Anda di halaman 1dari 31

Gagal Jantung Kongestif Functional Class II

Angela Christine Virginia 102014080


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no.6, Jakarta Barat, 11470
Email: angela.2014fk080@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri penting dari definisi adalah gagal
didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, dan penekanan arti gagal ditujukan
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada
kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi
kegagalan jantung sebagai suatu pompa.

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal
sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular untuk melakukan perfusi jaringan
dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak
memadainya perfusi jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus vaskular, dan jantung.

Makalah ini akan membahas mengenai gagal jantung kongestif (Congestive Heart
Failure) kronis dengan skenarionya yaitu, seorang laki-laki, 60 tahun, datang dibawa berobat ke
IGD dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 minggu yang lalu.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Anamnesis yang


baik akan terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi
(meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pasien dengan
sakit menahun, perlu dicatat pasang-surut kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan aktivitas
sehari-harinya.1

Tujuan utama anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang
berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya. Kemudian dapat

1
dibuat penilaian keadaan pasien. Seorang pewawancara yang berpengalaman
mempertimbangkan semua aspek presentasi pasien dan kemudian mengikuti petunjuk-petunjuk
yang kelihatannya perlu mendapat perhatian yang terbesar. Pewawancara juga harus menyadari
pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi dan kebudayaan dalam menentukan sifat alamiah problem
pasien.

Wawancara yang baik seringkali dapat mengarahkan pasien ke diagnosis penyakit


tertentu. Tekhnik anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam
rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran
komunikasi antara dokter dan pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan
mendalam tentang gejala (symptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil
yang memuaskan dalam menentukan diagnosis banding sehingga dapat membantu menentukan
langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan penunjang.1

Keluhan utama. Keluhan yang paling umum pada penyakit kardiovaskular adalah sesak napas,
nyeri dada, palpitasi, dan pusing atau sinkop.1

 Sesak napas (dipnea) gejala penyakit jantung yang paling umum. Tentukan apakah
sesak timbul saat istirahat, saat aktivitas (berjalan menaiki tangga), saat berbaring,
(ortopnea; membaik bila tidur dengan bantal tambahan), atau saat malam hari. Tentukan
kecepatan onset (mendadak, bertahap). Apakah baru saja terjadi? Dispnea akibat edema
pulmonal (gagal jantung) dapat menyebabkan keluhan terbangun dari tidur secara tiba-
tiba (paroxysmal nocturnal dyspnoe, PND)
 Nyeri dada SOCRATES- Site(lokasi); di manakah lokasinya? Onset; bertahap, tiba-tiba?
Character (karakteristik): tajam, seperti diremas, ditekan? Radiation (penjalaran); apakah
nyeri menjalar ke lengan, leher, rahang? Association (gejala terkait): apakah terkait
dengan rasa mual, pusing, atau palpitasi? Timing (waktu): apakah nyeri bervariasi dalam
satu hari? Exacerbating and relieving factor (factor pencetus dan pereda); apakah nyeri
memburuk/membaik dengan bernapas, postur? Severity (keparahan): apakah nyeri
mempengaruhi aktivitas harian atau tidur?
 Palpitasi kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung, dengan sensasi yang
berlebihan. Mintalah pasien untuk menentukan iramanya; apakah konstan atau

2
intermiten? Denyut prematur dan ekstrasistol memberikan sensasi denyut yang
menghilang.
 Rasa pusing/nyeri kepala Hipotensi postural, aritmia paroksismal dan penyakit
serebrovaskular. Umum terjadi pada hipertensi dan gagal jantung.
 Sinkop umumnya vasovagal, yang dicetuskan terutama oleh ansietas. Sinkop
kardiovaskular biasanya disebabkan oleh perubahan tiba-tiba irama jantung, misalnya
blockade jantung, aritmia paroksismal (serangan Stokes-Adam).
 Lain-lain kelelahan-gagal jantung, aritmia, dan obat-obatan (misalnya β-bloker). Edema
dan rasa tidak nyaman di abdomen-peningkatan CVP, gagal jantung. Nyeri tungkai saat
berjalan dapat disebabkan oleh klaudikasio dan penyakit vascular.
 Riwayat medis di masa lalu kondisi sebelumnya (termasuk masa kanak-kanak) dan
terkini, seperti infark miokard (MI), hipertensi, diabetes, demam reumatik. Informasi
resep dan obat lainnya, serta kepatuhan pasien. Tinjau kembali tekanan darah, kadar lipid,
rongten toraks, dan EKG sebelumnya.
 Riwayat keluarga, pekerjaan, dan sosial Riwayat keluarga dengan hipertensi, diabetes,
stroke, atau kematian dini? Merokok, termasuk lama dan jumlahnya dan konsumsi
alcohol. Pekerjaan; stress, kurang bergerak atau aktif.

Hasil dari anamnesis yang didapatkan dari pasien adalah adanya sesak napas yang timbul
sejak 2 bulan yang lalu tetapi memberat 1 minggu terakhir. Lamanya sesak terjadi sekitar 15-20
menit. Sesak bertambah saat aktivitas dan berkurang saat duduk atau istirahat. Pasien juga
mengaku sering terbangun pada malam hari karena sesak napas. Ada riwayat merokok sejak 30
tahun terakhir dan hipertensi sejak 10 tahun terakhir tidak berobat teratur.

Pemeriksaan Fisik
Pasien datang dengan keadaan umum sakit berat dan kesadaran yang compos mentis.
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang terdiri dari
suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal adalah 36-37oC.
Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati 37oC. Tekanan darah
diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan
nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah
sekitar 60-80 kali per menit. Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-20 kali per

3
menit.1 Suhu pada pasien afebris, tekanan darah 160/80 mmHg. Frekuensi nadi 90 kali per
menit. Frekuensi napas 24 kali per menit. Selanjutnya mulai dilakukan pemeriksaan fisik,
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

 Inspeksi

Pada pemeriksaan inspeksi jantung paling penting ialah menemukan daerah ictus
cordis, yaitu pada sela iga ke 5, sesuai dengan letak apex cordis.

Impuls ini dihasilkan oleh pulsasi singkat ventrikel kiri pada saat ventrikel
bergerak kearah anterior selama kontraksi jantung dan menyentuh dinding dada.
Pulsasi ini lebih mudah dilihat pada orang kurus. Selain itu pada saat inspeksi, perlu
juga memperhatikan bentuk dada normal dan simetris atau tidak.2,3

 Palpasi
Pertama-tama lakukan palpasi secara menyeluruh pada dinding dada anterior.
Setelah itu lakukan palpasi pada ictus cordis.
Palpasi pada ictus cordis perlu diperhatikan :
- Lokasi : sesuai dengan pemeriksaan inspeksi, letak ictus cordis normal
pada mid – clavucularis sinistra setinggi sela iga ke 5, kadang-
kadang 4.
- Diameter : normal ictus cordis teraba tidak lebih lebar dari 2-3 cm.
- Amplitudo : biasanya berupa denyutan.
- Durasi : biasanya teraba selama bunyi jantung pertama.2,3

 Perkusi
Pemeriksaan perkusi terpenting untuk menentukan cardiac dullness (besar dan bentuk
jantung), yaitu perubahan dari suara sonor dari perkusi paru – paru berubah menjadi
pekak. Pemeriksaan perkusi jantung dilakukan secara sistematis, yaitu:
 Menentukkan batas jantung kanan
 Menentukkan batas jantung kiri
 Menentukkan batas atas jantung
 Menentukkan konfigurasi jantung2

4
 Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi jantung sangat penting di klinik, terutama untuk menentukkan
berbagai diagnosis dari kelainan jantung. Sebaiknya pemeriksaan auskultasi jantung
dilakukan di dalam ruangan yang sunyi, sehingga bunyi jantung terdengar dengan
jelas.2,3
Dengan menggunakan stetoskop dengarlah bunyi jantung 1 (BJ 1) dan bunyi
jantung 2 (BJ 2). Bunyi jantung dapat didengar pada tempat – tempat berikut:
1. Katup mitral: lokasi di apex cordis, yaitu linea mid – clavicularis sinistra sela iga
4 – 5. BJ 1 lebih terdengar daripada BJ 2.
2. Katup triskupida : lokasi linea sternalis dextra sela iga 4 – 5. BJ 1 lebih terdengar
daripada BJ 2.
3. Katup aorta : lokasi linea sternalis dextra sela iga 2. BJ 1 lebih terdengar daripada
BJ 2.
4. Katup pulmonal : lokasi linea sternalis kiri sela iga 2. BJ 2 lebih terdengar
daripada BJ 1.3
Bunyi jantung normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik – bilik
jantung pada penutupan katup. Bunyi jantung pertama perkaitan dengan penutupan
katup arterioventrikularis (AV), sedangkan Bunyi jantung kedua berkaitan dengan
penutupan katup semilunaris. Oleh karena itu BJ I lebih terdengar pada permukaan
sistole ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan atrium
dan menutup katup mitralis dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis terdengar
BJ I yang abnormal dan lebih keras akibat kekakuan daun – daun katup.
BJ II terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel karena tekanan ventrikel
turun sampai dibawah tekanan arteri pulmonalis dan aorta, sehingga katup pulmonalis
dan aorta menutup.
Terdapat dua bunyi jantung yang lain yang kadang – kadang dapat terdengar
selama diastolik ventrikel. BJ III dan BJ IV dapat menjadi manifestasi fisiologis
tetapi biasanya berkaitan dengan penyakit jantung tertentu; tampilan patologis BJ III
dan BJ IV disebut sebagai irama gallop. Istilah ini digunakan karena bunyi jantung
lain merangsang timbulnya irama seperti derap lari kuda.

5
BJ III terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut gallop
ventrikuler apabila abnormal. Bunyi ini biasanya temuan patologis yang dihasilkan
oleh disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel. BJ IV timbul pada sistolik
atrium dan disebut sebagai gallop atrium. BJ IV biasanya sangat pelan atau tidak
terdengar sama sekali, bunyi ini timbul sesaat sebelum BJ I. Gallop atrium terdengar
bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya
peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.
Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah
jantung. Aliran turbulen ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan
lubang katup, insufisiensi katup, atau dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah
yang cepat sekali melalui struktur yang normal.

Bising jantung digambarkan menurut:


1. Waktu relatifnya terhadap siklus jantung.
2. Intensitasnya.
3. Lokasi atau daerah tempat bunyi itu terdengar paling keras.
4. Sifat – sifatnya.

Bising diastolik terjadi sesudah BJ II saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis


mitralis dan infuesiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising sistolik dianggap
sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi selama mid – diastolik sesudah fase
awal kontraksi isovolusimetrik, atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi
yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut
sebagai pansistolik atau holosistolik. Bising stenosis aorta merupakan bising ejeksi
yang khas; sedangkan insufisiensi mitralis akan menghasilkan bising pansistolik.2,3

 Tekanan Vena Jugularis (JVP; Jugularis Venous Pressure)


Tekanan darah vena sistemik jauh lebih rendah daripada tekanan darah arteri, karena
sebagian kekuatan vena akan hilang ketika darah mengalir melewati percabangan arteri
dan capillary bed. Dinding pembuluh vena mengandung otot polos sehingga membuat
vena lebih mudah diregangkan. Faktor penting lain yang menentukan tekanan vena

6
meliputi volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk mengejeksi darah kedalam
sistem arterial pulmonalis. Penyakit jantung dapat merubah semua variabel ini sehingga
terjadi abnormalitas pada tekanan vena sentralis. Sebagai contoh, tekanan vena menurun
ketika ventricular output atau volume darah jantung kiri mengalami penurunan yang
signifikan ; tekanan ini meninggi ketika terjadi gagal jantung kanan atau ketika
peningkatan tekanan dalam kavum perikardii menghalangi aliran balik darah ke dalam
atrium kanan. Perubahan tekanan vena ini dicerminkan oleh tingginya kolom darah vena
di dalam vena jugularis interna yang diberi nama tekanan vena jugularis atau JVP
(jugularis venous pressure).
Estimasi JVP yang paling baik dapat diperoleh dari vena jugularis interna dan
biasanya pada sisi kanan karena vena jugularis interna kanan memiliki saluran yang
secara anatomis berhubungan lebih langsung dengan atrium kanan.
Untuk memperkirakan besarnya tekanan vena sentral maka vena jugularis interna
diperiksa pada waktu tubuh bagian atas ditinggikan sekitar 15 – 300. Biasanya titik
tertinggi denyut vena tidak melebihi 3 cm diatas sudut sternum atau sudut Louis (yaitu
sudut yang dibentuk oleh pertemuan antara manibrium dan korpus sterni). Peningkatan
tekanan vena abnormal dapat diperkirakan dengan mengukur jarak vertikal antara tinggi
denyut vena jugularis dengan sudut sternum.3

Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan pitting edema positif pada ekstremitas, ada
suara Gallop S3 dan JVP 5+2 cm H2O.

Pemeriksaan Penunjang

 EKG (Elektrokardiogram)

EKG atau elektrokardiogram adalah suatu rekaman mengenai sebagian aktivitas listrik di
cairan-cairan tubuh yang diinduksi oleh impuls jantung yang mencapai permukaan tubuh
bukan rekaman langsung aktivitas listrik jantung yang sebenarnya.4

EKG sendiri merupakan galvanometer yang sangat peka terhadap perubahan potensial
listrik. Jantung merupakan organ sumber pembangkit listrik. Prinsip umum EKG adalah 2
elektroda perekam ditempatkan di kulit lalu dihubungkan dengan string. String akan bergetar

7
bila ada arus listrik, sumber cahaya dan alat optik. Bayangan getaran string direkam di kertas
film.

Pencatatan dengan menggunakan kertas film ini disebut indirect recorder. Sedangkan
pencatatan yang sekarang lazim digunakan adala pencatatan dengan thermo stylus (jarum
yang dipanaskan) yang disebut dengan direct recorder.

 Foto Rontgen/Radiologi
Radiografi toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR)
50%)), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Ukuran jantung yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis dan bisa di dapatkan pada gagal jantung kiri akut, seperti yang
terjadi pada infark miokard, regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel (VSD)
pascainfark. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LV,
atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi
ventrikel kiri.4 Foto rontgen pada pasien ditemukan adanya kesan kardiomegali.
Normalnya, perfusi paru terlihat lebih banyak di basis paru, namun dengan kongesti
vena paru (gagal LV) timbul diversi lobus atas dan, ketika tekanan vena pulmonalis
meningkat melebihi 20mmHg, terjadi edema interstisial yang menyebabkan garis septal
(kerley B) terutama pada basis. Ketika tekanan meningkat melebihi 25mmHg, terjadi
edema hilar dengan distribusi kupu-kupu atau sayap kalelawar, dan edema perivaskular
menyebabkan gambaran awan pada pembuluh darah. Pembesaran vena cava superior dan
vena azigos dapat terlihat. Bila gagal jantung menyebabkan efusi pleura, maka biasanya
bilateral namun bila unilateral cenderung lebih sering terjadi pada sisi kanan. Efusi sisi
kiri unilateral harus membuat seorang dokter berpikir mengenai kemungkinan penyebab
lain seperti keganasan atau infark paru.4
 Echocardiografi

Echocardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolic), dan abnormalitas
gerakan dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi
mitral seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi
annulus mitral.4

8
Diagnosis Kerja (Working Diagnosis)

Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini
adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, kedua
penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau
bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan
dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan
perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler
dan jantung. Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat
gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan
dengan istilah yang lebih umum yaitu, gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban
sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung,
seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.1

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis
gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.1

 Kriteria Major
- Paroksismal nokturnal dispnea
- Distensi vena leher
- Ronki paru
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop S3
- Peninggian tekanan vena jugularis
- Refluks hepatojugular

9
 Kriteria Minor
- Edema ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dispnea d’effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- Takikardia (>120 menit)

Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasakan keluhan sesak nafas menurut New York
Heart Association (NYHA) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik.


Aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak

Kelas II Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat


istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas

Kelas III Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan


saat istirahat tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, paplpitasi atau sesak.

Kelas IV Tidak terdapat batasan aktifitas fisik tanpa keluhan, terdapat


gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan
aktivitas

Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association

Klasifikasi ACC/AHA (American College of Cardiology/American College Heart Association)

Stadium A Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal


jantung. Tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak

10
terdapat tanda atau gejala

Stadium B Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan


dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda
atau gejala

Stadium C Gagal jantung yang symtomatis berhubungan dengan


penyakit struktural jantung yang mendasari

Stadium D Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung


yang sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah
mendapat terapi medis maksimal

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung menurut American College of Cardiology / American College Heart Association

Klasifikasi Stevenson
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan
kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,
distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure
pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan
berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas
dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet)
yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan
yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat
kelas, yaitu:

Kelas I (A) kering dan hangat (dry – warm)

Kelas II (B) basah dan hangat (wet – warm)

Kelas III (C) kering dan dingin (dry – cold)

11
Kelas IV (D) basah dan dingin (wet – cold)

Tabel 3. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif menurut Stevenson

Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)

Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagi serangan cepat/rapid/onset atau adanya
perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda (symptomps and sign) dari gagal jantung yang
berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. Gagal jantung akut dapat berupa
serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien
dapat memperlihatkan kedaruratan medik (medical emergency) seperti edema paru akut (acute
pumonary oedema).1,5

Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan dengan atau diakibatkan
ischemia, jantung, irama jantung yang abnormal, disfungsi katup jantung, penyakit perikard,
peninggian dari tekanan pengisian ventrikel atau peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik.

Dengan demikian berbagai faktor kardiovaskuler dapat merupakan etiologi dari gagal
jantung akut ini, dan juga bisa beberapa kondisi (comorbid) ikut berinteraksi. Ada banyak
kondisi kardiaskular yang merupakan kausa dari gagal jantung akut ini dan juga faktor-faktor
yang dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung akut. Semua faktor-faktor ini sangat penting
untuk diindentifikasi dan dihimpun untuk mengatur strategi pengobatan.

Patofisiologi GJA adalah pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, di
dalam tubuh terjadi peningkatan aktifitas saraf simpatis dan sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAA), serta pelepasan arginin vasopresin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Respon neurohumoral ini akan membawa keuntungan untuk sementara waktu, namun setelah
beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan memacu perburukan gagal jantung, tidak
hanya karena vasokontriksi serta retensi air dan garam yang terjadi, akan tetapi juga karena
adanya efek toksik langsung dari noradrenalin dan angiotensin terhadap miokard

12
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai
akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan
curah jantung ataupun tidak. Manifestasi klinis GJA meliputi:

- Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang mengalami
dekompensasi).

- Gagal jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai tekanan darah
tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat tanda-tanda
edema paru akut.

- Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki yang luas, dan
ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada udara ruangan.

- Syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau
penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih dari 60
kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.

- High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan
frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada mitral regurgitasi, tirotoksikosis,
anemia, dan penyakit Paget’s. Keadaan ini ditandai dengan jaringan perifer yang hangat
dan kongesti paru, kadang disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.

- Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian tekanan vena
jugularis, serta pembesaran hati dan limpa.

Gambaran klinis khas dari gagal jantung akut adalah kongesti paru, walau beberapa
pasien lebih banyak memberikan gambaran penurunan cardiac output dan hipoperfusi jaringan
lebih mendominasi penampilan klinis.

Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan gagal jantung akut.
Contoh yang paling sering antara lain : simptom gagal jantung bisa juga dicetuskan oleh faktor-

13
faktor non kardiovaskular seperti penyakit paru obstruktif atau adanya penyakit organ lanjut
terutama disfungsi renal.1,5

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

Penyakit paru obstruktif kronik (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD)


merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mengelompokan penyakit dengan gejala
gangguan pernapasan yang diakibatkan hambatan arus udara pernapasan.6 Masalah hambatan
arus udara pernapasan yang terjadi dapat terletak pada saluran pernapasan maupun pada
parenkim paru. Untuk itu terdapat dua jenis penyakit yang sering terkait dengan PPOK ini, yakni
bronkitis kronik (gangguan saluran pernapasan) dan emfisema (gangguan pada parenkim
paru).1,5 Namun kedua penyakit ini (bronkitis kronik dan emfisema) hanya dapat digolongkan
dalam PPOK apabila tingkat keparahan penyakit tersebut telah berlanjut serta obstruksinya
bersifat progresif.1 Pada penderita PPOK seringkali ditemukan perubahan-perubahan seperti
pengurangan jaringan kapiler dan bukti histologik adanya bronkiolitis kronik (terserangnya
bronkiolus kecil).

Patofisiologi PPOK selalu berkaitan dengan penyakit bronkitis kronik dan emfisema yang
dalam keadaan lanjut. Untuk penggambaran patofisiologi PPOK pada keadaan emfisema sejati
seringkali hilangnya elastisitas normal parenkim paru dihubungkan dengan usia seorang
penderita, meningkatnya usia mengakibatkan tingkat keelastisan parenkim paru menjadi
berkurang.

Perjalanan klinis yang terjadi pada penderita PPOK terbagi menjadi dua bagian besar
yakni pink puffers sampai blue bloaters.1 Gejala-gejala klinis yang seringkali timbul pada pink
puffers yaitu yang berkaitan dengan emfisema panlobular (PLE) primer, yakni:

- Timbulnya dispnea tanpa disertai bentuk dan produksi sputum yang berarti, dimana
dispnea ini umumnya timbul antara usia 30-40 tahun dan semakin lama penyakit ini akan
semakin berat sampai dengan kehabisan napas, penyakit ini akan berlanjut menjadi
bronkitis kronik.
- Dada pasien berbentuk seperti tong, diafragma terletak rendah dan bergerak tak lancar.
- Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan.

14
- Cor pulmonale (penyakit jantung akibat hipertensi pulmonary dan penyakit paru),
umumnya jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir.
- Paru membesar sehingga kapasitas paru total (TLC) dan volume residu (RV) sangat
meningkat.

Selain gejala-gejala pada pink puffers juga terdapat gejala-gejala pada blue bloaters yang
umumnya timbul sebagai akibat dari keadaan PPOK yang ekstrem dimana terdapat bronkitis
tanpa bukti-bukti emfisema obstruktif yang jelas. Gejala-gejala yang timbul pada blue bloaters
adalah:1

- Batuk produktif.
- Infeksi pernapasan berulang yang berlangsung selama bertahun-tahun sebelum akhirnya
tampak gangguan fungsi.
- Gejala dispnea saat pasien melakukan kegiatan fisik, namun tidak tampak pada keadaan
istirahat.
- Gejala berkurangnya dorongan untuk bernapas (hipoventilasi → hipoksia → hiperkapnia)
Hipoksia kronik dapat merangsang ginjal untuk memproduksi eritropoietin, sehingga
terjadi peningkatan pembentukan sel-sel darah merah dan akhirnya menjadi polisitemia
sekunder.
- Rasio ventilasi/perfusi juga tampak sangat berkurang.
- Kadar hemoglobin (Hb) 20g/100ml atau lebih, sianosis mudah tampak karena Hb
tereduksi mencapai kadar 5g/100ml walaupun hanya sebagian kecil Hb sirkulasi yang
berada dalam bentuk Hb tereduksi (oleh karena itu dinamakan blue bloaters).

Perjalanan klinis yang terjadi pada PPOK memiliki ciri yang khas dan berlangsung lama.
Perjalanan penyakit ini dimulai pada usia 20-30 tahun dengan “batuk merokok” atau “batuk
pagi” yang disertai terbentuknya sedikit sputum mukoid.1 Infeksi pernafasan umumnya tak
tampak pada keadaan awal, namun keadaan tersebut akan semakin memburuk sampai akhirnya
terjadi serangan bronkitis akut yang umumnya terjadi pada musim dingin. Pada usia 50-60-an,
umumnya pasien sudah harus berhenti bekerja.1,5

15
Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital
maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-
keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan
seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
bekerja pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup
atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis
konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa
efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas
sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang
bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat
dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan
TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun
jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.1
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan dalam
mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan gangguan
kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya kelainan hantaran
kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.1
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi
yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli
paru. Disritmia akan menganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah ransangan listrik
yang memulai respons mekanis; respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan
tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak
akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung
kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak

16
saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor
yang memicu terjadinya gagal jantung.1

Faktor risiko gagal jantung seperti:


- Diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung.
- Berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
-
Hipertensi
Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem
kardiovaskular yang mana patofisiologinya adalah multifactor, sehingga tidak bisa
diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal. Menurut Kaplan hipertensi banyak
menyangkut faktor genetik, lingkungan dan pusat-pusat regulasi hemodinamik. Kalau
disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan total
peripheral resistence (TPR)1
Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90mmHg. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya
gagal antung. Hal ini dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu diawali dengan
terjadinya hipertrofi ventrikel kiri yang menyebabkan kepayahan otot jantung dalam
memompa, maupun hipertensi itu sendiri yang merupakan faktor risiko penyakit jantung
koroner yang akhirnya dapat berakhir pada gagal jantung.
Berdasarkan analisa survei First National Health and Nutrition Examination,
risiko relatif gagal jantung diantara pasien dengan hipertensi jika dibandingkan dengan
populasi secara umum, diperkirakan 1,4 kali lebih besar.
Pasien dengan tekanan darah berkisar antara 130-139 atau 80-89 mmHg
sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menadi hipertensi dan mengalami
penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang
berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140mmHg merupakan faktor risiko
yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,
meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.1

17
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun
aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi
dari “The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and
Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI, 1997) sebagai berikut:

No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

1. Optimal <120 <80

2. Normal 120 – 129 80 – 84

3. High Normal 130 – 139 85 – 89

4. Hipertensi

Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119

Grade 4 (sangat berat) >210 >120

Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah “The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention,
Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI, 1997)

- Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).
Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin.

18
- Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti
doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung
akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
- Disfungsi miokard. Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat
penyakit jantung koroner biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab
paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi, dan diabetes.
- Gangguan irama/aritmia.
- Kelainan katup.

Epidemiologi

Di Eropa (2005) prevalensi gagal jantung sebesar 2-2,5% pada semua umur, dan pada
usia diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung >10%.

Di London (1999) sekitar 1,3 per 1.000 penduduk pada semua umur mengalami gagal jantung
dan 7,4 per 1.000 penduduk pada usia 75 ke atas.

Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak 38.438 orang
dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585 orang dengan proporsi
18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per 100.000

Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan
volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. hipertensi pulmonari meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,
dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

19
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-
perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi
ruang.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai
untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah
jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.5

Secara umum, gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh. Terdapat beberapa jenis gagal jantung, yaitu:1,6

- Gagal Jantung Kongestif


Kegagalan jantung dengan adanya retensi cairan (kongesti sirkuler) seperti pada distensi vena
jugular, edema peripheral, asites, dan ronki basah.1 Terbagi dalam kronis, terbuka, terobati,
tak terobati, undulasi, memburuk, dan kompensasi merupakan fase-fase dari gagal jantung
kongestif.

- Gagal Sirkulasi Nonkardiak


Sindrom secara klinis dibedakan dari gagal jantung kongestif ketika tidak ada lagi alasan
untuk menganggap kondisi tersebut merupakan gangguan struktural jantung. Terdapat
beberapa penyebab nonkardiak seperti gagal ginjal akut, hipertiroidisme, anemia, kehamilan,
fistula A-V, beri-beri, dan penyakit Paget. Dapat disebut pula sebagai high output heart
failure, dengan kata lain kegagalan sirkulasi yang disebabkan keadaan jantung yang
umumnya abnormal.

20
Terdapat pula low output heart failure yang disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati,
dilatasi, kelainan katup dan perikard. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
- Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari
pmeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan Doppler-
Echocardiography.
Gagal jantung sistolik merupakan ketidakmampuan jantung memompa sehingga curah
jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatique, kemampuan aktivitas fisik menurun,
dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik merupakan ketidakmampuan jantung untuk merelaksasi dan adanya
gangguan pengisian ventrikel. Didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan Doppler-Echocardiograpy aliran darah
mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis
maupun pemeriksaan fisik saja. Terdapat tiga gangguan fungsi diastolic yaitu gangguan
relaksasi, pseudo-normal, serta tipe restriktif.

Gagal jantung sistolik disebabkan oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index
of events) yang menyebabkan remodeling structural, lalu diperberat oleh progresivitas beban
penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.

Remodeling structural tersebut dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi
sehingga rfungsi jantung terpelihara relative normal (gagal jantung asimtomatik, tidak
memberikan gejala). Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor
presipitasi (predisposisi) seperti yang tertera pada gagal jantung yang lainnya.

- Gagal Jantung Kanan dan Kiri


Gagal jantung kanan terjadi akibat banyak hal berupa kelainan yang ada melemahkan
ventrikel kanan seperti pada gagal jantung kiri, hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema
perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Gagal jantung kiri terjadi akibat
kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien

21
sesak napas dan ortopnea.Namun karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada
miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang susdah berlangsung
bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda.
Fungsi ventrikel kiri abnormal dengan terganggunya aliran pompa jantung tidak hanya
menyebabkan terisi berlebihannya dari tambahan tekanan pulmonal (disebut juga sebagai
backward heart failure), namun juga dapat berdampak pada ventrikel kanan, dalam artian
berimplikasi pada septum ventrikel. Maka, gagal jantung kanan pada umumnya mengikuti
aliran gagal jantung kiri. Namun, jumlah signifikan sodium dan retensi air, dengan bentuk
edema peripheral bisa terjadi karena gagal jantung kiri tanpa hemodinamik dari gagal jantung
kanan. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya perfusi pada ginjal akibat garam dan
retensi air. Peningkatan tekanan diastolic pada ventrikel lain dapat meningkatkan tekanan
diastolic atau mengurangi distenstibilitas dari ventrikel sebelahnya, terutama jika mengenai
pericardium, biokimia dan hemodimakik dari ventrikel sebelah dapat menjadi abnormal
walaupun hanya salah satu yang terjadi kegagalan jantung.

- Gagal Jantung Akut


Merupakan gagal jantung yang terjadi secara mendadak, dapat disebabkan oleh robekan daun
katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas.5 Curah jantung
yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema
perifer.
Beberapa ahli awalnya menyamakan gagal jantung akut dengan edema pulmonal akut.
Beberapa tahun belakangan, terdapat pengertian baru yaitu gagal jantung akut dapat menjadi
awal dari gagal jantung kronik.

- Gagal Jantung Kronik


Merupakan gagal jantung yang terjadi secara perlahan-lahan dengan manifestasi klinis yang
awalnya tidak terlalu menonjol. Merupakan ujung dari berbagai macam gangguan pada
jantung.

Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya:

22
- Derajat 1: Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa
disertai kelelahan ataupun sesak napas
- Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi
jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang

- Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi
keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan

- Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat
pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.2

Gejala Klinis

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi
atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang
timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan
Cheyne Stokes, akikardi, pulsus aterans, ronki dan kongesti vena pulmonalis.

Pada gagal jantung kanan timbul fatigue, demam, liver engorgement, anoreksia dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, irama derap atrium
kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting.1,5

Gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. Gejala-
gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi pada setiap individu tergantung sistim-sistim organ
tertentu yang terlibat dan tergantung pada derajat kepada seluruh tubuh yang telah
mengkompensasi untuk kelemahan otot jantung.

- Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Sementara kelelahan adalah
indikator yang sensitif dari kemungkinan gagal jantung kongestif yang mendasarinya, tetapi
kelelahan adalah gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-
kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga mungkin juga berkurang. Pasien-

23
pasien mungkin bahkan tidak merasakan pengurangan ini dan mereka mungkin tanpa sadar
mengurangi aktivitas-aktivitas mereka untuk mengakomodasikan keterbatasan ini.
- Ketika tubuh menjadi terlalu terbebani dengan cairan dari gagal jantung kongestif,
pembengkakan (edema) dari pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki atau perut mungkin
terjadi.
- Cairan mungkin berakumulasi dalam paru-paru, dengan demikian menyebabkan sesak napas,
terutama selama olahraga/latihan. Pada beberapa kejadian, pasien-pasien terbangun di malam
hari dan merasa sesak napas. Beberapa mungkin tidak mampu untuk tidur kecuali duduk
dengan posisi tegak lurus.
- Cairan ekstra dalam tubuh mungkin menyebabkan intensitas buang air kecil yang meningkat,
terutama pada malam hari.
- Akumulasi dari cairan dalam hati dan usus-usus mungkin menyebabkan rasa mual, nyeri
perut, dan nafsu makan yang berkurang.1,5

Penatalaksanaan

 Penatalaksanaaan Umum
- Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya
bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.
- Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, serta rehabilitasi.
- Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol.
- Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba.
- Mengurangi berat badan pasien yang obesitas
- Hentikan kebiasaan merokok.7

 Medika Mentosa
o Diuretik (Loop diuretic, tiazid, metozalon)
- Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan
berlebihan, kongesti paru dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam
memperbaiki survival.
- Harus dikombinasi dengan enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.

24
o ACE inhibitor (captopril, benazepril)
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan
fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom.
Diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai
retensi cairan harus diberikan bersama diuretic.

o Beta Blocker (bisoprolol, karvedilol)


- Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang
stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan
standar seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan
syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi.
- Meningkatkan klasifikasi fungsi. (I,A)
- Pada disfungsu jantung sistolik sesudah suatu infrak miokard baik
simtomatik atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang
pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti
menurunkan mortalitas. (I,B)
- Beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu bisoprolol,
karvediol, metoprolol, siksinat dan nebivolol. (I,A)

o Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)


- Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap ACE
inhibitor.
- Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal
jantung kronik dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
- Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel,
penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi
angiotensin dalam menurunkan mortalitas.
- Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada
pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang
simtomatik guna menurunkan mortalitas

25
o Glikosida Jantung (Digitalis)
- Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium dengan berbagai derajat gagal
jantung. Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior
dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi.
- Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila
dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi.

o Hidralazin-Isosorbid Dinitrat
Dapat dipakai sebagai tambahan,pada keadaan dimana pasien tidak toleran
terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis
besar hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa
penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan
mortalitas.Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid
dinitrat 20mg dan hidralazin 37,5mg, tiga kali sehari dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.

o Nitrat
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak. Dengan pemakaian dosis
yang sering,dapat terjadi toleran oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam
atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin.

o Obat Penyekat Kalsium


- Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan dan
dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta.
- Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk
survival bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin
dan diuretic.Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap
survival,dapat dipertimbangkan sebagai tambahan obat hipertensi bila
kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau penyekat beta.

26
o Nesiritid
Merupakan klas obat vasodilator baru, merupakan rekombinan otak manusia yang
dikenal sebagai natriuretik peptide tipe B. Obat ini identik dengan hormone
endogen dari ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri,vena dan koroner,dan
merupakan pre dan afterload meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik.

o Inotropik Positif
- Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena
meningkatkan mortalitas.
- Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan,namun tidak ada
bukti manfaat,justru komplikasi lebih sering muncul.
- Penyekat fosfodiestrase,seperti milrinon,enoksimon efektif bila digabung
dengan penyekat beta dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan
koroner.Namun disertai juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel
dan vasodilatasi berlebihan dapat menimbulkan hipotensi.
- Levosimendan merupakan sensitasi kalsium yang baru,mempunyai efek
vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiestrase,tidak
menimbulkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik
dibandingkan dobutamin.

o Antitrombotik (aspirin)
- Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium,riwayat fenomena
tromboemboli,bukti adanya thrombus yang mobil,pemakaian antikoagulan
sangat dianjurkan.
- Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan
pemakaian antiplatetet.
- Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan
gagal jantung yang memburuk.

o Anti Aritmia

27
- Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung
kronik, kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi.
- Obat aritmia kelas I tidak dianjurkan.
- Obat anti aritmia kelas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian
mati mendadak (I, A) dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan
amiodaron (IIa, C).
- Anti aritmia kelas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan
ventrikel aritmia (I,A) amiodaron rutin pada gagal jantung tidak
dianjurkan.2

Untuk survival/morbiditas Untuk gejala

NYHA I Lanjutkan ACE inhibitor/ Pengurangan/hentikan


ARB jika intoleran ACE diuretik
inhibitor, lanjutkan
antagonis aldosteron jika
pasca-MI
Tambah penyekat beta jika
pasca MI
NYHA II ACE Inhibitor sebagai +/- diuretic
terapi lini pertama / ARB
Tergantung pada retensi
jika intoleran ACE
cairan
inhibitor tambah penyekat
beta dan antagonis
aldosteron jika pasca MI
NYHA III ACE inhibitor + ARB atau +diuretic + digitalis
ARB
Jika masih simptomatik
Jika intoleran ACE sendiri
Beta blocker
Tambah aldosteron
antagonis
NYHA IV Lanjutkan ACE inhibitor / +diuretic+digitalis+consid
ARB er
Beta blocker Support inotropis
sementara

28
Antagonis aldosterone
Tabel 5. Terapi Pasien Disfungsi Sistolik yang Simptomatik Menurut Derajat Gagal Jantung

 Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah:


- Revaskularisasi (perkutan, bedah).
- Operasi katup mitral.
- Aneurismektomi.
- Kardiomioplasti.
- External cardiac support.
- Pacu jantung, kovensional, resinkronisasi pacu jantung biventrikular.
- Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
- Transplantasi jantung.
- Ultrafiltrasi, hemodialisis8

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika terdapat gagal jantung antara lain adalah:

- Tromboemboli : risiko terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam dan emboli paru) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian
warfarin.

- Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang dapat menyebabkan perburukan.
Hal ini merupakan indikasi untuk pemantauan denyut jantung dan pemberian warfarin.

- Kegagalan pompa progresif bisa terjadi dengan penggunaan diuretik dengan dosis yang
ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihann pada pasien tertentu.

- Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung
mendadak (20-50%) pada CHF.9

Prognosis

29
Mortalitas satu tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan
berkaitan dengan derajat keparahannya. Data framingham yang dikumpulkan sebelum
penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas satu tahun rata-rata
sebesar 30 % bila semua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari
60% pada NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak
(diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih sama.10

Pencegahan

Pencegahan gagal jantung , harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan
risiko yang tinggi.

 Obati penyebab potensial dari kerusakan miokardium, faktor risiko jantung koroner
 Pengobatan infark segera di triase serta pencegahan infark ulangan
 Pengobatan hiertensi yang agresif
 Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung
 Bila sudah ada disfungsi miokardium, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,
selain modulasi progresi dan disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.8

Kesimpulan

Jika dibiarkan tak terkendali hipertensi dapat menyebabkan gangal jantung kiri karena
beban yang diterima sehingga menimbulkan masalah ke berbagai organ termasuk jantung
sebelah kanan.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 66-8, 1584
2. Gleadle, J. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. 2007. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hal 83-87.
3. Priguna S. Pemeriksaan Klinis Umum. 2005. Penerbit:EMS. Semarang. Hal 84-97.

30
4. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular VIII. Jakarta: Interna
Publishing: 2009: 188-192.

5. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s
principles of internal medicine. 15th Ed. USA : Mc-Graw-Hill Companies. 2001.
6. Halim-Mubin A. Panduan praktis ilmu penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC:
2004.h.201-3.
7. Mansjoer,A.,dkk. Gagal jantung. Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 1 Cetakan
Keenam. Media Aesculapius FK UI, Jakarta. 2004.h.434-37.
8. Ghanie A. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid II. Jakarta:
Internal Publishing.2009.h.1596-601.
9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2003. h.151.
10. Gray HH, Dawkins KD. Lecture notes on cardiology. 4th Ed. Jakarta: Erlangga. 2005. h.80-9.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Okupasi
    Okupasi
    Dokumen4 halaman
    Okupasi
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah 24
    Makalah 24
    Dokumen17 halaman
    Makalah 24
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Blok 30
    Blok 30
    Dokumen12 halaman
    Blok 30
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Okupasi
    Okupasi
    Dokumen4 halaman
    Okupasi
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok26
    PBL Blok26
    Dokumen10 halaman
    PBL Blok26
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Pajanan Biologi
    Pajanan Biologi
    Dokumen6 halaman
    Pajanan Biologi
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah b28
    Makalah b28
    Dokumen10 halaman
    Makalah b28
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah PBL 23
    Makalah PBL 23
    Dokumen16 halaman
    Makalah PBL 23
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Referat Stomatitis Fix
    Referat Stomatitis Fix
    Dokumen9 halaman
    Referat Stomatitis Fix
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi - Renoir - DR Afaf
    Imunisasi - Renoir - DR Afaf
    Dokumen30 halaman
    Imunisasi - Renoir - DR Afaf
    theresia
    Belum ada peringkat
  • Blok 30
    Blok 30
    Dokumen12 halaman
    Blok 30
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah App DR - Arief
    Makalah App DR - Arief
    Dokumen8 halaman
    Makalah App DR - Arief
    YohanaSidabalok
    Belum ada peringkat
  • Referat Folikulitis
    Referat Folikulitis
    Dokumen6 halaman
    Referat Folikulitis
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Enzim Glukosa
    Kelainan Enzim Glukosa
    Dokumen5 halaman
    Kelainan Enzim Glukosa
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 12 Skenario 1
    Makalah Blok 12 Skenario 1
    Dokumen10 halaman
    Makalah Blok 12 Skenario 1
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah App DR - Arief
    Makalah App DR - Arief
    Dokumen8 halaman
    Makalah App DR - Arief
    YohanaSidabalok
    Belum ada peringkat
  • Blok 5
    Blok 5
    Dokumen4 halaman
    Blok 5
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Blok 4
    Blok 4
    Dokumen23 halaman
    Blok 4
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Makalah Fatty Liver Edit
    Makalah Fatty Liver Edit
    Dokumen31 halaman
    Makalah Fatty Liver Edit
    RaTih Kusumawardani
    Belum ada peringkat
  • Blok 5
    Blok 5
    Dokumen4 halaman
    Blok 5
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Graciela - Sken 5
    Graciela - Sken 5
    Dokumen9 halaman
    Graciela - Sken 5
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Artropoda Penyebab Penyakit Scabies Pada Kulit
    Artropoda Penyebab Penyakit Scabies Pada Kulit
    Dokumen14 halaman
    Artropoda Penyebab Penyakit Scabies Pada Kulit
    Anjas Prabowo
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Tuberkulosis Paru-Skenario 2 Blok 18
    Penyakit Tuberkulosis Paru-Skenario 2 Blok 18
    Dokumen21 halaman
    Penyakit Tuberkulosis Paru-Skenario 2 Blok 18
    yayaya_
    Belum ada peringkat
  • A2 Sken1
    A2 Sken1
    Dokumen12 halaman
    A2 Sken1
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Blok 4
    Blok 4
    Dokumen23 halaman
    Blok 4
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Blok 4
    Blok 4
    Dokumen23 halaman
    Blok 4
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • Blok 5
    Blok 5
    Dokumen15 halaman
    Blok 5
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat
  • B4 Sken H
    B4 Sken H
    Dokumen12 halaman
    B4 Sken H
    angela christine virginia
    Belum ada peringkat