Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat
kesehatan anak. Setiap tahun kematian bayi baru lahir atau neonatal mencapai 30% dari
semua kematian pada anak balita setiap hari 8.000 bayi baru lahir di dunia meninggal dari
penyebab yang tidak dapat dicegah. Mayoritas dari semua kematian bayi, sekitar 75%
terjadi pada minggu pertama kehidupan dan antara 25 sampai 45% kematian bayi terjadi
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi (WHO, 2010).
Data dari Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) (2013) menyebutkan bahwa
penyebab tersering kematian neonatus (0-28 hari) adalah gangguan pernafasan sebesar
37%, bayi lahir prematur sebesar 34%, dan sepsis 12%. Menurut Syafrudin (2011), dari
seluruh kematian bayi, sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal ( usia di bawah 1
bulan), setiap 5 menit terdapat 1 neonatal yang meninggal dan penyebab kematian
neonatal di Indonesia adalah BBLR sebanyak 29%, Asfiksia Neonatorum sebanyak 27%.
Menurut WHO (2012), pada setiap tahunya, diperkirakan 3% atau setara dengan
(3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, sekitar 1 juta bayi ini
kemudian dapat meninggal. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kematian
bayi. Asfiksia menempati penyebab kematian bayi ke 3 di dunia dalam periode awal
kehidupan. Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak
675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8
penyebab kematian di Indonesia).1 Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal di
Indonesia cenderung stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002- 2003) menjadi
19/1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Selain itu proporsi kematian neonatal terhadap
kematian anak balita cenderung meningkat dari 43% (SDKI 2002- 2003) menjadi 48%
(SDKI 2012). Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama (0-6 hari) adalah
asfiksia (36 %), BBLR/ Prematuritas (32%) serta sepsis (12%) sedangkan bayi usia 7-28
hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%) dan pneumonia (17 %). Upaya
menurunkan angka kematian bayi adalah perawatan antenatal dan pertolongan persalinan
sesuai standar yang harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan upaya
untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir
(seperti tetanus neonatorum, sepsis),hipotermia dan asfiksia. Gambar berikut adalah
menunjukkan tren angka kematian neonatal dan balita (gambar 1).
Gambar 1. Tren angka kematian neonatal, bayi, dan balita

Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup di kabupaen Gunung Kidul tahun
2006 – 2014 (Sumber: Dinkes Gunung Kidul). Kematian bayi tercatat di sistem
pencatatan dan pelaporan ada urutan 10 penyakit yang menyebabkan kematian bayi.
Antara lain : Nasopharingitis akut, Hipertensi esensial, Infeksi akut pada saluran
pernapasan seperti asfiksia, Grastitis, Dermatitis kontak alergi, Asma, Dyspepsia, Demam
yang tidak diketaui sebabnya. Angka kematian ibu dan bayi di Gunung kidul selama 2
tahun terakhir terus mengalami penurunan. Data dari Dinas Kesehatan, angka kematian
bayi tahun 2013 ada 10 bayi, 2014 sebanyak 28 bayi. Kasus kematian bayi, sebagian
besar disebabkan oleh kelahiran premature dan asfiksia atau sesak nafas. Kehamilan pada
usia kurang dari 20 tahun juga bisa menyebabkan kelahiran premature.
Harapan penulis dengan adanya studi kasus ini diharapkan pembaca dapat
memahami dan mengerti tentang penatalaksanaan dari kasus Asfiksia. Dan penulis
diharapkan dapat menerapkan ilmu yang sudah dilakukan dalam studi kasus ini.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak dan memahami serta
menatalaksanakan tinjauan teori dan kasus pada asuhan keperawatan bayi resiko tinggi
dengan asfiksia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tinjauan teori tentang asfiksia dan penatalaksanaan asuhan
keperawatannya.
b. Mampu memahami dan menatalaksanakan asuhan keperawatan bayi resiko
tinggi dengan asfiksia.

C. Manfaat
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, pencegahan dan penatalaksanaan kepada
masyarakat terkait dengan penyakit asfiksia.
2. Mahasiswa
Sebagai tolak ukur mahasiswa dalam melaksanakan dan membuat asuhan keperawatan
dengan masalah asfiksia sebagai sumber kepustakaan dalam pembuatan nya.

D. Metode
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun melakukan pengumpulan data dan
informasi yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dengan metode :
1. Metode Analisis
Pada metode ini, penyusun melakukan beberapa tahapan diantaranya:
a. Analisis dan identifikasi masalah.
b. Mencari dan menentukan perencanaan yang tepat dari permasalahan yang ada.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penyusun melakukan:
a. Wawancara dengan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik pada klien.
3. Metode Kepustakaan
Pada metode ini penyusun mempelajari rekam medis, buku laporan
perkembangan klien, artikel, dan beberapa web site yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan pada klien yang terkena asfiksia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali
pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011).
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan
(Sofian, 2012).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

B. Klasifikasi
Menurut Ghai (2010), berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace,
Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

TABEL NILAI APGAR MENURUT GHAI (2010)


Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah Merah jambu
jambu dan kaki
tangan biru
Gerakan tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Reflek (menangis) Tidak ada Lemah/lambat Kuat

C. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) menurut DepKes RI
(2009), antara lain :
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat.
3. Faktor bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

D. Faktor Resiko
Pengenalan faktor risiko yang menyertai kelahiran bayi asfiksia memperoleh terapi
yang adekuat saat lahir. Faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir terdiri dari
faktor ibu, faktor janin dan faktor persalinan/kelahiran.
1. Faktor ibu yaitu: infeksi (korioamnionitis), toksemia/eklampsia, penyakit
kronik ibu (hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru dan diabetes
melitus).
2. Faktor janin yaitu: prematuritas, bayi KMK, gawat janin, bayi kembar,
kelainan bawaan, inkompatibilitas golongan darah, dan depresi susunan saraf pusat
oleh obat-obatan.
3. Faktor persalinan kelahiran: polihidramnion, oligohidramnion, perdarahan
pranatal (plasenta previa, solutio plasenta), kelainan his, dan kelainan tali pusat (tali
pusat menumbung, lilitan tali pusat).
(Vera Muna Manoe, Idham Amir. 2013).
E. Manifestasi Klinis
Menurut Ghai (2010) , ada beberapa manifestasi klinis asfiksia yaitu sebagai berikut.
1. Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari lOOx/menit dan
tidak teratur.
2. Mekonium dalam air ketuban ibu
3. Apnoe.
4. Pucat.
5. Sianosis.
6. Penurunan kesadaran terhadap stimulus.
7. Kejang.

F. Patofisologi
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi
terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada
gangguan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian (Manuaba, 2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Maka timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya
ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan bila kita
periksa kemudian banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
dapat terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang (Manuaba, 2008).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi juga mulai menurun,
dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekuner. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darang dan kadar
O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan tidak di mulai segera (Manuaba, 2008).
G. Pathway

(NANDA, 2015)

H. Penatalaksanaan Medis
1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa.
Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme
laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan
resusitasi kardio pulmonal
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan
usaha bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah
dilakukan penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak
berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil
pasang ET.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik (Manuaba, 2008):
a. Foto polos dada: untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung dan
kelainan paru, ada tidaknya aspirasi mekonium.
b. USG (kepala): Untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular.
2. Pemeriksaan Laboratorium:
a. Analisa gas darah: PaO2 di dalam darah berkurang.
b. Elektrolit darah: HCO3 di dalam darah bertambah.
c. Gula darah: Untuk mengindikasikan adanya pengurangan cadangan glikogen
akibat stress intrauteri yang mengakibatkan bayi mengalami hipoglikemi.
d. Baby gram: Berat badan bayi lahir rendah < 2500 gram.

J. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus menurut Safitri (2013) antara lain :
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran
CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.
5. Komplikasi pada berbagai organ yakni meliputi :
a. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
b. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan
paru, edema paru.
c. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
d. Ginjal: tubular nekrosis akut.
(NANDA, 2015)

K. Pengkajian Keperawatan
1. IDENTITAS DATA
Nama, tempat/tanggal lahir, nama orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang
tua, alamat, agama.
2. KELUHAN UTAMA
3. RIWAYAT KELAHIRAN DAN KELAHIRAN
a. Prenatal : Jumlah kunjungan
b. Natal : Awal Persalinan, lama persalinan, komplikasi persalinan, terapi yang
diberikan, cara melahirkan, tempat melahirkan
c. Postnatal : Usaha napas, kebutuhan Resusitasi, skor Apgar, obat-obatan
yang diberikan pada neonates, interaksi orang tua dan bayi, trauma lahir, respon
fisiologis atau perilaku yang bermakna.
4. RIWAYAT KELUARGA
5. RIWAYAT SOSIAL
a. Sistem pendukung yang dapat dihubungi
b. Hubungan orang tua dengan bayi
c. Riwayat persalinan
d. Lingkungan Rumah
e. Problema sosial yang penting
6. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
a. Diagnosa Medis
b. Tindakan Operasi
c. Status nutrisi
a. BB bayi saat ini Bayi minum
b. Hari ini sudah dapat minum dengan disendok. Muntah :
d. Status cairan
e. Obat-obatan
f. Aktivitas
g. Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan
h. Hasil Laboratorium
i. Pemeriksaan Penunjang
7. PEMERIKSAAN FISIK
Meliputi keadaan Umum, kesadaran, tanda vital, antropometri, reflek, tonus / aktivitas,
head to toe
8. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN/REFLEK PRIMITIF
a. Kemandirian dan bergaul
b. Motorik halus
c. Kognitif dan bahasa
d. Motorik kasar
(NANDA, 2015)

L. Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
4. Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak terdeteksi atau
tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai
O2 dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergantian dalam status
kesehatan anggota keluarga.
(NANDA, 2015)

M. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Tentukan kebutuhan 1. Pengumpulan data
nafas tidak tindakan oral/ suction tracheal. untuk perawatan optimal
efektif keperawatan 2. Auskultasi suara 2. Membantu
berhubungan selama ... x ... jam nafas sebelum dan mengevaluasi keefektifan
dengan produksi diharapkan jalan sesudah suction upaya batuk klien
3. Bersihkan daerah 3. Meminimaliasi
mukus banyak. nafas lancar. Kriteria
bagian tracheal setelah penyebaran
hasil :
suction selesai dilakukan. mikroorganisme
1. Tidak
4. Monitor status 4. Untuk mengetahui
menunjukkan oksigen pasien, status efektifitas dari suction.
demam. hemodinamik segera
2. Tidak sebelum, selama dan
menunjukkan sesudah suction.
cemas.
3. Rata-rata
repirasi dalam
batas normal.
4. Pengeluaran
sputum melalui
jalan nafas.
5. Tidak ada
suara nafas
tambahan.
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Pertahankan 1. Untuk
efektif tindakan kepatenan jalan nafas membersihkan jalan
berhubungan keperawatan selama dengan melakukan nafas
dengan ... x ... jam pengisapan lendir.
hipoventilasi. diharapkan pola 2. Pantau status
nafas menjadi pernafasan dan 2. Guna meningkatkan
efektif. Kriteria hasil: oksigenasi sesuai dengan kadar oksigen yang
1. Pasien kebutuhan. bersirkulasi dan
menunjukkan memperbaiki status
pola nafas yang 3. Auskultasi jalan kesehatan
efektif 3. Membantu
nafas untuk mengetahui
2. Ekspansi mengevaluasi keefektifan
adanya penurunan
dada simetris upaya batuk klien
ventilasi.
3. Tidak ada 4. Perubahan AGD
4. Kolaborasi dengan
bunyi nafas dapat mencetuskan
dokter untuk pemeriksaan
tambahan disritmia jantung.
AGD dan pemakaian alat
4. Kecepatan
bantu nafas 5. Terapi oksigen dapat
dan irama
5. Berikan oksigenasi
respirasi dalam membantu mencegah
sesuai kebutuhan.
batas normal. gelisah bila klien
menjadi dispneu, dan ini
juga membantu
mencegahedema paru.
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji bunyi paru, 1. Membantu
pertukaran gas tindakan frekuensi nafas, mengevaluasi keefektifan
berhubungan keperawatan selama kedalaman nafas dan upaya batuk klien
dengan ... x ... jam produksi sputum.
2. Auskultasi bunyi 2. Membantu
ketidakseimban diharapkan
nafas, catat area mengevaluasi keefektifan
gan perfusi pertukaran gas
penurunan aliran udara upaya batuk klien
ventilasi. teratasi.
Kriteria hasil : dan / bunyi tambahan.
3. Perubahan AGD
3. Pantau hasil Analisa
1. Tidak sesak dapat mencetuskan
nafas Gas Darah disritmia jantung.
2. Fungsi paru
dalam batas
normal
Risiko cedera Setelah dilakukan 1. Cuci tangan setiap 1. untuk mencegah
berhubungan tindakan sebelum dan sesudah infeksi nosokomial
dengan anomali keperawatan selama merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan 2. untuk mencegah
kongenital tidak ... x ... jam
steril. infeksi nosokomial
terdeteksi atau diharapkan risiko
tidak teratasi cidera dapat dicegah.
3. Lakukan pengkajian 3. untuk mencegah
pemajanan pada Kriteria hasil :
fisik secara rutin keadaan yang kebih
agen-agen 1. Bebas dari
terhadap bayi baru lahir, buruk.
infeksius. cidera/
perhatikan pembuluh
komplikasi.
darah tali pusat dan
2. Mendeskrips
adanya anomali.
ikan aktivitas
4. Ajarkan keluarga 4. untuk meningkatkan
yang tepat dari
tentang tanda dan gejala pengetahuan keluarga
level
infeksi dan dalam deteksi awal suatu
perkembangan
melaporkannya pada penyakit.
anak.
pemberi pelayanan
3. Mendeskrips 5. Meningkatkan daya
kesehatan.
ikan teknik tahan tubuh
5. Berikan agen
pertolongan
imunisasi sesuai indikasi
pertama
(imunoglobulin hepatitis
B dari vaksin hepatitis

Risiko Setelah dilakukan 1. Hindarkan pasien 1. Untuk menjaga suhu


ketidakseimban tindakan dari kedinginan dan tubuh agar stabil.
gan suhu tubuh keperawatan selama tempatkan pada
berhubungan ... x ... jam lingkungan yang hangat.
2. Untuk mendeteksi
dengan diharapkan suhu 2. Monitor gejala yang
lebih awal perubahan
kurangnya tubuh normal. berhubungan dengan
yang terjadi guna
suplai O2 dalam Kriteria Hasil : hipotermi, misal fatigue,
mencegah komplikasi
darah. 1. Temperatur apatis, perubahan warna
3. Peningkatan suhu
badan dalam kulit dll.
dapat menunjukkan
3. Monitor vital sign
batas normal adanya tanda-tanda
2. Tidak terjadi
infeksi
distress 4. Penurunan frekuensi
pernafasan nadi menunjukkan
3. Tidak gelisah
terjadinya asidosis
4. Perubahan 4. Monitor adanya
resporatori karena
warna kulit bradikardi dan status
5. Bilirubin kelebihan retensi CO2.
pernafasan.
dalam batas
normal.
Proses keluarga Setelah dilakukan 1. Tentukan tipe proses 1. Untuk mengetahui
terhenti tindakan keluarga. tindakan yang tepat
berhubungan keperawatan selama untuk diberikan
2. Identifikasi efek 2. Untuk
dengan ... x ... jam
pertukaran peran dalam mempersiapkan
pergantian diharapkan koping
proses keluarga. psikologi keluarga
dalam status keluarga adekuat.
3. Bantu anggota
kesehatan Kriteria Hasil :
keluarga untuk 3. Untuk
anggota 1. Percaya
menggunakan memanfaatkan dukungan
keluarga. dapat mengatasi
mekanisme support yang yang ada dari keluarga.
masalah
ada.
2. Kestabilan 4. Untuk mengatasi
4. Bantu anggota
prioritas situasi yang tidak
keluarga untuk
3. Mempunyai
merencanakan strategi terduga.
rencana darurat
4. Mengatur normal dalam segala
ulang cara situasi.
perawatan.
(NANDA, 2015)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan


Dasar. Jakarta: Depkes RI.

Ghai, dkk. 2010. Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Health


Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.
Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC.

Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-2017 (10th
ed.). Jakarta: EGC.

Prambudi, R. 2013. Penyakit pada Neonatus Dalam Neonatologi Praktis. Anugrah Utama
Raharja. Bandar Lampung : Cetakan Pertama.

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina.

Sofian, Amru. 2012. Sinopsis Obstetri Edisi 3. Jakarta: EGC.

Syafrudin. 2011. Penyuluhan Kesehatan Pada Remaja, Keluarga,. Lansia dan Masyarakat.
Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai