PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya
dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk
(costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi
unit-unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan
fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar
suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari
traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri
hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam
kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena
sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika
mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan
darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Sirosis Hepatis adalah suatu keadaan terjadinya akumulasi dari matriks ekstraseluler
atau jaringan parut sebagai respon terhadap jejas hati akut maupun kronis. Penyebabnya
beraneka ragam namun mayoritas merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan
oleh virus maupun kebiasaan minum alkohol. Sirosis hepatis seringkali muncul tanpa gejala
dan ditemukan saat pemeriksaan rutin, namun dalam keadaan lanjut dapat timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta. Terapi pada penderita sirosis hepatis bertujuan untuk
mengurangi progresifitas penyakit berupa menghindarkan kerusakan hati lebih lanjut,
pencegahan, dan penanganan komplikasi.
Page | 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare,
2001).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah
penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan
proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
B. EPIDEMIOLOGI
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
– 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Di Indonesia data prevalensi serosis
hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien serosis hepatis berkisar 4,1 % dari pasien yang di rawat di
Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun dijumpai pasien serosis hepatis sebanyak 819 (4 %) pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Page | 2
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang
kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut
masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua
Page | 3
sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik.
Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena
dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari
semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena
kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati
dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:
Page | 4
Fisiologi Hati
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari pembuluh darah vena porta oleh hati dan
diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen
diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran
darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan
dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk
proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
3. Metabolisme protein
Page | 5
sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur
pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton.
Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya.
Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan
glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes
yang tidak terkontrol.
6. Metabolisme obat
7. Pembentukan empedu
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel
pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya
lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat
larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh
hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum.
Page | 6
F. PATOFISIOLOGI
Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi daerah
yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari
sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini
dapat menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan
sentral (bridging nekrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh darah hepatik dan
gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal.
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah
normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi
varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan
berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
ensefalopati hepatik dan koagulopati (Sease et al, 2008).
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala serosis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, ginekomastia pada pria.
Page | 7
Temuan klinis
Page | 8
Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus (penguningan
) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan
pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit (Price, 2006).
2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan
kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan
abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).
3. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati (Price, 2006).
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).
Page | 9
H. DIAGNOSIS
Pada stadium kompensata kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
serosis hati. Pada saat ini penegakan diagnosis fibrosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan biopsi hati atau peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan serosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak terlalu sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus
akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna
cokelat atau kehitaman (Hadi, 2002).
3. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau
karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan
adanya trombositopeni (Hadi, 2002).
Page | 10
kriteria/klasifikasi dari Child, yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik. Child B
mempunyai prognosis sedang, dan Child C yang mempunyai prognosis buruk (Hadi,
2002).
A B C
Serum Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Serum Albumin (mg/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites Tidak Ada Mudah Dikontrol Sulit Dikontrol
Gangguan Neurologi Tidak Ada Minimal Koma Lanjut
Waktu Protrombin <4 4-6 >6
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal (Hadi, 2002).
I. KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain:
1. Edema dan Asites
Dengan semakin beratnya sirosis hepatis,maka terjadi pengiriman sinyal ke ginjal
untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan, pada
awalnya akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit sekitar tumit dan kaki , karena
efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk. Penumpukan cairan ini disebut edema atau
sembab pitting (pitting edema). Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari
setelah berdiri atau duduk dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya
efek gravitasi pada waktu tidur. Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin
banyaknya garam dan air yang diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul dalam
rongga abdomen antara dinding dan perut dan organ dalam perut. Penimbunan cairan ini
disebut asites yang berakibat pembesaran perut, keluhan rasa tak enak dalam perut dan
peningkatan berat badan ( Hernomo, 2007).
Dari segi epidemiologi asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis
hepatis.
Untuk membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG (serum-
ascites albumin gradient) : bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya adalah penyakit non
Page | 11
peritoneal (hipertensi portal,hipoalbuminemia, asites chyllous, tumor ovarium).
Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg % disebabkan eksudat (keganasan, peritonitis-karena
TBC, jamur, amuba atau benda asing dalam peritoneum). Asites juga dibagi dalam 4
tingkatan asites, yaitu : tingkat 1, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan seksama;
tingkat 2, deteksi lebih mudah tapi biasanya jumlahnya hanya sedikit; tingkat 3, tampak
jelas tetapi tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras (Hernomo,
2007)
Page | 12
dengan perdarahan aktif varises esofagus, berisiko tinggi untuk mengalami PBS (
Hernomo, 2007).
4. Enselopati Hepatik
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan oleh
bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan akan terbentuk
dalam usus.Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa
diantaranya misalnya amonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal, bahan-
bahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi
(Hernomo, 2007).
Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun
akibat hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengan darah. Sebagai tambahan , beberapa
bagian darah dalam vena porta tidak dapat masuk ke dalam hati, tetapi langsung masuk ke
vena yang lain (bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam hati. Sehingga terjadi akumulasi bahan ini di dalam darah. Apabila bahan-bahan
ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi ini disebut enselopati
hepatik. Tidur lebih banyak pada siang dibanding malam ( perubahan pola tidur)
merupakan tanda awal enselopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung,
tidak mampu berkonsentrasi, atau menghitung, kehilangan memori, bingung, dan
penurunan kesadaran secara bertahap. Akhirnya enselopati hepatik yang berat dapat
menimbulkan koma dan kematian (Hernomo, 2007).
Bahan-bahan toksik ini juga menyebabkan otak pasien sangat sensitif terhadap
obat-obat yang normalnya disaring dan didetoksifikasi dalam hati. Dosis berapa obat
tersebut harus dikurangi untuk menghindari efek toksik yang meningkat pada sirosis,
terutama obat golongan sedatif dan obat tidur. Sebagai alternatif, dapat dipilih obat-obat
yang lain yang tidak didetoksifikasi atau dieliminasi lewat hati namun lewat ginjal. Ada
tiga tipe enselopati hepatik yang mendasari : tipe A, akibat gagal hati akut; tipe B, akibat
pintasan porto-sistemik tanpa sirosis dan tipe C, akibat penyakit hati kronik atau sirosis
dengan atau tanpa pintasan porto-sistemik (Hernomo, 2007).
5. Sindroma Hepatorenal
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi sindroma
hepatorenal. Sindroma ini merupakan komplikasi serius karena terdapat penurunan fungsi
ginjal namun ginjal secasa fisik sebenarnya tidak mengalami kerusakan sama sekali.
Penurunan fungsi ginjal ini disebabkan perubahan aliran darah ke dalam ginjal. Batasan
sindroma hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif untuk membersihkan
bahan-bahan toksik dari darah dan kegagalan memproduksi urin dalam jumlah
adekuat,meskipun fungsi lain ginjal yang penting, misalnya retensi garam tidak terganggu
(Hernomo, 2007).
Bila fungsi hati membaik atau dilakukan transplantasi hati pasien sindroma
hepatornal, ginjal akan bekerja normal lagi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
penurunan fungsi ginjal disebabkan akumulasi bahan-bahan toksik dalam darah akibat
hati yang tidak berfungsi. Ada dua tipe sindroma hepatorenal : tipe 1, penurunan fungsi
Page | 13
terjadi dalam beberapa bulan, dan tipe 2, penurunan fungsi ginjal terjadi sangat cepat
dalam wakti satu sampai dua minggu (Hernomo, 2007).
6. Hipersplenisme
Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah, leukosit
dan trombosit yang sudah tua .Darah dari limpa akan bergabung dengan aliran darah dari
usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan tekanan vena porta karena sirosis,
terjadi peningkatan blokade aliran darah dari limpa. Akibatnya terjadi aliran darah
kembali ke limpa, dan limpa membesar. Terjadilah splenomegali (Hernomo, 2007).
Kadang-kadang limpa dapat membengkak hebat, hingga menimbulkan nyeri
perut. Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap terhadap sel-sel darah dan
trombosit ikut meningkat, sehingga jumlahnya akan menurun.Hipersplenisme merupakan
istilah yang di pakai untuk menunjukkan kondisi sebagai berikut : penurunan jumlah sel
darah merah (anemia), penurunan sel darah putih (leukopenia), dan atau trombosit yang
rendah (trombositopenia). Anemia menyebabkan perasaan lemah, leukopenia
menyebabkan peka terhadap infeksi, trombositopenia menyebabkan pembekuan darah
dan menimbulkan perdarahan yang memanjang (Hernomo, 2007).
J. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dalam keadaan serosis hati dilakukan kontrol cairan yang teratur, istirahat yang
cukup, susunan diet yang tepat.
a. Diet Hati
- Memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal haati tanpa
memperberat kerjanya
- Pada pasien serosis hepatis dilakukan diet tinggi protein dan tinggi kalori untuk
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita sirosis disesuaikan
dengan komplikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat mengakibatkan peningkatan
amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat
penyembuhan sel hati. Protein yang disarankan disini adalah protein nabati karena dalam
tumbuh-tumbuhan terdapat kandungan asam amino esensial, mengandung sedikit non
nitrogen serta lebih ditoleransi oleh tubuh dari pada protein hewani (Ratnasari, 2001).
Selain itu, protein nabati memberikan keuntungan karena kandungan serat yang
mempercepat pengeluaran amonia melalui feses.
Diet Hati I
Diberikan pada Serosis Hati dalam keadaan prekoma.
Kalori : 1025 kal
Protein : 7 gr
Lemak : 1gr
Karbohidrat : 247 kal
Diet Hati II
Keadaan akut dan prekoma sudah teratasi dan pasien sudah memiliki nafsu makan
yang cukup.
Page | 14
Kalori : 1475 kal
Protein : 27 gr
Lemak : 30 gr
Karbohidrat : 278 kal
b. Diet Rendah Garam berguna untuk mengurangi retensi natrium dan cairan dalam
tubuh.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti alkohol dan obat-obatan
dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein
ke dalam tubuh.
- Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit
atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan
tranfusi darah secukupnya.
- Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian
selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
Page | 15
c. Ensefalopati
- Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
- Transplantasi hati.
K. PROGNOSIS
Page | 16
MELENA
PENGERTIAN
Hematemesis melena adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah akibat luka
atau kerusakan pada saluran cerna.
Hematemesis adalah muntah darah, darah biasanya dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan/cairan berwana merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena adalah keluarnya
tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau yang khas, yang lengket dan
menunjukan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernannya darah pada usus halus.
Hematemesis adalah muntah darah yang disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas.
Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah,
biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal.
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa hematemesis melena
adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah yang berwarna merah kehitaman
akibat adanya perdarahan saluran cerna bagian atas.
ETIOLOGI
1. Kelainan di esophagus.
a. Varises Esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas
terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah
yang terletak di sepertiga bawah esofagus.
c. Sindroma Mallory Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esofagus.
d. Esofagitis dan tukak Esofagus.
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
Page | 17
2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis Erisova Hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri
ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan
obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
b. Tukak Lambung.
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan
dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang.
Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.
c. Karsinoma Lambung.
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih,
nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
d. Ulkus peptikum
e. Tumor lambung jinak dan ganas
f. Pecahnya pembuluh darah yang sklerotik, TBC, divertikulum sifilis, jaringan
pankreas heterotropik, hernia hiatus esophagus, benda asing, ulkus duodenum,
tukak stress akut.
Page | 18
9. Obat-obat ulserogenik : salisilat, kortikosteroid, alkohol, NSAID (indometasin,
fenilbutazon, ibuprofen, nalproksen), sulfonamid, steroid, digitalis.
MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar
di epigastrium tengah atau di punggung. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena
makanan menetralisir asam
2. Pirosis (nyeri ulu hati), beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esofagus dan
lambung
3. Muntah, dapat terjadi karena obstruksi jalan keluar lambung
4. Konstipasi dan perdarahan, sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut
sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukan gejala setelahnya.
PATOFISIOLOGI
Ulkus peptikum :
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mucus
yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung :
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik yaitu : fase yang dimulai
dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor
kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu : pada
fase lambung dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan (3) fase usus, yaitu makanan pada usus
halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap sebagai gastrin) yang pada waktunya akan
merangsang sekresi asam lambung.
Barier mukosa lambung :
Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu
sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan mukosa adalah suplai darah ,
keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin
akan mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1) hipersekresi asam
lambung (2) kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang menurunkan produksi mucus
lambung atau merusak mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti inflamasi non
steroid, alcohol dan obat antiinflamasi.
Sindrom Zollinger-Ellison :
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan ; hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma dalam pancreas.
Ulkus Stres :
Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal atau area
lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kejadian stress misalnya
; luka bakar, syok, sepsis berat dan trauma organ multipel.
Page | 19
KOMPLIKASI
1. Intraktibilitas , yaitu ulkus yang membandel, yang berarti bahwa terapi medik telah gagal
mengatasi gejala – gejala secara adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri,
kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di RS atau hanya tidak
mampu mengikuti cara pengobatan
2. Perdarahan, feses dapat positif akan darah samar atau mungkin hitam dan seperti ter
(melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah),
menimbulkan syok dan memerlukan transfusi darah dan pembedahan darurat.
3. Perforasi,
4. Obstruksi, terjadi pada pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema.
5. Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut,sindrom hepatorenal koma
hepatikum, anemia karena perdarahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik dapat menunjukan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi
abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI
atas dapat menunjukan adanya ulkus.
Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan
lesi. Mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.
Adanya H. pylori dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pipa NGT dimasukan kedalam lambung untuk mengosongkan lambung, menentukan
perdarahan terdapat pada SCBA, untuk memastikan tidak adanya obstruksi pylorus.
4. Varises esophagus dapat dilihat dengan esofagoskopi atau barium kontras esophagus atau
dapat juga dengan venografi splenoportal perkutan.
5. Arteriografi abdomen kadang-kadang dapat membantu menentukan letak perdarahan,
terutama pada perdarahan aktif. Juga dapat mendeteksi lesi yang menyebabkan
perdarahan.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
Page | 20
o Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
o Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
o Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan
kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
o Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom
(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin)
berguna untuk menanggulangi perdarahan.
o Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang
tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini
dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
Page | 21
diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan
tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi. Tindakan operasi yang basa
dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
Page | 22
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sialang Gaung
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 1 September 2018
Anamnesis
Keluhan utama
Buang air besar bewarna kehitaman
Page | 23
- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien
- Tidak ada riwayat hipertensi dan DM di keluarga
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit regular
Suhu : 36,5 0C
Nafas : 20 kali/menit
Diagnosis Kerja
Melena ec Sirosis Hepatis
Page | 25
Diagnosis Banding
- Melena ec ulkus peptikum
Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis :
- Tirah baring
- diet rendah garam, rendah protein
Terapi Farmakologis :
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Omeprazole 2 x 1 amp IV
- Asam Tranexamat 3 x 1 amp IV
- Vit K 3 x 1 amp IV
- Liver care 3 x 1
Anjuran
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan Faal Hepar
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Follow Up
2 September 2018
S : - BAB hitam (+)
- Nyeri ulu hati (+)
O : Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit
Nafas : 20 kali/ menit
Suhu : 36,8oC
Abdomen : NTE +
A : Melena ec susp sirosis hepatis
P:- IVFD RL 12 jam/kolf
Page | 26
- Omeprazole 2 x 1 amp IV
- Asam Tranexamat 3 x 1 amp IV
- Vit K 3 x 1 amp IV
- Liver care 3 x 1
3 September 2018
S : - BAB hitam (-)
- kuning (+)
O : Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 84 kali/ menit
Suhu : 36,5oC
Nafas : 20 kali/ menit
Mata : CA -/-, SI +/+
Thorax : tampak spider naevi +
Ekstremitas atas : Palmar eritem +
A : Melena sups sirosis
P : - Terapi lanjut
- cek albumin, globulin, SGPT/SGOT
4 September 2018
S : - melena (-)
- Keadaan umum membaik (+)
O : Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 kali/ menit
Nafas : 22 kali/ menit
Suhu : 36,5oC
Page | 27
A : Melena ec sirosis hepatis
P : - BP
Page | 28
DAFTAR PUSTAKA
Page | 29