Anda di halaman 1dari 23

Penyakit Jantung pada Dewasa Muda

KELOMPOK A7

Ailen (102012182)

Stefanus Hendra Ria (102013067)

Cornelia Tabita Santika (102014004)

Ery Lione Nanulaitta 102014052)

Dhanny Jovindho (102014059)

Shita Apilla Elya (102014083)

Nur Ayuni Syahira bt Rosli (102014238)

1
Abstract

Cardiovasculary system is a system in human body that contribute to the blood circulation and
the supply of nutrition and O2 to all of the part of human body. Heart is one of the component of
cardiovasculary system that works as a “pump” that pumping blood circulation to the human
body. If there are some distraction to the heart, such as rheumatoid heart disease (RHD), will
distract the whole human body system. RHD is a chronic heart condition caused by rheumatic

fever. RHD is the most common acquired heart disease in children in many countries, especially
developing countries.

Key Words: Rheumatoid Heart Disease

Abstrak

Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem yang berkontribusi dalam sirkulasi darah serta
tersedianya nutrisi dan O2 bagi seluruh jaringan tubuh. Jantung sebagai salah satu komponen
sistem kardiovaskular memiliki peran sebagai pompa yang memacu aliran darah ke seluruh
tubuh. Apabila terjadi gangguan pada jantung, seperti pada kondisi penyakit jantung rematik
(PJR) akan menyebabkan gangguan pada keseluruhan sistem tubuh. PJR adalah penyakit jantung
kronis yang disebabkan oleh demam rematik. PJR sampai saat ini merupakan penyakit jantung
didapat yang paling diderita oleh anak-anak di banyak negara, khususnya negara berkembang.
Kata kunci: Penyakit Jantung Rematik

Pendahuluan

Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem di dalam tubuh manusia yang terdiri dari
organ jantung dan pembuluh yang memiliki peran amat penting dalam transportasi dan
tersedianya nutrisi dan O2 ke seluruh bagian tubuh, serta berperan pula dalam sirkulasi atau
pertukaran antara darah yang mengandung CO2 dari seluruh jaringan tubuh dengan darah yang
kaya akan O2 yang berasal dari udara lingkungan dan terdapat di dalam alveoli. Apabila terjadi
gangguan pada sistem kardiovaskuler terutama pada organ jantung sebagai organ utama dalam
tubuh yang berfungsi sebagai alat “pompa” dalam tubuh yang memastikan sirkulasi darah yang
terjadi dalam pembuluh darah baik antara darah yang mengandung O2 dengan darah yang kaya

2
akan CO2 dari seluruh jaringan tubuh berjalan lancar sehingga seluruh jaringan tubuh mendapat
asupan nutrisi dan O2 yang sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas sel serta di saat
bersamaan mengangkut hasil produksi metabolisme sel untuk kemudian diekskresikan oleh
berbagai organ lain seperti paru-paru dan ginjal, maka tubuh tentunya akan mengalami gangguan
pula mulai dari nyeri dada, sesak nafas, sianosis, oedem di berbagai jaringan tubuh karena
gangguan perfusi, gangguan pada seluruh sistem lain dikarenakan kaitannya dengan sistem
kardiovaskuler hingga menyebabkan kematian.

Skenario

Seorang anak perempuan berusia 16 tahun datang ke IGD RS diantar ibunya dengan keluhan
sesak nafas sejak 2 hari yang lalu.

Rumusan Masalah

Anak perempuan berusia 16 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu.

Analisa Masalah

Anamnesis

Anamnesis yang diperlukan untuk pasien sesak dapat berupa:

 Dispnu, batuk, hemoptysis


 Nyeri dada
 Sinkop
 Palpitasi
 Pembengkakan pergelangan kaki
 Letih
 Sianosis
 Klaudikasio
 Demam
 Sakit tenggorokan

Rincian Gejala

 Sifat dan derajat keparahan

3
 Kronologi
 Onset dan durasi
 Faktor-faktor pemicu yang memperberat, dan yang meringankan
 Gejala yang berhubungan
 Lokasi dan penyebaran setiap nyeri

Riwayat penyakit dahulu

 Adakah riwayat demam reumatik?


 Apakah terdengar bunyi murmur pada pemeriksaan sebelumnya?
 Apakah terdapat riawayat sakit jantung atau paru-paru?

Riwayat penyakit keluarga

 Adakah dikeluarga yang memiliki penyakit sama?


 Apakah dikeluarga ada yang mengidap penyakit kronis?1,2

Hasil anamnesis: didahului dengan batuk, memberat saat aktivitas fisik, berkurang saat
tidur dengan 1-2 bantal, sering berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu.

Pemeriksaan fisik2

Pemeriksaan kepala, leher, lengan


Mata Anemis, ikterik, arkus kornea, fundoskopi, xantelasma
Mulut Palatum, gigi, sianosis
Wajah Kemerahan malar (malar flush)
Leher Tiroid, denyut karotis, denyut vena jugularis
Lengan Denyut radialis dan brakialis, skar, tekanan darah, xantoma
Tangan Jari tabuh, perdarahan splinter, sianosis, warna bekas nikotin
Pemeriksaan jantung
Inspeksi dinding depan Bentuk umum, skar
Palpasi prekordium Impuls jantung, getaran, denyut apeks
Auskultasi Bunyi jantung (S1, S2, bunyi tambahan, sistol (murmur),
diastole (murmur)

4
Pemeriksaan toraks
Inspeksi dinding dada Bentuk umu, skar
belakang
Palpasi Pengembangan paru
Perkusi Efusi pleura
Auskultasi Pengerasan bronkial, suara patologi
Pemeriksaan abdomen
Raba Hati, limpa, ginjal
Perkusi Asites
Auskultasi Bising usus, bruit
Pemeriksaan tungkai
Denyut Keberadaan, keseiramaan femoro-radial, bruit
Edema
Jari-jemari Perdarahan splinter, jari tabuh

Hasil pemeriksaan fisik:

Pasien tampak sakit berat, gelisah, sesak, diaforetik.

Tanda-tanda vital

Nadi: 150x/menit

Nafas: 40x/menit

Suhu: 36,5oC

Thorax: iktus kordis tampak 2 jari lateral linea midklavikula siistra di ICS 6, suara nafas
vesikuler dengan ronki basah halus pada kedua basal paru, terdengan pansistolik murmur grade
3/6 di apex jantung dan diastolik murmur di ICS 2 linea sternalis kanan.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan dalam
penegakan diagnosis dan merupakan pemeriksaan lebih lanjut terhadap suatu gejala klinis

5
tertentu yang dialami oleh penderita untuk dapat memastikan suatu diagnosis terhadap penyakit
yang dialami pasien. Pemeriksaan penunjang, contohnya adalah pemeriksaan yang dilakukan
pada laboratorium seperti pemeriksaan serologi (adanya peningkatan IgM atau IgG),
pemeriksaan darah baik hematologi lengkap (CBC) dan pemeriksaan hematologi rutin,
pemeriksaan imunologi seperti ELISA atau ICT, rontgen (X-Ray), CT Scan, MRI, EKG (untuk
mengetahui irama jantung) dan sebagainya.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien sesuai skenario adalah pemeriksaan
darah lengkap (Complete Blood Count) untuk menilai kemungkinan penyebabnya apakah alergi
atau infeksi (apabila ada reaksi leukositosis penyebab kemungkinannya dapat berupa infeksi dan
harus dilakukan kultur untuk mengetahui kuman penyebab, apabila eusinofil meningkat
penyebab kemungkinan besar adalah alergi) serta elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin,
enzim jantung dan INR dimana pada keadaan sodium yang rendah bersamaan dengan urea dan
kreatinin yang tinggi pada kasus tertentu seperti gagal jantung akut dapat mengindikasikan
prognosis yang buruk, ekokardiografi yaitu teknik esensial yang sederhana dan non invasif
dalam menegakkan diagnosis etiologi, keparahan dan untuk menyingkirkan penyakit katup
jantung yang penting, EKG dimana pada pemeriksaan ini dapat memberikan informasi yang
sangat penting meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi, dan kadang
dapat melihat etiologi dari suatu kelainan, foto thoraks untuk melihat apakah adanya kelainan
pada paru seperti hiperaerasi paru, oedem paru, dan lain-lain, kemudian dapat juga digunakan
untuk melihat apakah ada kelainan pada jantung misalnya pembesaran ruang jantung.

Elektrokardiogram pada pasien dengan irama sinus terdapat bukti pembesaran atrium kiri
tetapi pembesaran atrium kanan juga mungkin terdapat jika hipertensi pulmonal berat.
Regurgitasi mitral berat, kronik dengan pembesaran atrium kiri umumnya disertai dengan
fibrilasi atrium. Pada beberapa pasien tidak terdapat tanda elektrokardiografik yang tepat dari
pembesaran salah satu ventrikel. Pada pasien yang lain terdapat tanda hipertrofi ventrikel kiri.
Meskipun pada pasien dengan hipertensi pulmonal, mungkin ditemukan hipertrofi ventrikel
gabungan. Ekokardiografi Doppler dan pencitraan aliran elektrokardiografi Doppler berwarna
merupakan teknik nonivasif yang paling tepat untuk pendeteksian dan penilaian regurgitasi
mitral. Atrium kiri biasanya membesar dan atau memperlihatkan pulsasi yang meningkat;
ventrikel kiri mungkin hiperdinamik. Dengan ruptur korda tendinea atau daun yang menebah

6
('flail'), gerakan kasar, tak teratur dari daun-daun yang terlibat dapat dicatat. Temuan yang
menolong untuk menentukan etiologi regurgitasi mitral sering dapat diidentifikasi. Ini mencakup
vegetasi yang berhubungan dengan endokarditis infektif, koaptasi daun anterior dan daun
posterior mitral yang tidak lengkap, dan kalsifikasi anulus, dan juga dilatasi ventrikel, aneurisma
atau diskinesis.3

Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat dideteksi
dengan hapusan darah tenggorok saat fase akut atau terapi antibodi streptokokus. Pada hapusan
tenggorok pada saat akut biasanya kultur SGA negatif pada fase akut itu. Bila positif inipun
belum pasti membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan dari kuman SGA itu
atau infeksi Streptokokus dengan strain yang lain. Tetapi antibodi Streptokokus lebih
menjelaskan adanya infeksi Streptokokus dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se.
Terbentuknya antibodi-antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO
positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak, sedangkan titer
pada DNA-se B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak. Dan antibodi ini
dapat terdeteksi pada minggu kedua sampai minggu ketiga setelah fase akut DR atau 4-5 minggu
setelah infeksi kuman SGA di tenggorokan. Untuk inilah pencegahan sekunder dilakukan tiap 3-
5 minggu. Pada fase akut ditemukan lekositosis, laju endapan darah yang meningkat, protein C-
reactive, mukoprotein serum. Laju endapan darah dan protein C-reactive yang tersering diperiksa
dan selalu meningkat atau positif saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat
antirematik.3

Pemeriksaan penunjang berupa X-ray foro thoraks PA terlihat jantung dengan CTR
>55%, gambaran double contour di jantung kanan, aortic knob kecil, segmen pulmonal
menonjol, RVH. Pulmo terlihat hillus melebar, trachea midline, parenkim paru tak tampak
kelainan, dan corakan bronkovaskular tidak meningkat. Diafragma tak tampak kelainan. Kesan
kardiomegali RVH pada jantung dan tak tampak kelainan parenkim paru.

Working Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada skenario, pasien diduga
mengalami Rheumatic Heart Diseases (RHD) in failure. Dengan diagnosis pembandingnya
Acute Rheumatoid Fever dengan karditis in failure, miokarditis dan endocarditis infektif in

7
failure dan penyakit jantung bawaan asianotik in failure. Dibawah ini akan diuraikan penyakit-
penyakut yang merupakan diagnosis banding pada pasien sesuai skenario.

Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multisistem akibat


infeksi dari Streptokokus β-hemolitikus grup A pada faring (faringitis) yang biasanya menyerang
anak dan dewasa muda. Demam rematik menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya
terjadi pada jantung, kulit dan jaringan ikat. Pada daerah endemik, 3% pasien yang mengalami
faringitis oleh Streptokokus berkembang menjadi demam rematik dalam 2 - 3 minggu setelah
infeksi saluran nafas bagian atas tersebut. Demam rematik cenderung menjangkit dalam keluarga
sehingga mendukung keberadaan predisposisi genetik. Faktor lingkungan juga signifikan dalam
proses perkembangan penyakit ini.4,5

Manifestasi klinis penyakit RF ini akibat kuman Streptokokus Grup-A (SGA) beta
hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu. Sedangkan yang dimaksud
dengan Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat RF, atau
kelainan karditis rematik. RF akut adalah sinonim dari RF dengan penekanan saat akut,
sedangkan yang dimaksud dengan RF inaktif adalah pasien-pasien dengan RF tanpa ditemui
tanda-tanda radang, sinonim dengan riwayat RF. RF dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulang-ulang, yang disebut dengan
kekambuhan (recurrent). Dan biasanya setelah peradangan kuman SGA, sehingga dapat
menyebabkan RF tersebut berlangsung terus-menerus melebihi 6 bulan. RF yang demikian
disebut RF menahun.3

Meskipun sendi-sendi merupakan organ yang paling tersering dikenai, tetapi jantung
merupakan organ dengan kerusakan yang terberat. Sedangkan keterlibatan organ-organ lain
bersifat jinak dan sementara. Kuman SGA adalah kuman yang terbanyak menimbulkan
tonsilofaringitis, di mana juga yang menyebabkan demam reumatik. Hampir semua Streptokokus
grup A (SGA) adalah beta hemolitik. Dikatakan bahwa RF dapat ditemukan diseluruh dunia, dan
mengenai semua umur, tetapi 90% dari serangan pertama terdapat pada umur 5-15 ohun.
sedangkan yang terjadi dibawah umur 5 tahun adalah jarang sekali.3

Yang sangat penting dari penyakit demam rematik akut ini adalah hal kemampuannya
menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan menimbulkan gangguan
hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Demam reumatik merupakan

8
kelainan jantung yang biasanya bukan kelainan bawaan, tetapi yang didapat. Walaupun angka
morbiditas menurun tajam pada negara yang berkembang tetapi pada negara yang sedang
berkembang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Kepastian sebab-
sebab naik turunnya insidensi penyakit ini masih belum jelas. Meskipun demam rematik ini telah
diteliti secara luas (ekstensif) tetapi patogenesisnya masih belum jelas.3

Endokarditis merupakan infeksi pada endocardium , katup jantung, atau prosthesis


jantung yang terjadi karena infeksi bakteri atau jamur. Penyebab endocarditis pada pasien
sebagian besar karena pemakaian obat bius IV, penggunaan katup jantung prostetik, dengan
prolapse katup mitral, atau penderita penyakit jantung rematik. Pada pasien yang mengalami
endokarditis katup yang asli dan bukan disebabkan oleh pemakaian obat bius IV, biasanya
mikroorganisme penybab adalah Streptococcus viridans,stafilokokus, dan enterokokus. Katup
yang paling sering terjangkit adalah mitral, selanjutnya aorta.5

Pada endokarditis, bacteremia, sekalipun bakteremia transien yang terjadi sesudah


menjalani prosedur dental atau urogenital, akan menyebabkan kuman masuk dalam aliran darah.
Infeksi ini menyebabkan penjendalan fibrin serta agregasi trombosit pada jaringan katup dan
menahan bakteri atau fungus yang beredar sehingga kuman berkembang dan membentuk
vegetasi yang rapih mirip kutil (veruka) pada katup jantung, pada lapisan endokrdial jantung,
atau pada epitelium pembuluh darah. Pertumbuhan vegetative ini dapat menutupi permukaan
katup dan selanjutnya insufiensi. Pada akhirnya, veruka ini dapat lepas dan menjadi emboli
dalam peredaran darah.

Gambaran klinis awal pada endokarditis biasanya tidak spesifik dan meliputi malaise,
letih, penurunan berat badan, anoreksia, atralgia, keringat malam, menggigil, insufiensi katup,
dan pada 90% pasien, demam intermitten yang dapat muncul kembali selama berminggu-
minggu. Awitan yang lebih akut menyertai mikroorganisme dengan patogenitas yang tinggi,
seperti Streptococcus aureus.

Miokarditis adalah radang otot jantung atau miokard. Peradangan ini dapat disebabkan
oleh ber-bagai macam kausa. Di Indonesia terutama disebabkan oleh penyakit reuma akut dan
infeksi virus seperti Cocksakie virus, difteri, campak, influenza, poliomielitis. Selain sebab-
sebab tersebut, miokarditis dapat pula disebabkan oleh berbagai macam bakteri, rikettsia, jamur
dan parasit. Penyakit ini dapat menyerang pada semua tingkatan umur. Insidens sebenarnya

9
sukar ditetapkan karena sebagian besar penderita dapat sembuh spontan. Diagnosis miokarditis
postmortem didasarkan atas ditemukannya daerah-daerah dengan peradangan fokal atau difus.
Keadaan ini ditemukan sebesar 4-10 % pada pemeriksaan postmortem. Miokarditis sering pula
disertai dengan radang perikard atau mioperikarditis.4,5

Seringkali gejala klinisnya tidak khas dan tidak jelas seperti takikardia, kelainan EKG
sepintas, jarang menyebabkan pembesaran jantung, irama gallop dan dekompensasi jantung.
Miokarditis oleh reuma akut sering disertai gejala berat. Gejala yang sering ditemukan antara
lain takikardia, pembesaran jantung secara cepat, bunyi jantung melemah, auskultasi terdengar
gallop, dan gangguan irama supraventricular dan ventricular, terkadang gagal jantung dapat
timbul (terutama jantung sebelah kanan).4

Penyakit jantung bawaan nonsianotik merupakan bagian besar dari seluruh penyakit
jantung bawaan. Diagnosis banding dari skenario ini adalah Atrium Septal Deffect (ASD),
Ventricel Septal Defect (VSD), dan Patent Ductus Arteriousus (PDA). Pada PDA, lumen duktus
arteriosus tetap terbuka setelah bayi dilahirkan. Keadaan ini menciptakan pemintasan aliran
darah dari kiri ke kanan, yaitu darah dari aorta akan mengalir ke arteri pulmonalisdan
menyebabkan penyakit vaskuler pulmoner sehingga gejala ini baru sirasakan pada usi sekitar 40
tahun. PDA ditemukan pada wanita dua kali lebih banyak daripada pria.5

Pada keadaan normal, duktus arteriosus menutup pada saat kadar prostaglandin yang
dihasilkan plasenta menurun dan kadar oksigen meningkat. Proses penutupan ini harus segera
dimulai ketika bayi menarik napas yang pertama tetapi bisa saja memerlukan waktu tiga bulan
pada beberapa anak. Pada PDA, resisten relative pada pembuluh darah pulmoner serta sistemik
dan ukuran duktus menentukan jumlah darah yang mengalami pemintasan aliran atau shunt dari
kanan ke kiri. Karena peningkatan tekanan dalam aorta , darah bersih akan mengalami shunt dari
aorta melalui duktus arteriosus ke dalam arteri pulmonalis. Darah akan kembali ke dalam jantung
kiri dan dipompa sekali lagi ke dalam aorta.5

Atrium kiri dan ventrikel kiri harus menampung aliran balik vena pulmonalis yang
meningkat sehingga terjadi kenaikan tekanan pengisian dan beban kerja jantung kiri. Keadaan ini
akan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin pula gagal jantung. Pada stadium akhir
PDA yang tidak terkoreksi, shunt kiri ke kanan akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis
yang kronis dan kemudian menjadi persisten serta tidak responsif terhadap terapi. Hal ini

10
menyebabkan pembalikan shunt sehingga darah kotor kini memasuki sirkulasi sistemik dan
menimbulkan sianosis.5

Pada defek septal atrial yang merupakan defek jantung kongenital tipe asiontik, terdapat
lubang atau celah pada septum yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Lubang ini
memungkinkan darah mengalir dari kiri ke kanan sehingga pemompaan jantung menjadi tidak
efektif sehingga meningkatkan resiko gagal jantung. ASD dibagi menjadi 3 tipe, yaitu defek
ostium sekundum, defek sinus venosus, dan defek ostium primum. Defek ostium sekundum yaitu
tipe yang paling sering ditemukan dan terjadi di daerah fosa ovalis serta kadang-kadang meluas
ke inferior hingga mendekati vena kava. Defek sinus venosus yang terjadi pada bagian superior-
posterior septum atrium dan kadang meluas ke dalam vena kava yang hampir selalu disertai
drainase abnormal dari vena pulmonalis ke dalam atrium kanan. Defek ostium primum yang
terjadi pada pars inferior septum primum dan biasanya disertai kelainan katup atrioventrikuler
(celah pada katup mitral) dan defek konduksi.5

Pada ASD, darah memintas dari atrium kiri ke atrium kanan karena tekanan atrium kiri
secara normal sedikit lebih tinggi daripada atrium kanan. Perbedaan tekanan ini memaksa
sejumlah besar darah mengalir melalui lubang tersebut. Pintasan ini mengakibatkan beban
muatan berlebihan dalam jantung kanan sehingga mempengaruhi atrium kanan, ventrikel kanan,
dan arteri pulmonalis. Pada akhirnya, atrium kanan akan membesar dan ventrikel kanan
berdilatasi untuk menampung volume darah yang bertambah itu. Jika terjadi hipertensi arteri
pulmonalis, maka peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertrofi ventrikel kanan akan
mengikuti. Pada sebagain pasien dewasa, hipertensi arteri pulmonalis yang tidak reversible
menyebabkan pembalikan arah pintasan sehingga darah kotor masuk ke dalam sirkulasi sistemik
dan menyebabkan sianosis.5

Defek septum ventrikel yang merupakan gangguan jantung kongenital asianotik yang
paling sering ditemukan, keberadaan lubang pada septum yang memisahkan kedua ventrikel
memungkinkan pemintasan aliran darah antara ventrikel kiri dan kanan. Keadaan ini
mengakibatkan pemompaan jantung tidak efektif dan memperbesar risiko gagal jantung. Tiga
puluh persen seluruh defek jantung kongenital merupakan VSD.5

Pada bayi yang menderita VSD, septum ventrikel tidak berhasil menutup sempurna,
septum ventrikel tidak berhail menutup sempurna pada kehamilan 8 minggu. VSD terletak pada

11
pars membranosa atau pars muskularis septum ventrikel dan memiliki ukuran beragam. Sebagian
defek ini menutup spontan, pada defek lain tidak terdapat septum sama sekali sehingga terbentuk
ventrikel tunggal. VSD yang kecil cenderung menutup spontan.VSD yang besar harus dikoreksi
dengan pembedahan sebelum timbul penyakit vaskuler pulmoner atau pada saat penyakit yang
ditimbulkan oleh defek tersebut masih reversibel.5

VSD tidak segera terlihat pada saat lahir karena terdapat tekanan dalam jantung kanan
dan kiri yang hampir sama besarnya dan resistensi arteri pulmonalis yang tinggi. Alveoli belum
terbuka lengkap sehingga darah belum memintas melalui defek tersebut. Setelah pembuluh darah
pulmonersecara berangsur-angsur mengadakan relaksasi, yang terjadi antara usia empat dan
delapan minggu sesudah bayi dilahirka, maka tekanan ventrikel kanan akan menurun sehingga
memungkinkan darah memintas dari ventrikel kanan akan menurun sehingga memungkinkan
darah memintas dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Pada mulanya, pintasan VSD yang lebar
menyebabkan hioertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri. Kemudian VSD yang tidak dikoreksi akan
meyebabkan hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh peningkatan resistensi pulmoner.
Pada akhirnya terjadi gagal jantung kanan serta kiridan sianosis (karena pembalikan arah
pintasan). Hipertensi pulmoner yang permanen dapat terjadi kemudian dengan pemintasan darah
dari kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger) yang menimbulkan sianosis dan clubbing finger.5

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu
kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang dapat berupa penyempitan atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
(sequale) dari Demam Rematik (DR). PJR lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami
keterlibatan jantung berat pada serangan demam rematik akut. Walaupun karditis dan deman
rematik dapat mengenai perkardium, miokardium dan endokardium, namun kelainan yang
menetap hanya ditemukan pada endokardium, terutama katup jantung. Katup yang sering terkena
adalah katup mitral dan aorta yang kelainannya dapat berupa insufisiensi tetapi bila penyakit
telah berlangsung lama dapat berupa stenosis.3-5

Epidemiologi

DR dapat ditemukan diseluruh dunia, dan mengenai semua umur, tetapi 90% dari
serangan pertama terapat pada umur 5-15 tahun, sedangkan yang terjadi dibawah umur 5 tahun
sangat jarang sekali.

12
Yang sangat penting dari penyakit demam reumatik akut ini adalah kemampuan
menyebabkan katup jantung menjadi fibrosis, yang berpotensi menimbulkan gangguan
hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Demam reumatik merupakan
kelainan jantung yang biasanya bukan kelainan bawaan, tetapi didapat. Penyakit demam
reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequel) yang amat penting pada jantung tergantung
derajat berat ringannya karditis selama serangan akut demam reumatik. Dari beberapa penelitian
tentang insiden karditis pada PJR yang menetap kekambuhan DR tanpa PJR sebelumnya adalah
6-14%.

Meskipun individu dari segala umur dapat mengalami DR akut, tetapi DR ini banyak
terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi
epidemiologic pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tetapi pada saat
wabah DR tahun 1980 di Amerika pasien-pasien anak yang terserang juga pada kelompok
ekonomi menengah dan atas.

Ternyata insiden yang tinggi dari karditis terjadi pada anak muda dan terjadi kelainan
katup jantung adalah akibat kurangnya kemampuan untuk melakukan pencegahan sekunder DR
dan PJR. Tarana A dan Markowitz M, melaporkan bahwa DR adalah penyebab utama terjadinya
penyakit jantung untuk usia 5-30 tahun. DR dan PJR adalah penyebab utama kematian penyakit
jantung untuk usia dibawah 45 tahun, selain itu juga dilaporkan bahwa 25-40% penyakit jantung
disebabkan oleh PJR untuk semua umur.3,6

Manifestasi Klinik

Artritis merupakan gejala major yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang
dikenai berpindah-pindah tanpa cacad. Sendi yang biasanya terkena adalah sendi besar seperti
lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku dan bahu. Gejala ini muncul tiba-tiba dengan
rasa nyeri yang mengikat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan
menghilang secara perlahan-lahan.3

Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu dan seringklai sembuh
sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari
tangan dan kaki juga dapat terkena. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis

13
terapetik pada atritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak membaik dalam 24-72 jam, maka
diagnosis menjadi diragukan.3

Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidensi 40-50% dan dapat
berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis
asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya mengena
endocardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral merupakan
katup yang paling banyak terkena dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri
jarang dikenai. Dapat dijumpai regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar
ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik (bising Carey Coobs). Dengan
ekokardiografi dua dimensi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung sedangkan dengan
pemeriksaan Doppler dapat ditemukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat terjadi bersamaan
dengan endocarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tak akan
berdiri sendiri, biasnaya yang terjadi adalah pankarditis.3

Chorea ini didapat pada 10% dari DR dan dapat merupakan manifestasi klinis sendiri
atau ditemui bersamaan dengan karditis, Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama
yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering terjadi menyerang wanita pada umur 8-12 tahun dan
gejala biasanya muncul selama 3-4 bulan. Gerakan-gerakan tidak disadari yang menghilang saat
tidur akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh biasanya unilateral.3

Eritema marginatum ditemukan pada kira-kira 5% dari pasien DR dan berlangsung


berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal.

Nodus subkutanius besarnya kira-kira 0.5-2Cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan.
Demam pada DR tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama oleh pasien DR. Untuk
menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini perlu dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi klinik yaitu dengan hapusan tenggorokan pada saat akut. Biasanya kultur SGA
negatif pada fase akut. Bila positif pun belum pasti membantu diagnosis sebab masih ada
kemungkinan terjadi akibat kekambuhan dari kuman SGA itu atau infeksi streptokok dengan
strain lain. Tetapi antibodi streptokok lebih menjelaskan adanya infeksi streptokok dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se.

14
Terbentuknya antobodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO
positif bila besarnya 210 Todd oada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak, sedankan titer
pada DNA-se B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak. Dan antibodi ini
dapat terdeteksi pada minggu kedua sampai minggu ketiga setelah fase akut DR atau 4-5 minggu
setelah infeksi kuman SGA ditenggorokan. Untuk inilah pencegahan sekunder perlu dilakukan
taip 3-5 minggu. Pada fase akut ditemukan C-reactive yang tersering diperiksa. Kuduanya selalu
menignkat atau positif saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obatan antireumatik.

Anemia yang ringan sering ditemukan denga morfologi normositer normokrom karena
infeksi yang kronis dari DR. Dengan kortikosteroid anemia dapat diperbaiki. Tidak ada pola
yang khas dari EKG pada DR denga kaditis. Kelainan EKG yang ditemukan dapat berupa PR
interval yang memanjang atau perubahan patern ST-T yang tidak spesik.3

Patofisiologi

Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi PJR secara menyeluruh maka harus
dimengerti terlebih dahulu etiologi dan patofisologi demam rematik. Streptokokus adalah bakteri
gram positif yang ciri khasnya berpasangan atau membentuk rantai selama pertumbuhannya.
Terdapat sekitar dua puluh spesies Streptokokus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A),
Streptococcus agalactie (grup B) dan Enterococci (grup D). Secara morfologi, Streptokokus
merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai yang membentuk
gambaran diplokokus atau terlihat seperti bentuk batang. Panjang rantai sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dinding sel Streptokokus mengandung protein (antigen M,
R, dan T), karbohidrat (spesifik untuk tiap grup), dan peptidoglikan.7

Pada Streptokokus grup A, terdapat juga pili yang tersusun dari sebagian besar protein M
yang dilapisi asam lipoteikoat. Pili ini berperan penting dalam perlekatan Streptokokus ke sel
epitel. Banyak Streptokokus mampu menghemolisa sel darah merah secara in vitro dengan
berbagai derajat. Apabila Streptokokus menghemolis sempurn sel darah merah yang ditandai
dengan adanya area yang bersih (clear zone) disebut sebagai β-hemolitikus. Sedangkan apabila
hemolisa dari sel darah merah tidak sempurna dan menghasilkan pigmen berwarna hijau disebut
α-hemolitikus. Dan Streptokokus lain yang tidak mengalami hemolisa disebut γ-hemolitikus.
Streptokokus β-hemolitikus grup A, seperti Steptococcus pyogenes merupakan agen pencetus
yang menyebabkan terjadinya demam rematik akut. Tidak semua serotip Streptokokus grup A

15
dapat menimbulkan demam rematik. Serotip tertentu Streptokokus β-hemolitikus grup
A,misalnya serotip M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24 lebih sering diisolasi dari penderita dengan demam
rematik akut. Namun, karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis klinis faringitis
Streptokokus, klinisi harus menganggap bahwa semua Streptokokus grup A mempunyai
kemampuan menyebabkan demam rematik, karena itu semua episode faringitis Streptokokus
harus diobati. Protein M merupakan faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes. Apabila
tidak ada antibodi spesifik tipe-M, organisme ini mampu bertahan terhadap proses fagositosis
oleh polimorfonuklear.Protein M dan antigen pada dinding sel Streptokokus memiliki peran
penting dalam patogenesis demam rematik.4,5,7

Demam rematik merupakan respons auto imun terhadap infeksi streptococcus hemolitik
grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul
ditentukan oleh kepekaan genetic host, keganasan organisme dan linkungan yang kondusif.
Mekanisme pathogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen
histocompatibility major, antigen jaringan spesifik potensial dan antbodi yang berkembang
segera setelah infeksi streptokokus telah diteliti sebagai fakto resiko yang potensial dalam
pathogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T memegang peranan dalam pathogenesis
penyakit ini dan ternyata tipe M dari Streptokokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik.
Beberapa serotipe biasanya berkapsul, bear, koloni mukoid kaya protein. M-protein adalah salah
satu determinan virulensi bakteri, struktur homolog dengan myosin kardiak dan molekul alpha-
helical coiled coil, terutama tropomyosin, keratin, dan laminin. Laminin adalah matriks protein
ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endotel katup jantung dan bagian integral dari struktur
katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1,3,5,6,14,18,19, dan 24
berhubungan dengan terjadinya DR.5

Terjadi reaksi imun yang abnormal oleh tubuh terhadap antigen Streptococcus Beta
Hemoliticus Grup A. Strept, tidak bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak
ada penyebaran kuman diseluruh tubuh. Terdapat immunological cross reaction antara
membrane sel streptococcus dan sarcolemma miokard. Diperkirakan terdapat suatu kemiripan
antara antigen bakteri dengan sel jantung pada manusia (antigenic mimicry). Pada penyelidikan
ditemukan dua hal, yaitu adanya persamaan antara kabohidrat dari streptococcus grup A dengan

16
glycoprotein dari katup jantung dan terdapat persamaan molekuler yaitu: streptococcal M.Protein
dengan sarcolema sel miocard pada manusia.6

Dua teori dasar lainnya untuk menjelaskan terjadinya ARF dan jaringan parut di target
organ terdiri dari efek toksik yang dihasilkan oleh ektrasellular toksin dari Strep. Grup A di
target organ seperti myocardium, valves, synovium, dan otak. Teori lainnya yaitu respon
imunitas yang abnormal untuk komponen strep. Grup A. Molecular mimicry dimana respon
imun gagal membedakan epitop (gen) dari strep. Grup A dengan jaringan tertentu dari penderita
(jaringan ikat). Demam rematik akut ditandai dengan lesi inflamasi non supuratif dari sendi,
jantung, jaringan subkutan dan CNS. Perjalanan penyakit ini diawali dengan infeksi faringitis /
ISPA. Nantinya dapat menyebabkan defek pada jantung terutama pada katup-katupnya.6

Tabel 1. Kriteria Jones (revisi) untuk Pedoman dalam Diagnosis Demam Rematik

Manifestasi Mayor Manifestasi Minor


Karditis Klinis
Poliatritis  Arthalgia
Korea Sydenham  Demam
Eritema marginatum Laboratorium
Nodulus subkutan  Reaktan fase akut
LED naik
Protein C reaksi +
Leukositosis
 Pemanjangan interval PR (EKG)
Bukti adanya infeksi streptokokus
 Kenaikan titer antibodi antistreptokokus : ASTO, dll
 Usapan faring positif untuk streptokokud beta hemolysis grup A
 Demam skarlatina yang baru

Dasar diagnosis pada pasien demam rematik : (1) Highly probable (sangat mungkin)
yaitu jika ditemui 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor
disertai bukti infeksi Streptokokus β-hemolitikus grup A yaitu dengan peningkatan ASTO atau

17
kultur positif. (2) Doubtful diagnosis (meragukan) yakni jika terdapat 2 manifestasi mayor atau 1
manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor namun tidak terdapat bukti infeksi
Streptokokus β-hemolitikus grup A. (3) Exception (pengecualian) yakni jika diagnosis demam
rematik dapat ditegakkan bila hanya ditemukan korea saja atau karditis indolen saja. Pada tahun
2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan penggunaan kriteria Jones yang diperbaharui
(tahun 1992) untuk demam rematik serangan pertama dan serangan rekuren demam rematik pada
pasien yang diketahui tidak mengalami penyakit jantung rematik. Untuk serangan rekuren
demam rematik pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung rematik, WHO
merekomendasikan menggunakan minimal dua kriteria minor disertai adanya bukti infeksi SGA
sebelumnya3,6

Tabel 2. Kriteria WHO tahun 2002-2003 untuk DR dan PJR3,6

Kriteria Diagnostik Kriteria


Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
ditambah dengan bukti infeksi SGA
sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren tanpa PJR Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
ditambah dengan bukti infeksi SGA
sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren dengan Dua minor ditambah dengan bukti infeksi
PJR SGA sebelumnya
Korea Sydenham Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau
bukti infeksi SGA
PJR (stenosis mitral murni atau kombinasi Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
dengan insufisiensi mitral dan atau ganguan mendiagnosis sebagai PJR
katup aorta

Mitral insufficiency adalah hasil dari perubahan struktural yang biasanya diikuti oleh
kehilangan beberapa substansi katup dan pemendekan serta penebalan dari chorda tendineae.
Heart failure pada Acute Rheumatic Fever (ARF) disebabkan oleh kombinasi mitral
insufficiency dengan inflamasi dari pericardium, myocardium, endocardium, dan epicardium.

18
Karena tingginya load volume dan proses inflamasi, ventrikel kiri membesar (left ventricle
enlargement). Atrium kiri berdilatasi karena hasil regurgitasi darah ke ruangan ini (mitral
regurgitation). Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan pada atrium kiri yang berdampak
pada terjadinya kongesti pulmonal dan gejala gagal jantung kiri (left-sided heart failure).
Perbaikan spontan biasa terjadi meskipun pada os yang mengalami mitral insufficiency berat
pada awal perjalanan penyakitnya (onset). Hasil dari lesi kronik sering menimbulkan keparahan
yang ringan atau sedang dan os asimtomatik. Lebih dari setengahnya, dengan Acute Mitral
Insufficiency, tidak lagi diketemukan mitral murmur 1 tahun kemudian. Pada os dengan Chronic
Mitral Insufficiency berat, tekanan a. pulmonalis menjadi tinggi akibat kongesti pulmonal
sehingga ventrikel dan atrium kanan membesar yang berakibat terjadinya gagal jantung kanan.
Pada keadaan ini maka terjadi gagal jantung kiri dan kanan yang disebut gagal jantung
kongestif.7

Tanda-tanda fisik MI utama tergantung dari keparahannya. Pada penyakit ringan, tanda-
tanda gagal jantung tidak akan ada, prekordium akan tenang, dan auskultasi akan menunjukkan
bising holosistolik di apeks, menjalar ke aksila. Pada MI berat, dapat ada tanda-tanda gagal
jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, penambahan berat, lemah, dan dispnea pada saat
kerja. Jantung membesar dengan impuls prekordial ventrikel kiri apeks kuat angkat dan sering
ada getaran (thrill) sistolik di apeks. Bunyi jantung pertama normal; bunyi jantung ke 2 mungkin
diperkuat jika ada hipertensi pulmonal. Bunyi jantung ke-3 biasanya jelas. Jarang ada klik ejeksi
mid sistolik seperti ditemukan pada prolaps katup mitral nonreumatik. Bising holosistolik
terdengar di apeks menjalar ke aksila dan tepi sternum. Lagipula, bising rumbel mid-diastolik
pendek menyertai bunyi jantung ke-3; bising ini disebabkan oleh bertambahnya aliran darah dari
beban volume atrium kiri yang melewati katup mitral sebagai akibat insufisiensi masif. Adanya
bising diastolik yang disertai dengan insufisiensi tidak perlu berarti bahwa ada MS mekanik. Lesi
yang kedua ini memerlukan bertahun-tahun untuk terjadi dan ditandai oleh bising diastolik yang
lebih panjang dengan pengerasan presistolik.7

Mitral stenosis (MS) et causa rheumatic diakibatkan oleh adanya fibrosis pada ring
mitral, adhesi komisural, dan kontraktur pada katup mitral, chorda tendineae, dan m. papilaris
dari waktu ke waktu. Biasanya lesi terbentuk sempurna pada 10 tahun kemudian atau lebih.
Namun prosesnya bisa saja lebih cepat dari itu. Rheumatic Mitral Stenosis jarang diketemukan

19
sebelum masa remaja dan baru terdeteksi saat usia dewasa. MS yang berat menyebabkan
peningkatan tekanan, pembesaran, dan hipertrofi dari atrium kiri. Kemudian peningkatan
resistensi vascular paru, hipertensi v. pulmonalis, dan hipertensi pulmonal. Hipertrofi ventrikel
kanan dan dilatasi atrium kanan diikuti oleh dilatasi ventrikel kanan, tricuspid regurgitation, dan
gejala klinis gagal jantung kanan.7

Dilatasi ventrikel kanan dapat menyebabkan TI fungsional, hepatomegali, asites dan


edema. Hemoptisis karena robekan vena bronkial atau vena pleurohilus, dan kadang-kadang
dapat terjadi infark paru. Sputum dengan bercak darah tampak selama episode edema paru. Pada
MS berat kronis, tampak sianosis dan kemerahan pipi.7

Tekanan vena jugularis naik bila ada gagal jantung kongestif, penyakit katup trikuspidal
atau hipertensi pulmonal berat. Ukuran jantung normal pada penyakit minimal. Kardiomegali
sedang biasanya ada pada stenosis mitral berat dan irama si¬nus, tetapi pembesaran jantung
dapat masif terutama bila tim¬bul fibrilasi atrium dan gagal jantung. Impuls apeks normal, tetapi
kuat angkat ventrikel kanan parasternal dapat diraba bila tekanan pulmonal tinggi. Tanda
auskultasi utama adalah bunyi jantung pertama keras, opening snap katup mitral, dan bising
.diastolik mitral rumbel, panjang, nada rendah dengan pengerasan presistolik pada apeks. Bising
diastolik mitral sebenarnya mungkin tidak ada pada penderita yang dalam keadaan gagal jantung
kongestif. Bising holosistolik karena insufisiensi trikuspidal mungkin juga dapat didengar. Bila
ada hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 keras. Bi¬sing diastolik awal
dapat disebabkan oleh insufisiensi aorta yang terkait atau insufisiensi katup pulmonal sekunder
(bising Graham Steell).7

Elektrokardiogram dan roentgenogram normal jika lesi ringan; bila keparahan bertambah,
ada gelombang P berlekuk dan mencolok dan berbagai tingkat hipertrofi ventrikel kanan.
Fibrilasi atrium merupakan manifestasi lambat yang sering. Lesi sedang atau berat yang disertai
dengan tanda-tanda roentgenografi pembesaran atrium kiri, penonjolan arteria pulmo¬nalis dan
ruang jantung sisi-kanan, dan aorta serta ventrikel kiri normal atau kecil; mungkin ada kalsifikasi
yang tampak pada daerah katup mitral. Obstruksi berat disertai dengan pembagian kembali aliran
darah pulmonal sehingga apeks paru mempunyai perfusi lebih besar (kebalikan normal). Garis
sekat pada sudut kostofrenikus mungkin juga ada. Ekokardio¬grafi menampakkan penyempitan
lubang mitral yang nyata se¬lama diastole dan pembesaran atrium kiri. Kateterisasi jantung

20
menghitung perbedaan tekanan diastolik diseberang katup mitral dan derajat kenaikan tekanan a.
pulmonalis.7

Tatalaksana

Preventif dan profilaksis diindikasikan setelah demam rematik dengan tujuan untuk
mencegah kerusakan lanjut di katup. Profilaksis primer (pemberian awal antibiotic untuk
eradikasi infers streptokokus) juga diberikan saat pertama dari proflikasis sekunder (prevensi
dari demam rematik rekuren dan PJK). Injeksi sebesar 0,6-1,2 juta unit benzathine penicillin G
intramuscular setiap 4 minggu adalah regimen rekomendasi untuk profilaksis sekunder utnuk
kebanyakan pasien. Berikan dosis sama setiap 3 minggu di area dimana demam rematik
endemik, pasien bekas karditis, dan pasien risiko tinggi. Durasi dari profilaksis menggunakan
antibiotic masih kontroversial.6

Tabel 3. Hubungan Manifestasi Klinis dan Pengobatan.3

Manifestasi klinis Pengobatan

Artralgia Salisilat saja

Artritis saja dan/ atau karditis Salisilat 100 mg/kgbb/hari selama 2 minggu dan
tanpa kardiomegali diteruskan 75 mg/kgbb/hari selama 4-6 minggu

Prednison 2 mg/kgbb/hari selama 2 minggu atau tapering


Karditis dengan kardiomegali
selama 2 minggu dengan ditambahkan salisilat
atau payah jantung
75mg/kgbb/hari selama 6 minggu.

21
Prognosis

Faktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca Streptokokus ini kemungkinan utama
adalah pertama virulensi dan antigenisitas Streptokokus, dan kedua besarnya responsi umum dari
"host" dan persistensi organisme yang menginfeksi faring. Risiko untuk kambuh sesudah pernah
mendapat serangan Streptokokus adalah 50-60%. Robbins dkk. 1981 mendapatkan tidak adanya
predisposisi genetik. Sedangkan Moreheid 1965 mengganggap pada mulanya faktor predisposisi
genetik mungkin penting.3

Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR.
Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organik
katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan tenyata DR
akut dengan Payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun.
Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan
secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya
karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka
kematian DR ini. Penelitian selama 10 tahun yang mereka lakukan menemukan adanya
kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan
payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya kekambuhan DR atau infeksi Streptokokus.3

Kesimpulan

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu
kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang dapat berupa penyempitan atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
(sequale) dari Demam Rematik (DR). PJR lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami
keterlibatan jantung berat pada serangan demam rematik akut. Walaupun karditis dan deman
rematik dapat mengenai perkardium, miokardium dan endokardium, namun kelainan yang
menetap hanya ditemukan pada endokardium, terutama katup jantung. Katup yang sering terkena
adalah katup mitral dan aorta yang kelainannya dapat berupa insufisiensi tetapi bila penyakit
telah berlangsung lama dapat berupa stenosis.

22
Daftar Pustaka

1. Gleadle Jonathan. At a Glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.
Hal 60-6
2. Gray Huon H, Dawkins Keith D, Morgan John M, Simpson Iain A. Lecture Notes
Kardiologi ed 4. Jakarta: Erlangga; 2005. Hal 2,9
3. Leman Saharman. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2 ed 6. Jakarta: Internal
Publishing; 2014. Hal 1162-69
4. Kaper DL, Hauser SL, Jameson JL (ed), et al. Harrion’s principles of internal medicine
19th edition. New York: Mc Graw Hill; 2015.p.2149-54
5. Kowalak JP. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2011.h.198-201
6. Siregar AA. Demam rematik dan penyakit jantung rematik permasalahan Indonesia.
Medan: USU: 2008.h.4-12
7. Kliegman RM. Nelson textbook of pediatrics 19th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011.p.
1626-8

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Xvii
    Xvii
    Dokumen1 halaman
    Xvii
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Salinan Terjemahan Out3
    Salinan Terjemahan Out3
    Dokumen4 halaman
    Salinan Terjemahan Out3
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis
    Anamnesis
    Dokumen1 halaman
    Anamnesis
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis
    Anamnesis
    Dokumen1 halaman
    Anamnesis
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Pendahulua 1
    Pendahulua 1
    Dokumen2 halaman
    Pendahulua 1
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Anamnesis
    Anamnesis
    Dokumen1 halaman
    Anamnesis
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Anamnes Is
    Anamnes Is
    Dokumen2 halaman
    Anamnes Is
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Yes Yes
    Yes Yes
    Dokumen3 halaman
    Yes Yes
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    Pendahuluan
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen2 halaman
    Presentation 1
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • WD - Thalassemia: CBC MCV 75 MCH 27 MCV N MCH N
    WD - Thalassemia: CBC MCV 75 MCH 27 MCV N MCH N
    Dokumen3 halaman
    WD - Thalassemia: CBC MCV 75 MCH 27 MCV N MCH N
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • PJR A6
    PJR A6
    Dokumen21 halaman
    PJR A6
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Thala Semi A
    Thala Semi A
    Dokumen3 halaman
    Thala Semi A
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik
    Pemeriksaan Fisik
    Dokumen2 halaman
    Pemeriksaan Fisik
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • 7 Bab
    7 Bab
    Dokumen23 halaman
    7 Bab
    Febelita Tuwanakotta
    Belum ada peringkat
  • Lalal
    Lalal
    Dokumen4 halaman
    Lalal
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Anemia Hemolitik
    Anemia Hemolitik
    Dokumen3 halaman
    Anemia Hemolitik
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Bakhtiar Noor Abidin Bab II
    Bakhtiar Noor Abidin Bab II
    Dokumen22 halaman
    Bakhtiar Noor Abidin Bab II
    Anonymous aH8gCZ7zj
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Nefrotik Pada Anak
    Sindrom Nefrotik Pada Anak
    Dokumen15 halaman
    Sindrom Nefrotik Pada Anak
    PrayogaTantra
    Belum ada peringkat
  • 7.bab Ii
    7.bab Ii
    Dokumen1 halaman
    7.bab Ii
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Spss
    Spss
    Dokumen10 halaman
    Spss
    Raditya Karuna
    Belum ada peringkat
  • Materi PBL
    Materi PBL
    Dokumen5 halaman
    Materi PBL
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Kaki Diabetik
    Kaki Diabetik
    Dokumen42 halaman
    Kaki Diabetik
    ShandyFirmansyah
    Belum ada peringkat
  • PBL 23
    PBL 23
    Dokumen6 halaman
    PBL 23
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Pankreatitis Akut Et Causa Kolelitiasis
    Pankreatitis Akut Et Causa Kolelitiasis
    Dokumen14 halaman
    Pankreatitis Akut Et Causa Kolelitiasis
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 17 Fix 1
    PBL Blok 17 Fix 1
    Dokumen8 halaman
    PBL Blok 17 Fix 1
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Pankreatitis Akut Et Causa Kolelitiasis
    Pankreatitis Akut Et Causa Kolelitiasis
    Dokumen15 halaman
    Pankreatitis Akut Et Causa Kolelitiasis
    magdalena enna
    Belum ada peringkat
  • Abstrak (Indonesia) 2
    Abstrak (Indonesia) 2
    Dokumen1 halaman
    Abstrak (Indonesia) 2
    Muhammad Ali
    Belum ada peringkat
  • Abstrak (Indonesia)
    Abstrak (Indonesia)
    Dokumen2 halaman
    Abstrak (Indonesia)
    magdalena enna
    Belum ada peringkat