Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Program Profesi Ners Angkatan XXXV
Bagian Keperawatan Dasar Profesi

Disusun oleh :
Raden Nida Yudiastri Muthia
220112170529

Program Profesi Ners Angkatan XXXV


Bagian Keperawatan Dasar Profesi
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran Bandung
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I ...............................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.4 Tujuan ............................................................................................................ 3
1.5 Manfaat .......................................................................................................... 3
BAB II ...............................................................................................................4
ISI ...............................................................................................................4
2.1 Konsep Stroke................................................................................................ 4
2.2 Konsep Latihan Range Of Motion (ROM) .................................................. 11
2.3 Penelitian Terkait Latihan Range Of Motion (ROM) dengan Pasien Stroke13
BAB III .............................................................................................................17
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 17
3.2 Saran ............................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu gangguan serebrovaskular yang paling sering terjadi adalah


stroke. Stroke terjadi ketika aliran darah pada lokasi tertentu di otak
terganggu. Lokasi pada daerah yag kekurangan oksigen menjadi rusak dan
menimbulkan gejala. Tipe dan beratnya perubahan neurologik mempunyai
gejala-gejala yang bervariasi tergantung dari bagian-bagian otak yang
terkena. Biasanya pasien yang terserang stroke timbul secara mendadak
sehingga tidak ada gejala-gejala prodroma atau gejala dini, dan biasanya
mengenai penderita usia 45-80 tahun. Umumnya laki-laki sedikit lebih
sering terkena daripada perempuan.

Stroke menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian terbanyak


setelah penyakit jantung di negara maju di Amerika Serikat pada tahun
2010, dimana setiap tahunnya penduduk Amerika mengalami serangan
stroke baru ataupun berulang (iskemik ataupun hemoragik). Stroke
menyebabkan 1 dari 19 kematian di Amerika Serikat dimana setiap setiap
40 detik satu orang mengalami stroke, dan setiap 4 menit satu orang
meninggal akibat stroke (AHA, 2014).

Stroke merupakan penyebab kematian utama pada semua umur di


Indonesia yakni mencapai angka 15,4%, disusul oleh TB, hipertensi, dan
cedera. Menurut Riset Kesehatan Dasar (2008), prevalensi stroke di
Indonesia pada tahun 2007 sebesar 8,3 per 1000 penduduk dan pada tahun
2011 stroke menjadi peringkat penyebab kematian pertama di Indonesia.
Diperkirakan sekitar 500.000 penduduk terkena stroke setiap tahunnya,
dimana 25% diantaranya meninggal, dan sisanya cacat tringan setiap tiga
hari rata-rata 1 orang penduduk Indonesia, baik tua maupun muda,
meninggal dunia karena stroke. Sedangkan prevalensi stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes di Jawa Barat sebesar 12% (Riskesdas, 2013).

1
2

Stroke dapat menyebabkan berbagai macam gangguan seperti kematian


jaringan otak, penurunan tonus otoot, dan hilangnya sensibilitas pada
sebagian anggota tubuh yang dapat menurunkan kemampuan fungsi tubuh
yang dikendalikan oleh jaringan tersebut. (Sariningsih, 2011). Pasien stroke
mengalami kelemahan pada anggota tubuh sehingga tidak bisa bergerak.
Immobilisation atau tidak mampu menggerakan tubuh apabila tidak
mendapatkan penanganan yang tepat, akan menimbulkan komplikasi berupa
abnormalitas tonus, deep vein thrombosis, dan kontraktur (Muttaqin, 2013).
Dari dua pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa stroke terjadi
ketika aliran darah pada lokasi tertentu di otak terganggu, dan jika ada
bagian otak yang terkena lesi maka dapat mengakibatkan kelemahan pada
ekstremitas yang sangat mengganggu kemampuan dan aktifitas sehari-hari.
Dalam proses bentuk rehabilitasi awal pada stroke agar tidak terjadinya
komplikasi salah satunya dengan memberikan mobilisasi dan terapi latihan.

Terapi latihan adalah salah satu cara untuk mempercepat pemulihan pasien
dari cedera dan penyakit yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan
aktif dan pasif. Gerakan aktif adalah gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi
otot itu sendiri. Gerakan pasif adalah latihan yang bersngkuta dengan
melawan gravitasi. Pada makalah ini penulis akan membahas secara khusus
mengenai terapi latihan Range Of Motion (ROM).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi stroke


2. Apa saja penyebab stroke
3. Apa faktor resiko stroke
4. Apa klasifikasi stroke
5. Apa tanda dan gejala stroke
6. Apa komplikasi stroke
7. Bagaimana patofisiologi stroke
8. Apa saja pemeriksaan penunjang stroke
9. Bagaimana penatalaksanaan stroke
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
3

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi stroke


2. Untuk mengetahui apa saya penyebab stroke
3. Untuk mengetahui apa faktor resiko stroke
4. Untuk mengetahui apa klasifikasi stroke
5. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala stroke
6. Untuk mengetahui apa komplikasi stroke
7. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi stroke
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang stroke
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan stroke
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
stroke

1.5 Manfaat

1. Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan dapat menngkatkan
pngetahuan dan wawasan mengenai masalah penyakit stroke
2. Bagi Pembaca
Diharapkan pembaca dapat mengetahui tentang penyakit stroke lebih
dalam, sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari
masalah tersebut.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam
penanganan pada pasien dengan stroke sehingga dapat meningkatkan
pelayanan kepeawatan yang baik.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang masalah penyakit stroke.
BAB II

ISI

2.1 Konsep Stroke

A. Definisi
Stroke adalah suatu kondisi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
neurologik yang disebabkan oleh gangguan dalam sirkulasi darah ke bagian
otak. Sehingga, mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak, kehilangan
sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi dan
mobilisasi (Black & Hawks, 2009). Stroke atau cedera serebrovaskular
adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay
darah ke bagian otak. Seringkali ini adalah kulminasi penyakit
serebrobaskuler selama berthaun-tahun (Smeltzer & Bare, 2008).
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
suatu kelainan otak dimana terjadi gangguan fungsi otak yang disebabkan
terhentinya suplay darah ke otak yang disebabkan oleh berbagai hal yang
mengakibatkan defisit neurologis.

B. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian: (1)
trombosis (bekuan darah otak atau leher), (2) embolisme serebral (bekuan
darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain), (3)
iskemia (penurunan aliran darah ke area otak), (4) hemoragik serebral
(pecahnya pembuuh darah serebral dengan perdarahan ke jaringan otak atau
ruang sekitar otak). Akibatnya adala penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir,
memori, bicara atau sensasi.

C. Faktor Resiko

4
5

National Stroke Association (2009) dalam Pudiastuti (2011) menjelaskan


bahwa setiap orang dapat menderita stroke tanpa mengenal usia, ras, dan jenis
kelamin. Namun kemungkinan terserang stroke dapat diminimalisir jika
seseorang mengetahui faktor resikonya. Terdapat 2 faktor resiko, yakni faktor
yang tidak dapat dikendalikan, yaitu: (a) usia, (b) jenis kelamin, (c) ras, (d)
riwayat keluarga, (e) kejadian stroke sebelumnya.
Sementara itu faktor yang dapat dikendalikan secara umum daat dibagi
menjadi 2 kategori yakni gaya hidup dan segi medis. Gaya hidup, meliputi:
(a) merokok, (b) konsumsi alkohol, (c) obesitas, (d) kurang berolaraga.
Sementara dari segi medis, meliputi: (a) tekanan darah tinggi atau hipertensi,
(b) kolesterol tinggi, (c) diabetes, dan (d) aterosklerosis.

D. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011) stroke dibagi menjadi 2 kategori yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik/iskemik.
a. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik diderita oleh penderita hipertensi.
Stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis, yatu: (1) hemoragik
intraserebral (perdarahan yang terjdai di dalam jarngan otak), (2)
hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
atau ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
b. Stroke non-hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhab terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu
penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah
yang menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Stroke iskemik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: (1) stroke trobolitik (proses
terbentuknya trombus hingga menjadi gumpalan), (2) stroke embolik
(tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah), (3) hipoperfusion
6

sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena adanya


gangguan denyut jantung).

E. Tanda dan Gejala

Menurut Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
hilangnya sebagian penglihatanatau pendengaran, penglihatan ganda atau
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata,pusing dan pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo),sulit memikirkan
atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagia dari
tubuh ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih.

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala Stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,


menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil
atau serangan awal Stroke. Adapun tanda dan gejala stroke lainnya, yaitu:

a) Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau


kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
b) Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa
kesemutan, terasa seperti terkena cabai rasa terbakar
c) Mulut, lidah mencong bila diluruskan
7

d) Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek


e) Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai
keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-
katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak
lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap
f) Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
g) Tidak memahami pembicaraan orang lain.
h) Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan.
i) Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun.
j) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
k) Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari
l) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
m) Menjadi pelupa ( dimensia)
n) Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar yang menetap saat tidak
beraktifitas
o) Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi
pada saat beristirahat atau bangun tidur.
p) Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang
pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri,
penglihatan gelap atau ganda sesaat.
q) Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh.
r) Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga
atau pendengaran berkurang
s) Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa.
t) Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur.
u) Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik,
sempoyongan atau terjatuh.
v) Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri.

F. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat
terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:
8

a. Bekuan darah (Trombosis)


Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan
terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumoni.
d. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.

G. Patofisiologi
1) Stroke hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subaraknoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20
% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah
perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2009).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 –
400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh
darah tersebut berupa degenerasi lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
9

timbulnya aneurisma Charcot Bouchard. Pada kebanyakan pasien,


peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya
penetrating arteri. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat
efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya
membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume
perdarahan semakin besar (Caplan, 2009).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2009).
Perdarahan subaraknoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM) (Caplan, 2009).
2) Stroke non hemoragik
Stroke iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan
aliran darah ke otak dimana otak membutuhkan oksigen dan glukosa
sebagai suber energi agar fungsinya tetap baik. Aliran drah otak atau
Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan konstan antara 50-
150 mmHg (Price, 2006).
Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh:
a. Keadaan pembuluh darah
Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh
trombus atau embolus maka aliran darah ke otak terganggu.
b. Keadaan darah
Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah
ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan
oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik
10

Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik otak untuk


mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.

d. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung menyebabkan
menurunnya curah jantung. Selain itu lepasnya embolus juga
menimbulkan iskemia di otak akibat okulsi lumen pembuluh darah.

Jika CBF tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan


langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut
dinamakan daerah iskemik. Infark otak, kematian neuron, glia, dan
vaskular disebabkan oleh tidak adanya oksigen dan nutrien atau
terganggunya metabolisme (Robbins, 2007).

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
11

6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan


pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke secara umum yaitu:
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid
intravena.
c. Reperfusi dan neuroproteksi, yaitu membuka sumbatan dengan pemberian
obat trombolitik dan pemberian neuroprotektor untuk melindungi bagian
otak.
d. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
e. Pemberian nutrisi yang adekuat baik enteral maupun praenteral.
f. Pencegahan dan penanganan komplikasi.

Dalam makalah ini, penulis akan lebih menjelaskan mengenai pencegahan


dan penanganan komplikasi yang spesifikasi berhubungan dengan tempat
tidur seperti dekubitus karena keterbatasan mobilisasi pada pasien. Pasien
yang mengalami keterbatasan dalam mobilisasi akan mengalami keterbatasan
beberapa atau semua rentang gerak dengan mandiri.

Ketika pasien mengalami keterbatasan dalam mobilisasi yang dialami klien


stroke, maka perawat perlu menyusun intervensi keperawatan yang dapat
mempertahankan fungsi rentang gerak maksimum klien dengan memberikan
latihan yang rutin salah satu nya adalah Range Of Motion (ROM).

2.2 Konsep Latihan Range Of Motion (ROM)

Latihan yang dilakukan berupa latihan rentang gerak atau Range Of Motion
12

(ROM). Latihan ROM adalah kegiatan latihan yang bertujuan untuk


memelihara fleksibilitas dan mobilitas sendi (Tseng, et al., 2007).

Tujuan latihan ROM menurut Smeltze & Bare (2008) adalah sebagai berikut:
a. Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi
b. Mengembalikan kontrol motorik
c. Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan lunak
d. Membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial
e. Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang
mengalami paralisis.
f. Memaksimalkan fungsi ADL
g. Mencegah bertambah buruknya sistem neuromusculasr
h. Mengurangi gejala depresi dan kecemasan
i. Mengingkatkan harga diri
j. Meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan.

Prosedur latihan ROM menurut Rhoad & Mekeer (2008), Kozier, et al.,
(2008) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada
saat melakukan latihan ROM sebagai berikut:

a. Untuk latihan ROM aktif, klien dianjurkan untuk melakukan gerakan


sesuai yang sudah diajarkan, hindari perasaan ketidaknyamanan saat
latihan dilakukan, gerakan dilakukan secara sistematis dengan urutan ang
sama dalam setiap sesi, setiap gerakan dilakukan tiga kali dengan
frekuensi dua kali sehari.
b. Yakinlah bahwa klien mengetahui latihan ROM dilakukan
c. Sendi tidak boleh digerakkan melebihi rentang gerak bebasnya, sendi
digerakkan ke titik tahanan dan dihentikan pada titik nyeri.
d. Pilih waktu di saat pasien nyaman dan bebas dari rasa nyeri untuk
meningkatkan kolaborasi pasien.
e. Posisikan pasien dalam posisi tubuh lurus yang normal
f. Gerakan latihan harus dilakukan secara lembut, perlahan dan berirama
g. Latihan diterapkan pada sendi secara leluasa
13

h. Tekankan pada klien bahwa gerakan sendi yang adekuat adalah gerakan
sampai dengan mengalami tahanan bukan nyeri.
i. Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri
j. Amati respons non verbal klien
Latihan harus segera dihentikan dan berikan kesempatan pada klien untuk
beristirahat apabila terjadi spasme otot yang dimanifestasikan dengan
kontraksi otot yang tiba-tiba dan terus menerus.

2.3 Penelitian Terkait Latihan Range Of Motion (ROM) dengan Pasien

Stroke

Dosis dan intensitas latihan ROM yang dianjurkan menunjukkan hasil cukup
bervariasi. Secara teori tidak disebutkan secara spesifik mengenai dosis dan
intensitas latihan ROM tersebut, namun dari berbagai literature dan hasil
penelitian tentang manfaat latihan ROM dapat dijadikan sebagai rujukan
dalam menerapkan latihan ROM sebagai salah satu intervensi, Smeltzer &
Bare (2008) menyebutkan bahwa latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5
kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan, sedangkan Perry &
Poter (2006) menganjurkan untuk melakukan latihan ROM minimal 2
kali/hari. Tseng, et al., (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dosis
latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali/hari, 6 hari dalam seminggu dalam 4
minggu dengan intensitas masing-masing 5 gerakan untuk setiap sendi. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian yang melakukan
latihan tersebut mengalami perbaikan pada fungsi aktivitas, persepsi nyeri,
rentang gerakan sendi dan gejala depresi.

Pada penelitian yang dilakukan Kim, Lee & Sohing (2014), tentang “Effect of
Bilateral Passive Range of Motion Exercise on the Funcion of Upper
Extremities and Activities of Daily Living in Patients with Acute Stroke”.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi efek rangkaian gerak pasif
pada fungsi ekstremitas dan ADL pada penderita stroke akut. Penelitian ini
menggunakan desain Experimental dengan jenis desain dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jumlah responden sebanya 37
14

pasien dengan pasien stroke akut di unit perwatan intensif. Pada kelompok
eksperimen (n=19) dan kelompok kontrol (n=18).

Prosedur penelitian yang dilakukan Kim, Lee & Sohing (2014), adalah
dengan membagi dua kelompok tersebut, dimana kelompok eksperimen
dilakukan latihan ROM 2 kali/hari di pagi hari dan malam hari selama 5 hari
semnggi dalam 4 minggu, untuk setiap sesi berdurasi 15 menit ini, setiap
gerakan diulang sebanyak 10 kali. Sedangkan kelompok kontrol hanya
dilakukan latihan ROM 2 kali/hari selama 2 minggu. Sebelumnya dua
kelompok tersebut melakukan pretest terlebih dahulu dengan mengkaji edema
ekstremitas atas, fungsi ekstremitas atas, rentang gerak, dan ADL. Rentang
gerak untuk latihan ROM pada pasien yang tidak sadar terbatas pada titik
resistensi sendi, dan utuk pasien yang sadar tergantung jangkauan
kenyamanan bagi pasien.

Hasil dari penelitian Kim, Lee & Sohing (2014) kelompok eksperimen
menunjukkan penurunan yang signifikan pada edema ekstremitas atas
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dan kelompok eksperimen juga
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam rentang gerak, fungsi
ekstremitas atas, dan ADL dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Pada penelitian lainnya menurut Ngatini, Wardaniingsih, & Afandi (2016)


meneliti tentang “Pengaruh Latihan Pasrah Diri dan Latihan Range Of
Motion Melalui Discharge Planning Terhadap Perubahan Activity Daily
Living pada Pasien Stroke Iskemik”. Penelitian ini menggunakan quasy-
eksperiment pre-post-test with control group design. Populasi pada penelitian
ini adalah pasien stroke iskemik di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, sampel berjumlah 28 orang kemudian dibagi menjadi dua
kelompok eksperimen 14 dan kelompok kontrol 14 orang.

Prosedur dari penelitian Ngatini, Wardaniingsih, & Afandi (2016) dengan


cara kelompok eksperimen diberikan latihan ROM sehari 2 kali, pagi dan
sore. Sedangka kelompok kontrol mendapatkan perlakuan sesuai standar
ruangan dengan diberikan latihan ROM sehari sekali pagi hari. Sebelum
15

dilakukan intervensi kedua kelompok dilakukan penilaian ADL dengan


indeks barthel. Latihan dilakukan selama lima hari, kemudian dinilai kembali
ADL nya.

Hasil penelitian Ngatini, Wardaniingsih, & Afandi (2016) menunjukkan


perbedaan ADL sebelum dan sesudah diberi latihan ROM pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, hanya saja kelompok kontrol lebih kecil
dari taraf signifikansi dibandingkan kelompok eksperimen.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2014) tentang “Pengaruh Pemberian


Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kemampuan Motorik Pada
Pasien Post Stroke di RSUD Gambiran”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pengaruh latihan Range of Motion terhadap kekuatan otot
pasien post stroke di RSUD Gambiran Kediri. Dengan jumlah responden
sebanyak 16 pasien yang diberikan latihan ROM sebanyak 2 kali/hari pada
pagi dan sore hari selama 7 hari. Kemudian melakukan observasi kekuatan
otot yang diukur menggunakan lembar observasi (Uji Kekuatan Otot Menurut
Lumbantobing, 2006). Dari hasil penelitian didapatkan bahwaada pengaruh
pemberian latihan Range Of Motion (ROM) terhadap kemampuan motorik
pada pasien post stroke di RSUD Gambiran Kediri tahun 2014.

Bakara & Warsito (2016), meneliti tentang “Latihan Range Of Motion


(ROM) Pasif Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke”, pada penelitian
ini dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif terhadap rentang sendi
ekstremitas atas dan bawah sendi yang besar pada pasien pasca stroke di
Kabupaten Rejang Lebong. Metode pada penelitian ini menggunakan Pre
Eksperimental dengan rancangan penelitian menggunakan The One Group
Pretest-Posttest Design. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 pasien yang
mengalami hemiparase lebih dari 6 bulan. Proses pelaksanaan intervensi
ROM pasif dilakukan 1kali sehari dengan 10 kali tiap gerakan selama 5 detik.
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan goniometer, dengan yang bersertifikat ISOM (International
Standards of Measurement) dan sudah dilakukan kalibrasi dari pabriknya.
Ada perbedaan yang bermakna antara rerata rentang sendi ekstremitas atas
16

dan bawah sendi yang besar pada pasien pasca stroke di Rejang Lebong
sebelum dan sesudah latihan Range Of Motion (ROM) pasif.

Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa hasil penelitian menunjukkan


bahwa latihan ROM yang dilakukan pada pasien stroke dapat meningkatkan
rentang sendi, dimana reaksi kontraksi dan relaksasi selama gerakan ROM
yang dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran serabut otor dan
peningkatan aliran darah pada daerah sendi yang mengalami kelemahan
seingga terjadi peningkatan penambahan rentang sendi pada pasien stroke
yang mengalami kelemahan otot / paralisis.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Latihan Range Of Motion (ROM) pada tahap awal bisa membaik fungsi
ekstremitas dan ADL pada penderita stroke. Dan jika latihan ROM dilakukan
secara rutin akan merangsang mengaktifkan gerakan volunter. Dimana
gerakan volunter terjadi karena adanya transfer impuls saraf dari garis
presentalis ke korda spinalis melalui neurotransmiter yang mencapai ke otot
dan menstimulasi otot sehingga menyebabkan gerakan. Sehingga, pasien
dengan stroke, jika melakukan gerakan teratur dan terus menerus, makan
akan mengurangi kelemahan otot.

3.2 Saran

Latihan ROM hendaknya sedini mungkin dilakukan pada pasien stroke agar
terhidar dari depresi dan menjadi komplikasi lebih lanjut, seingga pasien
dapat meningkat kualitas hidupnya. Terutama pada pasien yang berada di
perawatan intensif, sebaiknya dilakukan dalam satu hari minimal 2 kali pagi
dan malam/sore. Karena sudah dibuktikan oleh para peneliti bahwa latihan
ROM yang dilakukan pasien dengan sering maka kekuatan otot lebih cepat
peningkatannya dibandingkan dengan latihan ROM yang lebih sedikit.

17
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2014). Heart Disease and Stroke Statistics. AHA
Statistical Update.

Bakara, Derison Marsinova., Warsito, Surani. (2016). Latihan Range Of Motion


(ROM) Pasif Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Journal of
Idea Nursing Journal,2(2), 12-18

Black, J. M & Hawks, J. H. (2009). Medikal Surgical Nursing Edisi 8.


Philadelpia: WB Saunders Company.

Caplan,LR. (2009). Caplan’s Stroke: A Clinical Approach, Fourth Edition.


Philadelphia: Saunders Elsevier.

Doenges, M.E; Moorhouse, M.F; Geissler, A.C. (2000). Rencana Asuhan


Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3. Alih Bahasa Karisa dan Sumarwati. EGC:
Jakarta.

Kim, Hyun Ju., Lee, Yaelim., Sohing, Kyeong-Yae. (2014). Effect of Bilateral
Passive Range of Motion Exercise on the Funcion of Upper Extremities
and Activities of Daily Living in Patients with Acute Stroke. Journal of
Phys. Ther. Sci, 26, 149-156.

Kozier, B., et al. (2008). Kozier and Erb’s Fundamentals of nursing, concept,
process and practic, eighth edtion. New Jersey : Pearson Education.

Muttaqin. (2013). Metode Pengkajian Keseatan Paradigma Kunatitatif. Surabaya.


Health Books Publishing. Health Books: Jakarta.

Ngatini., Wardaningsih, Shanti., Afandi, Moh. (2016). Pengaruh Latihan Pasrah


Diri dan Latihan Range Of Motion Melalui Discharge Planning Terhadap
Perubahan Activity Daily Living pada Pasien Stroke Iskemik. Journal of
Nursing Practice, 1, 48-53.

18
19

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006) Patofisiologi konsep klinis proses penyakit
Edisi 6. EGC. Jakarta.

Perry, Potter, (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Edisi 4. Jakarta :


EGC.

Pudiastuti, R.D. (2011). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Nuha Medika:


Yogyakarta.

Rahayu, Kun Ika. (2014). Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (ROM)
Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke di RSUD
Gambiran. Journal of Jurnal Keperawatan,6(2), 102-107

Rasyid, Al ; Soertidewi, Lyna. (2007). Unit stroke: Manajemen stroke secara


komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia

Rhoads, J. & Meeker,B.J., (2008). Davids guide to clinical nursing skills.


Philadeplphia : F.A. Davis Company.

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan


Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 24 Februari 2018, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
s%202013.pdf.

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins. Ed.7. Volume 2. Jakarta : EGC.

Sariningsih. (2011). Hubungan Jumlah Neutrofil Absolut dengan Mortaitas pada


Pasien Stroke Iskemik Akut dengan Inshemik Stroke, Journal Of the
Thesis, Diponegoro University, 5, 66-76.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H. (2008) Brunner &
Suddarth’s Textbook of medical-surgical nursing. 11th Edition.
Philadelphia Lippincott William & Wilkins.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Pernafasan


Edisi 2. Jakaarta : Sagung Seto.
20

Tseng, C.-N., Chen, C. C.-H., Wu, S.-C., & Lin, L.-C. (2007). Effects of a
rangeof- motion exercise programme. Journal of Advanced Nursing,
57(2), 181-191.

Yulinda, W. (2009). Pengaruh empat minggu terapi latihan pada kemampuan


penderita stroke iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan :
Fakultas Kedokteracara n Universitas Sumatra Utara.

Anda mungkin juga menyukai

  • 19.askep DPD MPKP B Mry
    19.askep DPD MPKP B Mry
    Dokumen14 halaman
    19.askep DPD MPKP B Mry
    Ika Oktavia
    Belum ada peringkat
  • LP Stroke PDF
    LP Stroke PDF
    Dokumen22 halaman
    LP Stroke PDF
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Ndjjak
    Ndjjak
    Dokumen22 halaman
    Ndjjak
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Bjhlksca
    Bjhlksca
    Dokumen5 halaman
    Bjhlksca
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Mitos Selama Nifas - Fika
    Mitos Selama Nifas - Fika
    Dokumen17 halaman
    Mitos Selama Nifas - Fika
    Annisa Dwi Novianty
    Belum ada peringkat
  • HJGJHKJ
    HJGJHKJ
    Dokumen21 halaman
    HJGJHKJ
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen9 halaman
    Analisa Data
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Hgvvar
    Hgvvar
    Dokumen23 halaman
    Hgvvar
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • HBKJH
    HBKJH
    Dokumen8 halaman
    HBKJH
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • 19.askep DPD MPKP B Mry
    19.askep DPD MPKP B Mry
    Dokumen14 halaman
    19.askep DPD MPKP B Mry
    Ika Oktavia
    Belum ada peringkat
  • HJGJB
    HJGJB
    Dokumen4 halaman
    HJGJB
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Sa D
    Sa D
    Dokumen1 halaman
    Sa D
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • GMJK
    GMJK
    Dokumen9 halaman
    GMJK
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Ndjjak
    Ndjjak
    Dokumen22 halaman
    Ndjjak
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • HGHJ
    HGHJ
    Dokumen1 halaman
    HGHJ
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Askep Gastritis Singkat
    Askep Gastritis Singkat
    Dokumen7 halaman
    Askep Gastritis Singkat
    nikenand
    Belum ada peringkat
  • Masalah Pada Sistem Respirasi
    Masalah Pada Sistem Respirasi
    Dokumen54 halaman
    Masalah Pada Sistem Respirasi
    Riin
    Belum ada peringkat
  • FDF
    FDF
    Dokumen15 halaman
    FDF
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • HHJCSG Immugg
    HHJCSG Immugg
    Dokumen7 halaman
    HHJCSG Immugg
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Vyugjh
    Vyugjh
    Dokumen2 halaman
    Vyugjh
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Do You All Know What That Condoms? Must Have Been Know, Yes
    Do You All Know What That Condoms? Must Have Been Know, Yes
    Dokumen3 halaman
    Do You All Know What That Condoms? Must Have Been Know, Yes
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Cgsem
    Cgsem
    Dokumen17 halaman
    Cgsem
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • JBN
    JBN
    Dokumen5 halaman
    JBN
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • VHGKJ
    VHGKJ
    Dokumen1 halaman
    VHGKJ
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • HJGN
    HJGN
    Dokumen15 halaman
    HJGN
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Ugjkh
    Ugjkh
    Dokumen2 halaman
    Ugjkh
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Yfhg
    Yfhg
    Dokumen10 halaman
    Yfhg
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • Diare Pada Anak (Penyuluhan) PDF
    Diare Pada Anak (Penyuluhan) PDF
    Dokumen35 halaman
    Diare Pada Anak (Penyuluhan) PDF
    Ndaw
    Belum ada peringkat
  • SEHAT40
    SEHAT40
    Dokumen44 halaman
    SEHAT40
    Ndaw
    Belum ada peringkat