Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya
dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk
(costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi
unit-unit kecil, yang disebut lobulus.

Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan
fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar
suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari
traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri
hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam
kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena
sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika
mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan
darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.

Sirosis Hepatis adalah suatu keadaan terjadinya akumulasi dari matriks ekstraseluler
atau jaringan parut sebagai respon terhadap jejas hati akut maupun kronis. Penyebabnya
beraneka ragam namun mayoritas merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan
oleh virus maupun kebiasaan minum alkohol. Sirosis hepatis seringkali muncul tanpa gejala
dan ditemukan saat pemeriksaan rutin, namun dalam keadaan lanjut dapat timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta. Terapi pada penderita sirosis hepatis bertujuan untuk
mengurangi progresifitas penyakit berupa menghindarkan kerusakan hati lebih lanjut,
pencegahan, dan penanganan komplikasi.

Page | 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).

2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare,
2001).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah
penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan
proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.

B. EPIDEMIOLOGI
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
– 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Di Indonesia data prevalensi serosis
hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien serosis hepatis berkisar 4,1 % dari pasien yang di rawat di
Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun dijumpai pasien serosis hepatis sebanyak 819 (4 %) pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata

Page | 2
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan
antara lain :
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi
memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium
Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil
penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85
% penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai
rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Semua jenis virus Hepatitis bisa menimbulkan komplikasi berupa serosis hepatis
kecuali virus hepatitis A. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B
merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh
virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada
sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alkohol.
d. Sebab – Sebab Lain
- Hemokromatis
- Penyakit Wilson
- Obstruksi Billier

E. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI


 Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram.
Letaknya dikuadran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh
tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus
oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan
membagi massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke
dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati
menerima suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda.

Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang
kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut
masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua

Page | 3
sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik.
Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena
dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari
semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena
kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati
dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.

Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem


retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam
hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda
partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.

Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:

Page | 4
 Fisiologi Hati

1. Metabolisme glukosa

Setelah makan glukosa diambil dari pembuluh darah vena porta oleh hati dan
diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen
diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran
darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan
dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk
proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.

2. Konversi amonia

Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk


amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh
proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam
intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum.
Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi
ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.

3. Metabolisme protein

Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin,


faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar
lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan

Page | 5
sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur
pembangun bagi sintesis protein.

4. Metabolisme lemak

Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton.
Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya.
Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan
glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes
yang tidak terkontrol.

5. Penyimpanan vitamin dan zat besi

6. Metabolisme obat

Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada


sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk
metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah
senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut
dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.

7. Pembentukan empedu

Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta


saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan
sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-
garam empedu.

8. Ekskresi bilirubin

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel
pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya
lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat
larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh
hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum.

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit


hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah
merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki
intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
(Smeltzer & Bare, 2001)

Page | 6
F. PATOFISIOLOGI
Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi daerah
yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari
sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini
dapat menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan
sentral (bridging nekrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh darah hepatik dan
gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal.

Pembentukan jaringan kologen dirangsang oleh nekrosis hepatoseluler dan


asidosis laktat merupakan faktor perangsang. Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis
secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas,
nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul
regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik.

Pada mekanisme terjadinya sirosis secara immunologis dimulai dengan kejadian


hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis dengan melalui
hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya serosis hepatis. Perkembangan ini memerlukan
waktu sekitar 4 tahun. Sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan
terjadinya proses immunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan
hati.

Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah
normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi
varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan
berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
ensefalopati hepatik dan koagulopati (Sease et al, 2008).

G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala serosis

Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, ginekomastia pada pria.

Gejala-gejala lebih menonjol bila sudah lanjut (stadium dekompensata) terutama


bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam tidak terlalu tinggi. Mungkin disertai adanya
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, asites, sampai koma.

Page | 7
Temuan klinis

Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider


telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui,
ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini
juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang
sehat, walaupun ukuran lesi kecil (Nurdjanah, 2009).
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini juga
tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid,
hipertiroidisme dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita
putih horisontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui,
diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan
ke arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga
dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati
teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama
pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa
merah lien karena hipertensi porta. (Nurdjanah, 2009)
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium atau asites akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat
hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-
pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang
dari 2-3mg/dl tidak terlihat.
Warna urin terlihat gelap seperti air teh (Nurdjanah, 2009)

Page | 8
Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus (penguningan
) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan
pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit (Price, 2006).

2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan
kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan
abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).

3. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati (Price, 2006).

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).

Page | 9
H. DIAGNOSIS
Pada stadium kompensata kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
serosis hati. Pada saat ini penegakan diagnosis fibrosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan biopsi hati atau peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan serosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak terlalu sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium


1. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang (urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal
(Hadi, 2002).

2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus
akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna
cokelat atau kehitaman (Hadi, 2002).

3. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau
karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan
adanya trombositopeni (Hadi, 2002).

4. Tes Faal Hati


Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr
albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar
normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-
masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan
normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga
termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini
(Hadi, 2002).

Untuk pengelolaan lebih lanjut , maka penderita sirosis hepatis dengan


tanda-tanda hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan

Page | 10
kriteria/klasifikasi dari Child, yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik. Child B
mempunyai prognosis sedang, dan Child C yang mempunyai prognosis buruk (Hadi,
2002).

A B C
Serum Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Serum Albumin (mg/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites Tidak Ada Mudah Dikontrol Sulit Dikontrol
Gangguan Neurologi Tidak Ada Minimal Koma Lanjut
Waktu Protrombin <4 4-6 >6

Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah pemeriksaan foto toraks
dapat melihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi porta, splenoportografi
untuk melihat spleenomegali (Hadi, 2002).

2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal (Hadi, 2002).

I. KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain:
1. Edema dan Asites
Dengan semakin beratnya sirosis hepatis,maka terjadi pengiriman sinyal ke ginjal
untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan, pada
awalnya akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit sekitar tumit dan kaki , karena
efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk. Penumpukan cairan ini disebut edema atau
sembab pitting (pitting edema). Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari
setelah berdiri atau duduk dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya
efek gravitasi pada waktu tidur. Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin
banyaknya garam dan air yang diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul dalam
rongga abdomen antara dinding dan perut dan organ dalam perut. Penimbunan cairan ini
disebut asites yang berakibat pembesaran perut, keluhan rasa tak enak dalam perut dan
peningkatan berat badan ( Hernomo, 2007).
Dari segi epidemiologi asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis
hepatis.
Untuk membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG (serum-
ascites albumin gradient) : bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya adalah penyakit non

Page | 11
peritoneal (hipertensi portal,hipoalbuminemia, asites chyllous, tumor ovarium).
Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg % disebabkan eksudat (keganasan, peritonitis-karena
TBC, jamur, amuba atau benda asing dalam peritoneum). Asites juga dibagi dalam 4
tingkatan asites, yaitu : tingkat 1, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan seksama;
tingkat 2, deteksi lebih mudah tapi biasanya jumlahnya hanya sedikit; tingkat 3, tampak
jelas tetapi tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras (Hernomo,
2007)

2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)


Cairan dalam rongga perut merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan kuman.
Dalam keadaan normal, rongga perut hanya mengandung sedikit cairan, sehingga mampu
menghambat infeksi dan memusnahkan bakteri yang masuk ke dalam rongga perut
(biasanya dari usus), atau mengarahkan bakteri ke vena porta atau hati, di mana mereka
akan dibunuh semua. Pada sirosis, cairan yang mengumpul dalam perut tidak mampu lagi
untuk menghambat invasi bakteri secara normal. Selain itu, lebih banyak bakteri yang
mampu mendapatkan jalannya sendiri dari usus ke asites. Karena itu infeksi dalam perut
dan asites ini disebut sebagai peritonitis bakteri spontan (spontaneous bacterial
peritonitis) atau SBP. SBP merupakan komplikasi yang mengancam jiwa pasien.
Beberapa pasien SBP ada yang tidak mempunyai keluhan sama sekali, namun sebagian
lagi mengeluh demam, menggigil, nyeri abdomen, rasa tak enak di perut, diare dan asites
yang memburuk (Hernomo, 2007).

3. Perdarahan Varises Esofagus


Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari usus
yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam vena porta
(hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan peningkatan vena porta ini,
vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian bawah atas lambung akan melebar,
sehingga timbul varises esofagus dan lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya.
Semakin besar varisesnya, dan makin besar kemungkinannya pasien mengalami
perdarahan varises (Hernomo, 2007).
Hipertensi portal adalah peningkatan patologis dalam gradien tekanan portal
(perbedaan antara tekanan dalam vena portal dan vena cava inferior). Hal ini terjadi
karena peningkatan aliran darah portal atau peningkatan resistensi vaskuler atau
kombinasi keduanya. Pada sirosis hepatis, faktor utama yang menyebabkan hipertensi
portal adalah peningkatan resistensi aliran darah portal dan kemudian berkembang
menjadi peningkatan aliran darah portal. Perdarahan varises biasanya hebat dan tanpa
pengobatan yang cepat, dapat berakibat fatal. Keluhan perdarahan varises bisa berupa
muntah darah atau hematemesis. Bahan yang dimuntahkan dapat berwarna merah
bercampur bekuan darah, atau seperti kopi ( coffee grounds appearance) akibat efek asam
lambung terhadap darah. Buang air besar berwarna hitam dan lembek (melena) dan
keluhan lemah dan pusing pada saat posisi berubah yang disebabkan penurunan tekanan
darah mendadak saat melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring. Perdarahan juga
dapat timbul dari varises manapun dalam usus. Misalnya dalam kolon, meskipun ini
jarang terjadi. Meskipun belum jelas mekanismenya, pasien yang masuk rumah sakit

Page | 12
dengan perdarahan aktif varises esofagus, berisiko tinggi untuk mengalami PBS (
Hernomo, 2007).

4. Enselopati Hepatik
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan oleh
bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan akan terbentuk
dalam usus.Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa
diantaranya misalnya amonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal, bahan-
bahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi
(Hernomo, 2007).
Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun
akibat hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengan darah. Sebagai tambahan , beberapa
bagian darah dalam vena porta tidak dapat masuk ke dalam hati, tetapi langsung masuk ke
vena yang lain (bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam hati. Sehingga terjadi akumulasi bahan ini di dalam darah. Apabila bahan-bahan
ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi ini disebut enselopati
hepatik. Tidur lebih banyak pada siang dibanding malam ( perubahan pola tidur)
merupakan tanda awal enselopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung,
tidak mampu berkonsentrasi, atau menghitung, kehilangan memori, bingung, dan
penurunan kesadaran secara bertahap. Akhirnya enselopati hepatik yang berat dapat
menimbulkan koma dan kematian (Hernomo, 2007).
Bahan-bahan toksik ini juga menyebabkan otak pasien sangat sensitif terhadap
obat-obat yang normalnya disaring dan didetoksifikasi dalam hati. Dosis berapa obat
tersebut harus dikurangi untuk menghindari efek toksik yang meningkat pada sirosis,
terutama obat golongan sedatif dan obat tidur. Sebagai alternatif, dapat dipilih obat-obat
yang lain yang tidak didetoksifikasi atau dieliminasi lewat hati namun lewat ginjal. Ada
tiga tipe enselopati hepatik yang mendasari : tipe A, akibat gagal hati akut; tipe B, akibat
pintasan porto-sistemik tanpa sirosis dan tipe C, akibat penyakit hati kronik atau sirosis
dengan atau tanpa pintasan porto-sistemik (Hernomo, 2007).

5. Sindroma Hepatorenal
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi sindroma
hepatorenal. Sindroma ini merupakan komplikasi serius karena terdapat penurunan fungsi
ginjal namun ginjal secasa fisik sebenarnya tidak mengalami kerusakan sama sekali.
Penurunan fungsi ginjal ini disebabkan perubahan aliran darah ke dalam ginjal. Batasan
sindroma hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif untuk membersihkan
bahan-bahan toksik dari darah dan kegagalan memproduksi urin dalam jumlah
adekuat,meskipun fungsi lain ginjal yang penting, misalnya retensi garam tidak terganggu
(Hernomo, 2007).
Bila fungsi hati membaik atau dilakukan transplantasi hati pasien sindroma
hepatornal, ginjal akan bekerja normal lagi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
penurunan fungsi ginjal disebabkan akumulasi bahan-bahan toksik dalam darah akibat
hati yang tidak berfungsi. Ada dua tipe sindroma hepatorenal : tipe 1, penurunan fungsi

Page | 13
terjadi dalam beberapa bulan, dan tipe 2, penurunan fungsi ginjal terjadi sangat cepat
dalam wakti satu sampai dua minggu (Hernomo, 2007).

6. Hipersplenisme
Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah, leukosit
dan trombosit yang sudah tua .Darah dari limpa akan bergabung dengan aliran darah dari
usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan tekanan vena porta karena sirosis,
terjadi peningkatan blokade aliran darah dari limpa. Akibatnya terjadi aliran darah
kembali ke limpa, dan limpa membesar. Terjadilah splenomegali (Hernomo, 2007).
Kadang-kadang limpa dapat membengkak hebat, hingga menimbulkan nyeri
perut. Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap terhadap sel-sel darah dan
trombosit ikut meningkat, sehingga jumlahnya akan menurun.Hipersplenisme merupakan
istilah yang di pakai untuk menunjukkan kondisi sebagai berikut : penurunan jumlah sel
darah merah (anemia), penurunan sel darah putih (leukopenia), dan atau trombosit yang
rendah (trombositopenia). Anemia menyebabkan perasaan lemah, leukopenia
menyebabkan peka terhadap infeksi, trombositopenia menyebabkan pembekuan darah
dan menimbulkan perdarahan yang memanjang (Hernomo, 2007).

J. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dalam keadaan serosis hati dilakukan kontrol cairan yang teratur, istirahat yang
cukup, susunan diet yang tepat.
a. Diet Hati
- Memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal haati tanpa
memperberat kerjanya
- Pada pasien serosis hepatis dilakukan diet tinggi protein dan tinggi kalori untuk
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita sirosis disesuaikan
dengan komplikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat mengakibatkan peningkatan
amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat
penyembuhan sel hati. Protein yang disarankan disini adalah protein nabati karena dalam
tumbuh-tumbuhan terdapat kandungan asam amino esensial, mengandung sedikit non
nitrogen serta lebih ditoleransi oleh tubuh dari pada protein hewani (Ratnasari, 2001).
Selain itu, protein nabati memberikan keuntungan karena kandungan serat yang
mempercepat pengeluaran amonia melalui feses.
 Diet Hati I
Diberikan pada Serosis Hati dalam keadaan prekoma.
Kalori : 1025 kal
Protein : 7 gr
Lemak : 1gr
Karbohidrat : 247 kal

 Diet Hati II
Keadaan akut dan prekoma sudah teratasi dan pasien sudah memiliki nafsu makan
yang cukup.

Page | 14
Kalori : 1475 kal
Protein : 27 gr
Lemak : 30 gr
Karbohidrat : 278 kal

 Diet Hati III


Diberikan kepada pasien hepatits akut atau pasien serosis hepatis yang nafsu
makannya telah baik, telah dapat menerima protein, dan tidak menunjukkan gejala
serosis hati aktif.
Kalori : 2013 kal
Protein : 54 gr
Lemak : 46 gr
Karbohidrat : 349 kal

b. Diet Rendah Garam berguna untuk mengurangi retensi natrium dan cairan dalam
tubuh.

2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti alkohol dan obat-obatan
dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein
ke dalam tubuh.

3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul


a. Asites
Tirah baring dengan pemberian obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari
dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.

b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena


saja)
-Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah perdarahan
sudah berhenti atau masih berlangsung.

- Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit
atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan
tranfusi darah secukupnya.

- Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian
selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

Page | 15
c. Ensefalopati
- Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.

- Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.

- Laktulosa dapat membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

- Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia.

- Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.

- Transplantasi hati.

d. Peritonitis bakterial spontan


Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik


Mengatur keseimbangan cairan dan garam

K. PROGNOSIS

Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing.


Yang mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi, gabungan
untuk derajat yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada juga perbedaan-
perbedaan individu dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang sesuai pada ginjal,
paru-paru dan hati, dll. Oleh karena itu sangat sulit memberikan prognosis yang
akurat dalam setiap kasus. Selain itu, seperti prognosis hanya mencakup jangka waktu
tertentu yang relatif singkat (beberapa bulan sampai satu tahun) (Kuntz, 2008).

Berbagai indeks telah dikembangkan menggunakan parameter sebaik mungkin


untuk menghitung probabilitas kematian atau kelangsungan hidup dalam setiap kasus.
Salah satunya adalah klasifikasi sirosis menurut kriteria yang dibuat oleh Child Pugh
menilai angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B,
dan C berturut-turut 100,80,dan 45 %.

Page | 16
MELENA

PENGERTIAN
Hematemesis melena adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah akibat luka
atau kerusakan pada saluran cerna.
Hematemesis adalah muntah darah, darah biasanya dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan/cairan berwana merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena adalah keluarnya
tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau yang khas, yang lengket dan
menunjukan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernannya darah pada usus halus.
Hematemesis adalah muntah darah yang disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas.
Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah,
biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal.
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa hematemesis melena
adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah yang berwarna merah kehitaman
akibat adanya perdarahan saluran cerna bagian atas.

ETIOLOGI
1. Kelainan di esophagus.
a. Varises Esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya sesekali
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas
terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah
yang terletak di sepertiga bawah esofagus.
c. Sindroma Mallory Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esofagus.
d. Esofagitis dan tukak Esofagus.
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.

Page | 17
2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis Erisova Hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri
ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan
obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
b. Tukak Lambung.
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan
dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang.
Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.
c. Karsinoma Lambung.
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih,
nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
d. Ulkus peptikum
e. Tumor lambung jinak dan ganas
f. Pecahnya pembuluh darah yang sklerotik, TBC, divertikulum sifilis, jaringan
pankreas heterotropik, hernia hiatus esophagus, benda asing, ulkus duodenum,
tukak stress akut.

3. Penyakit usus halus


a. Tumor jinak dan ganas
b. Syndrome Peutz- Jegher
c. Divertikulum Meckel

4. Penyakit kolon proksimal


a. Tumor jinak dan ganas
b. Divertikulosis
c. Ulserasi dan kolitis granulomatosa
d. Tuberkulosis
e. Disentri amuba
f. Lain-lain ( Telangiektasis, Aneurisma sirsoid )

5. Kelainan darah : polisitemia vera, limfoma, leukemia, anemia pernisiosa, hemofilia,


hipoprotrombinemia, multiple mieloma, penyakit Christmas trombositopenia purpura,
non-trombositopenia purpura dan lain-lain.

6. Penyakit pembuluh darah


a. Telangiektasis hemoragik herediter
b. Hemangioma kavernosum
7. Penyakit sistemik : amiloidosis, sarkoidosis, penyakit jaringan ikat, uremia dan lain-lain.

8. Penyakit infeksi : DHF, Leptospirosis.

Page | 18
9. Obat-obat ulserogenik : salisilat, kortikosteroid, alkohol, NSAID (indometasin,
fenilbutazon, ibuprofen, nalproksen), sulfonamid, steroid, digitalis.

10. Kafein, alkohol, dll.

MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar
di epigastrium tengah atau di punggung. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena
makanan menetralisir asam
2. Pirosis (nyeri ulu hati), beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esofagus dan
lambung
3. Muntah, dapat terjadi karena obstruksi jalan keluar lambung
4. Konstipasi dan perdarahan, sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut
sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukan gejala setelahnya.

PATOFISIOLOGI
Ulkus peptikum :
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mucus
yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung :
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik yaitu : fase yang dimulai
dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor
kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu : pada
fase lambung dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan (3) fase usus, yaitu makanan pada usus
halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap sebagai gastrin) yang pada waktunya akan
merangsang sekresi asam lambung.
Barier mukosa lambung :
Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu
sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan mukosa adalah suplai darah ,
keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin
akan mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1) hipersekresi asam
lambung (2) kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang menurunkan produksi mucus
lambung atau merusak mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti inflamasi non
steroid, alcohol dan obat antiinflamasi.
Sindrom Zollinger-Ellison :
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan ; hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma dalam pancreas.
Ulkus Stres :
Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal atau area
lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kejadian stress misalnya
; luka bakar, syok, sepsis berat dan trauma organ multipel.

Page | 19
KOMPLIKASI
1. Intraktibilitas , yaitu ulkus yang membandel, yang berarti bahwa terapi medik telah gagal
mengatasi gejala – gejala secara adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri,
kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di RS atau hanya tidak
mampu mengikuti cara pengobatan
2. Perdarahan, feses dapat positif akan darah samar atau mungkin hitam dan seperti ter
(melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah),
menimbulkan syok dan memerlukan transfusi darah dan pembedahan darurat.
3. Perforasi,
4. Obstruksi, terjadi pada pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema.
5. Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut,sindrom hepatorenal koma
hepatikum, anemia karena perdarahan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik dapat menunjukan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi
abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI
atas dapat menunjukan adanya ulkus.
Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan
lesi. Mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.
Adanya H. pylori dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pipa NGT dimasukan kedalam lambung untuk mengosongkan lambung, menentukan
perdarahan terdapat pada SCBA, untuk memastikan tidak adanya obstruksi pylorus.

2. Tes fluorosein mungkin digunakan untuk menentukan letak perdarahan.

3. Setelah keadaan penderita stabil secepatnya dilakukan pemeriksaan sinar X, endoskopi


atau kedua-duanya.

4. Varises esophagus dapat dilihat dengan esofagoskopi atau barium kontras esophagus atau
dapat juga dengan venografi splenoportal perkutan.
5. Arteriografi abdomen kadang-kadang dapat membantu menentukan letak perdarahan,
terutama pada perdarahan aktif. Juga dapat mendeteksi lesi yang menyebabkan
perdarahan.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :

1. Pengawasan dan pengobatan umum


o Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif
morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
o Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan
berhenti dapat diberikan makanan cair.
o Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama belum
tersedia darah.

Page | 20
o Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
o Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
o Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan
kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
o Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom
(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin)
berguna untuk menanggulangi perdarahan.
o Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang
tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini
dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

2. Pemasangan pipa naso gastrik


Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah
lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan
menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di
mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan
dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna
jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

3. Pemberian pitresin (vasopressin)


Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan
vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat
bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita
penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

4. Pemasangan balon SB Tube


Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises.
Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga
penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama
pemasangan.Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises
esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,
obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

5. Pemakaian bahan sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml
dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian
ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat

Page | 21
diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.

6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan
tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi. Tindakan operasi yang basa
dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.

Page | 22
BAB III

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sialang Gaung
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 1 September 2018

Anamnesis
 Keluhan utama
Buang air besar bewarna kehitaman

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS. Sungai Dareh dengan keluhan buang air besar
bewarna hitam seperti aspal sejak 2 hari SMRS. Sebanyak 3 kali sehari. Tidak
terdapat lendir dan darah yang menetes saat BAB.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut sebelah kanan yang dirasakan sejak
± 2 minggu yang lalu, keluhan nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar,
keluhan disertai dengan mual serta nafsu makan menurun.
BAK berwarna kuning pekat. Pasien menyangkal adanya demam, sesak nafas,
dan batuk. Pasien juga menyangkal adanya penurunan berat badan yang
signifikan. Pasien tidak pernah mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan anti
nyeri.
Pasien merupakan kiriman puskesmas dengan HBsAg +
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga

Page | 23
- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien
- Tidak ada riwayat hipertensi dan DM di keluarga

 Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien seorang laki-laki dengan pekerjaan petani yang memiliki kebiasaan
merokok dan minum kopi. Pasien mengaku saat pasien sekolah dulu pasien sering
mengkonsumsi alcohol sekitar ± setengah botol dalam satu minggu dan sudah lama
berhenti.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit regular
Suhu : 36,5 0C
Nafas : 20 kali/menit

Pemeriksaan Fisik Khusus


Kepala : Bentuk bulat, ukuran normocephal, rambut hitam, rambut kuat tidak
mudah dicabut
Mata : Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjunctiva
palpebra pucat (-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor, reflek cahaya (+),
pergerakan mata ke segala arah baik
Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, secret tidak ada
Mulut : Bibir kering, lidah tidak kotor
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP
(5-2) cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)
Thorax :
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan ki=ka, kulit jejas/jar. Parut/masa (-), spider
naevi (+), gynekomastia (-)
Palpasi : vocal fremitus ki=ka
Perkusi : paru ka=ki sonor
Jantung :
Page | 24
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri: línea
midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi : murmur (-), gallop (-)
Paru-paru :
Inspeksi : Kiri sama dengan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Asites (-), venektasi (-),
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar lobus dextra teraba 2 jari di bawah arcus
costarum dan 1 jari di bawah processus xypoideus konsistensi keras
permukaan bernodul tepi tumpul dan mobile, lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Petechiae (-), Palmar erythem (+), Icteric (+), Liver nail (-),Clubbing Finger (-), Edema -/-,
Sianosis -/-, Flapping tremor (-), Capillary refill < 2 detik
Motorik 5 5
5 5
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah rutin tanggal 1 September 2018 :
Hb : 10,7 g/dL
Ht : 32%
Leukosit : 7.130/mm3
Trombosit : 165.000/mm3
GDS : 98 mg/dl
HBSAg :+

Diagnosis Kerja
Melena ec Sirosis Hepatis

Page | 25
Diagnosis Banding
- Melena ec ulkus peptikum

Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis :
- Tirah baring
- diet rendah garam, rendah protein
Terapi Farmakologis :
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Omeprazole 2 x 1 amp IV
- Asam Tranexamat 3 x 1 amp IV
- Vit K 3 x 1 amp IV
- Liver care 3 x 1
Anjuran
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan Faal Hepar

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

Follow Up
2 September 2018
S : - BAB hitam (+)
- Nyeri ulu hati (+)
O : Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit
Nafas : 20 kali/ menit
Suhu : 36,8oC
Abdomen : NTE +
A : Melena ec susp sirosis hepatis
P:- IVFD RL 12 jam/kolf
Page | 26
- Omeprazole 2 x 1 amp IV
- Asam Tranexamat 3 x 1 amp IV
- Vit K 3 x 1 amp IV
- Liver care 3 x 1
3 September 2018
S : - BAB hitam (-)
- kuning (+)
O : Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 84 kali/ menit
Suhu : 36,5oC
Nafas : 20 kali/ menit
Mata : CA -/-, SI +/+
Thorax : tampak spider naevi +
Ekstremitas atas : Palmar eritem +
A : Melena sups sirosis
P : - Terapi lanjut
- cek albumin, globulin, SGPT/SGOT

Laboratorium 3 september 2018


Total Protein : 6,4 g/dL
Albumin : 2,7 g/dL
Globulin : 3,7 g/dL
SGOT : 136 µ/l
SGPT : 77µ/l

4 September 2018
S : - melena (-)
- Keadaan umum membaik (+)
O : Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 kali/ menit
Nafas : 22 kali/ menit
Suhu : 36,5oC
Page | 27
A : Melena ec sirosis hepatis
P : - BP

Page | 28
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,


edisi V jilid II, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam., 2009 hal 668-673.

2. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu


Penyakit Hati, edisi I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45

3. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,


Poernomo Boedi Setiawan, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007.Hal 129-136

4. Hadi, S. Diagnosis Ultrasonik Pada Sirosis Hati, Dalam Hepatologi,


Mandar Maju, Jakarta. 2000.

5. Misnadiarly. Penyakit Hati (liver), Edisi 1,Pustaka Obor Populer,


Jakarta. 2007

6. Price S.A. Patofisiologi konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6,


EGC, Jakarta. 2006

Page | 29

Anda mungkin juga menyukai