan daging buah pada kedua varietas
tersebut.
Data hasil percobaan pada peubah bobot per buah pada Tabel 13
menunjukkan bahwa perlakuan naungan tidak memberikan hasil yang
berbeda nyata terhadap peubah bobot perbuah, sedangkan perlakuan
varietas memberikan pengaruh beda nyata. Hasil percobaan ini relatif
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil percobaan pendahuluan yang
dilakukan Noor dan Wahyudi (2000) dengan kom posisi nutrisi dan varietas
yang sama, namun hanya memperoleh bobot perbuah yang lebih kecil
yaitu 50-75 gram. Selain itu hasil penelitian El-Gizawy (1993b)
menunjukkan bahwa pemberian naungan pada tanaman tomat hingga
35% memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan bobot per
buah, diameter buah, dan menurunkan persentase buah yang terbakar
matahari, sedangkan pemberian naungan hingga 63% dan tanpa naungan
menyebabkan tingginya jumlah buah yang mengalami puffy dan blotchy
ripening .
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa terdapat pengaruh beda nyata
perlakuan naungan dan varietas terhadap ketebalan daging buah. Selain
itu terlihat pula adanya keragaman ketebalan daging buah pada
masing-masing varietas yang dibawa secara genetik. Pemberian
perlakuan tanpa naungan dan naungan 27.5% ternyata memberikan hasil
ketebalan daging buah yang relatif lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan naungan 55% meskipun diantara keduanya tidak memberikan
pengaruh beda nyata. Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan
antara intensitas radiasi matahari yang diterima dengan hasil panen. IRM
yang berkisar antara 155 -182 W/m 2 diduga merupakan kondisi yang
memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman uji
berdasarkan peubah ketebalan daging buah.
Dari keragaman varietas terlihat bahwa varietas Goldflame memiliki
nilai ketebalan daging buah tertinggi (5.82 mm) dibandingkan dengan
68

varietas -varietas lain. Daging buah atau buah yang merupakan sink yang
kuat sangat dipengaruhi oleh asupan asimilat (karbohidrat) yang
dihasilkan dari proses fotosintesis, sedangkan laju fotosintesis sangat
ditentukan oleh tingkat cahaya dan kemampuan adaptasi tanaman
terhadap lingkungan yang kurang mendukung. Oleh karena itu tingginya
nilai ketebalan daging buah pada Goldflame diduga erat kaitannya dengan
kemampuan adaptasi varietas tersebut terhadap lingkungan yang ada.
Berdasarkan Tabel 16 terlihat varietas yang memiliki volume buah
tertinggi untuk semua perlakuan yaitu Goldflame dengan nilai volume
buah berturut-turut untuk masing-masing perlakuan tanpa naungan,
naungan 27.5%, dan naungan 55% yaitu 180.07 ml, 215.46 ml. dan
187.87 ml. Seperti halnya peubah bobot per buah dan ketebalan daging
buah, volume buah atau ukuran buah juga sangat dipengaruhi oleh
asupan asimilat hasil proses fotosintesis terutama dalam periode
generatif.
Menurut Heuvelink dan Marcelis (1996) distribusi asimilat ke buah
pada tanaman sayuran sangat ditentukan oleh intensitas radiasi matahari,
produksi asimilat, dan laju pertumbuhan daun. Intensitas radiasi matahari
yang optimum akan memberikan pengaruh pada tingginya laju
fotosintesis. Laju fotosintesis yang tinggi akan memberikan hasil asimilat
yang tinggi pula namun agar hasil asimilat lebih banyak didistribusikan ke
buah sebagai yield maka jumlah daun perlu dibatasi.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa perlakuan naungan
27.5% memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan yang lebih baik pada
tanaman paprika Spartacus dan Golflame dibandingkan dengan perlakuan
tanpa naungan dan naungan 55%, sedangkan hasil percobaan El-Gizawy
(1993b) menunjukkan perlakuan naungan 35% memberikan hasil tertinggi
pada volume buah tanaman tomat.
69

SIMPULAN
1. Spartacus dan Goldflame merupakan varietas paprika yang adaptif
untuk dataran rendah.
2. Tingkat naungan 27.5% setara dengan intensitas radiasi matahari
sebesar 155 W/m 2 menghasilkan pertumbuhan tanaman yang terbaik.
PENGARUH TINGKAT PEMUPUKAN
FOSFOR DAN KALIUM TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN
MUTU HASIL PANEN PAPRIKA

(The effect of fertilization level of Phosphor and Potassium on


the productivity and quality of sweet pepper )

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui komposisi pupuk fosfor


dan kalium yang optimum untuk menunjang produktivitas dan mutu hasil
panen paprika yang ditanam dengan sistem hidroponik di dalam rumah
plastik di dataran rendah. Dalam percobaan ini digunakan konsentrasi
fosfor 24, 46, 68 dan 90 ppm dan konsentrasi kalium 152, 183, 214, dan
245 ppm yang diuji terhadap varietas Spartacus dan Goldflame.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi
pemupukan P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap peubah utama
yaitu RGR, NAR , jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, dan
volume buah. Oleh karena itu kombinasi pupuk terendah yaitu fosfor 24
ppm dan kalium 152 ppm merupakan kombinasi pemupukan yang efisien
untuk Spartacus dan Goldflame.

Kata kunci : Hidroponik, paprika, fosfor, kalium


71

Abstract

The objective of this experiment is to find out the optim um


concentration of phosphor and potassium to support the productivity and
quality of sweet pepper . The sweet pepper were planted using
hydroponics system in lowland area of Batam Island. The experiment was
to evaluate 4 levels of concentration of phosphor (24, 46, 68 and 90 ppm)
and potassium (152, 183, 214, and 245 ppm) on Spartacus and
Goldflame varieties.
The result showed that phosphor and potassium fertilization
combination gave no significant difference for main parameters such as
RGR, NAR, sum of fruits per plant, weight of fruits per plant, and fruits
volume. That would mean the combination of phosphor 24 ppm and
potassium 152 ppm are the efficient c ombination fertilization for Spartacus
and Goldflame.

Keyword : Hydroponics, sweet pepper, phosphor, potassium


PENDAHULUAN

Lingkungan tumbuh di dataran rendah yang kurang mendukung


pertumbuhan dan produksi tanaman dalam sistem budidaya hidroponik
seperti intensitas radiasi matahari dan suhu udara yang tinggi mendorong
berbagai upaya untuk memodifikasi lingkungan, mencari teknik budidaya
yang sesuai dan menyediakan formula nutrisi yang tepat.
Penelitian tentang pemberian nutrisi pada budidaya hidroponi k telah
banyak dilakukan dalam upaya penyediaan pupuk yang sesuai untuk
pertumbuhan dan produktivitas tanam an yang maksimum terhadap pupuk
makro maupun mikro. Pupuk makro yang penting untuk meningkatkan
produksi tanaman adalah P dan K.
Menurut Marschner (1986) P dapat mendorong pembentukan
bunga dan buah (fruitsset) serta berpengaruh terhadap pertumbuhan akar
yang sehat. Unsur P merupakan bagian yang esensial dari gula fosfat yang
berperan dalam transformasi energi cahaya menjadi energi kimia, reaksi
gelap, fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme yang
menghasilkan energi (ATP dan NADP), meningkatkan rasio pucuk, akar
serta mempengaruhi bentuk dan volume buah. Sebaliknya defisiensi P
akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan, daun menjadi tipis,
tanaman mudah patah, formasi bunga tidak berkembang, akar tidak
berkembang, volume dan diameter buah mengecil serta daging buah
menipis.
Unsur K berperan dalam aktivitas enzim, pembukaan stomata,
gerakan turgor sel, sintesis protein atau asam amino, peningkatan laju
fotosintesis, percepat an transportasi hasil metabolism e, dan peningkatan
jumlah buah atau malai yang terbentuk. Kecukupan K akan berpengaruh
terhadap penurunan jumlah bunga atau buah yang gugur dan
meningkatkan mutu buah. Sebaliknya kekurangan K akan menyebabkan
tanaman menjadi peka terhadap cekaman lingkungan dan serangan hama
penyakit, pertumbuhan melambat, daun mengecil, tanaman kerdil, volume
dan jumlah buah rendah serta buah mengalami deformasi (Marchner
1986).
73

Formula nutrisi yang selama ini digunakan dalam budidaya paprika


secara hidroponik belum memberikan hasil yang baik untuk pertumbuhan
di dataran rendah. Untuk itu dilakukan pengujian berbagai komposisi pupuk
P dan K terhadap dua varietas paprika hasil pecobaan tahap I untuk
mengetahui kombinasi pemupukan yang optimum yang mendukung
produktivitas dan mutu hasil panen yang maksimum .

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Percobaan dilaksanakan di Kawas an Pertanian Terpadu Sei
Temiang Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl pada posisi 1o7’LU dan
104o7’BT. Percobaan dilaksanakan pada November 2004 hingga Mei
2005.
Bahan Tanaman
Bahan utama yang digunakan adalah dua varietas paprika yang
merupakan varietas terbaik hasil percobaan tahap I yaitu Spartacus dan
Goldflame. Benih didapatkan dari PT. Joro Indonesia.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Percobaan menggunakan rancangan faktorial 2 x 4 x 4 dalam
rancangan lingkungan acak lengkap (RAL). Susunan perlakuan sebagai
berikut : Faktor 1 adalah varietas yang terdiri atas V1 dan V2. Faktor 2
adalah konsentrasi pemupukan fosfor terdiri atas 4 taraf yaitu 24 ppm (P1),
46 ppm (P2), 68 ppm (P3) , dan 90 ppm (P4). Faktor 3 adalah konsentrasi
pemupukan kalium terdiri atas 152 ppm (K1), 183 ppm (K2), 214 ppm (K3),
dan 245 ppm (K4).
Percobaan ini menggunakan model linear aditif yang berlaku juga
untuk semua pengamatan termasuk peubah untuk uji atau analisis di
laboratorium, sebagai berikut :

Yijk = µ + Vi + Pj + VPij + Kk + VKik + PKjk + VPKijk + Eijk ….(13)


Keterangan :
74

Yijk = Nilai pengamatan pada varietas ke-i, konsentrasi


fosfor ke-j, kalium ke-k, dan ulangan ke-l
µ = Pengaruh nilai tengah umum
Vi = Pengaruh perlakuan varietas ke-i ( i = 1,2 )
Pj = Pengaruh perlakuan konsentrasi fosfor ke-j ( j = 1,2,3,4 )
Vpij = Pengaruh perlakuan varietas ke-i dan konsentrasi fosfor
ke-j (i = 1,2 dan j = 1,2,3,4)
Kk = Pengaruh perlakuan konsentrasi kalium ke-k (k = 1,2,3,4)
Vkik = Pengaruh interaksi antara perlakuan varietas ke-i dan
pemupukan kalium ke-k (i = 1,2 dan k = 1,2,3,4)
PKjk = Pengaruh interaksi antara perlakuan konsentrasi fosfor ke-
j dan konsentrasi kalium ke-k (j=1,2, 3,4 dan k = 1,2,3,4)
VPKijk= Pengaruh interaksi varietas ke-i, konsentrasi fosfor ke-j,
dan konsentrasi kalium ke-k (i = 1,2 ; j = 1,2,3,4 ; k =
1,2,3,4)
Eijk = Pengaruh galat

Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis


ragam (Anova) dengan asumsi data menyebar normal, saling bebas, dan
galat muncul secara acak dan dilanjutkan dengan uji F jika menunjukkan
beda nyata. Untuk menunjukkan perbedaan antar perlakuan dilakukan uji
Duncan pada taraf 5 % dan 10%.
Pada percobaan ini terdapat 2 x 4 x 4 = 32 kombinasi perlakuan
dengan 7 ulangan, sehingga total tanaman untuk perlakuan sebanyak 224
tanaman. Untuk analisis pertumbuhan diperlukan tanaman destruktif yang
dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga jumlah tanaman untuk destruktif
sebanyak 4 x 4 x 2 x 3 = 96 tanaman.

Penyediaan dan Pelaksanaan Pemupukan P dan K


Penyediaan pupuk P dan K diawali dengan melakukan perhitungan
konsentrasi pupuk masing-masing unsur sesuai dengan perlakuannya
(Lampiran 5), kemudian dilakukan pembuatan larutan stok pada masing-
75

masing komposisi perlakuan. Aplikasi pupuk pada tanaman uji dilakukan


setelah larutan stok diencerkan dengan air sebanyak 200 kali.
Perlakuan pemupukan P dan K diaplikasikan ketika tanaman
memasuki fase generatif yang dicirikan dengan pembentukan bunga
pertama. Perlakuan pemupukan diberikan secara manual dan acak
terhadap tanaman uji sesuai dengan layout percobaan (Lampiran 2). Data
pengukuran pH dan EC larutan nutrisi pada masing-masing perlakuan
terlampir pada Lampiran 14 .

Pengamatan
Dalam percobaan dilakukan pengamatan mikroklimat dan tanggap
pertumbuhan dan mutu hasil produksi. Beberapa peubah yang diamati
yaitu :
A. Pengamatan Peubah Mikroklimat
Untuk mengetahui keadaan unsur mikroklimat di sekitar lingkungan
tanaman diamati beberapa unsur iklim yaitu :
1. Suhu Udara dan Kelembaban Nisbi
Pengukuran suhu udara rata-rata harian dilakukan dengan
menggunakan termometer yang dipasang pada masing-masing unit
rumah plastik. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari
yaitu pada pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore).
Pengukuran dimulai sejak penanaman hingga panen. Suhu udara rata-
rata harian dihitung dengan rumus :
T rata-rata harian = (2 x T pagi) + T siang + T sore …… (7)
4
Pengukuran kelembaban nisbi (RH) rata-rata harian dilakukan dengan
menggunakan hygrometer yang dipasang pada masing-masing
perlakuan. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali setiap hari yaitu pada
pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 dimulai sejak penanaman
hingga panen. Kelembaban nisbi rata-rata harian dihitung dengan
menggunakan rumus
RH rata-rata harian = (2 x RH pagi) + RH siang + RH sore …(8)
4
76

2. Suhu Media
Pengukuran suhu media dilakukan dengan menggunakan termometer
stik yang dimasukkan ke dalam media sedalam ±10 cm. Pengukuran
suhu media dilakukan setiap Senin dan Kamis (seminggu 2 kali) yaitu
pada pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore) yang dimulai
sejak penanaman hingga panen. Selain itu dilakukan pengukuran setiap
jam dalam waktu 24 jam sebanyak 5 kali selama periode tanam
bersamaan dengan pengukuran suhu udara.

3. Intensitas Radiasi Matahari (W/m 2)


Pengukuran intensitas radiasi matahari dilakukan menggunakan tube
solarimeter yang dipasang pada masing-masing unit rumah plastik.
Pengukuran dilakukan setiap hari sejak pukul 07.00 hingga pukul
17.00 dimulai sejak penanaman hingga panen.

B. Pengamatan Peubah Agronomi

1. Relatif Growth Rate (RGR) dan Net Assimilation Rate (NAR)


Nilai RGR merupakan perbandingan pertambahan bobot kering per
satuan bobot kering mula-mula per satuan waktu. Pengamatan RGR
dilakukan melalui penimbangan bobot bagian tanaman seperti akar,
batang, daun, dan bobot total per tanaman. Untuk keperluan tersebut
telah dicadangkan sejumlah tanaman percobaan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai RGR yaitu
(Jones 1992; Sitompul dan Guritno 1995) :
RGR = 1/w (dw/dt) ................(11)
Keterangan :
dw/dt : perubahan atau selisih bobot kering dari umur tanaman tertentu
w : Bobot kering tanaman awal
Prosedurnya sebagai berikut :
1) Sampel bagian tanaman (akar, batang, dan daun) dicuci bersih dari
kotoran sisa media yang menempel.
2) Sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60º – 80°C selama
12 jam.
77

3) Sampel ditimbang dan diperoleh nilai bobotnya.


Perhitungan nilai NAR diperoleh dari perbandingan nilai RGR dibagi
dengan LAR (Leaf Area Ratio). Nilai LAR yaitu perbandingan luas daun
keseluruhan terhadap total berat kering tanaman. Dapat dilihat dengan
rumus sebagai berikut (Jones 1992; Sitom pul dan Guritno 1995):
NAR = RGR / LAR ……………..(12)
RGR : Relatif Growth Rate
LAR : Leaf Area Ratio

2. Analisis Hara
Analisis hara dilakukan terhadap contoh daun, batang dan akar pada
akhir pertumbuhan. Analisis kandungan P menggunakan metode
spektofotomete r sedangkan kandungan K menggunakan metode AAS.

3. Jumlah Buah per Tanaman


Pengamatan jumlah buah per tanaman dilakukan dengan cara
menghitung total jumlah buah per tanaman hingga panen terakhir.

4. Bobot Buah per Tanaman


Bobot buah per tanaman diukur dengan menimbang buah dari total
yang dipanen per individu tanaman hingga panen terakhir.

5. Bobot per Buah


Bobot per buah diukur dengan menimbang masing-masing buah dari
total yang di panen, lalu diambil nilai rata-rata pada masing-masing
varietas tanaman atau pada masing-masing perlakuan.

6. Ketebalan Daging Buah


Pengukuran dilakukan dengan mengukur ketebalan masing-masing
buah hasil panen dengan jangka sorong, lalu diambil nilai rata-rata
pada masing-masing varietas atau perlakuan.

7. Volume Buah
Pengukuran volume buah dilakukan secara volumetri terhadap masing-
masing buah, lalu diambil nilai rata-ratanya pada masing-masing
varietas atau perlakuan. Prosedurnya sebagai berikut :
1) Gelas ukur diisi air dengan skala tertentu.
78

2) Setiap sampel buah paprika dimasukkan ke dalam gelas ukur .


3) Ketika buah di masukkan ke dalam gelas ukur, maka terjadi
penambahan volume air dalam skala gelas ukur. Selisih skala air
dalam gelas ukur merupakan volume buah yang ingin diketahui.

8. Penggolongan Hasil Panen


Penggolongan hasil panen dilakukan berdasarkan standar Koperasi
Paprika Kabupaten Bandung Jawa Barat (Lampiran 19).

HASIL
A. Pengamatan Peubah Mikroklimat
1. Suhu Udara dan Kelembaban Nisbi (RH)
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa suhu rata-rata harian dalam
rumah plastik selama periode pertumbuhan bervariasi antara 27.4-29.2°C
dengan rata-rata 28.3°C. Suhu maksimum terjadi pada bulan April yaitu
31.3°C, sedangkan suhu minimum terjadi pada bulan Januari yaitu 22.3°C.
Rata-rata suhu udara harian tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu
29.2oC. Kelembaban nisbi selama percobaan berkisar antara 73-86%
dengan rata-rata 80%. Kelembaban maksimum terjadi pada bulan Mei
yaitu 100%, sedangkan kelembaban nisbi minimum terjadi pada bulan
Februari yaitu 62% (Tabel 17)

Tabel 17. Rata -rata Suhu dan Kelembaban Nisbi Percobaan Tahap II

Suhu (oC) Kelembaban Nisbi (%)


Bulan Maks Min Rata-rata Maks Min Rata-rata
Januari 29.0 22.3 27.4 92 67 77
Februari 31.0 27.5 29.2 82 62 73
Maret 30.5 25.8 29.0 96 66 76
April 31.3 25.8 28.8 96 68 80
Mei 30.8 25 27.9 100 73 86
Rata-rata 30.5 25.3 28.3 93 67 80

2. Suhu Media
Data rata-rata suhu udara dan suhu media yang terdapat pada
Tabel 18 menunjukkan bahwa pada pagi hari suhu media memiliki nilai
yang relatif sama dengan suhu udara (26-28°C), sebaliknya pada siang
dan sore hari umumnya suhu media lebih tinggi daripada suhu udara.
79

Pada pagi hari rata-rata suhu media mencapai 27°C, nilai tersebut sama
dengan rata-rata suhu udara. Pada siang hari rata-rata suhu media yaitu
31°C lebih tinggi dari rata-rata suhu udara yaitu 30.25°C, dan pada sore
hari rata-rata suhu media juga lebih tinggi yaitu 30.5°C daripada rata-rata
suhu udara yaitu 29°C.

Tabel 18. Rata-rata Suhu Udara dan Media pada Percobaan Tahap II
Suhu ( °C)
Bulan Udara Media Udara Media Udara Media
Pagi Siang Sore
Januari 26 26 30 30 28 30
Februari 27 27 31 32 30 32
Maret 27 27 30 31 29 30
April 28 28 30 31 29 30
Rata-rata 27 27 30.25 31 29 30.5
3 2
3 1
3 0
2 9
S u h u M e d ia

2 8
(o C )

2 7
2 6
2 5
2 4
2 3
2 2
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
Waktu Pengamatan
S u h u M e d i a Suhu Udara

Gambar 14. Suhu Media dan Suhu Udara selama 24 jam

Hasil pengukuran suhu media selama 24 jam yang terlihat pada


Gambar 14 menunjukkan bahwa sejak pagi hari (pukul 09.00) hingga sore
hari suhu media relatif lebih rendah daripada suhu udara, namun pada
malam hari suhu media lebih tinggi daripada suhu udara. Peningkatan
suhu udara yang terjadi mencapai puncaknya pada pukul 16.00 yaitu 31o C,
peningkatan tersebut juga diikuti oleh peningkatan suhu media yang
mencapai suhu tertinggi yaitu 29oC. Penurunan suhu udara terjadi akibat
menurunnya radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah plastik.
Penurunan suhu udara relatif lebih cepat dibandingkan dengan suhu
media. Suhu media terendah terjadi pada pagi hari pukul 07.00 yaitu 24oC.
80

3. Intensitas Radiasi Matahari


Data intensitas radiasi matahari (IRM) pada Tabel 19 menunjukkan
bahwa intensitas radiasi di luar rumah plastik yang berkisar antara 58 W/m 2
- 382 W/m 2 lebih tinggi dibandingkan intensitas radiasi di dalam rumah
plastik yang berkisar antara 36 W/m 2 - 217 W/m 2. Pada pagi hari IRM di
dalam rumah plastik mencapai titik terendah yaitu 53 W/m 2, nilai tersebut
50.4% dari jumlah IRM di luar rumah plastik yang nilai rata-ratanya
mencapai 105 W/m 2. Pada siang hari IRM di dalam rumah plastik
mencapai titik tertinggi dengan rata-rata yaitu 156 W/m 2 atau 55.1% dari
jumlah IRM di luar rumah plastik yang nilai rata-ratanya mencapai 283
W/m 2. Pada sore hari IRM rata-rata di dalam rumah plastik mencapai 62
W/m 2, nilai tersebut 54.4% dari jumlah IRM di luar rumah plastik yang nilai
rata-ratanya mencapai 114 W/m 2 .

Tabel 19. Rata-rata Intensitas Radiasi Matahari Percobaan Tahap II


Intensitas Radiasi Matahari (W/m 2)
Bulan Pagi Siang Sore
Luar Dalam Luar Dalam Luar Dalam
Januari 105 57 375 217 176 88
Februari 142 47 382 197 121 65
Maret 95 58 277 156 127 71
April 105 59 244 132 88 48
Mei 80 44 137 78 58 36
Rata-rata 105 53 283 156 114 62
Radiasi yang
50.4 55.1 54.4
Diteruskan (%)

B. Peubah Agronomi
1. Relative Growth Rate (RGR) dan Net Assimilation Rate (NAR)
Dari data hasil percobaan pada Tabel 20 terlihat bahwa perlakuan
konsentrasi P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap nilai RGR dan NAR
pada varietas Spartacus dan Goldflame. Rata-rata RGR varietas Spartacus
yaitu 0.023 g/g/hari dan Goldflame yaitu 0.020 g/g/hari, sedangkan rata-
rata NAR varietas Spartacus yaitu 0.00054 g/cm2/hari dan Goldflame yaitu
0.00043 g/cm2/hari. Pada percobaan ini pemberian konsentrasi terkecil
yaitu P 24 ppm dan K 152 ppm memberikan hasil RGR dan NAR yang
tidak berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya yang lebih besar.
81

Tabel 20. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi P dan K terhadap RGR dan


NAR pada Varietas Spartacus dan Goldflame
RGR (g/g/hari) NAR (g/cm2/hari)
Perlakuan Spartacus Goldflame Spartacus Goldflame
Fosfor
24 ppm 0.023 0.020 0.0005 0.0005
46 ppm 0.019 0.023 0.0005 0.0005
68 ppm 0.023 0.021 0.0006 0.0004
90 ppm 0.026 0.016 0.0005 0.0003
Kalium
152 ppm 0.026 0.022 0.0006 0.0004
183 ppm 0.021 0.017 0.0006 0.0004
214 ppm 0.024 0.018 0.0005 0.0004
245 ppm 0.021 0.023 0.0005 0.0005
Rata-rata Varietas 0.023 0.020 0.00054 0.00043

2. Analisis Hara
Hasil analisis kandungan P dan K pada daun, batang, dan akar
varietas Spartacus dan Goldflame menunjukkan pola yang relatif sam a.
Hasil analisis kandungan P pada Spartacus (Gambar 15) dan Goldflame
(Gambar 16) menunjukkan bahwa sebaran unsur P lebih banyak terdapat
pada daun dibandingkan pada batang dan akar . Hasil analisis sebaran
kandungan P pada batang dan akar paprika umumnya pada kisaran nilai 3-
4 mg/g, jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kandungan P
yang terdapat pada daun yang mencapai kisaran 5-10 mg/g.
Hasil analisis kandungan K pada Spartacus (Gambar 17) dan
Goldflame (Gambar 18) menunjukkan bahwa sebaran unsur K lebih
banyak berada pada daun dibandingkan pada batang dan akar. Data
hasil analisis hara menunjukkan kandungan K tertinggi terdapat pada daun
dengan kisaran 65-74 mg/g, diikuti kandungan K pada batang dengan
kisaran 40-62 mg/g, dan pada akar dengan kisaran 25-52 mg/g.
82

12
10

Kandungan Fosfor
8
6
(mg/g) 4
2
0
P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4
Kombinasi Pemupukan P dan K

Daun Batang Akar

Gambar 15. Sebaran Kandungan Fosfor (mg/g) pada Daun, Batang dan
Akar Spartacus
Kandungan Fosfor

12
10
8
(mg/g)

6
4
2
0
P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4
Kombinasi Pemupukan P dan K

Daun Batang Akar

Gambar 16. Sebaran Kandungan Fosfor (mg/g) pada Daun, Batang dan
Akar Goldflame

80
70
60
Kalium (mg/g)
Kandungan

50
40
30
20
10
0
P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

Kombinasi Pemupukan P dan K


Daun Batang Akar

Gambar 17. Sebaran Kandungan Kalium (mg/g) pada Daun, Batang dan
Akar Spartacus
83

80
70
60

Kalium (mg/g)
Kandungan
50
40
30
20
10
0 P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4
Kombinasi Pemupukan P dan K

Daun Batang Akar

Gambar 18. Sebaran Kandungan Kalium (mg/g) pada Daun, Batang dan
Akar Goldflame
3. Jumlah Buah Per Tanaman
Hasil analisis statistik pada Tabel 21 menunjukkan bahwa perlakuan
pemupukan P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per
tanaman. Jumlah buah per tanaman tertinggi pada Spartacus dicapai
dengan pemupukan konsentrasi P 24 ppm dan K 245 ppm masing-masing
7.18 dan 7.57 dan Goldflame dengan pemupukan konsentrasi P 24 ppm
dan K 152 ppm masing-masing 7.04 dan 7.25, namun hasil tersebut tidak
berbeda nyata dengan pemberian konsentrasi pemupukan lainnya.
Berdasarkan Tabel 21 juga terlihat bahwa masing-masing perlakuan
konsentrasi pemupukan maupun varietas memberikan hasil jumlah buah
per tanaman rata-rata yang tidak berbeda nyata. Rata-rata jumlah buah per
tanaman Spartacus yaitu 7.10, sedangkan Goldflame yaitu 6.92.
Tabel 21. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Jumlah
Buah per Tanaman
Jumlah Buah per Tanaman
Perlakuan
Spartacus Goldflame
Konsentrasi Fosfor (ppm)
24 ppm 7.18 7.04
46 ppm 7.00 7.00
68 ppm 6.91 6.71
90 ppm 7.11 6.93
Konsentrasi Kalium (ppm)
152 ppm 6.89 7.25
183 ppm 6.79 6.68
214 ppm 7.32 7.04
245 ppm 7.57 6.71
Rata-rata 7.10 6.92
84

4. Bobot Buah per Tanaman


Dari data hasil percobaan pada Tabel 22 terlihat bahwa perlakuan
konsentrasi P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot buah
per tanaman pada varietas Spartacus dan Goldflame. Rata-rata bobot
buah per tanaman Spartacus yaitu 631 g dan Goldflame yaitu 644.43 g.

Tabel 22. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Bobot


Buah per Tanaman
Bobot Buah per Tanaman (g)
Perlakuan
Spartacus Goldflame
Konsentrasi Fosfor (ppm)
24 ppm 643.55 649.24
46 ppm 597.36 625.50
68 ppm 624.35 622.44
90 ppm 658.72 653.52
Konsentrasi Kalium (ppm)
152 ppm 625.13 676.23
183 ppm 595.75 632.74
214 ppm 631.38 661.63
245 ppm 671.74 607.11
Rata-rata 631.00 644.43
Hasil percobaan yang ditunjukkan oleh peubah bobot buah per
tanaman bahwa pemberian konsentrasi yang terkecil pada P maupun K
memberikan hasil bobot buah per tanaman yang sama dengan konsentrasi
yang lebih besar.

5. Bobot Per Buah


Perlakuan varietas memberikan pengaruh beda nyata pada peubah
bobot per buah. Varietas Goldflame mencapai bobot per buah 113.70 g
lebih tinggi dari Spartacus yang mencapai nilai bobot peubah rata-rata
109.62 g (Tabel 23).
Bobot per buah yang dihasilkan pada taraf konsentrasi P 90 ppm
dan K 245 ppm (konsentrasi tertinggi) yang memiliki nilai masing-masing
111.61 g dan 107.27 g untuk Spartacus serta 114.31 g dan 112.72 g untuk
Goldflame. Hasil ini ternyata tidak berbeda nyata dengan hasil pada
konsentrasi P 24 ppm dan K 152 ppm (konsentrasi terkecil) yang nilainya
masing-masing 110.47 g dan 112.05 g untuk Spartacus serta 114.08 g dan
112.47 g untuk Goldflame.
85

Tabel 23. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi P dan K terhadap Bobot


per Buah
Bobot per Buah (g)
Perlakuan
Spartacus Goldflame
Konsentrasi Fosfor (ppm)
24 ppm 110.47 114.08
46 ppm 107.40 113.85
68 ppm 108.66 112.56
90 ppm 111.61 114.31
Konsentrasi Kalium (ppm)
152 ppm 112.05 112.47
183 ppm 110.92 115.40
214 ppm 107.90 114.21
245 ppm 107.27 112.72
Rata-rata Varietas 109.62b 113.70a

6. Ketebalan Daging Buah


Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi varietas, konsentrasi P
dan K berpengaruh nyata terhadap ketebalan daging buah. Grafik
pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap ketebalan daging buah
pada masing-masing varietas terlihat pada Gambar 19 dan 20.

6.0 Spartacus
5.8
Ketebalan Daging

5.6
Buah (mm)

5.4

5.2

5.0

4.8

4.6

121 152 183 214 245 276


Konsentrasi K (ppm)
Konsentrasi Fosfor (ppm):
24 46 68 90

Gambar 19. Pengaruh Pemupukan K pada Beberapa Konsentrasi P


terhadap Ketebalan Daging Buah pada Varietas Spartacus
86

Gambar 19 menunjukkan bahwa pada Spartacus semua perlakuan


konsentrasi P kecuali P 46 ppm meningkatkan ketebalan daging buah jika
dikombinasikan dengan konsentrasi K 183 ppm. Ketebalan daging buah
maksimum pada Spartacus dihasilkan dengan pemberian kombinasi
perlakuan konsentrasi P 90 ppm dan K 183 ppm dengan persamaan
regreas i linier Y = -0.549 + 0.063K – 0.002K2 (R2 = 0.570). Pemberian
konsentrasi K lebih dari 183 ppm pada setiap level P akan menurunkan
ketebalan daging buah. Hasil persamaan regresi disajikan pada Tabel 24.
Gambar 20 menunjukkan bahwa ketebalan daging buah maksimum
Goldflame dicapai pada pemberian kombinasi perlakuan konsentrasi P 46
ppm dan K 183 dengan persamaan regreasi linier Y = 1.559 + 0.043K –
0.00011K2 (R2= 0.724 ). Pemberian konsentrasi P 24 ppm dan 68 ppm
akan meningkatkan ketebalan daging buah apabila dikombinasikan dengan
konsentrasi K 214 ppm, namun nilainya lebih rendah dari kombinasi P 46
pm dan K 183 ppm. Tabulasi persamaan regresi disajikan pada Tabel 24
.

Goldflame
6.0

5.8
Ketebalan Daging Buah

5.6

5.4
(mm)

5.2

5.0

4.8

4.6

121 152 183 214 245 276


Konsentrasi K (ppm)
Konsentrasi Fosfor (ppm):
24 46 68 90

Gambar 20. Pengaruh Pemupukan K pada Beberapa Konsentrasi P


terhadap Ketebalan Daging Buah pada varietas Goldflame.
87

Tabel 24. Persamaan Regresi Pemupukan K pada Berbagai Konsentrasi


P terhadap Ketebalan Daging Buah varietas Spartacus dan
Goldflame
Konsentrasi Koeffisien
Persamaan Regresi
Kalium Determinan(R2)
Spartacus
24 ppm Y = 4.720 + 0.007K - 0.0002K2 0.95
2
46 ppm Y = 7.67 – 0.029 K + 0.00007K 0.79
2
68 ppm Y = 0.82 + 0.04 K - 0.00010 K 0.84
90 ppm Y = -0.549 + 0.063K - 0.002K2 0.57
Goldflame
24 ppm Y = 3.59 + 0.022K - 0.00006K2 0.52
46 ppm Y = 1.559 + 0.043K - 0.00011K2 0.72
68 ppm Y = 1.442 + 0.043 K -0.00011K2 0.93
2
90 ppm Y = 3.730 + 0.120K - 0.00005K 0.99

7. Volume Buah
Hasil percobaan pada Tabel 25 menunjukkan bahwa perlakuan P
dan K pada varietas Spartacus dan Goldflame tidak berpengaruh nyata
terhadap volume buah. Perlakuan konsentrasi P terendah yaitu 24 ppm
tidak memberikan pengaruh beda nyata pada peubah volume buah jika
dibandingkan dengan konsentrasi tertinggi yaitu 90 ppm yang memiliki nilai
berturut-turut yaitu 208.92 ml dan 209.97 ml pada Spartacus serta 210.42
ml dan 213.76 ml pada Goldflame. Demikian juga konsentrasi K terendah
yaitu 152 ppm tidak memberikan pengaruh beda nyata pada peubah
volume buah jika dibandingkan dengan konsentrasi K tertinggi yaitu 245
ppm yang memiliki nilai berturut-turut yaitu 206.13 ml dan 209.39 ml pada
Spartacus serta 213.94 ml dan 206.41 ml pada Goldflame.
88

Tabel 25. Pengaruh Perlakuan P dan K terhadap Volume Buah


Volume Buah (ml)
Perlakuan
Spartacus Goldflame
Konsentrasi fosfor (ppm)
24 208.92 210.42
46 208.87 204.77
68 210.07 215.22
90 209.97 213.76
Konsentrasi Kalium (ppm)
152 206.13 213.94
183 212.92 208.00
214 209.40 215.81
245 209.39 206.41
Rata-rata Varietas 209.46 211.04

8. Penggolongan Hasil Panen


Nilai bobot per buah pada percobaan ini digol ongkan berdasarkan
standar yang digunakan oleh Koperasi Paprika Kabupaten Bandung Jawa
Barat yaitu grade A (150-250 g ) dengan volume lebih dari 270 ml, grade B
(80-150 g) dengan volume (180-270 ml), dan grade C dengan bobot dan
volume lebih kecil.
Hasil penggolongan menunjukkan bahwa sebagian besar hasil
Spartacus dan Goldflame pada percobaan ini masuk dalam grade B
(Gambar 21 & 22). Pada Spartacus, persentase bobot per buah yang
termasuk grade B sebesar 73%, diikuti oleh grade C sebesar 25 % dan
grade A sebesar 2%. Pada Goldflame, persentase bobot per buah tertinggi
terdapat pada grade B sebesar 81%, diikuti oleh grade C sebesar 18%,
dan grade A sebesar 1%.
Grade A,
Grade C, 1.94, 2%
25.41, 25%

Grade B,
72.65, 73%

Gambar 21. Penggolongan Hasil Panen Varietas Spartacus


89

Grade A,
Grade C,
1.37, 1%
18.14, 18%

Grade B,
80.49, 81%

Gambar 22. Penggolongan Hasil Panen Varietas Goldflame

PEMBAHASAN

A. Pengamatan Mikroklimat
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa suhu udara selama percobaan
berkisar antara 27.4 - 29.2°C dengan rata-rata 28.3°C. Suhu tersebut
berada pada kisaran yang kurang mendukung pertumbuhan dan produksi
paprika. Menurut Las (1981) tinggi rendahnya suhu udara ter gantung pada
jumlah dan sebaran panas di lingkungan tanaman. Suhu udara dipengaruhi
oleh penerimaan energi radiasi dan keseimbangan panas di lingkungan
tersebut. Pemberian naungan 27.5% dan sistem ventilasi yang baik di
dalam rumah kaca diduga juga berpengaruh positif terhadap kondisi
lingkungan di sekitar tanaman. Menurut Harjadi (1989) suhu sangat
berpengaruh terhadap kelar utan berbagai zat, kecepatan reaksi, kestabilan
sistem enzim, keseimbangan berbagai sistem dan persenyawaan dalam
tanaman. Sejumlah proses pertumbuhan tanam an membutuhkan suhu
optimum dan mempunyai hubungan kuantitatif dengan suhu diantaranya
respirasi, fotosíntesis, proses pematangan, dormansi, pembungaan dan
pembentukan buah.
Kelembaban nisbi merupakan faktor lingkungan yang penting untuk
pertumbuhan tanaman. Kelembaban nisbi pada suatu tempat tergantung
pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air
serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut. Pada percobaan ini
90

kelembaban nisbi berkisar antara 73-86% dengan rata-rata 80%. Kondisi


tersebut masih memenuhi persyaratan tumbuh tanaman paprika. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kusandriani (1996) yang
menyatakan bahwa tanaman páprika mencapai pertumbuhan maksimum
pada kelembaban nisbi 81.6%. Hasil percobaan Martinez et al. (2001)
menunjukkan bahwa percobaan pemberian humidification system pada
kondisi 60-65% dapat menurunkan laju transpirasi sebesar 15% dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman páprika yang ditanam secara
hidroponik. Selain itu pemberian kelembaban 80% memberikan hasil
terbaik pada umur simpan hasil panen páprika dibandingkan dengan
kelembaban 70%.
Kelembaban nisbi yang berada di atas mau pun di bawah kisaran
optimum akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman terutama terhadap laju fotosíntesis yaitu secara tidak langsung
mempengaruhi laju transpirasi, penyerapan hara dan air, penyerbukan
serta perkembangan hama dan penyakit (Fitter dan Hay 1994). Hasil
penelitian Cockshull (1998) menyatakan bahwa tanaman tomat yang
ditanam pada rumah kaca dengan kondisi kelembaban nisbi yang rendah
selama periode yang panjang menyebabkan daun menjadi kecil dan
tanaman menunjukkan defisiensi kalsium serta penurunan produksi.
Kelembaban nisbi yang terendah terjadi pada bulan Februari sesuai
dengan data klimatologi (Lampiran 16). Pada bulan tersebut curah hujan
mencapai jumlah terendah yaitu 14.4 ml dengan tiga hari hujan.
Rendahnya curah hujan memberikan pengaruh terhadap rendahnya
kelembaban nisbi pada bulan tersebut. Kelembaban nisbi yang rendah
pada bulan Februari juga dipengaruhi oleh suhu udara di dalam rumah
plastik yang relatif tinggi yakni rata-rata mencapai 29.2°C. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Irawati (2000) bahwa pola fluktuasi kelembaban
udara mempunyai korelasi dengan keadaan suhu udara di sekitar
tanaman. Semakin tinggi suhu udara maka kapasitas udara untuk
menampung uap air per satuan volume ud ara juga semakin besar. Nilai
kelem baban nisbi akan menurun jika suhu udara meningkat.
91

Suhu media sangat penting untuk tanaman yang tumbuh diatasnya


karena suhu daerah perakaran berpengaruh terhadap kemampuan akar
menarik air (Kalkafi 2001) dan nutrisi (Daskalaki dan Burrage 1998).
Menurut Gent dan Ma (2000) pertumbuhan dan penyerapan nutrisi
tanaman tomat meningkat pada suhu media mencapai 24 -27°C.
Rata-rata suhu media selama percobaan berada pada kisaran
antara 26-32°C, suhu media mencapai puncaknya pada siang hari yaitu
32°C. Kondisi ini sudah berada diluar suhu media optimum untuk
pertumbuhan páprika yaitu sekitar 25°C. Diduga hal tersebut memberikan
pengaruh kurang menguntungkan karena suhu media yang tinggi dapat
menghambat penyerapan hara dan air sehingga mengganggu
pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil pengukuran 24 jam menunjukkan bahwa suhu
media pada pagi hari relatif lebih rendah dari pada suhu udara. Kondisi ini
menyebabkan media arang sekam menyerap kalor dari lingkungan,
sebaliknya menjelang malam hari suhu udara mulai menurun dan lebih
rendah dari suhu media. Peningkatan suhu media mulai pagi hari hinggá
sore hari disebabkan adanya pengaruh intensitas radiasi matahari yang
sampai ke permukaan tanaman dan media tanam. Semakin besar
intensitas radiasi matahari yang sampai di permukaan media, maka
semakin besar pula energi yang diterima dan menyebabkan meningkatnya
suhu media.
Intensitas radiasi matahari (IRM) memberikan pengaruh yang
penting terhadap pertumbuhan tanaman paprika. Pemberian naungan
dapat menurunkan intensitas radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah
plastik. Pada siang hari terdapat perbedaan nilai IRM yang cukup signifikan
antara lingkungan di luar dan di dalam rumah plastik dengan selisih nilai 77
W/m 2. Hal tersebut berarti bahwa perlakuan naungan yang diberikan dapat
mengurangi intensitas radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah plastik
sekitar 46%.
Bulan Februari merupakan periode terjadinya proses pembungaan
dan pembentukan buah pertama tanaman uji. IRM dalam rumah plastik
92

pada bulan tersebut mencapai nilai yang cukup tinggi yaitu 197 W/m 2. Jika
dibandingkan dengan kondisi mikroklimat pada percobaan tahap satu
bahwa nilai IRM yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan
produksi tanaman páprika yaitu 155 W/m 2, maka terliha t bahwa IRM pada
percobaan tahap II relatif lebih tinggi. Kondisi ini diduga memberikan
pengaruh yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman uji.
Menurut Soeseno (1981) bahwa apa bila IRM meningkat dan
melampaui batas optimumnya maka reaksi fotokimia akan berlangsung
secara abnormal dan diikuti oleh perombakan dan kerusakan dari berbagai
macam organ fotosintesis termasuk klorofil, komponen sel mesofil dan
aktivitas enzim . Selain itu IRM yang tinggi akan mempengaruhi kandungan
air daun sehingga daun akan mengalami défisit air diikuti oleh penutupan
stomata sehingga laju fotosintesis menurun. Percobaan oleh Maghfoer dan
Koesniharti (1998) di Malang Jawa Timur pada tanaman páprika dengan
mengunakan naungan 40% menghasilkan pertumbuhan páprika yang
paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan naungan lainnya. Hasil
percobaan Wada et al. (2006) menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif
antara hasil panen buah dengan tingkat radiasi matahari yang diterima oleh
tanaman uji. Selain itu pemberian naungan yang mencapai intensitas
radiasi optimum secara nyata menurunkan kerusakan buah tomat dan
sebaliknya meningkatkan hasil panen yang dapat dipasarkan.

B. Peubah Agronomi
Pemupukan P dan K tidak memberikan pengaruh beda nyata
terhadap nilai RGR dan NAR. Hal tersebut diduga bahwa taraf konsentrasi
P dan K yang diberikan sebagai perlakuan sudah mencukupi jumlah yang
dibutuhkan oleh tanaman sehingga hasil pengukuran RGR dan NAR tidak
mendapat respon yang berbeda nyata.
Unsur P dan K berperan penting dalam proses metabolisme seperti
fotosintesis. Unsur P berperan dalam pembentukan ATP dan ADP. ATP
sebagai energi yang kaya dengan P mempunyai peranan yang penting
dalam proses metabolisme sintesis karbohidrat (Marschner 1986). Unsur K
93

mempengaruhi proses metabolisme tanaman dalam pembentukan


karbohidrat dan aktivitas enzim (Tisdale dan Nelson 1975). Unsur K juga
berperan dalam memelihara potensial osmosis dan penyerapan air,
mengurangi berjangkitnya penyakit tertentu, meningkatkan pertumbuhan
dan ILD. Unsur K berperan penting dalam fotosintesis karena secara
langsung meningkatkan asimilasi CO2 dan translokasi hasil fotosintesis
keluar daun.
Jika dikaitkan dengan hasil percobaan maka terlihat bahwa
konsentrasi perlakuan P dan K yang diberikan melampaui kisaran optimum
yang dibutuhkan oleh tanaman uji. Hal tersebut ditunjukkan oleh cukup
tingginya kandungan P dan K yang terdapat dalam organ tanaman hasil
percobaan seperti daun, batang dan akar.
Hasil analisis kandungan hara P dan K pada akar, batang, dan daun
paprika (15-18) menunjukkan bahwa tanaman uji berada pada kisaran
kandungan unsur hara yang normal sebagaimana yang dihasilkan oleh
Somos (1984) . Hasil penelitian Somos (1984) menunjukkan bahwa dalam
keadaan normal unsur P akan banyak dijumpai pada buah (4.5 mg/g),
daun (3.0 mg/g) dan paling sedikit dijumpai pada akar dan batang,
sedangkan unsur K lebih banyak terdapat pada daun (47-68 mg/g), buah
(27-34 m/g), batang (26-48 mg/g) dan akar (19-32 mg/g). Kandungan unsur
P dan K pada tanaman hasil percobaan berada pada kisaran yang relatif
tidak berbeda dengan hasil yang didapat oleh Somos (1984) tersebut.
Selain itu kecukupan hara P dan K ditunjukkan dengan tidak terlihatnya
ciri-ciri tanaman uji yang mengalami defisiensi kedua unsur tersebut.
Menurut Gardner et al. (1985) gejala defisiensi P akan terlihat pada
daun yang berwarna hijau gelap atau hijau kebiru-biruan dan jumlah
panjang akar berkurang. Gejala defisiensi P juga dapat terlihat dengan
menurunnya pertumbuhan pucuk, luas dan jumlah daun, akumulasi
karbohidrat, dan metabolisme gula fosfat, selain itu gejala defisiensi P
lainnya adalah pembentukan bahan organik yang lebih rendah dan
perubahan akar menjadi sink dominan fotosintat. Sedangkan ciri -ciri
defisiensi K ditunjukkan oleh daun yang kerdil, berwarna kecoklatan,
94

mengalami nekrosis, defoliasi, dan aktivitas stomata menurun sehingga


menyebabkan laju fotosintesis juga menurun serta tanaman mudah terkena
serangan hama penyakit. Akibat lebih lanjut, defisiensi K akan dapat
menyebabkan volume dan jumlah buah menjadi rendah, formasi bunga
sedikit, dan buah mengalami deformasi. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka
konsentrasi perlakuan pemupukan P dan K yang diberikan pada tanaman
uji diduga dalam keadaan cukup.
Konsentrasi pemupukan P dan K yang sudah memenuhi kebutuhan
tanaman uji tersebut ternyata kurang ditunjang oleh kondisi suhu udara
yang sesuai selama periode penanaman terutama saat terjadinya
pembentukan bunga dan buah yaitu pada bulan Februari yang mencapai
rata-rata 29.2°C. Hal tersebut ternyata berada di luar suhu optimum
pembentukan bunga dan buah tanaman paprika yang berada pada kisaran
20-25°C (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Jika dikaitkan dengan
percobaan ini maka terlihat pengaruh yang terjadi akibat kurang
optimumnya suhu lingkungan adalah terganggunya proses pembungaan
dan pembentukan buah yang lebih lanjut menyebabkan rendahnya
pembentukan malai buah (fruitset) tanaman uji. Menurut Ryugo (1988)
perkembangan malai buah (fruitset) yang merupakan jumlah buah yang
tersisa sesudah periode gugur sangat dipengaruhi oleh fotosintesis neto
dan akan menentukan hasil panen tanaman. Juga hasil percobaan
Rahman et al. (1998) terhadap tanam an tomat menunjukkan bahwa
perlakuan suhu tinggi (30/25°C siang/malam) secara nyata menurunkan
laju fotosintesis yang disebabkan oleh rusaknya organ-organ penting
fotosintesis, terganggunya aktivitas enzim, dan sel mesofil sehingga
memperlambat inisiasi bunga, menurunkan viabilitas pollen, merangsang
malformasi organ bunga, formasi buah yang jarang, menurunkan bobot
kering akar dan tajuk, serta membatasi produksi hasil panen.
Pada hasil analisis statistik diketahui bahwa perlakuan pemupukan
P dan K tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap peubah jumlah
buah per tanaman dan bobot buah per tanaman (Tabel 21 dan 22).
Perbedaan taraf konsentrasi pemupukan P dan K tidak memberikan respon
95

yang signifikan terhadap dua varietas tanaman uji Spartacus dan


Goldflame.
Hasil percobaan yang dapat dilihat pada Tabel 21 dan 22
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah buah per tanaman Spartacus adalah
7.10 sedangkan Goldflame adalah 6.92. Untuk peubah bobot buah per
tanaman rata-rata pada Spartacus 631.00 g dan Goldflame 644.43 g. Hasil
ini ternyata lebih kecil dibandingkan dengan hasil percobaan Wahyudi
(2003) yang menggunakan jenis tanam an dan pupuk yang sama, namun di
lokasi dengan ketinggian yang berbeda (± 700 m dpl) di Cigombong Bogor
Jawa Barat yang memiliki suhu udara rata-rata ±25°C. Percobaan tersebut
menghasilkan jumlah buah per tanaman 8-9 dan bobot buah per tanaman
rata-rata 1600 g. Hal tersebut diduga erat hubungannya dengan kondisi
mikroklimat khususnya suhu udara yang relatif lebih rendah. Perbedaan
suhu siang dan malam yang relatif lebih besar dan sifat genetik varietas
paprika yang sesuai dengan kondisi tersebut. Kondisi ini mendukung
tingginya laju fotosintesis dan rendahnya laju respirasi sehingga dapat
menghasilkan fotosintesis neto yang lebih tinggi.
Watanabe et al. (2003) menyatakan bahwa jumlah buah per
tanaman, bobot buah, dan volume buah sangat ditentukan oleh total
intensitas radiasi matahari, suhu dan kandungan hara yang terdapat pada
tubuh tanaman yang mendukung proses fotosintesis. Marschner (1986)
menyatakan bahwa unsur P penting peranannya untuk mengikat energi
radiasi matahari menjadi energi kimia dalam proses metabolisme
fotosintesis, sedangkan unsur K mempunyai peran yang penting dalam
mengatur proses metabolisme tanaman antara lain fotosintesis yang
menghasilkan fotosintat (karbohidrat). Pengisian dan pembesaran bakal
buah memerlukan karbohidrat (heksosa) yang tinggi sebagai bahan
pembentuk jaringan dan organ sehingga pengisian dan pembesaran buah
memerlukan konsentrasi unsur K yang optimum agar proses fotosintesis
tersebut dapat berjalan dengan baik.
Hasil perhitungan statistik diketahui bahwa perlakuan pemupukan P
dan K tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap jumlah buah per
96

tanaman. Perbedaan taraf konsentrasi pemupukan P maupun K tidak


memberikan respon yang signifikan terhadap dua varietas tanaman uji
Spartacus dan Goldflame. Jika dibandingkan dengan hasil percobaan yang
dilakukan oleh Subekti (2002) terhadap paprika di dataran tinggi Lembang,
maka konsentrasi pupuk P 97.7 ppm dan K 346.6 ppm memberikan
pengaruh beda nyata terhadap jumlah buah per tanaman. Begitu pula
dengan peubah bobot buah per tanaman. Berdasarkan Tabel 22 terlihat
bahwa perlakuan pemupukan P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap
bobot buah per tanaman.

Tabel 26. Pengaruh Perlakuan K terhadap Tanaman Paprika Ceceides


Perlakuan K 2O Hasil pada 10 tanaman
(ppm) Jumlah Buah Bobot per Buah (g) Bobot (g)
213.1 8.7 310.35 2.70
852.4 9.9 332.32 3.29
1244.5 7.6 456.58 3.47
1704.8 8.3 353.81 2.93
Sumber : Somos (1984)
Hasil percobaan Somos (1984) yang lain dengan formula beberapa
konsentrasi K menunjukkan bahwa peningkatan dosis K yang diberikan
pada tanaman paprika varietas Ceceides ternyata tidak berbanding lurus
dengan peningkatan hasil jumlah buah per tanaman, bobot buah per
tanaman, dan bobot per buah. Kondisi yang sama juga terjadi pada
percobaan ini bahwa peningkatan taraf konsentrasi K yang diberikan tidak
berbanding lurus dalam bentuk persamaan garis linier tetapi kuadratik
yang berarti membutuhkan pupuk dalam konsentrasi optimum seperti yang
terlihat pada Tabel 26.
Berdasarkan Tabel 23 terlihat adanya pengaruh beda nyata
perlakuan varietas pada bobot per buah. Bobot per buah rata-rata
Goldflame (113.70 g) lebih tinggi dari Spartacus (109.62 g). Hasil ini lebih
baik dari percobaan Wildiawati (2001) yang melakukan percobaan
penanaman paprika varietas yang sama di wilayah Baranang Siang Bogor
pada ketinggian sekitar 200 m dpl dengan suhu rata-rata di dalam rumah
plastik yaitu 29-34°C dan menghasilkan bobot per buah rata-rata 38.2 g.
97

Hasil percobaan menunjukkan bahwa bobot per buah yang


dihasilkan pada taraf konsentrasi P 90 ppm dan K 245 ppm (konsentrasi
tertinggi) yang memiliki nilai masing-masing 111.61 g dan 107.27 g untuk
Spartacus serta 114.31 g dan 112.72 g untuk Goldflame. Hasil ini ternyata
tidak berbeda nyata dengan hasil pada perlakuan dengan konsentrasi P 24
ppm dan K 152 ppm (konsentrasi terkecil) yang nilainya masing-masing
110.47 g dan 112.05 g untuk Spartacus serta 114.08 g dan 112.47 g
untuk Goldflame. Jika dibandingkan dengan hasil percobaan terdahulu
yang dilakukan oleh Noor dan Wahyudi (2000) dengan menggunakan P 68
ppm dan K 214 ppm, bobot per buah yang dihasilkan berkisar antara 50-75
g, maka pemberian konsentrasi pupuk P 24 ppm dan K 152 ppm ternyata
memberikan hasil yang lebih baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perlakuan P 24 ppm dan K 152 ppm memberikan hasil yang lebih efisien
berdasarkan peubah bobot per buah.
Pada peubah ketebalan daging buah, hasil percobaan yang terlihat
pada Gambar 19 menunjukkan bahwa pada varietas Spartacus semua
perlakuan konsentrasi P kecuali P 46 ppm meningkatkan ketebalan daging
buah jika dikombinasikan dengan konsentrasi K 183 ppm, sedangkan hasil
maksimum dicapai pada P 90 ppm dengan K 183 ppm dengan persamaan
regresi Y= - 0.549 + 0.063 K - 0.002 K2 (R= 0.57). Dari grafik Gambar 20
terlihat bahwa pada Goldflame kombinasi P 46 ppm dan K 183 ppm
merupakan hasil maksimum yang dicapai dengan persamaan regresi
Y=1.559 + 0.043 K - 0.00011K 2 (R= 0.72).
Peubah bobot per buah dan ketebalan daging buah juga
menggambarkan laju pembentukan fotosintat yang diperoleh dari proses
fotosintesis atas dukungan unsur hara yang tersedia. Menurut Gardner et
al. (1985) bahwa hasil proses fotosintesis adalah terbentuknya heksosa
yang kemudian menjadi fruktosa, sukrosa (struktural) atau mengalami
polimerasi menjadi tepung atau cadangan makanan sementara di dalam
kloroplas. Heksosa yang dihasilkan akan mengalami mobilisasi ke daerah
yang lebih kompetitif sebagai sink utama yaitu buah. Sebagian heksosa
juga akan masuk ke dalam sistem pernafasan sel dan dibongkar untuk
98

menghasilkan energi atau diubah menjadi komponen organik dan


cadangan metabolik yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Oleh karena itu, bobot per buah dan ketebalan daging buah
sangat erat kaitannya dengan laju fotosintesis dan respirasi yang terjadi.
Jika dikaitkan dengan hasil percobaan, diduga rendahnya hasil (yield)
disebabkan oleh relatif lebih tingginya respirasi sebagai akibat dari
tingginya suhu udara rata-rata pada siang dan malam hari di lokasi
percobaan, sehingga asimilat yang dihasilkan dari proses fotosintesis
menjadi berkurang.
Berdasarkan Tabel 25 terlihat bahwa perlakuan pemupukan tidak
menunjukkan pengaruh beda nyata terhadap tanaman uji berdasarkan
peubah volume buah. Pemberian pupuk P 24 ppm dan K 152 ppm
(terendah) tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk P 90 ppm dan K
245 ppm. Menurut Watanabe (2003) bahwa formasi buah (fruitset) dan
volume buah sangat ditentukan oleh efisiensi fotosintesis dan dipengaruhi
oleh total radiasi matahari dan ILD. Heuvelink dan Marcelis (1996)
menyatakan bahwa tingginya asupan asimilat akan menyebabkan
banyaknya daun yang terbentuk sehingga daun akan lebih banyak, lebar,
berat dan tebal, namun sebaliknya akan menyebabkan laju pertumbuhan
dan perkembangan buah menjadi terhambat. Hal tersebut diduga terkait
dengan adanya persaingan antara organ vegetatif (daun) dengan
pengisian buah sebagai sink dalam tanaman paprika. Asupan asimilat
memberikan pengaruh penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan
buah selama periode generatif. Berdasarkan hal tersebut ternyata faktor
jumlah daun sangat berperan dalam meningkatkan hasil panen. Heuvelink
dan Marcelis (1996) menambahkan bahwa pada tanaman paprika rasio
ideal jumlah daun dan bunga sebaiknya mendekati satu agar diperoleh
volume buah yang relatif baik, sedangkan dari hasil percobaan yang
dilakukan nilai tersebut diduga mencapai nilai yang lebih besar mengingat
tidak dilakukannya penjarangan daun. Hal tersebut diduga bahwa asimilat
yang terbentuk lebih banyak terdistribusi ke bagian vegetatif tanaman dan
99

menyebabkan volume buah yang dihasilkan dari percobaan ini lebih


dominan mencapai grade B.

SIMPULAN
1. Beberapa kombinasi pupuk P dan K yang dicobakan tidak memberikan
pengaruh beda nyata terhadap pertumbuhan dan produktivitas paprika
2. Kombinasi konsentrasi terendah pupuk P 24 ppm dan K 152 ppm lebih
efisien dalam budidaya paprika secara hidroponik di dataran rendah
PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN NUTRISI
TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU
HASIL PANEN PAPRIKA

(The effect of fertigation frequency on productivity and


quality of sweet pepper)

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi fertigasi yang


optimum untuk menunjang produktivitas dan mutu hasil paprika di dataran
rendah. Percobaan ini menggunakan sistem hidroponik substrat yang
ditanam di dalam rumah plastik dengan naungan 27.5%. Varietas paprika
yang digunakan adalah Spartacus dan Goldflame yang diuji dengan
frekuensi fertigasi sebanyak 3, 4, 5 dan 6 kali per hari masing-masing
250 ml selama fase generatif.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi fertigasi
4 kali per hari pada Spartacus dan 5 kali per hari pada Goldflame masing-
masing 250 ml memberikan pengaruh beda nyata dan hasil terbaik
terhadap tanaman uji pada peubah bobot per buah dan ketebalan daging
buah, namun tidak memberikan pengaruh beda nyata pada peubah utama
yaitu jumlah buah per tanaman dan bobot per buah. Sehingga frekuensi
fertigasi 3 kali per hari masing-masing 250 ml merupakan frekuensi yang
efisien dalam budidaya paprika di dataran rendah Pulau Batam.

Kata kunci : Hidroponik, paprika, fertigasi, nutrisi


101

Abstract

The objective of this experiment is to find out the optimum


fertigation frequency to support the productivity and quality of sweet
pepper in lowland area . The sweet pepper were planted using
hydroponics system in lowland of Batam Island. The experiment was
conducted by evaluating 4 fertigation frequency (3, 4, 5 and 6 times per
day ) 250 ml each on Spartacus and Goldflame.
The result of the experiment showed that 4 times per day fertigation
frequency for Spartacus and 5 times per day for Goldflame gave the best
result for sweet pepper, but gave no significant difference for main
parameters such as sum of fruits per plant and weight per fruit. That would
mean 3 times fertigation frequency is efficient.
.

Keyword : Hydroponics, sweet pepper, fertigation, nutrition


PENDAHULUAN

Paprika tergolong jenis tanaman yang peka terhadap kelebihan dan


kekurangan air. Kebutuhan air tanaman dapat mempengaruhi hasil dan
kualitas buah paprika. Pemberian air dan nutrisi (fertigasi) yang optimum
akan meningkatkan hasil yang lebih besar (Somos 1984). Fertigasi
merupakan metode pemberian nutrisi yang diaplikasikan bersamaan
dengan pemberian air. Fertigasi memiliki banyak kelebihan antara lain
mengurangi biaya operasional, meningkatkan efisiensi nutrisi yang
diberikan, menghemat energi dan tenaga kerja, waktu aplikasi lebih
fleksibel, memudahkan penyerapan nutrisi oleh akar, dan ramah
lingkungan (Imas 1999).
Imas (1998) menambahkan bahwa dalam teknik fertigasi dilakukan
penyesuaian jumlah dan konsentrasi nutrisi yang diberikan sehingga
dapat diketahui kebutuhan aktual tanaman selama periode pertumbuhan.
Untuk membuat perencanaan yang tepat dalam pemberian nutrisi, maka
perlu diketahui rata-rata kebutuhan nutrisi yang optimum sehingga dapat
dihasilkan produksi dan kuantitas hasil yang baik. Selain itu, frekuensi
fertigasi juga dapat mengatur keseimbangan fase vegetatif dan generatif.
Pada jumlah volume yang semakin banyak, frekuensi fertigasi cenderung
mendorong pertumbuhan vegetatif.
Tujuan utama fertigasi adalah untuk menjaga kecukupan air dan
nutrisi bagi tanaman, namun fertigasi juga memiliki tujuan lain untuk
membantu menjaga suhu daerah perakaran agar tetap dalam kondisi
yang optimum untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik.
Menurut Daskalaki dan Burrage (1998) suhu daerah perakaran yang
dingin akan meningkatkan penyerapan air dan nutrisi sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian beberapa frekuensi
fertigasi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
paprika varietas Spartacus dan Goldflame di dataran rendah.
103

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan di Kawasan Pertanian Terpadu Sei
Temiang Batam dengan ketinggian ± 20 m dpl pada posisi 1o7’LU dan
104o 7’BT. Percobaan dilaksanakan pada November 2004 hingga Mei
2005.
Bahan Tanaman
Bahan utama yang digunakan adalah dua varietas paprika yang
merupakan varietas terbaik hasil percobaan tahap I yaitu Spartacus dan
Goldflame. Benih paprika didapat dari PT. Joro Indonesia.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Rancangan percobaan yang digunakan adalah Split Plot dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai rancangan lingkungan.
Percobaan terdiri atas 7 ulangan. Sebagai petak utama adalah varietas
yang terdiri atas dua taraf yaitu varietas Spartacus (V1) dan Goldflame
(V2), sedangkan sebagai anak petak adalah frekuensi fertigasi yang terdiri
atas 4 taraf yaitu 3 kali (F1), 4 kali (F2), 5 kali (F3), dan 6 kali (F4) per hari
dengan setiap fertigasi diberikan sebanyak 250 ml. Jadwal fertigasi
terlihat pada Tabel 31.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + Vi + δik + Pj +VP ij + ε ijk


Keterangan :
Yijk = Hasil respon varietas ke-i yang diberi fertigasi ke-j, ulangan ke-k
µ = Rataan umum

Vi = Pengaruh varietas ke-i

δik = Pengaruh acak petak utama

Pj = Pengaruh fertigasi ke-j

VP ij = Pengaruh interaksi varietas ke-i dengan fertigasi ke-j


εijk = Pengaruh galat
104

Pada perlakuan yang berbeda nyata dilakukan analisis ragam


(Anova) dengan asumsi data menyebar normal, saling bebas dan galat
muncul secara acak. Jika terdapat beda nyata pada uji F maka dilanjutkan
dengan uji Duncan pada taraf 5% dan 10%. Pada percobaan ini
digunakan kombinasi perlakuan dengan 2 taraf varietas dan 4 tar af
perlakuan fertigasi masing-masing terdapat 7 ulangan, sehingga jumlah
seluruh tanaman sebanyak 2 x 4 x 7 = 54 tanaman.

Pelaksanaan Fertigasi
Fertigasi dilakukan secara manual menggunakan pupuk standar
(Agrotrisari) seperti yang digunakan pada percobaan tahap I (Lampiran 4).
Komposisi dan jumlah nutrisi yang diberikan disesuaikan dengan fase
pertumbuhan. Pada fase vegetatif, fertigasi dilakukan sebanyak 150 ml
untuk setiap kali fertigasi. Setelah mencapai fase generatif fertigasi
dilakukan sebanyak 250 ml setiap kali fertigasi dengan jadwal fertigasi
yang diatur berdasarkan perlakuan pada Tabel 27.

Tabel 27. Jadwal Fertigasi Percobaan Tahap III


Frekuensi Fertigasi
Waktu Fertigasi
(x 250 ml)
3 7.30 11.00 14.30
4 7.30 9.30 13.30 16.30
5 7.30 9.30 11.00 13.30 16.30
6 7.30 9.30 11.00 13.30 14.30 16.30

Pengamatan
Dalam percobaan dilakukan pengamatan mikroklimat dan
agronomi. Beberapa peubah yang diamati yaitu :
A. Pengamatan Peubah Mikroklimat
Untuk mengetahui keadaan unsur mikroklimat di sekitar lingkungan
tanaman diamati beberapa unsur iklim mikro yaitu :
1. Suhu Udara dan Kelembaban Nisbi
Pengukuran suhu udara rata-rata harian dilakukan menggunakan
termometer yang dipasang pada masing-masing unit rumah plastik.
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari yaitu pada
pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore). Pengukuran
105

dimulai sejak penanaman hingga panen. Suhu udara rata-rata harian


dihitung dengan rumus :
T rata-rata harian = (2 x T pagi) + T siang + T sore ….....… (7)
4
Pengukuran kelembaban nisbi (RH) rata-rata harian dilakukan dengan
menggunakan hygrometer yang dipasang pada masing-masing
perlakuan. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali setiap hari yaitu
pada pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore) dimulai sejak
penanaman hingga panen. Kelembaban nisbi rata-rata harian dihitung
dengan menggunakan rumus
RH rata-rata harian = (2 x RH pagi) + RH siang + RH sore …(8)
4
2. Suhu Media
Pengukuran suhu media menggunakan termometer stik yang
dimasukkan ke dalam media sedalam ±10 cm. Pengukuran suhu
media dilakukan setiap Senin dan Kamis (seminggu 2 kali) yaitu pada
pukul 07.00 (pagi), 12.30 (siang), dan 17.00 (sore) yang dimulai sejak
penanaman hingga panen. Selain itu dilakukan pengukuran setiap jam
dalam waktu 24 jam sebanyak 5 kali selama periode tanam bersamaan
dengan pengukuran suhu udara.
3. Intensitas Radiasi Matahari (W/m 2)
Pengukuran intensitas radiasi matahari dilakukan menggunakan tube
solarimeter yang dipasang pada masing-masing unit rumah plastik.
Pengukuran dilakukan setiap hari sejak pukul 07.00 hingga pukul
17.00 dimulai sejak penanaman hingga panen.

B. Pengamatan Peubah Agronomi


1. Jumlah Buah per Tanaman
Pengamatan jumlah buah per tanaman dilakukan dengan cara
menghitung total jumlah buah per tanaman hingga panen terakhir.
2. Bobot Buah per Tanaman
Bobot buah per tanaman diukur dengan menimbang buah dari total
yang dipanen per individu tanaman hingga panen terakhir.
106

3. Bobot per Buah


Bobot per buah diukur dengan menimbang masing-masing buah dari
total yang di panen, lalu diambil nilai rata-rata pada masing-masing
varietas tanaman atau pada masing-masing perlakuan.
4. Ketebalan Daging Buah
Pengukuran dilakukan dengan mengukur ketebalan masing-masing
buah hasil panen dengan jangka sorong, lalu diambil nilai rata-rata
pada masing-masing varietas atau perlakuan.

HASIL
Peubah Mikroklimat
1. Suhu, Kelembaban Nisbi dan Intensitas Radiasi Matahari
Selama percobaan kisaran suhu yang terjadi antara 22.3-31.3°C.
Bulan Februari merupakan bulan dengan suhu rata-rata yang tertinggi
yaitu maksimal 29.2 °C. Kelembaban nisbi tercatat pada kisaran 73-86%
dengan nilai kelembaban nisbi terendah yaitu 73% terjadi pada Febr uari.
Intensitas radiasi matahari di luar rumah plastik berkisar antara 58 W/m 2
pada bulan Mei dan 382 W/m 2 pada bulan Februari. Intensitas radiasi
matahari di dalam rumah plastik berkisar antara 44 W/m 2 pada Mei dan
197 W/m 2 pada bulan Februari (Tabel 28).

Tabel 28. Pengamatan Mikroklimat Percobaan Tahap III


Waktu Pengamatan
Pengamatan
Januari Februari Maret April Mei
Suhu Maks (°C) 29.0 31.0 30.5 31.3 30.8
Suhu Min (°C) 22.3 27.5 25.8 25.8 25.0
Suhu R ata2 (°C) 27.4 29.2 29.0 28.8 27.9
RH R ata2 (%) 77 73 76 80 86
IRM Pagi Luar (W/m 2 ) 105 142 95 105 80
IRM Pagi Dalam (W/m 2 ) 57 47 58 59 44
2
IRM Siang Luar (W/m ) 375 382 277 244 137
IRM Siang Dalam (W/m 2 ) 142 197 156 132 78
2
IRM Sore Luar (W/m ) 176 121 127 88 58
2
IRM Sore Dalam (W/m ) 88 65 71 48 36
107

2. Suhu Media
Data suhu media pada percobaan tahap III menunjukkan bahwa
suhu media selama periode penanaman pada kisaran 25-32°C (Tabel 29).
Suhu terendah terjadi pada Januari yaitu 25°C dan tertinggi pada Februari
32 °C.
Tabel 29. Rata-rata Suhu Udara dan Suhu Media Selama Periode
Pertumbuhan Tanaman
Suhu Udara Suhu Media ( °C)
Bulan
(°C) 3x 4x 5x 6x
Pagi (07.00 WIB)
Januari 26 26 26 26 25
Februari 28 28 27 27 27
Maret 27 26 26 26 26
April 28 28 27 27 26
Rata-rata 27.25 27 26.5 26.5 26
Siang (12.30)
Januari 30 29 29 28 28
Februari 31 30 30 29 29
Maret 27 27 26 26 26
April 30 29 29 28 27
Rata-rata 29.5 28.75 28.50 27.75 27.50
Sore (17.00)
Januari 28 30 30 28 27
Februari 30 32 32 30 30
Maret 29 31 30 29 28
April 29 30 31 28 28
Rata-rata 29 30.75 30.75 29 28.25

Gambar 23 menunjukkan perbandingan suhu udara dengan suhu


media pada perlakuan frekuensi fertigasi yang berbeda. Sejak pukul 07.00
hingga pukul 13.00 suhu udara mengalami peningkatan dengan nilai
tertinggi mencapai 32°C, namun dalam periode waktu tersebut suhu
media lebih rendah dari pada suhu udara. Se telah pukul 14.00 hingga
pukul 04.00 suhu media lebih tinggi dibandingkan suhu udara.
Sejak pukul 07.00 suhu udara terus meningkat mengikuti
peningkatan IRM yang masuk ke dalam rumah plastik dan mencapai
puncak pada pukul 13.00. Suhu media meningkat mengikuti kenaikan
108

suhu udara namun nilainya lebi h rendah. Setelah pukul 13.00 s uhu udara
mulai menurun mengikuti penurunan IRM, namun suhu media tetap
konstan dan mengalam i penurunan setelah pukul 15.00.

35
33
Suhu ( C)

31
o

29
27
25
23
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6

Waktu Pengamatan
Suhu Udara Suhu Media Penyiraman 3x
Suhu Media Penyiraman 4x Suhu Media Penyiraman 5x
Suhu Media Penyiraman 6 x

Gambar 23. Suhu Udara dan Suhu Media pada 4 Taraf Perlakuan
Frekuensi Fertigasi

Dari Gambar 23 juga terlihat bahwa terdapat pengaruh frekuensi


fertigasi terhadap suhu media. Perlakuan frekuensi fertigasi 6 kali
memberikan pengaruh terhadap rendahnya suhu media dibandingkan
dengan perlakuan 5 kali, 4 kali, dan 3 kali yang memiliki suhu lebih tinggi,
namun secara umum tetap menunjukkan pola yang sama yaitu meningkat
hingga pukul 15.00-16.00 kemudian cenderung menurun mulai pukul
18.00.

A. Peubah Agronomi
1. Jumlah Buah per Tanaman
Hasil analisis statistik pada Tabel 30 menunjukkan bahwa
perlakuan frekuensi fertigasi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
buah per tanaman, namun jumlah buah per tanaman tertinggi pada
varietas Spartacus dengan frekuensi fertigasi 4 kali sehari yaitu 7.30 dan
diikuti oleh frekuensi fertigasi 3 kali, 5 kali dan 6 kali masing-masing 6.00,
5.59 dan 5.43. Untuk Goldflame jumlah buah per tanaman tertinggi
109

dengan frekuensi fertigasi 5 kali sehari yaitu 6.57, diikuti oleh frekuensi
fertigasi 4 kali, 6 kali, 3 kali m asing -masing 6.14, 5.86, dan 5.57.

Tabel 30. Pengaruh Frekuensi Fertigasi dan Varietas terhadap Jumlah


Buah per Tanaman dan Bobot Buah per Tanaman
Frekuensi Fertigasi
Spartacus Goldflame
(x 250 ml)
Jumlah Buah per Tanaman
3 6.00 5.57
4 7.30 6.14
5 5.59 6.57
6 5.43 5.86
Bobot Buah per Tanaman (g)
3 633.50 602.77
4 784.97 660.83
5 624.96 741.94
6 559.16 615.64

2. Bobot Buah Per Tanaman


Dari Tabel 30 terlihat bahwa semua perlakuan frekuensi fertigasi
dan varietas tidak memberikan pengaruh beda nyata pada peubah bobot
buah per tanaman. Varietas Spartacus mencapai nilai bobot buah per
tanaman tertinggi pada perlakuan frekuensi fertigasi 4 kali yaitu 784.97 g,
diikuti oleh frekuensi fertigasi 3 kali, 5 kali, dan 6 kali masing-masing
633.50 g, 624.96 g, dan 559.16 g. Pada varietas Goldflame terlihat bahwa
perlakuan frekuensi fertigasi 5 kali memberikan bobot buah per tanaman
yang tertinggi yaitu 741.94 g, diikuti oleh frekuensi fertigasi 4 kali, 6 kali,
dan 3 kali masing-masing 660.83 g, 615.64 g, dan 602.77 g.

3. Bobot per Buah


Hasil percobaan pada Tabel 31 menunjukkan bahwa perlakuan
fertigasi berpengaruh nyata terhadap bobot per buah. Frekuensi fertigasi 5
dan 4 kali sehari pada varietas Spartacus memberikan nilai bobot per
buah tertinggi yaitu 111.13 g dan 108.41 g diikuti dengan frekuensi
fertigasi 3 kali dan 6 kali masing-masing 105.02 g dan 103.21 g. Pada
varietas Goldflame frekuensi fertigasi 5 kali memberikan hasil bobot per
buah tertinggi yaitu 113.40 g diikuti frekuensi fertigasi 4 kali, 3 kali dan 6
kali masing-masing 109.53 g, 108.20 g, dan 105.06 g.
110

Tabel 31. Pengaruh Frekuensi Fertigasi terhadap Bobot per Buah


Frekuensi Fertigasi Bobot per Buah (g)
(x 250 ml) Spartacus Goldflame
3 105.02b 108.20b
4 108.41a 109.53b
5 111.13a 113.40a
6 103.21b 105.06b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%

4. Ketebalan Daging Buah


Dari Tabel 32 terlihat adanya interaksi frekuensi fertigasi dengan
varietas terhadap peubah ketebalan daging buah. Frekuensi fertigasi tidak
berpengaruh terhadap peubah ketebalan daging buah. Frekuensi fertigasi
4 kali pada varietas Spartacus memberikan ketebalan daging buah yang
tertinggi yaitu 5.61 mm diikuti frekuensi fertigasi 3 kali, 5 kali, dan 6 kali
masing-masing 5.55 mm, 5.51 mm, dan 5.18 mm. Pada varietas
Goldflame nilai ketebalan daging buah tertinggi dengan frekuensi fertigasi
5 kali yaitu 5.21 mm diikuti frekuensi fertigasi 6 kali, 4 kali , dan 3 kali
masing-masing 5.18 mm, 5.09 mm, dan 4.99 mm.

Tabel 32. Pengaruh Interaksi Frekuensi Fertigasi dan Varietas terhadap


Ketebalan Daging Buah
Frekuensi Fertigasi Ketebalan Daging Buah (mm)
( x 250 ml) Spartac us Goldflame
3 5.55aA 4.99aB
4 5.61aA 5.09aB
5 5.51aA 5.21aA
6 5.18aA 5.18aA
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan
angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada lajur yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %

PEMBAHASAN

A. Pengamatan Mikroklimat
Dari data hasil pengamatan mikroklimat pada Tabel 28 terlihat
bahwa selama percobaan kisaran suhu udara adalah 22.3 – 31.3°C. Pada
siang hari suhu mencapai titik tertinggi. Pengaruh yang terjadi akibat suhu
tinggi pada siang hari adalah terjadinya kelayuan sementara pada
tanaman. Kelayuan sementara pada tanaman terjadi akibat meningkatnya
111

laju evapotranspirasi sehingga tanaman dengan cepat mengalami


kekurangan air. Selain itu kelayuan sementara dapat disebabkan oleh
terbatasnya larutan nutrisi dan air, terbatasnya permukaan akar untuk
mengabsorbsi uap air dan/atau terlalu banyak daun (area untuk
transpirasi) dibandingkan akar (area untuk absorbsi). Bila kondisi ini terjadi
terus menerus akan mengganggu proses metabolisme tanaman yang
kemudian berpengaruh terhadap penurunan laju pertumbuhan dan
produktivitas hasil panen. Dalam jangka panjang akan terjadi kematian
tanaman karena kadar air tersedia di daerah perakaran telah mencapai
titik layu permanen. Dalam percobaan ini tanaman uji tidak menunjukkan
tanda-tanda terjadinya layu permanen, hal tersebut karena fertigasi
dilakukan secara berkala sehingga tanaman mendapatkan air dan nutrisi
yang cukup.
Selain suhu tinggi, suhu yang ekstrim rendah dalam budidaya
tanaman juga tidak menguntungkan. Hasil percobaan Romano dan
Leonardi (1994) menunjukkan bahwa pemberian uap dingin 9°C pada
lingkungan tanaman menyebabkan terjadinya penurunan dan penundaan
proses pembuahan pada tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman membutuhkan suhu optimum
untuk pertumbuhannya yang maksimum . Menurut Schwarz (1995) suhu
optimum untuk proses pertumbuhan maksimum beragam tergantung pada
spesies tanaman, lingkungan akar dan tajuk, panjang hari, intensitas
radiasi matahari dan kelembaban. Pertumbuhan akar dan tajuk terbaik
pada semua sayuran umumnya terjadi pada suhu media antara 15-25°C.
Menurut Gent dan Ma (2000) bahwa suhu zona perakaran dibawah 15°C
akan menyebabkan melambatnya pengisapan unsur hara meskipun suhu
udara (lingkungan) cukup hangat. Sebaliknya suhu perakaran yang
hangat (20-25°C) akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
yang disebabakan tingginya proses fotosintesis, namun kondisi suhu
rendah menyebabkan melambatnya pertumbuhan tanaman akibat
terbatasnya penyerapan nutrisi (Schwarz 1995). Pada percobaan ini suhu
112

udara yang tercatat sudah berada di luar kisaran suhu yang mendukung
pertumbuhan tanaman uji.
Dari Tabel 28 terlihat bahwa kelembaban nisbi (RH) tercatat pa da
73-86% dengan nilai RH terendah terjadi pada Februari. Kelembaban
relatif sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya peningkatan
penyerapan air dan proses transpirasi. Dalam keadaan RH yang relatif
rendah akan mendorong terjadinya peningkatan proses transpirasi yang
lebih lanjut apabila air dan nutrisi kurang tersedia pada daerah perakaran
maka akan mengakibatkan terganggunya proses -proses fisiologi,
pembelahan sel, pengisian biji, translokasi fotosintat, kelayuan dan
keguguran daun (Ritchie 1980). Selain itu transpirasi yang berlebihan
akan menyebabkan meningkatnya tegangan air yang berdampak terhadap
penurunan pembelahan sel, pembentukan cabang dan tunas pada
tanaman.
Intensitas radiasi matahari di dalam rumah plastik berkisar antara
44-197 W/m2. Intensitas radiasi matahari yang tinggi akan berpengaruh
terhadap transpirasi melalui perubahan suhu dan kelembaban nisbi serta
mempengaruhi suhu media tanam. Dari data Tabel 28 terlihat bahwa
intensitas radiasi matahari yang diterima oleh tanaman di dalam rumah
plastik relatif lebih rendah dibandingkan dengan di luar yaitu sekitar
53.3%, namun kondisi ini memberikan kondisi yang mendukung
pertumbuhan tanaman uji pada percobaan ini.
Rata-rata suhu media selama periode pertumbuhan tanaman
berada pada kisaran 25-32°C. Suhu tersebut sudah berda di luar batas
toleransi persyaratan tumbuh tanaman yang dalam pertumbuhannya
membutuhkan kisaran suhu media antara 21-25°C (Tindal 1983). Suhu
yang tinggi tersebut terjadi siang hari pada media dengan perlakuan
penyiraman 3 dan 4 kali. Perlakuan frekuensi fertigasi diduga memberikan
pengaruh terhadap penurunan suhu media. Hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 29 bahwa peningkatan jumlah frekuensi fertigasi menurunkan
rata-rata suhu media sebesar 1-2°C.
113

Penurunan suhu media dapat meningkatkan pertumbuhan dan


penyerapan nutrisi oleh akar, hal tersebut telah dilakukan oleh Gent dan
Ma (2000) terhadap tanaman tomat bahwa pertumbuhan dan penyerapan
nutrisi meningkat pada suhu daerah perakaran mencapai 24-27°C.
Percobaan Sugimoto et al. (2001) pada tanaman Colocasia esculenta (L)
Shott yang memberikan perlakuan suhu media 25 -35.8°C mendapatkan
hasil bobot kering dan luas daun tertinggi, sedangkan laju fotosintesis
daun maksimum terjadi pada suhu akar 27°C.
Menurut Sasaki (1991) bahwa pendinginan zona perakaran akan
menyebabkan sayuran buah seperti paprika dan tomat dapat tumbuh
selama musim panas di Jepang. Hasil percobaannya menunjukkan bahwa
tanaman tersebut dapat ditanam dalam musim panas jika larutan nutrisi
didinginkan pada suhu 25°C. Menurut Daskalaki dan Burrage (1998)
pada suhu daerah perakaran mencapai 28°C terjadi peningkatan
kemampuan akar menyerap air. Suhardiyanto (1994) menyatakan bahwa
pendinginan daerah perakaran dengan suhu 22.4°C dapat meningkatkan
pertumbuhan akar dan daun tomat yang lebih baik .
Affan et al. (2005) menyatakan bahwa variasi laju penyerapan
nutrisi pada tanaman dipengaruhi oleh suhu media. Suhu media yang
tinggi (melebihi optimum) menyebabkan rendahnya penyerapan beberapa
unsur nutrisi seperti NO3- dan Ca2+ sehingga konsentrasi nutrisi dalam
pembuluh xylem lebih rendah, lebih lanjut mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan tanaman. Dalam jangka panjang pengaruh suhu tinggi akan
berakibat pada terganggunya fungsi fisiologis akar.

B. Peubah Agronomi
Air dan nutrisi yang diaplikasikan dalam fertigasi sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tanaman paprika membutuhkan ketersediaan air dan nutrisi yang relatif
lebih tinggi pada fase generatif dibandingkan dengan fase vegetatif. Hal
tersebut terkait dengan proses fotosintesis yang menghasilkan bahan
asimilat untuk mendukung proses pembungaan dan pembentukan buah.
Peningkatan jumlah dan konsentrasi nutrisi dalam batas tertentu pada
114

tanaman paprika akan meningkatkan pertumbuhan dan mempercepat


waktu kemunculan bunga pada fase generatif (Yusniwati et al. 2004).
Pemberian fertigasi yang optimum akan memberikan pengaruh terhadap
hasil pertumbuhan yang baik, tetapi peningkatan konsentrasi nutrisi yang
berlebihan pada zona perakaran akan menyebabkan tanaman mengalami
stress karena kesulitan untuk menyerap air dari media dan lebi h lanjut
berdampak pada menurunnya pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Hasil analisis statistik data hasil percobaan menunjukkan bahwa
perlakuan frekuensi fertigasi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
buah per tanaman dan bobot buah per tanaman, namun perlakuan
fertigasi 4 kali pada Spartacus dan 5 kali pada Goldflame memberikan
hasil jumlah buah tertinggi masing-masing 7.30 dan 6.57. Jumlah buah
per tanam an paprika dipengaruhi oleh jumlah bakal buah dan bunga yang
tidak gugur saat fase pembungaan dan pembentukan buah. Ketersediaan
air di daerah perakaran, lingkungan mikroklimat seperti suhu, intensitas
radiasi matahari dan angin, serta ketersediaan nutrisi tertentu merupakan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keguguran buah dan bunga
tanaman paprika dalam fase generatif . Menurut Gardner et al. (1985)
bahwa tanaman yang mengalami kekurangan air serta nutrisi P dan K
akan mudah mengalami keguguran bunga dan buah, sebaliknya apabila
dalam kondisi tercukupi maka tidak banyak bunga dan buah yang gugur.
Toleransi tanaman paprika terhadap cekaman air tidak dapat
menahan terjadinya keguguran bunga dan bakal buah. Hal tersebut
karena adanya perbedaan kandungan air pada bagian bagian tanaman
yang menyebabkan perbedaan kekuatan bagian-bagian yang lebih kering.
Gugurnya bunga dan buah muda menyebabkan berkurangnya jumlah
buah yang dihasilkan tanaman percobaan. Oleh karena itu frekuensi
fertigasi jauh lebih penting dibandingkan dengan pemberian total volume
air yang besar karena frekuensi fertigasi dapat mengatur keseimbangan
fase vegetatif dan generatif sehingga bunga atau buah tidak banyak yang
gugur. Pada percobaan ini perlakuan frekuensi fertigasi tidak memberikan
115

pengaruh beda nyata terhadap kemampuan tanaman untuk meningkatkan


jumlah bunga dan buah.
Seperti pada peubah jumlah buah per tanaman, pada peubah
bobot buah per tanaman varietas Spartacus mencapai nilai tertinggi pada
perlakuan frekuensi fertigasi 4 kali sehari yaitu 784.97 g, sedangkan pada
varietas Goldflame frekuensi fertigasi 5 kali sehari memberikan bobot
buah per tanaman yang tertinggi yaitu 741.94 g. Kisaran frekuensi fertigasi
yang diberikan pada tanaman uji diduga tidak cukup memberikan
pengaruh yang berbeda pada peubah jumlah buah per tanaman dan
bobot buah per tanaman berdasarkan pengujian statistik DMRT hingga
taraf 10%.
Perlakuan frekuensi fertigasi memberikan pengaruh beda nyata
terhadap bobot per buah dan ketebalan daging buah berdasarkan
pengujian DMRT taraf 5% (Tabel 31 dan 32). Hasil percobaan pada
peubah bobot per buah menunjukkan bahwa dalam keadaan cuaca
normal (tidak panas terik), penyiraman 4 dan 5 kali sehari pada varietas
Spartacus serta penyiraman 5 kali pada varietas Goldflame memberikan
nilai bobot per buah yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Demikian juga pada peubah ketebalan daging buah, pada Spartacus
frekuensi fertigasi 4 kali sehari dan pada Goldflame frekuensi fertigasi 5
kali sehari memberikan hasil yang lebih tinggi pula dibandingkan
perlakuan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing
varietas paprika membutuhkan ketersediaan air dan nutrisi tertentu yang
optimum untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Varietas Spartacus
membutuhkan air dan nutrisi yang relatif lebih sedikit dibandingkan
Goldflame. Menurut Sumarna dan Kusandriani (1994) jumlah air dan
nutrisi yang dibutuhkan tanaman berbeda-beda sesuai dengan umur, jenis
tanaman, varietas, serta kondisi mikroklimat. Frekuensi fertigasi 4-5 kali
menyebabkan suhu media berada pada kisaran 26.5-30.75°C, kisaran
suhu tersebut relatif dapat mendukung pertumbuhan tanaman dan
memberi kan hasil produksi yang relatif baik.
116

Menurut Somos (1984) jumlah air dan nutrisi tanaman yang


diberikan pada tanam an dapat mempengaruhi jumlah dan kualitas buah
paprika. Pemberian fertigasi yang optimum akan meningkatkan hasil yang
lebih besar. Menurut Sumarna dan Kusandriani (1994) bahwa manipulasi
lingkungan tumbuh dapat dilakukan dengan memberikan fertigasi dalam
jumlah terte ntu dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu
hasil panen paprika. Secara umum tanaman cabai membutuhkan jumlah
air berkisar antara 600-1250 ml/tanaman/hari (Steward dan Nielsen 1990).
Penelitian Patappa (2001) terhadap tanaman papri ka dengan
menggunakan irigasi tetes menunjukkan bahwa kebutuhan air nutrisi
tanaman berkisar antara 436 hingga 570 ml/tanaman/hari, namun apabila
dilakukan dengan cara manual dibutuhkan 1500 ml/tanaman/hari.
Tanaman paprika varietas Orion dan Yolo Wonder yang dibudidayakan di
Lembang memberikan bobot per buah terbaik dengan bobot rata-rata
90.14 g bila diberikan 400 ml/pot/2 hari (Sumarna dan Kusandriani 1992).
Ketersediaan air sangat penting peranannya dalam memelihara
turgiditas sel, penyerapan nutrisi, dan reaksi fotosintesis. Proses
transpirasi dan laju peningkatannya tergantung dari mikroklimat tanaman
seperti temperatur daun, radiasi matahari, kelembaban, kecepatan angin,
umur tanaman, morfologi daun, kesehatan tanaman, dan ketersediaan air
pada zona perakaran (Giacomelli 1998). Menurut Cockshull (1998) jika
daerah perakaran tanaman tomat dalam keadaan kekurangan air maka
akan menyebabkan jumlah buah dan volume buah menurun, selain itu
akan terjadi peningkatan penyakit blossom -end rot. Sebaliknya
kekurangan air pada daerah perakaran akan meningkatkan bobot kering,
keasaman, dan kandungan gula.
Fertigasi yang diberikan ke tanaman sebagian akan memenuhi
rongga-rongga di daerah perakaran dan tertahan pada kondisi hisapan
matriks antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Air nutrisi yang
sudah tidak tertahan lagi sebagian akan mengalami perkolasi dan keluar
dari polybag. Menurut Patappa (2001) arang sekam mencapai titik
kelembaban jenuh pada 25.9%, kapasitas lapang 13.3%, dan titik layu
117

permanen 11.1% volume media tanam. Arang sekam termasuk media


yang memiliki kemampuan menahan air (water holding capacity) yang
rendah. Oleh karena itu media arang sekam yang digunakan dalam
percobaan ini perlu diberi perlakuan fertigasi secara berkala. Pada
percobaan ini ketika umur tanaman dalam fase vegetatif maka fertigasi
dapat dilakukan 3 sampai 4 kali sehari masing-masing 250 ml, sedangkan
pada fase generatif fertigasi dilakukan sebanyak 4-5 kali sehari dengan
menggunakan sistem irigasi manual.
Dalam setiap praktek budidaya, upaya peningkatan produktivitas
dilakukan dengan tujuan meningkatkan jumlah dan bobot buah yang
dihasilkan pada setiap tanaman. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-
usaha untuk meningkatkan hasil per satuan tanaman. Fertigasi 4 kali per
hari untuk Spartacus dan 5 kali per hari untuk Goldflame merupakan
frekuensi fertigasi yang memberikan hasil terbaik pada peubah bobot per
buah dan ketebalan daging buah, namun tidak memberikan pengaruh
nyata pada jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman
sebagai peubah utama. Dalam upaya efisiensi maka pemberian fertigasi
3 kali sehari dapat direkomendasikan dalam teknik budidaya paprika
dengan sistem hidroponik di dataran rendah.

SIMPULAN

Frekuensi fertigasi 3 kali merupakan frekuensi fertigas i yang efisien


untuk menghasilkan produktivitas dan mutu panen tanaman paprika yang
dibudidayakan secara hidroponik di dataran rendah Pulau Batam.
127

SIMPULAN UMUM DAN SARAN

Simpulan Umum
Dari data hasil percobaan dan uraian di atas diperoleh beberapa
simpulan
1. Perlakuan naungan 27.5% menurunkan IRM mencapai 155 W/m2
(49%) sehingga memberikan kondisi lingkungan yang mendukung
pertumbuhan, produktivitas, dan mutu paprika yang lebih baik .
2. Suhu media selama percobaan (tahap I, II dan III) memiliki nilai yang
relatif tinggi yaitu berkisar 25-32o C, namun kondisi tersebut masih
lebih rendah dari suhu udara terutama pada siang hari sehingga tetap
mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan mutu paprika.
3. Varietas Goldflame dan Spatacus merupakan genotipe paprika yang
adaptif untuk dikembangkan di dataran rendah Pulau Batam
berdasarkan peubah tinggi tanaman, jumlah buah per tanaman,
bobot buah per tanaman, bobot per buah, ketebalan daging buah dan
volume buah.
4. Kombinasi taraf pemupukan P 24 ppm dan K 152 ppm lebih efisien
dalam budidaya tanaman paprika secara hidroponik di dataran rendah
Pulau Batam.
5. Penyiraman larutan nutrisi sebanyak 3 kali sehari masing-masing
250 ml merupakan frekuensi fertigasi yang efisien untuk
menghasilkan produktivitas dan mutu hasil panen paprika yang baik.

Saran
1. Aplikasi budidaya hidroponik paprika di dataran rendah disarankan
menggunakan varietas Spartacus dan Goldflame dengan naungan
27.5%, penggunaan tingkat pupuk P 24 ppm dan K 152 ppm dan
frekuensi penyiraman sebanyak 3 kali sehari masing-masing 250 ml.
2. Perlu dilakukan dan dikembangkan penelitian tentang zone cooling
daerah perakaran untuk mendukung pertumbuhan, peningkatan
produktivitas, dan mutu hasil panen paprika di dataran rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Abraham A C, Maximo R D V. 1980. Water Management for Vegetable


Crop Production. In. Vegetable Production. Los Banos : University
of the Philippines at Los Banos. P110.

Affan M, Wajima T, Yasutake D, Hidaka K, Kitano M. 2005. High


temperature effect on root absorption. J Agric. Meteorol 60(5):809-
812.

Alam S M. 1999. Nutrient Uptake by Pl ants Under Stress Conditions . In.


Handbook of Plant and Crop Stress. Ed ke-2. New York : Marcel
Dekker.

Amisnaipa. 2005. Rekomandasi pemupukan kalium pada budidaya tomat


menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylene [tesis]. Bogor :
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Amrullah. 2000. Tingkat kandungan klorofil daun dan kontribusinya serta


pengaruh pemupukan NPKMg dan pemberian methanol terhadap
kandungan klorofil, pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai
merah (Capsicum annuum L.) [tesis ]. Bogor : Program
Pascas arjana, Institut Pertanian Bogor.

Anderson J M, Osmond C B. 1983. Relationship between photosynthesis


and respiration. The effect of carbohydrate status on the rate of
CO 2 production by respiration in the darkned and illuminated wheat
leaves. Plant Phisiol 71:574-581.

Asyiardi. 1993. Pengaruh jarak barisan dan pemangkasan daun bawah


tanaman jagung dalam kacang tanah terhadap efisiensi radiasi
surya dan produksi [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Barber S A. 1980. Soil-Plant Interaction in the Phosphorus Nutrition of


Plant. In The Role of Phosphorus in Agriculture. Madison : ASA-
CSSA-SSSA. p 591-615.

[BAOB] Balai Agribisnis Otorita Batam. 2005. Laporan Pemasuk an Produk


Sayur Mayur ke Batam Tahun 2005. Batam : Balai Agribisnis
Otorita Batam.

Biernbaum J A, Versluys N B. 1998. Water management. Hort Tech 8


(4):504-509.
129

Biernbaum J A. 1993. Subirrigation could make environmental and


economical sense for your greenhouse. Professional Plant Growth
assn. News Letter 24 (4):2-14.

Bjorkman O. 1981. The Response of Photosinthesis to Temperature, In


Plants and Their Atmospheric Envronment. Symposium of Brithist
Ecological Society. London : Blackwell Scientific.

Budiarti T. 1994. Pengendalian lingkungan termal zona perakaran


tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mil) dengan sistem NFT
dalam rumah kaca [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Callan E J, Kennedy C W. 1995. Intercropping stokes aster : Effect of


shade on photosynthesis and plant morphology. Crop. Sci.
35:1110-1115.

Cockshull K E. 1998. Plant responses and adaptation to water issues in


the greenhouse environment. Acta Hort 458 (1).
http://www.actahort.org/books/458/458_23.htm [20 Nov 2005].

Daskalaki A, Burrage S W. 1998. Solution temperature and the uptake of


water and nutrients by cucumber ( Cucumis sativis L.) in hydroponic.
Actahort 458 (1). http://www.actahort.org/books/458/458_40.htm
[20 Nov 2005].

Edmond J B, Senn A M, Andrews F A. 1983. Fundamental of Horticulture.


New Delhi : Mc-Graw Hil l.

El-Gizawy A M, Gomaa H M , El-Habbasha K M,. Mohamed S.S. 1993a.


Effect of different shading levels on tomato plants 1. Growth,
flowering and chemical composition. http://www.actahort.org
/books/323/323_.31 htm [5 Februari 2005].

El-Gizawy A M, Gomaa H M, El-Habbasha K M, Mohamed S S. 1993b.


Effect of different shading levels on tomato plants 1. Yield and plant
quality http://www.actahort.org/books/323/323_. 32 htm [5 Februari
2005].

Elliot G. 1990. Reduce water and fertilizer with ebb and flow. Greenhouse
Grower 8(6):70-75.

Faisal A. 1984. Pengaruh naungan, mulsa, dan pupuk terhadap


pertumbuhan tanaman lada (Piper nigrum L.) var. Bulok Belatung
[tesis]. Bogor : Program Pascas arjana, Institut Pertanian Bogor.
130

Fitter A H, Hay R K M. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Sri Andani,


Purbayanti, penerjemah; Srigandono, editor. Fisiologi Lingkungan
Tanaman. Yogyakarta : Gajah Mada Univ. Pr. Terjemahan dari :
Envoronmental Physiology of Plants.

Gardner FP, Pearce PB, Michell RL. 1985. Physiology of Crop Plants.
Lowa : The Lowa State Univ. Pr.

Gallagher J N, Biscoe P V. 1978. Weather, Dry Matter Production and


Yields . In Environmental Effects on Crop Physiology. London :
Academic Pr.

Gent M P N, Ma Y Z. 2000. Plant nutrition with root and shoot temperatur e


variation. Crop Sci 40:1629-1636.

Giacomelli G A. 1998. Monitoring plant water requirements within


integrated crop production systems. ISHS Acta Hort 458 (1)
http://www.actahort.org/books/458/458_1.htm [20 Nov 2005].

Grimme H. 1985. The Dynamics of Potassium in the Soil Plant System . In.
Soil Testing and Plant Analysis . Third Edition. Westerman, editor.
Madison : SSSA Inc. Book Series No.3.

Gumelar A A. 2005. Budidaya cabai merah (Capsicum annuum L.)


dengan irigasi tetes dan mulsa polyethylene [skripsi]. Bogor :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hall D O, Rao K K. 1999. Photosynthesis, Studies in Biology. Cambridge :


Cambridge Univ Pr . 214p.

Hale M G, Orcut D M. 1987. The Physiology of Plant Under Stress.


Virginia : John Wiley and Sons. 206p.

Handoko. 1994. Dasar penyusunan dan aplikasi model simulasi


komputer untuk pertanian [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Harjadi S S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Bogor : Jurusan Budidaya


Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 500p.

Hedge D M. 1997. Nutrient Requirment of Solanaceae Vegetable Crops .


In. Managing Soil Fertility for Intensive Vegetable Production
System in Asia. Morris R A, editor. Proceeding of an International
Conference in Taiwan 4-10 Nov 1997. 346p.

Hendry, Pranis. 1998. Exploring Classroom Hydroponics. USA : National


Gardening Assosiation.
131

Heuvelink E, Marcelis F M. 1996. Influence of assimilate supply on leaf


formation in sweet pepper and tomato. J Hort Sci 71(3): 405-414.

Hidema J, Makino A, Mae Y K, Ojima K. 1992. Changes in the level of


chlorophyll and light -harvesting chlorophyll a/b protein of PS II in
rice leaves aged under different irradiances from full expansion
through senescence. Plant Cell Physiol. 38(8):1290-1214.

Hochmuth G.J. 1992. Fertilizer management for drip-irrigated vegetables


in Florida. HortTechnology 2:27– 32.

Hulaesuddin 2001. Penggunaan plastik penyaring ultraviolet untuk


peningkatan performa tanaman tomat (Lycopersicum esculentum )
[skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan,
Institut Pertanian Bogor.

Im as P. 1999. Recent techniques in fertigation of horticultural crops in


Israel . The IPI-PRII-KKV Workshop on Recent Trends in Nutrition
Management in Horticultural Crops. India.

Irawati R. 2000. Karakteristik iklim mikro dan efisiensi penggunaan radiasi


surya pada pertanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan,
Institut Pertanian Bogor.

Jones H G. 1992. Plants and Microclimate. Cambridge : Cambridge Univ


Pr. 411p.

Juhaiti T. 2000. Perubahan biokimia pada padi gogo yang toleran dan
peka terhadap naungan. Karakteristik enzim Rubisco [tesis]. Bogor
: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

June T. 1993. The effect of light on growth of cassava and shorghum I.


Light distribution and extinction coefficient. Agromet. J. 11(2):37-42.

Kafkafi U. 2001. Root zone parameters controlling plant growth in soilless


culture. Actahort 554 (1).http://www.actahort.org/book/554/554_.htm
[ 21 Nov 2005].

[Koprika] Koperasi Paprika Jawa Bar at. 2004. Laporan Tahunan


Perdagangan Paprika. Bandung : Koperasi Paprika Jawa Barat.

Koesmaryono Y, Febrianty, Darmasetiaw an H. 2004. Modifikasi suhu


tanah untuk kesesuaian tumbuh tanaman soba (Fogopyrum
esculentum Moench) di daerah iklim tropik basah. Ind J. Agric
Meteorol 16I(1):21-27.

Kramer P J. 1988. Water Relationship of Plants. San Diego : Academic Pr.


132

Kusandriani Y. 1996. Pengaruh naungan kasa terhadap hasil beberapa


kultivar cabai. J. Hort 6(1):10-16.

Lambers H, Chapin F S, Pons T L. 1998. Plant Physiologycal Ecology .


New York : Springer Verlag. P299-321.

Las I. 1981. Efisiensi radiasi surya dan pengaruh naungan terhadap padi
gogo [tesis]. Bogor : Program Pascas arjana, Institut Pertanian
Bogor.

Lautt B S. 2003. Fisiologi toleransi padi gogo terhadap naungan:tinjauan


karakteris tik fotosintesis dan respirasi [disertasi]. Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Levitt J. 1980. Responses of Plants to Environmental Stresses. Ed ke-2.


Volume ke-2. New York : Academic Pr.

Maghfoer M H, Koesniharti. 1998. Rekayasa teknologi penaungan dalam


sistem budidaya tanaman paprika (Capsicum annuum). J. Pen. Ilmu
Teknik 10(1).

Marschner H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. London : Academic


Pr. 674p.

Martinez, PF. Tartoura, Roca D. 2001. Air humidity, transpiration and


blossom -end rot in soilless sweet pepper culture. Actahort 559 (2).
http://www.actahort.org/books/559/559_2.htm [5 Februari 2006].

Moelyohadi Y, Koesmaryono Y, Darmasetiawan H, Soepandie D. 1999.


Pengaruh naungan terhadap intersepsi dan efisiensi penggunaan
radiasi surya pada tanaman padi gogo. Ind J. Agric Meteorol 14
(1-2):59-70.

Monteith JL. 1972. Solar radiation and productivity in tropical ecosystems.


Paper IBP / Unesco Meeting on Productivity of Tropical Ecosystem
on Macarere. Unesco. Paris . p.747-764.

Mulyawati. 1992. Pengaruh pemupukan P terhadap pertumbuhan dan


hasil dua varietas/galur kedelai pada intensitas radiasi berbeda
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan,
Institut Pertanian Bogor.

Munandar A, Krisantini. 1989. Teknik Khusus Budidaya Hortikultura..


Bogor : Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p.49.

Nelson P V. 1985. Greenhouse Operation and Management. 3rd eds.


Virginia : Reston Publ.
133

Nicholls RC. 1996. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa tanah. Semarang :


Dahara Prize. Terjemahan dari : Begining Hydroponics Soilless
Gardenning. 258p.

Noor Z, Wahyudi A. 2000. Percobaan pendahuluan budidaya pertanian


hidroponik di Batam Kepulauan Riau. Batam : Badan Otorita
Batam.

Ohashi K, Makino A, Mae T. 1998. Gas exchange characteristic in rice


leaves grown under the condition of physiologicall low temperature
and irradiation. Plant Cell Physiol 19: 1384-1387.

Okada K, Inoue Y, Satoh K, Satoh S. 1992. Effect of light and degradation


of chlorophyl and protein during senescence of detached rice
leaves. Plant Cell Physiol 33 (8):1183-1191.

Ozzane P G. 1980. Phosphate Nutrition of Plants -A General Treatise. In :


The Role of Phosphorus in Agriculture. Madison : ASA-CSS-SSSA.

Patappa A M. 2001. Rancang bangun dan unjuk kerja sistem kendali


otomatik on-off untuk pengendalian kelembaban media tanam
hidroponik pada budidaya paprika (Capsicum annuum L. var.
Grossum) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Paul W U. 1981. Alleviating Plant Water Stress. in Modyfying the Root


Environment to Reduce Crop Stress . Arking G F and E M Taylor,
editor. An ASAE Monograph a Series Published by Am. Soc. Agric.
Enginers. 4:61-93.

Permana A F. 1984. Pengaruh persentase naungan dan warna plastik


sungkup terhadap pertumbuhan stek daun teh [s kripsi]. Bogor :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Prawiranata W S, Harran P, Tjondronegoro. 1995. Dasar-dasar Fisiologi


Tumbuhan. Bogor : Departemen Botani, Institut Pertanian Bogor.

Rahman S M L, Nawata E dan Sakuratani T. 1998. Effect if temperature


and water stress on growth, yield and physiological characteristics
of heat tolerant tomato. Jpn. J. Trop. Agr 42(1):46-53.

Resh H M. 1999. Hydroponics Food Production. California: Woodbridge


Press Publ Co. p.68.

Rita E D. 2002. Pertumbuhan tanaman paprika (Capsicum annuum var.


Grossum) pada berbagai media tanam [skripsi]. Bogor : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
134

Ritchie J T. 1980. Climate and soil water. On moving up the yield curve.
Adv and Obstade 39:1-23.

Romano D, Leonardi C. 1994. The responses of tomato and eggplant to


different minimum air temperatures. Actahort 366 (1). http://www.
actahort.org/books/366/366_4.htm [5 Februari 2006].

Rubatzky V T, Yamaguchi M. 1999. World Vegetable : Principle,


Production and Nutritive Values . Connecticut : AVI .

Ryugo K. 1988. Fruit Culture It’s Science and Art. Canada : John Wiley
and Sons Publ.

Salisbury F B, Ross C W. 1992. Plant Physiology. Vol 1,2,3. California :


Wedsworth.

Sangadji S. 2001. Pengaruh iklim tropis dua ketinggian tempat berbeda


terhadap potensi hasil tanaman soba (Fogopyrum esculentum
Moench) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Sasaki K. 1991. Establishment of a year-round tomato production by


topping at the second truss stage using NFT. Environ. Control in
Biol 29:117-126.

Sato S, Moreshet S, Takagaki M, Shinohara Y, Tadashi I. 2003. Effects of


drought stress on sap flow, stomatal conductance, and leaf water
potential of pepper cultivars (Capsicum annuum L.). Jpn. J. Trop.
Agr. 47(2):61-69.

Schwarz M. 1995. Soilles Culture M anagement. Berlin : Advance Series


in Agriculture Science 24.

Sigh D, Dhillon T S, Singh P, Hundal J S, Singh G J. 2004. Protected


cultivation of sweet pepper hybrids under net-house in Indian
condition. Actahort 659 (2) . http://www. actahort.org/books/659/
659_2.htm [20 Nov 2005].

Sitompul S M, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.


Yogyakarta : Gajah Mada Univ Pr. p.412.

Somos A. 1984. The Paprika. Budapest : Akademia Kiado.

Soeseno, H. 1981. Fisiologi Tumbuhan. Metabolisme Dasar dan Beberapa


Aspeknya. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
135

Steward B A, Nielsen D R. 1990. Irrigation of Agriculture Crops . Madison :


ASA-CSSA-SSSA.

Struik P C, Deinum. 1982. Effect on light intensity after flowering on the


productivity and quality of silage maize. Neth. J. Agric. Sci. 30:297-
316.

Stys D. 1995. Stacking and separation of photosystem I and photosystem


II in plant thylakoid membrane a physico-chemical view. Plant
Physiol 95:651-657

Subekti I. 2002. Pengaruh formula nutrisi, ukuran polybag terhadap


pertumbuhan dan hasil paprika (Capsicum annuum) sistem
hidroponik [skripsi]. Jakarta : Fakultas Pertanian, Universitas Marcu
Buana.

Subhan. 1990. Pengaruh naungan plastik bening, tumpang sari kacang


jogo (Phaseolus vulgario L) dengan berbagai periodik waktu tanam
terhadap pertumbuhan dan hasil cabe paprika (Capsicum ann uum
var. Grossum ). Bull Penel. Hort 19(2): 87-98.

Sugimoto H, Koesmaryono Y, Sato T. 2001. Effect of controlled soil


temperature on dry matter production and tuber growth of eddoe
plants (Colocasia esculenta (L.) Shott). Environ. Control in Biol
39(4):313-319.

Suhardiyanto H. 1994. Studies on zone cooling method for greenhouse


culture [tesis]. Japan : Ehime Univ.

Sumiati E, Hilman Y. 1994. Pertumbuhan dan hasil c abai paprika kultivar


Blue Star yang ditanam di bawah berbagai bentuk dan arah
penempatan plastik transparan. Bull. Penel. Hort. 17(1):19-26.

Sumarna A, Kusandriani Y. 1992. Pengaruh jumlah pemberian air


terhadap pertumbuhan dan hasil cabai paprika (Capsicum annuum
L var. grossum ) kultivar Orion dan Yolo Wonder A. Bull. Penel.
Hort. 24 (1) : 51-58.

Sumarna A, Kusandriani Y. 1994. Pengaruh macam pupuk majemuk dan


jumlah pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil paprika. Bull.
Penel. Hort. 26 (2) :7-14.

Syakur A, Koesmaryono Y, Hidayati R. 2003. Respon tanaman tomat


terhadap radiasi dan suhu udara pada penggunaan plastik
berproteksi UV. Ind J. Agric Meteorol 17(1-2):12-20.
136

Syam S Z. 1995. Karakteristik thermal zona perakaran tanaman selada


(Lactuca sativa L.) pada sistem Nutrient Film Technique (NFT)
dengan sirkulasi larutan nutrisi secara berkala [skripsi]. Bogor :
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian
Bogor.

Taiz L, Zeiger E. 1991. Plant Physiology. London: The Benyamin /


Cummings.

Tindall H D. 1983. Vegetable in Tropics. London : Mc Millan.

Tisdale S L, Nelson W L. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. Ed ke-3. New


York : Mc Millan.

Turon J G, Perez M P Y. 1999. Handbook of Agriculture. New York :


Marcel Dekker. p768.

Urnemi, Sudirman Y, Darusman L K. 2002. Pengaruh pupuk fosfor dan


pupuk herbal pada tiga taraf naungan terhadap pertumbuhan dan
kadar matabolit sekunder tanaman daun jinten (Coleus ambonicus
Lour.). Forum Pascasarjana 25(2)135-145.

Usherwood T V R. 1985. The Role of Potassium in Crop Quality in


Potassium in Agriculture. Editor Munson R D. Madison : ASA-
CSSA-SSSA. p501.

Wada T, Ikeda H, Matsushita, Kambara A, Hirai H, Kazuhiro A. 2006.


Effects of shading in summer on yield and quality of tomato grown
on single-truss system. J. Soc. Hort. Sci 75(1):51-58.

Wahid P. 1984. Pengaruh naungan dan pemupukan terhadap


pertumbuhan dan produksi tanaman lada [disertasi]. Bogor :
Program Pasc asarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wahyudi A. 1999. Modul Pelatihan Budidaya Hidroponik Kebun Agrotrisari


Bogor. Bogor : PT. Agrotrisari.

Wahyudi A. 2000. Laporan percobaan budidaya hidroponik PT. Parung


Farm. Bogor : PT. Parung Farm.

Wahyudi A. 2003. Percobaan budidaya hidroponik paprika (Capsicum


annuum var. grossum L.) di Cigombong Jawa Barat. Bogor : PT.
Agrotrisari.

Watanabe A, Nakano Y, Okano K. 2003. Effect of planting density of fruit


size, light-interseption and photosyntetic activity of vertically trained
watermelon (Citrullus lanatus (Thunb) Matsum et Nakai) plants.
J. Soc. Hort. Sci 72(6):497-503.
137

Wildiawati R. 2001. Pengaruh pemupukan K2SO 4 dan KCL terhadap


pertumbuhan dan kandungan glukosa buah paprika (Capsicum
annuum var. wonder ) [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Yusniwati, Suliansyah I, Dayati H. 2004. Pengaruh konsentrasi nutrisi


pada budidaya paprika secara hidroponik : Studi pendahuluan.
Stigma 2 :171-176.
LAMPIRAN
138

Lampiran 1. Denah Percobaan Tahap I

MONITOR I
V553 V453 V546 V142 V545 V141 V528 V311 V151 V411 V556 V231
V232 V551 V123 V314 V315 V421 V258 V544 V211 V511 V513 V554
V552 V455 V439 V529 V431 V527 V329 V3210 V5210 V512 V412 V413
V454 V154 V457 V124 V152 V125 V422 V312 V313 V557 V555 V111
V112 V415 V316 V452 V424 V128 V257 V432 V318 V558 V233 V547
V4310 V531 V235 V143 V153 V144 V423 V157 V321 V234 V514 V414
V236 V458 V238 V212 V224 V134 V214 V317 V433 V549 V548 V532
V516 V129 V416 V319 V322 V256 V227 V241 V2110 V519 V235 V331
V155 V456 V113 V425 V117 V323 V328 V451 V418 V5410 V518 V517
V357 V333 V4410 V223 V3110 V145 V255 V221 V118 V121 V354 V353
V237 V438 V242 V419 V225 V146 V325 V449 V126 V539 V355 V332
V533 V114 V417 V213 V352 V324 V215 V336 V434 V559 V122 V356
V156 V4510 V335 V426 V119 V1310 V228 V158 V222 V359 V5110 V136
V521 V334 V137 V4110 V523 V428 V2410 V243 V446 V5510 V342 V358
V444 V239 V448 V127 V1110 V147 V326 V435 V115 V3510 V536 V538
V346 V436 V445 V131 V427 V226 V429 V244 V249 V5310 V343 V437
V2310 V1210 V219 V148 V132 V327 V251 V447 V351 V217 V537 V216
V534 V347 V348 V524 V133 V149 V4210 V138 V116 V441 V442 V443
V218 V159 V245 V139 V248 V2210 V254 V349 V1410 V541 V344
V2510 V522 V543 V229 V525 V339 V526 V1510 V246 V341 V535
V459 V3310 V247 V338 V252 V337 V259 V3410 V253 V345 V542
MONITOR II
V411 V556 V231 V553 V453 V546 V311 V151 V142 V545 V141 V528
V511 V513 V554 V232 V551 V123 V544 V211 V314 V315 V421 V258
V512 V412 V413 V552 V455 V439 V3210 V5210 V529 V431 V527 V329
V557 V555 V111 V454 V154 V457 V312 V313 V124 V152 V125 V422
V558 V233 V547 V112 V415 V316 V432 V318 V452 V424 V128 V257
V234 V514 V414 V4310 V531 V1235 V157 V321 V143 V153 V144 V423
V549 V548 V532 V236 V458 V238 V317 V433 V212 V224 V134 V214
V519 V235 V331 V516 V129 V416 V241 V2110 V319 V322 V256 V227
V5410 V518 V517 V155 V456 V113 V451 V418 V425 V117 V323 V328
V121 V354 V353 V357 V333 V4410 V221 V118 V223 V3110 V145 V255
V539 V355 V332 V237 V438 V242 V449 V126 V419 V225 V146 V325
V559 V122 V356 V533 V114 V417 V336 V434 V213 V352 V324 V215
V359 V5110 V136 V156 V4510 V335 V158 V222 V426 V119 V1310 V228
V5510 V342 V358 V521 V334 V137 V243 V446 V4110 V523 V428 V2410
V3510 V536 V538 V444 V239 V448 V435 V115 V127 V1110 V147 V326
V5310 V343 V437 V346 V436 V445 V244 V249 V131 V427 V226 V429
V217 V537 V216 V2310 V1210 V219 V447 V351 V148 V132 V327 V251
V441 V442 V443 V534 V347 V348 V138 V116 V524 V133 V149 V4210
V541 V344 V345 V218 V159 V245 V349 V1410 V139 V248 V2210
V341 V535 V542 V2510 V522 V543 V1510 V246 V229 V525 V339
V254 V526 V259 V459 V3310 V247 V3410 V253 V338 V252 V337
139

Lanjutan Lampiran 1

MONITOR III
V311 V151 V142 V545 V141 V528 V411 V556 V231 V553 V453 V546
V544 V211 V314 V315 V421 V258 V511 V513 V554 V232 V551 V123
V3210 V5210 V529 V431 V527 V329 V512 V412 V413 V552 V455 V439
V312 V313 V124 V152 V125 V422 V557 V555 V111 V454 V154 V457
V432 V318 V452 V424 V128 V257 V558 V233 V547 V112 V415 V316
V157 V321 V143 V153 V144 V423 V234 V514 V414 V4310 V531 V235
V317 V433 V212 V224 V134 V214 V549 V548 V532 V236 V458 V238
V241 V2110 V319 V322 V256 V227 V519 V235 V331 V516 V129 V416
V451 V418 V425 V117 V323 V328 V5410 V518 V517 V155 V456 V113
V221 V118 V223 V3110 V145 V255 V121 V354 V353 V357 V333 V4410
V449 V126 V419 V225 V146 V325 V539 V355 V332 V237 V438 V242
V336 V434 V213 V352 V324 V215 V559 V122 V356 V533 V114 V417
V158 V222 V426 V119 V1310 V228 V359 V5110 V136 V156 V4510 V335
V243 V446 V4110 V523 V428 V2410 V5510 V342 V358 V521 V334 V137
V435 V115 V127 V1110 V147 V326 V3510 V536 V538 V444 V239 V448
V244 V249 V131 V427 V226 V429 V5310 V343 V437 V346 V436 V445
V447 V351 V148 V132 V327 V251 V217 V537 V216 V2310 V1210 V219
V138 V116 V524 V133 V149 V4210 V441 V442 V443 V534 V347 V348
V349 V1410 V139 V248 V2210 V254 V541 V344 V345 V218 V159
V1510 V246 V229 V525 V339 V526 V341 V535 V542 V2510 V522
V3410 V253 V338 V252 V337 V259 V245 V543 V247 V459 V3310

Keterangan :

Vabc

a 1 : Varietas Bangkok
2 : Varietas Goldflame
3 : Varietas New Zealand
4 : Varietas Spartacus
5 : Varietas TRopica

b 1, 2, 3, 4, 5 : Ulangan

c 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 : Tanaman contoh

Monitor 1 : Naungan 0 %
Monitor 2 : Naungan 55 %
Monitor 3 : Naungan 27.5%
140

Lampiran 2. Denah Percobaan Tahap II

MONITOR I
5S P3K3 3S P2K4 2S P2K4 2G P1K4 1S P1K3 7S P1K1 3S P4K4 7S P2K1
3G P4K3 4S P4K3 7S P3K4 7S P2K2 2G P1K1 2S P3K3 3G P2K2 2G P3K3
5S P2K1 2S P1K2 7S P1K2 3G P1K2 2S P1K1 1S P3K4 3G P3K4 4S P2K1
7G P1K1 5S P1K4 1S P2K4 5G P4K2 5G P1K3 2G P1K2 3S P3K2 5G P1K2
7G P2K2 4S P1K3 5S P2K3 6G P3K1 1S P4K3 3G P1K1 3G P4K1 3G P3K1
6G P3K4 1S P1K4 6S P1K1 4G P3K2 5G P4K3 6G P3K2 6G P2K1 4G P3K3
4S P2K4 4G P1K1 5G P3K3 2G P1K3 1S P1K1 4S P1K1 1G P4K1 4G P4K3
2S P1K3 6G P4K4 3S P3K4 5G P2K1 7G P4K4 2G P3K4 3S P1K2 3S P2K1
4G P3K1 2S P1K4 5S P3K2 4G P4K4 1G P1K4 5S P4K2 2G P2K2 1G P2K1
7S P1K4 2S P4K1 5S P1K1 6S P2K4 2G P3K1 3S P4K2 1G P1K1 5G P2K2
6S P3K4 7G P2K4 5G P2K4 4G P2K3 2S P4K4 6G P1K2 5G P3K2 4G P2K2
2G P4K3 1G P2K3 5S P4K4 1G P4K4 6S P2K2 2G P4K2 7G P3K3 7G P4K3
1G P3K2 7S P3K1 1G P3K3 1G P1K2 6S P3K1 1G P3K1 1G P2K2 7S P2K4
5S P4K1 4S P1K2 3G P1K4 3G P2K3 2S P3K3 52 P1K3 4S P4K1 5G P2K3
MONITOR II
6S P1K3 4G P2K1 2G P2K4 1G P2K4 6S P3K2 6G P2K4 5GP3K4 3S P2K3
1S P2K1 1S P3K1 4G P4K2 2S P2K2 1S P4K4 7S P1K3 7S P3K3 4S P3K3
3G P4K4 6G P1K1 2S P4K1 4S P2K2 5S P2K2 7G P4K1 2S P3K2 6S P4K4
5G P1K4 3S P3K1 6S P1K4 3G P2K2 6S P1K2 7G P3K4 1S P1K2 3G P4K2
6S P2K1 6G P1K4 4G P1K4 2G P3K2 1S P4K2 6G P1K3 2S P2K1 4G P4K1
7G P1K3 1S P2K2 6S P4K3 6G P2K2 7G P1K2 4G P2K4 1S P3K3 7G P4K2
4S P3K4 2S P2K3 3S P4K3 6S P4K3 3G P2K4 1G P1K3 4G P1K3 3S P1K1
5S P3K1 7G P2K1 5G P4K4 5S P4K3 6G P3K2 7G P1K4 5G P4K1 1G P4K2
1S P2K3 1S P4K1 5G P3K1 7G P3K1 3G P2K1 2S P3K1 4S P4K4 6S P4K1
6G P4K2 3S P4K1 7G P3K1 7S P2K3 7S P4K3 4S P3K2 7S P3K2 1G P4K3
3G P1K4 2G P2K1 6G P4K1 7S P4K4 3S P3K3 4S P4K2 7S P4K2 5S P3K4
4S P1K4 6S P2K3 6G P2K3 2G P4K4 7S P4K1 6S P4K2 3G P1K3 1S P3K1
7G P2K3 4S P2K3 3G P3K2 5S P2K4 2G P2K3 2S P4K2 2S P2K3 6S P3K3
6S P3K1 4G P1K2 1S P2K3 6GP3K2 6G P3K1 5G P3K3 5G P1K1 3G P3K3

Keterangan :
1S, 2S, …7S = Varietas Spartacus ulangan 1, 2,…7
1G, 2G,….7G = Varietas Goldflame ulangan 1, 2,…7
P1 = Perlakuan konsentrasi fosfor 24 ppm
P2 = Perlakuan konsentrasi fosfor 46 ppm
P3 = Perlakuan konsentrasi fosfor 68 ppm
P4 = perlakuan konsentrasi fosfor 90 ppm
K1 = Perlakuan konsentrasi kalium 152 ppm
K2 = Perlakuan konsentrasi kalium 183 ppm
K3 = Perlakuan konsentrasi kalium 214 ppm
K4 = Perlakuan konsentrasi kalium 245 ppm
141

Lampiran 3. Denah Percobaan Tahap III

1 G4 2G2 1S7 1S5 4S6 1G5 2S6 1G6 1G2 1G3


1S2 2G4 4S5 2G7 2S3 2S5 1G7 3G4 3S1 1S1
4G3 2G6 4S7 4S3 4S1 2G5 1G1 2S4 1S3 1S6
3S5 3G1 4G5 3G2 2S7 3S2 4S4 2G3 3G5 2G1
2S1 3S6 3S7 4G2 4G1 3S4 4S2 2S2
1S4 4G4 4G6 4G7 3G7 3G6 3S3 3G3

Keterangan :
1 = Frekuensi Fertigasi 3 kali
2 = Frekuensi Fertigasi 4 kali
3 = Frekuensi Fertigasi 5 kali
4 = Frekuensi Fertigasi 6 kali
S1, S2, ....S7 = Varietas Spartacus ulangan 1, 2,.....,7
G1, G2,…G7 = Varietas Goldflame ulangan 1, 2,….,7
142

Lampiran 4. Beberapa Formula Nutrisi untuk Budidaya Paprika Secara


Hidroponik

Formula Nutrisi
Unsur
Resh (ppm) Agrotrisari (ppm) Joro (ppm)
N (NO 3) 218.13
N (NH4) 142 99.1 10.1
P 24 68 97.9
K 152 214 346.6
Ca 114 61.4 174.2
Mg 22 38.8 59.6
S 34 52.4 139
Fe 1 1.6 0.78
B 0.3 0.24 0.28
Mn 0.3 0.44 0.3
Zn 0.3 0.54 3.5
Cu 0.04 0.4 0.05
Mo 0.03 0.3 0.065
Lampiran 5. Komposisi Pupuk Perlakuan Percobaan Tahap II

TOTAL
Jenis Pupuk P1K1 P1K2 P1K3 P1K4 P2K1 P2K2 P2K3 P2K4 P3K1 P3K2 P3K3 P3K4 P4K1 P4K2 P4K3 P4K4 (Kg)
Stok A gram
FeEDTA 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 0.4
Ca NO 3 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 1.667 26.672
Stok B gram
MgSO 4 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 32
KH 2PO 4 1067 1280 1500 1717 1067 1280 1500 1717 1067 1280 1500 1717 1067 1280 1500 1717 22.26
KNO3 merah 1183 1433 166 7 1917 1183 1433 1667 1917 1183 1433 1667 1917 1183 1433 1667 1917 24.8
CuSO 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 0.08
MnSO 4 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 0.096
ZnSO 4 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 0.096
H 3BO 3 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 0.096
Na2 MoO4 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 0.096
K 2O 533 750 967 1183 50 267 483 700 - - - 217 - - - - 5.15
P 2O 5 - - - - - - - - 433 217 - - 917 700 483.3 267 3.016

143
144

Lampiran 6. Analisis Ragam Percobaan Tahap I

Peubah Sumber
Pengamatan Keragaman db JK KT F-hit Prob.
Naungan 2 1.2395 0.6197 137.7 0.0011
Naungan(Ulangan) 3 0.0135 0.0045 0.03 0.9921
Varietas 4 0.2059 0.0515 0.36 0.833 2
Rasio Klorofil a/b Naungan*Varietas 8 0.4165 0.0521 0.36 0.9212
Error 12 1.7224 0.1435
Corrected Total 29
KK (%) 32.81
Naungan 2 1.2759 0.6379 20.26 0.0187
Naungan(Ulangan) 3 0.0944 0.0316 0.39 0.762 2
Varietas 4 0.2024 0.0506 0.63 0.6524
Kandungan
Klorofil Naungan*Varietas 8 0.2866 0.0358 0.44 0.8723
Error 12 0.9685 0.0807
Corrected Total 29
KK (%) 17.88
Naungan 2 4078.34 2039.17 4.21 0.0412n
Naungan(Ulangan) 3 5810.66 484.22 12.06 <.0001
Varietas 4 4170 1042.5 25.97 <.0001
Tinggi Tanaman
Naungan*Varietas 8 1644.26 205.532 5.12 0.0001
9 MST
Error 12 1926.74 40.14
Corrected Total 29 17630
KK (%) 9.585
Naungan 2 7193.527 3596.76 4.97 0.0268
Naungan(Ulangan) 3 8684.36 723.697 13.87 <.0001
Varietas 4 3954.25 988.563 18.95 <.0001
Tinggi Tanaman
Naungan*Varietas 8 1959.31 244.913 4.69 0.0003
10 MST
Error 12 2504.04 52.168
Corrected Total 29 24295.48
KK (%) 9.69
Naungan 2 5446.28 2723.14 4.73 0.0306
Naungan(Ulangan) 3 6913.7 576.142 14.3 <.0001
Varietas 4 4378.75 1094.68 27.18 <.0001
Tinggi Tanaman 189 9.54 237.44 5.89 <.0001
Naungan*Varietas 8
11 MST
Error 12 1933.5 40.28
20571.78
Corrected Total 29
KK (%) 9.06
Naungan 2 0.00010 0.000053 1.56 0.247
Naungan(Ulangan) 3 0.00038 0.000063 0.84 0.4762
Varietas 4 0.00040 0.000100 1.13 0.2129
Relative Growth
Rate Naungan*Varietas 8 0.00085 0.000107 1.8 0.1751
Error 12 0.00050 0.000055 1.92
Corrected Total 29 0.00022
KK (%) 1.03
145

Peubah Sumber
Pengamatan Keragaman db JK KT F-hit Prob.
Naungan 2 1.003 5.015 5.27 0.0072
Naungan(Ulangan) 3 2.424 4.04 0.12 0.8855
Varietas 4 7.007 1.751 7.04 0.0052
Net Assimilation
Naungan*Varietas 8 2.828 3.534 3.05 0.0758
Rate
Error 12 5.165 5.739 6.16 0.0067
Corrected Total 29 6.57
KK (%) 0.04
Naungan 2 759.7038 379.85193 1.48 0.2672
Naungan(Ulangan) 12 3087.683 257.30688 1.41 0.1936
Varietas 4 4807.6 1201.9 6.59 0.0003
Bobor per buah Naungan*Varietas 8 2339.158 292.39472 1.6 0.1486
Error 48 8748.944 182.26966
Corrected Total 74 19743.09
KK (%) 14.7
Naungan 2 1693.02 846.50988 54.41 <.0001
Naungan(Ulangan) 12 186.7041 15.558678 1.11 0.3717
Varietas 4 351.2709 87.81772 6.28 0.0004
Bobot Buah per
Naungan*Varietas 8 267.0067 33.375842 2.39 0.0296
Tanaman
Error 48 670.7315 13.973573
Corrected Total 74 3168.733
KK (%) 15.79
Naungan 2 4.657056 2.328528 4.25 0.0402
Naungan(Ulangan) 12 6.574632 0.547886 2.08 0.0364
Varietas 4 8.072915 2.0182287 7.67 <.0001
Ketebalan Daging
Naungan*Varietas 8 2.186237 0.2732797 1.04 0.4207
Buah
Error 48 12.62273 0.2629735
Corrected Total 74 34.11357
KK (%) 9.745
Naungan 2 384.1067 192.05333 62.9 <.0001
Naungan(Ulangan) 12 36.64 3.0533333 0.78 0.6687
Varietas 4 47.81333 11.953333 3.05 0.0256
Jumlah Buah Per
Tanaman Naungan*Varietas 8 48.02667 6.0033333 1.53 0.1715
Error 48 188.16 3.92
Corrected Total 74 704.7467
KK (%) 30.49
Naungan 2 2255.895 1127.9475 1.64 0.235
Naungan(Ulangan) 12 8264.472 688.70604 1.04 0.4276
Varietas 4 53706.79 13426.697 20.32 <.0001
Volume Buah Naungan*Varietas 8 19622.93 2452.8664 3.71 0.0019
Error 48 31709.63 660.6173
Corrected Total 74 115559.7
KK (%) 17.13
146

Lampiran 7. Analisis Ragam Percobaan Tahap II

Peubah Sumber
Pengamatan Keragaman db JK KT F-hit Prob.
Varietas 1 10099.35 10099.36 0.37 0.5433
P 3 43814.7305 146.04.9102 0.54 0.6581
Varietas*P 3 33353.3310 11117.7770 0.41 0.7474
K 3 44754.9168 14908.3056 0.55 0.6504
Varietas*K 3 116912.2363 38970.7454 1.43 0.2352
Bobot buah per
tanaman P*K 9 373658.6165 41517.6241 1.52 0.1418
Varietas*P*K 9 22.2540.4102 24726.7122 0.91 0.5197
Error 192 165.0591
Corrected
Total 223
KK (%) 25.88301
Varietas 1 972.35104 972.35104 13.3 0.0003
P 3 236.74300 78.91433 1.08 0.359
Varietas*P 3 108.360 36.12032 0.49 0.6868
K 3 321.0400 107.01335 1.46 0.2257
Varietas*K 3 285.14356 95.04785 1.3 0.2757
Bobor per buah P*K 9 686.0941 76.23268 1.04 0.4075
Varietas*P*K 9 146.66105 16.29567 0.22 0.9910
Error 192 14035.608 73.102
Corrected
Total 223 16792.002
KK (%) 7.66
Varietas 1 2.790178 2.790 178 1.12 0.2985
P 3 0.34395 0.114650 0.57 0.6377
Varietas*P 3 0.937133 0.312377 1.54 0.2046
K 3 1.845668 0.615222 3.04 0.0302
Varietas*K 3 0.406381 0.135460 0.67 0.5718
Ketebalan Daging
Buah P*K 9 2.96233 0.329148 1.63 0.1100
Varietas*P*K 9 3.87115 0.430127 2.13 0.0292
Error 192 38.854423 0.202366
Corrected
Total 223 56.570131
KK (%) 8.55
Varietas 1 2.790178 2.790178 1.12 0.2915
P 3 1.513392 0.504464 0.2 0.8947
Varietas*P 3 1.441964 0.480654 0.19 0.9013
K 3 7.013392 2.337797 0.94 0.4237
Varietas*K 3 10.584821 3.528273 1.41 0.2398
Jumlah Buah Per
Tanaman P*K 9 37.897321 4.210813 1.69 0.094
Varietas*P*K 9 14.683035 1.631448 0.65 0.7495
Error 192 478.85714 2.49404
Corrected
Total 223 554.781
KK (%) 22.46
147

Lanjutan Lampiran 7
Peubah Sumber
Pengamatan Keragaman db JK KT F-hit Prob.
Varietas 1 185.1141 185.114 1 0.31 0.5773
P 3 1192.6181 397.5393 0.67 0.5719
Varietas*P 3 686.2501 228.7500 0.39 0.7639
K 3 617.8820 205.9606 0.35 0.7916
Varietas*K 3 1366.8212 455.6070 0.77 0.5139
Volume Buah P*K 9 6286.8443 698.5382 1.18 0.3125
Varietas*P*K 9 3204.2699 356.02999 0.6 0.7967
Error 192 114061.63 594.071
Corrected
Total 223 127601.43
KK (%) 11.60
Varietas 1 0.000082 0.0000816 3.39 0.0779
P 3 0.000052 0.00000174 0.07 0.9742
K 3 0.000050 0.0000169 0.70 0.5599
Relative Growth
Rate (RGR) Error 24 0.000577 0.0000240
Corrected
Total 31 0.000715
KK (%) 0.679
Varietas 1 1.27 1.24 1.02 0..32
P 3 2.67 2.05 1.65 0.20
K 3 6.17 1.26 1.65 0.20
Net Assimilation
Rate (NAR) Error 24 2.98
Corrected
Total 31 3.99
KK (%) 0.015
148

Lampiran 8. Analisis Ragam Percobaan Tahap III

Peubah Sumber
Pengamatan Keragaman db JK KT F-hit Prob.
Varietas 1 61.93 91.93 2.89 0.1146
Freksiram 3 504.277 168.09 2.46 0.0787
Varietas*Freksiram 3 7.876 2.626 0.04 0.9898
Bobor per buah
Error 36 2463.28 68.4245
Corrected Total 55 3294.075
KK (%) 7.659
Varietas 1 0.0043075 0.0043075 0.04 0.8433
Freksiram 3 0.4232137 0.1410713 1.58 0.2109
Bobot Buah per Varietas*Freksiram 3 0.28486549 0.0949552 1.06 0.3765
Tanaman Error 48 3.21290315 0.0892473
Corrected Total 55 5.19135677
KK (%) 4.639
Varietas 1 0.0000955 0.00009556 0.000 0.979
Freksiram 3 0.397074 0.132358 1.19 0.3266
Julah Buah per Varietas*Freksiram 3 0.3710409 0.12368029 1.11 0.3563
Tanaman Error 48 3.99766305 0.11104620
Corrected Total 55 6.3466176
KK (%) 13.673
Varietas 1 5.63245714 5.63245714 0.02 0.8964
Freksiram 3 1444.2846 481.428219 2.16 0.1101
Varietas*Freksiram 3 397.8064 132.302143 0.59 0.6230
Ukuran Buah
Error 48 8.036.080 223.22447
Corrected Total 55 13704.578
KK (%) 7.754
Varietas 1 1.66290179 1.662901 8.94 0.011 3
Freksiram 3 0.238319 0..079439 1.38 0.2634
Ketebalan Varietas*Freksiram 3 0.74809107 0.2493636 4.34 0.0104
Daging Buah Error 48 2.06701429 0.057417
Corrected Total 55 6.94848393
KK (%) 4.530
149

Lampiran 9 . Hasil Uji Kandungan Fosfor dan Kalium pada Varietas


Spartacus

Kandungan P dan K pada Varietas Spartacus


Perlakuan
Daun (mg/g) Batang (mg/g) Akar (mg/g)
P K P K P K P K
1 1 3.6 68.3 3.6 52.6 7.2 36.9
1 2 2.9 70.1 3.3 50.7 4.6 37.2
1 3 3.8 65.8 4.1 49.2 9.8 36.9
1 4 3.8 67.3 3.2 44.0 5.8 52.0
2 1 3.9 68.6 3.3 43.4 8.9 39.7
2 2 3.7 69.2 3.0 43.7 1.0 39.4
2 3 3.4 66.1 2.5 44.6 6.3 46.1
2 4 3.3 67.3 3.3 49.5 6.8 42.7
3 1 4.4 68.9 3.3 61.8 9.2 37.2
3 2 3.3 72.3 3.8 55.7 9.0 34.4
3 3 3.6 70.7 2.8 44.0 4.8 43.0
3 4 4.6 69.2 4.3 51.3 8.2 42.4
4 1 3.9 71 3.2 44.6 9.5 36.3
4 2 3.4 66.4 4.4 49.5 4.9 32.0
4 3 3.3 65.5 3.3 43.4 6.5 50.4
4 4 3.6 66.4 3.2 49.2 7.4 36.6
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium BB-Biogen, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi Genetika Pertanian
150

Lampiran 10. Hasil Uji Kandungan Fosfor dan Kalium pada Varietas
Goldflame

Kandungan P dan K pada Varietas Goldflame


Perlakuan
Daun (mg/g) Batang (mg/g) Akar (mg/g)
P K P K P K P K
1 1 3.3 68.3 3.3 43.0 6.0 43
1 2 3.7 74.1 3.6 49.2 10.9 46.7
1 3 3.4 67.6 3.2 46.1 8.0 25.7
1 4 3.7 73.2 3.2 40.9 5.8 52.0
2 1 3.9 68.6 3.9 504 7.2 28.3
2 2 3.7 69.2 3.4 40.7 4.8 40.3
2 3 3.4 66.1 3.3 49.5 6.1 35.4
2 4 3.3 67.3 3.4 49.5 4.3 27.7
3 1 4.4 68.9 3.5 49.2 4.9 27.7
3 2 3.3 72.3 3.3 48.3 5.7 38.4
3 3 3.6 70.7 3.5 52.3 7.3 52.3
3 4 4.6 69.2 3.2 43.0 4.7 41.8
4 1 3.9 71.0 3.1 45.8 7.0 37.5
4 2 3.4 66.4 3.0 43.4 5.7 36.9
4 3 3.3 65.5 3.5 45.5 8.0 43.0
4 4 3.6 66.4 3.8 54.1 6.8 42.1
Sumber : Hasil Pengujian Laborato rium BB-Biogen, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi Genetika Pertanian
151

Lampiran 11. Hasil Analisis Klorofil pada Sampel Daun Paprika


Percobaan Tahap I

Perlakuan Sampel Klorofil(mg/g)


N V Tanaman a b Jumlah Rasio a/b
0 1 1 0.82 0.36 1.18 2.29
0 1 2 0.14 0.76 0.9 0.19
0 2 1 0.23 0.83 1.06 0.27
0 2 2 1.02 0.41 1.43 2.47
0 3 1 0.90 0.36 1.26 2.53
0 3 2 0.72 0.24 0.96 2.99
0 4 1 0.24 1.25 1.49 0.19
0 4 2 1.20 0.54 1.74 2.23
0 5 1 1.95 0.89 2.84 2.19
0 5 2 0.12 0.51 0.63 0.24
1 1 1 0.65 1.55 2.2 0.42
1 1 2 0.20 0.51 0.71 0.40
1 2 1 0.59 2.69 3.28 0.22
1 2 2 0.33 1.22 1.55 0.27
1 3 1 0.25 1.24 1.49 0.20
1 3 2 0.82 3.85 4.67 0.21
1 4 1 0.31 1.20 1.51 0.26
1 4 2 0.34 1.55 1.89 0.22
1 5 1 0.25 1.32 1.57 0.19
1 5 2 0.51 1.24 1.75 0.41
2 1 1 0.99 1.47 2.46 0.67
2 1 2 1.05 1.25 2.3 0.84
2 2 1 0.96 1.20 2.16 0.80
2 2 2 1.53 1.64 3.18 0.93
2 3 1 1.89 0.91 2.8 2.08
2 3 2 1.09 2.48 3.57 0.44
2 4 1 1.17 1.39 2.56 0.84
2 4 2 2.26 1.02 3.28 2.21
2 5 1 1.83 1.80 3.63 1.02
2 5 2 1.00 2.46 3.46 0.41
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan (Maret 2002)
152

Lampiran 12. Analisis Mutu Gizi Kandungan Sampel Paprika Hasil


Percobaan Tahap I

Unsur Hijau Merah


(%) I II Rata-rata I II Rata-rata
P 0.09 0.09 0.09 0.10 0.10 0.1
K 0.34 0.32 0.33 0.41 0.42 0.42
Ca 0.02 0.02 0.02 0.04 0.04 0.04
Mg 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
Cu 10.71 10.11 10.41 20.43 20.43 20.43
Fe 20.69 20.69 20.69 43.10 40.45 41.78
Mn 14.75 14.25 14.2 20.19 20.19 20.19
Zn 32.07 32.10 32.09 60.42 61.29 60.86
Cr - - - - - -
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium BB-Biogen Balai Besar Penelitian
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian

Lampiran 13. Analisis Gizi dan Vitamin Sampel Paprika Hasil Percobaan
Tahap II

Kandungan Sampel Paprika


Spartacus Spartacus Goldflame
Cigom bong Batam Batam
Protein (%) 14.19 14.25 17.47
Lemak (%) 1.88 2.94 5.04
Karbohidrat (%) 19.83 19.11 20.01
N (%) 2.27 2.28 2.80
P (%) 0.32 0.37 0.47
K (%) 2.70 2.72 2.56
Ca (%) 0.07 0.03 0.02
Fe (ppm) 99.19 113.82 164.23
Vitamin A ( ì g) - 24.06 23.25
Vitamin B1 (mg) - 541.08 541.56
Vitamin B2 (mg) - 0.02 0.03
Vitamin C - 161.74 162.12
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium BB-Biogen Balai Besar Penelitian
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian
153

Lampiran 14. Data Pengamatan pH dan EC Larutan Nutrisi Perlakuan

Perlakuan pH Rata-rata EC Rata-rata (mS)


P1K1 5.49 2.35
P1K2 5.22 2.57
P1K3 5.29 2.67
P1K4 5.21 2.82
P2K1 5.45 2.18
P2K2 5.45 2.27
P2K3 5.20 2.51
P2K4 5.29 2.67
P3K1 5.18 2.20
P3K2 5.51 2.13
P3K3 5.31 2.26
P3K4 5.13 2.50
P4K1 5.01 2.11
P4K2 5.58 2.26
P4K3 5.45 2.33
P4K4 5.94 2.35
Air Murni 6.41 0.09
154

Lampiran 15 . Data Analisis Mutu Air Baku Batam

Parameter Satuan Kandungan


pH - 7.8
Kekeruhan NTU 0.94
Kesadahan mg/liter 26.7
Zat Organik mg/liter 0
Nitrat mg/liter 7.38
Ammonium mg/liter 0.06
Nitrogen Organik mg/liter 0.51
Sulfat mg/liter 12.9
P2O5 mg/liter 0.04
Klorida mg/liter 12.4
Klor Bebas mg/liter <0.01
K2O mg/liter 1.47
Besi mg/liter 0.23
Mangan mg/liter <0.013
Timbal mg/liter <0.005
Raksa mg/liter <0.0005
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri
Agro Bogor
Lampiran 16. Data Klimatologi Percobaan Tahap II

Suhu Udara ( oC) Kelembaban Udara (%) Curah Hujan Angin


No Bulan Min Max Rata2 Min Max Rata2 mm HH Kecepatan Arah Kecepatan Arah
Rata2 terbanyak Max
Januari 2005
1 30.5 21.7 26.3 100 57 81 259.2 14 8 Timur Laut 20 Timur Laut
Februari 2005
2 32.2 24.2 28.0 97 52 77 14.4 3 9 Timur Laut 20 Timur Laut
Maret 2005
3 32.2 23.5 28.2 100 57 78 75 13 8 Timur Laut 22 Timur Laut
April 2005
4 34.2 22.1 28.1 100 43 81 167.5 13 4 Timur Laut 20 Timur Laut
Sumber : Data Pengamatan Stasiun Meteorologi Klas I Hang Nadim Batam ( Januari-April 2005)

155
156

Lampiran 17. Penggolongan Berdasarkan Standar Bobot Buah

SPARTACUS
Grade Persentase Grade
Perlakuan A B C Total A B C
P1K1 1 39 5 45 2.22 86.67 11.11
P1K2 1 29 10 40 2.50 72.50 25.00
P1K3 26 6 32 0.00 81.25 18.75
P1K4 33 18 51 0.00 64.71 35.29
P2K1 2 31 6 39 5.13 79.49 15.38
P2K2 1 20 15 36 2.78 55.56 41.67
P2K3 27 15 42 0.00 64.29 35.71
P2K4 31 15 46 0.00 67.39 32.61
P3K1 25 13 38 0.00 65.79 34.21
P3K2 31 7 38 0.00 81.58 18.42
P3K3 1 34 12 47 2.13 72.34 25.53
P3K4 38 7 45 0.00 84.44 15.56
P4K1 1 31 4 36 2.78 86.11 11.11
P4K2 2 31 11 44 4.55 70.45 25.00
P4K3 1 33 15 49 2.04 67.35 30.61
P4K4 3 27 11 41 7.32 65.85 26.83
TOTAL 13 486 170 669 1.94 72.65 25.41

GOLDFLAME
Grade Persentase Grade
Perlakuan A B C Total A B C
P1K1 33 10 43 0.00 76.74 23.26
P1K2 1 32 9 42 2.38 76.19 21.43
P1K3 32 6 38 0.00 84.21 15.79
P1K4 30 12 42 0.00 71.43 28.57
P2K1 35 8 43 0.00 81.40 18.60
P2K2 1 34 5 40 2.50 85.00 12.50
P2K3 1 38 7 46 2.17 82.61 15.22
P2K4 30 9 39 0.00 76.92 23.08
P3K1 35 11 46 0.00 76.09 23.91
P3K2 31 2 33 0.00 93.94 6.06
P3K3 37 4 41 0.00 90.24 9.76
P3K4 2 35 3 40 5.00 87.50 7.50
P4K1 1 30 8 39 2.56 76.92 20.51
P4K2 1 35 8 44 2.27 79.55 18.18
P4K3 1 35 7 43 2.33 81.40 16.28
P4K4 1 26 10 37 2.70 70.27 27.03
TOTAL 9 528 119 656 1.37 80.49 18.14
157

Lampiran 18. Penggolongan Perlakuan Frekuensi Fertigasi

Frekuensi Penyiraman Grade Persentase Grade


Varietas Total
(x 250 ml) A B C A B C
3 33 10 43 0.00 76.74 23.26
Spartacus 4 1 32 13 46 7.69 69.57 28.26
5 1 28 8 37 12.50 75.68 21.62
6 30 9 39 0.00 76.92 23.08
3 32 6 38 0.00 84.21 15.79
Goldflame 4 31 7 38 0.00 81.58 18.42
5 2 34 10 46 20.00 73.91 21.74
6 34 7 41 0.00 82.93 17.07
Total 4 254 70 328 5.71 77.44 21.34

Grade Kriteria
A Tidak cacat
Berat 150-250 g
Volume >270 ml

B Mulus(tdk cacat dan btk normal)


Berat 80-150 g
Volume 180-270 ml

C Golongan selain yang diatas


Sumber : Koperasi Paprika Jawa Barat (2004)
158

Lampiran 19. Tabulasi Hubungan Perlakuan Naungan dengan Beberapa


Peubah pada Percobaan Tahap I

Luar Naungan
Peubah
GH 0% 27.5% 55%
Suhu ( °C ) 28.8 28.9 28.8 28.1
Kelembaban Nisbi (%) 90.2 90.6 91.1 91.89
Suhu Media (°C) 31 30 30
Intensitas Radiasi Matahari 314 182 155 103
(W/m 2)
Radiasi yang Diteruskan (%) 100 58 49 33
Koefisien Pemadaman
30 HST 0.94 1.17 1.41
60 HST 2.60 2.65 2.38
90 HST 2.17 2.29 2.14
Intersepsi Tajuk (%) 55.84 55.21 50.81
Kandungan Klorofil (mg/g) 1.35 2.06 2.94
Rasio Klorofil a/b 1.56 1.02 0.28
Indeks Luas Daun
30 HST 0.56 0.48 0.34
60 HST 1.84 2.07 1.65
90 HST 1.79 1.65 1.32
Tinggi Tanaman 9 MST (cm)
Spartacus 77.8 95.60 63.90
Goldflame 71.9 66.80 56.10
Tinggi Tanaman 10 MST (cm)
Spartacus 82.00 102.60 66.50
Goldflame 78.60 69.80 60.40
Tinggi Tanaman 11 MST (cm)
Spartacus 86.40 107.00 69.00
Goldflame 83.20 73.60 63.80
Relative Growth Rate (g/g/hari) 0.025 0.028 0.021
Net Assimilation Rate (g/cm 2/hari)
Spartacus 0.0009 0.0011 0.0016
Goldflame 0.0005 0.0009 0.0004
Bobot Buah perTanaman
Spartacus 876.8 889.2 231.0
Goldflame 845.2 868.4 487.2
Jumlah Buah per Tanaman 7.72 8.44 3.32
Ketebalan Daging Buah (mm) 5.41 5.46 4.91
Volume Buah (ml) 146.13 169.43 142.31
159

Lampiran 20. Tabulasi Hubungan Varietas dengan Beberapa Peubah


pada Percobaan Tahap I

Varietas
Peubah New
Bangkok Goldflame Spartacus Tropica
Zealand
Tinggi Tanaman (cm)
9 MST 56.93 64.93 67.93 79.10 61.60
10 MST 60.67 69.60 70.40 83.70 65.90
11 MST 65.63 73.53 75.60 87.47 70.03
Bobot per Buah (g) 83.28 106.99 89.25 91.17 88.59
Bobot Buah per
Tanaman (g)
N0 676 845.2 549.4 876.8 784.4
N1 495 868.4 639 889.2 866.4
N2 394.4 487.2 179.2 231 253.8
Jumlah Buah per
Tanaman 6.33 7.13 5 7.07 6.93
Ketebalan Daging Buah
(mm) 5.28 5.82 5.23 4.78 5.2
Volume Buah (ml)
N0 125.80 180.07 141.27 125.40 158.13
N1 105.83 215.46 173.67 179.53 172.60
N2 136.60 187.87 115.80 130.50 140.77
NAR (g/cm 2/hari) 0.0008 0.0006 0.0011 0.0012 0.0008
Kandungan Total Klorofil
(mg/g) 1.63 2.11 2.46 2.08 1.98
Rasio Klorofil a/b 0.8 0.83 1.41 0.99 0.75
Intersepsi Tajuk (%) 53.08 51.85 54.51 54.83 55.48
Koefisien Pemadaman
30 HST 1.06 1.13 1.26 1.13 1.28
60 HST 2.74 2.38 2.54 2.42 2.66
90 HST 2.54 1.72 2.25 2.04 2.43
Indeks Luas Daun
30 HST 0.33 0.42 0.55 0.43 0.57
60 HST 1.68 1.92 1.90 1.89 1.86
90 HST 1.73 1.46 1.51 1.40 1.83
160

Lampiran 21. Tabulasi Hubungan Perlakuan Pemupukan dengan Beberapa


Peubah pada Percobaan Tahap II

VARIETAS GOLD FLAME


Peubah
Perlakuan RGR NAR
BPB Vol KDB
Pupuk 78 HST (mg/m2 JBPT
(g) (ml) (mm)
(g/g/hari) /hari)
P1K1 0.022 0.0005 7.30 118.36 201.5 5.87
P1K2 0.018 0.0004 7.14 117.33 212.5 5.56
P1K3 0.034 0.0008 6.57 117.2 213.7 5.71
P1K4 0.017 0.0004 7.14 110.05 204.6 5.44
P2K1 0.022 0.0005 7.29 112.65 206.7 5.26
P2K2 0.02 0.0004 6.70 118.16 215.1 5.91
P2K3 0.02 0.0005 7.43 111.96 206.3 5.17
P2K4 0.02 0.0006 6.57 112.86 206.0 5.67
P3K1 0.03 0.0005 7.57 110.05 200.6 5.49
P3K2 0.03 0.0001 5.57 112.17 215.9 5.24
P3K3 0.02 0.0004 6.86 113.03 211.6 5.56
P3K4 0.02 0.0005 6.86 115.14 211.3 5.30
P4K1 0.032 0.0008 6.86 110.08 216.1 5.54
P4K2 0.02 0.0004 7.29 113.03 206.7 5.48
P4K3 0.03 0.0005 7.29 115.01 205.5 5.49
P4K4 0.02 0.0004 6.29 112.84 211.8 4.35
Rata2 0.0234 0.0005 6.92 113.70 209.12 5.44

VARIETAS SPARTACUS
Peubah
Perlakuan RGR NAR
BPB Vol KDB
Pupuk 78 HST (mg/m2 JBPT
(g) (ml) (mm)
(g/g/hari) /hari)
P1K1 0.0303 0.0006 8.71 115.31 233.1 5.54
P1K2 0.0141 0.0003 7.86 110.48 210.2 5.55
P1K3 0.0159 0.0004 7.00 112.58 216.6 5.16
P1K4 0.0206 0.0006 7.14 104 .87 203.4 5.09
P2K1 0.0214 0.0006 6.86 110.85 213.7 4.98
P2K2 0.0287 0.0006 6.43 110.94 205.6 4.91
P2K3 0.0154 0.0002 7.29 103.68 198.4 4.82
P2K4 0.0276 0.0005 7.57 104.92 200.8 5.04
P3K1 0.0205 0.0004 6.43 109.45 207.3 4.82
P3K2 0.0199 0.0005 6.71 108.90 203.3 5.18
P3K3 0.0020 0.0004 6.71 107.43 221.9 5.10
P3K4 0.0213 0.0005 6.57 107.82 209.4 5.07
P4K1 0.0145 0.0002 6.57 113.80 219.1 5.09
P4K2 0.0063 0.0001 7.29 111.80 213.0 5.02
P4K3 0.0201 0.0005 8.29 108.50 205.1 5.00
P4K4 0.0228 0.0004 7.00 110.83 214.2 4.88
Rata2 0.0188 0.0004 7.15 109.46 210.9 5.08
161

Lampiran 22. Tabulasi Hubungan Frekuensi Fertigasi dengan Beberapa


Peubah pada Percobaaan Tahap III
Frekuensi Fertigasi
Peubah Varietas 3x 4x 5x 6x
Spartacus 105.02 108.41 111.13 103.21
Bobot per Buah (g)
Goldflame 108.2 109.53 113.4 105.06
Bobot Buah per Spartacus 633.5 784.97 624.96 559.16
Tanaman (g) Goldflame 602.77 660.83 741.94 615.64
Jumlah Buah per Spartacus 6 7.3 5.59 5.43
Tanaman Goldflame 5.57 6.14 6.57 5.86
Ketebalan Daging Spartacus 5.55 5.61 5.51 5.18
Buah (mm) Goldflame 4.99 5.09 5.21 5.18
162

Lampiran 23. Tabulasi Hubungan Frekuensi Fertigasi dengan Beberapa


Peubah pada Percobaaan Tahap III
Frekuensi Penyiraman
Peubah Varietas 3x 4x 5x 6x
Spartacus 105.02 108.41 111.13 103.21
Bobot per Buah (g)
Goldflame 108.2 109.53 113.4 105.06
Bobot Buah per Spartacus 633.5 784.97 624.96 559.16
Tanaman (g) Goldflame 602.77 660.83 741.94 615.64
Jumlah Buah per Spartacus 6 7.3 5.59 5.43
Tanaman Goldflame 5.57 6.14 6.57 5.86
Ketebalan Daging Spartacus 5.55 5.61 5.51 5.18
Buah (mm) Goldflame 4.99 5.09 5.21 5.18
163

Lampiran 24. Formula Pupuk Hidroponik Modifikasi (Noor 2006)

Campuran Senyawa Vegetatif (kg) Generatif (kg)


Stok A
Fe EDTA 0.13 0.15
Ca NO 3 12.00 10.00

Stok B
MgSO4 12.00 12.00
KH2 PO4 7.00 6.40*
KNO 3 putih 10.00 -
KNO 3 merah - 7.10*
CuSO4 0.04 0.03
MnSO4 0.04 0.04
ZnSO4 0.02 0.04
H3BO 3 0.04 0.04
Na2 MoO4 0.04 0.02
K2O - 3.20
Ket : *) Efisiensi P dan K : 30 %
Lampiran 25. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Paprika di Batam

NO. URAIAN TAHUN 0 TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3 TAHUN 4 TAHUN 5

A. IN COMING

I NILAI HASIL PRODUKSI

- Penjualan produk 0 64,800,000 64,800,000 64,800,000 64,800,000 64,800,000

II NIL AI SIS A 0 0 0 0 0 0
T O TAL I NC OMI N G
(A)
( P ENERI M AA N )
0 64,800,000 64,800,000 64,800,000 64,800,000 64,800,000 Keterangan :
1 Luasan
B. OUT GOING 2 Jumlah tanaman
I INVESTASI 3 Jumlah panen
1 Konstruksi green house 25,311,400 0 0 0 0 0 4 Harga jual
2 Sarana irigasi 9,491,200 0 0 0 0 0 5 Jumlah produksi
3 Bahan penunjang 2,547,000 0 2,547,000 2,547,000 2,547,000 2,547,000 6 Biaya operasional
Jumlah 37,349,600 0 2,547,000 2,547,000 2,547,000 2,547,000

II Operasional

1 Benih 0 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000

2 Bahan kimia 0 26,050,000 26,050,000 26,050,000 26,050,000 26,050,000

164
Lanjutan Lampiran 2 5.

3 Tenaga kerja

- Manajer 0 9,600,000 9,600,000 9,600,000 9,600,000 9,600,000

- Tenaga lapangan 0 7,200,000 7,200,000 7,200,000 7,200,000 7,200,000

4 Utilitas

- Listrik 0 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000

- Air PDAM 0 1,260,000 1,260,000 1,260,000 1,260,000 1,260,000

- Perawatan 0 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000

Jumlah 0 49,110,000 49,110,000 49,110,000 49,110,000 49,110,000


T O TAL O UT G OI NG (
(B) 37,349,600 49,110,000 51,657,000 51,657,000 51,657,000 51,657,000
P EN G EL UA RAN )
NET BENEFIT
(C) -37,349,600 15,690,000 13,143,000 13,143,000 13,143,000 13,143,000
(PENDAPATAN)
DF at DR 15 % 1.000000 0.869565 0.756144 0.657516 0.571753 0.497177
(D) NET PRESENT V ALUE -37,349,600 13,643,478 9,937,996 8,641,736 7,514,553 6,534,394

NET BENEFIT = Rp30,912,400


NET PRESENT VALUE
Rp8,922,557 ASUMSI :
(NPV) =
B/C Ratio = Rp 324.000.000 - Tingkat Suku Bunga 15 %
Rp 293.087.600 - Umur Proyek 5 Tahun
= 1.11
= (Feasible)

165

Anda mungkin juga menyukai