Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tuberculosis Paru


1. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau diberbagai organ tubuh lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga
mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane selnya
sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini
tidak tahan terhadap ultraviolet karena itu penularannya terutama
terjadi pada malam hari. (Tarbani,2010, p.157)
Menurut Somantri (2009) dalam Ardiansyah (2012, p.290)
TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Sedangkan menurut Junaidi (2010) Tuberculosis adalah sebagai suatu
infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat
bervariasi.
Tuberculosis paru adalah suatu infeksi kronik jaringan paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Di daerah tropic
frekuensi tuberculosis paru masih tinggi. (W.Herdin,2005, p.46)
2. Etiologi
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis
kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6
mm. struktur kuman ini terdiri dari lipid (lemak) yang membuat

7
8

kuman lebih tahan asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin
(misalnya di dalam lemari es) karena sifanya yang dormant, yaitu
dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini
juga bersifat aerob.
Tuberculosis paru merupakan infeksi pada saluran pernafasan
yang vital. Basil mycobacterium masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi
primer (Ghon). Kemudian, dikelenjar getah bening terjadilah primer
kompleks yang disebut tuberculosis primer. Dalam sebagian besar
kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami penyembuhan.
Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mycobacterium pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan post primer tuberculosis (reinfection) adalah peradangan
yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh penularan ulang.
(Ardiansyah, 2012, p.300)
3. Patofisiologi
Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara
pernafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan
nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk
memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan melalui
system limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya.
System imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit spesifik
tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman.
Masa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh
makrofag dan membentuk dinding protektif granuloma diubah
9

menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dan fibrosa ini disebut


“tuberkel”. Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa
seperti keju.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat
mengalami penyakit aktif karena penyakit tidak adekuatnya system
imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan
aktivasi bakteri. Tuberkel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke
dalam bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk
jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan
mengakibatkan terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut.
(Manurung,dkk, 2008, p.105-106)
4. Tanda dan Gejala Tuberculosis
Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan baik
harus dikenali tanda dan gejala tuberculosis paru. Seseorang dikatakan
sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditemukan
gejala klinis utama (cardinal symptom) pada penderita. Tanda dan
gejala utama pada tersangka tuberculosis paru adalah :
a. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu,
b. Batuk berdarah,
c. Sesak nafas,
d. Nyeri dada.
e. Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak
tinggi/meriang, dan penurunan berat badan.
Dengan strategi yang baru yaitu Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS), gejala utamanya dalah batuk berdahak dan terus
menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut
sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala
tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan
makroskopis. (Widoyono, 2011, p.16-17)
10

5. Cara Penularan
Cara penularan TB paru menurut Murwani (2009, p.12) yaitu
melaui jalan pernafasan :
a. Secara langsung yaitu dengan berbicara berhadapan, percikan air
ludah atau air born, berciuman, udara bebas (dalam satu kamar).
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang
pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk,
bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil
tuberkel tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa
inkubasinya selama 3-6 bulan.
b. Secara tak langsung yaitu melalui alat-alat yang tercemar basil,
misalnya makanan/minuman, alat-alat tidur, alat-alat mandi,
saputangan, dan lain-lain. Penyebaran kuman tuberculosis ini
terjadi diudara melalui dahak yang berupa droplet. Pada saat
penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif yang
terbentuk droplet yang sangat kecil ini akan beterbangan diudara.
Droplet yang sangat kecil ini kemudian mongering dengan cepat
dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberculosis,
sehingga cepat atau lambat droplet yang mengandung unsur kuman
tuberculosis akan terhirup oleh orang lain. Apabila kuman ini telah
terhirup oleh orang lain dan bersarang di dalam paru-paru
seseorang maka kuman ini akan mulai membelah diri atau
berkembang biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu
penderita ke calon penderita lain (mereka yang telah terjangkit
penyakit).
6. Komplikasi
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
11

3) Empiema
4) Laryngitis
5) TB usus
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas
2) Kor pulmonale
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal nafas (Ardiansyah, 2012, p.306-307)
7. Penatalaksanaan
a. Secara medis (dengan pengobatan)
1) Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu
dilakukan tes tuberculin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila
cara ini menunjukkan hasil yang negative, perlu diulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan dan perlu penyelidikan
intensif.
2) Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian
dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terifeksi,, atau
dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC
ini. Pengobatan dengan cara menginap di rumah sakit hanya
dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan
memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga
tidak dikehendaki pengobatan jalan.
3) Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif
perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obatan kombinasi yang
telah ditetapkan dokter untuk diminum dengan tekun dan
teratur selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter. Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk
mengobati juga untuk mencegah kematian, mencegah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan
12

rantai penularan. Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2


fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah rifampisin, INH,
pirasinamid, streptomisin, dan etambutol. Sedang jenis obat
tambahan adalah kanamisin, kuinolon, makrolide, dan
amoksisilin + asam klavulanat, derifat rifampisin/INH. Cara
kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada table
berikut :
Tabel 2.1 Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama

Rekomendasi dosis

Obat anti TB Aksi Potensi (mg/KgBB)

esensial Per Hari Per Minggu

3x 2x

Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15

Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10

Pirasinamid (P) Bakterisidal Rendah 25 35 50

Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15

Etambutol (E) Bakterisidal Rendah 15 30 45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih


dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Disamping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed
13

Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO


yang terdiri dari lima komponen yaitu :
1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB
2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung, sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan diunit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari
4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup
5) Pencatatan dan pelaporan yang baku (Saferi, 2013)
b. Secara non medis
Menurut S.Naga (2013, p.315-316), penatalaksanaan tuberculosis
paru antara lain yaitu :
1) Bagi penderita, penatalaksanaanya yaitu dengan mengajarkan
batuk efektif untuk mengeluarkan secret yang menyumbat jalan
nafas.
2) Mengajarkan latihan nafas dalam
3) Memberikan penyuluhan untuk makan makanan yang bergizi
(tinggi protein dan tinggi karbohidrat) seoptimal mungkin
untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan istirahat yang cukup
4) Sediakan oksigen dirumah untuk kondisi sesak yang mendadak
5) Hindari stress dan kelelahan fisik
14

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Loman (2001) dalam Ardiansyah (2012, p.307-308),
pemeriksaan penunjang tuberculosis paru yaitu :
a. Pemeriksaan rontgen toraks
Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi
hasil pengobatan, dimana hal ini bergantung pada tipe keterlibatan
dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT (apakah sama
baiknya dengan respon pasien?)
b. Pemeriksaan CT-scan
Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan
kasus Tb inaktif/stabil yang ditunjukkan de ngan adanya gambaran
garis-garis fibrotic ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan
adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkho vascular,
bronkhietaksis, serta emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-
scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan
kavitas dan lebih dapat diandalkan dari pada pemeriksaan rontgen
toraks biasa.
c. Radiologi TB paru milier
Hasil pemeriksaan rontgen toraks bergantung pada ukuran dan
jumlah tuberkel milier. Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada
lesi yang terlihat pada hasil rontgen toraks, tapi ada beberapa kasus
dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan
penyakitnya.
d. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies
Mycobacterium yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat
koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media,
perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan, serta perbedaan
kepekaan kulit terhaap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru,
15

walaupun kurang sensitive, adalah pemeriksaan laju endap darah


(LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan
peningkatan immunoglobulin, terutama IgG dan IgA.
9. Pencegahan
a. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap bayi, yaitu dengan
memberikan vaksinasi BCG.
b. Melakukan imunisasi, orang-orang yang melakukan kontak
langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter,
petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin
BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
c. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan
menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak
disembarang tempat(misalnya disediakan tempat untuk membuak
dahak yang sudah diberi desinfektan atau air sabun)
d. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi
gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan
masyarakat pada umumnya.
e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan
desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,
perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah dari anggota
keluarga yang terjangkit penyakit ini ( piring, tempat tidur,
pakaian), mengkonsumsi makanan yang bergizi, berolahraga, dan
menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
S.Naga (2013, p.315-316)

B. Konsep Dasar Pengetahuan


1. Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010,
p.11), Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi
16

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu


yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang
sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.
2. Faktor yang berhubungan
Menurut Marilynn,dkk (2011, p.521), Factor yang berhungan
dengan pengetahuan yaitu :
a. Kurang mengingat
b. Kesalahan menafsirkan informasi
c. Tidak mengetahui sumber informasi
d. Keterbatasan kognitif
e. Kurang minat dalam belajar atau tidak meminta informasi

3. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010,
p.12-14), membagi 6 tingkat pengetahuan. Ada 6 tingkat pengetahuan
yang dicapai dalam domain kognitif yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Tingkat pengetahuan ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah
dipelajari atau yang telah diterima. Oleh karena itu, ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa
seseorang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan. menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang
17

telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat


menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, aplikasi
ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
d. Analisis (Analysys)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan
seperti sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk
mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.
e. Sintesa (Syntesis)
Adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang, baru
dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat
menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
18

penelitian atau responder kedalaman pengetahuan yang ingin kita


ketahui dapat kita lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan diatas.
4. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2010, p.16-17) faktor yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu :
a. Factor internal : pendidikan, pekerjaan, umur
b. Factor eksternal : lingkungan, social budaya
5. Batasan Karakteristik
Menurut Marilynn, dkk (2011, p.521) batasan karakteristik
yaitu meliputi :
a. subjektif :
1) Mengungkapkan masalah
2) Meminta informasi
3) Pernyataan yang menggambarkan kesalahpahaman
b. objektif :
1) Ketidakakuratan mengikuti instruksi atau melakukan tes
2) Perilaku yang tidak tepat atau berlebihan (misalnya : histeris,
bermusuhan, agitasi, apatis)
3) Perkembangan komplikasi yang dapat dicegah
6. Kriteria Hasil
Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2010,
p.18), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%
b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
c. Kurang : Hasil presentase <56%

C. Konsep Dasar Kurang Pengetahuan Tentang TB paru


Kurang pengetahuan adalah tidak adanya atau defisiensi informasi
kognitif yang berhubungan dengan topic spesifik yang diperlukan klien
19

atau kerabat untuk membuat pilihan yang diinformasilan terkait kondisi,


terapi, atau perubahan gaya hidup (Marilynn, dkk, 2011, p.521)
Menurut NANDA internasional (2015, p.203) Kurang pengetahuan
adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan
topic tertentu. Kurang pengetahuan tentang tuberculosis paru adalah
kondisi ketika individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan
kognitif atau ketrampilan psikomotor yang berkaitan dengan perawatan,
pengobatan dan pencegahan tuberculosis paru.

D. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam ayu komang (2010, p.1),
keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional dan social dari individu-individu yang ada di
dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk
mencapai tujuan bersama.
Menurut Departemen Kesehatan (1988) dalam Sudiharto
(2007, p.22), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
disatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2. Fungsi Keluarga
a. Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008,P.7) fungsi
keluarga dibagi menjadi 5 yaitu :
1) Fungsi Efektif yaitu berhubungan dengan fungsi internal
keluarga yang merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi
efektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Anggota kelurga mengembangkan gambaran diri yang fositif ,
peran dijalankan dengan baik ,dan penuh rasa sayang.
20

2) Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan


yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial ,dan
individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan
sosial. Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan
sosialisasi dengan anggota kelurga dan belajar disiplin , norma
budaya , dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehigga
individu mampu berperan didalam masyarakat.
3) Fungsi reproduksi yaitu fungsi untuk meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungis Ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga , seperti makanan ,pakaian , perumahan, dan lain-lain.
5) Fungsi Perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan ,
pakaian, perlidungan, dan asuhan kesehatan/keperawatan.
Kemampuan keluarga melakukan asuhan keperawatan atau
pemeliharaan kesehatan memengaruhi status kesehatan
keluarga dan individu.
b. Menurut Undang-Undang 1992 jo PP No.21 tahun 1994, membagi
Fungsi Keluarga sebagai berikut :
1) Fungsi keagamaan
Adalah membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan
hidup seluruh anggota keluarga, menerjemahkan ajaran dan
norma agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari bagi
seluruh anggota keluarga, memberi contoh konkret dalam
kehidupan sehari-hari dalam pengalaman ajaran agama,
melengkapi dan menambah proses belajar anak tentang
keagamaan yang tidak/kurang diperoleh disekolah atau
masyarakat, membina rasa, sikap ,dan praktik kehidupan
beragama.
2) Fungsi Budaya
Adalah membina tugas keluarga sebagai sarana untuk
meneruskan norma budaya masyarakat dan bangsa yang ingin
21

dipertahankan, membina tugas keluarga untuk menyaring


norma dan budaya asing yang tidak sesuai, membina tugas
keluarga sebagai saran anggota nya untuk mencari pemecahan
masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia,
membina tugas keluarga sebagai sarana bagi anggotanya untuk
mengadakan kompromi/adaptasi dan praktik (positif) serta
globalisasi dunia, membina budaya keluarga yang sesuai
,selaras , dan seimbang dengan budaya masyarakat /bangsa
untuk menunjang terwujudnnya norma keluarga kecil bahagia
dan sejahtera.
3) Fungsi Cinta kasih
Adalah menumbuhkembangkan potensi simbol cinta kasih
sayang yang telah ada diantara anggota keluarga dalam simbol
yang nyata, seperti ucapan dan tingkah laku secara optimal dan
terus menerus , membina tingkah laku ,saling menyayangi
diantara anggota keluarga maupun antara keluarga yang satu
dengan yang lainnya secara kuantitatif dan kualitatif. Membina
praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan uhkrawi
dalam keluarga secara serasi, selaras , dan seimbang, membina
rasa ,sikap, dan praktik hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup
ideal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
4) Fungsi perlindungan
Adalah memenuhi kebutuhan akan rasa aman diantara anggota
keluarga.Bebas dari rasa tidak aman yang tumbuh dari dalam
maupun dari luar keluarga, membina keamanan keluarga baik
fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan
tantangan yang datang dari luar maupun dalam, membina dan
menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal
menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
22

5) Fungsi reproduksi
Adalah membina kehidupan keluarga sebagai wahana
pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga
maupun keluarga sekitarnya. Memberikan contoh pengalaman
kaidah-kaidah pembetukan keluarga dalam hal usia ,
kedewasaan fisik dan mental, mengamalkan kaidah-kaidah
reproduksi sehat baik yang berkaitan dengan jangka waktu
melahirkan, jarak antara kelahiran dua anak , dan jumlah ideal
anak yang diinginkan dalam keluarga, mengembang kan
kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif
menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
6) Fungsi sosialisasi
Adalah menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan
keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak yang
pertama dan utama, menyadari ,merencanakan , dan
menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak
dapat mencari pemecahan masalah dari berbagai konflik dan
permasalahan yang dijumpainya baik lingkungan masyarakat
maupun sekolahnya. Membina proses pendidikan dan
sosialisasi anak tentang hal yang perlu dilakukannya untuk
meningkatkan kemantangan dan kedewasaan baik fisik maupun
mental, yang tidak/kurang diberikan lingkungan sekolah
maupun masyarakat. Membina proses pendidikan dan
sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja
bermamfaat positif bagi anak, tetapi juga orang tua untuk
perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
7) Fungsi Ekonomi
Adalah melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun
didalam kehidupan keluarga dalam rangka menopang
perkembangan hidup keluarga, mengelola ekonomi keluarga
23

sehingga terjadi keserasian , keselamatan dan keseimbangan


antara pemasukan dan pengeluaran keluarga, mengatur waktu
sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiaanya
terhadap anggota rumah tangga bejalan serasi , selaras ,dan
seimbang , membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga
sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera.
8) Fungsi pelestarian lingkungan
Adalah membina kesadaran dan praktik kelestarian lingkungan
internal keluarga , membina kesadaran, sikap, dan praktik
pelestarian lingkunga hidup yang serasi , selaras, dan seimbang
antara lingkungan keluarga dan lingkungan hidup sekitarnya.
3. Tugas Keluarga Dibidang Kesehatan
Tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan menurut
friedman (1981) dalam Setiadi (2008, p.12-13) adalah :
1) Mengenal gannguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarganya,
2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat,
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan perkembangan kebribadian anggota keluarganya,
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
fasilitas kesehatan.
24

E. Konsep Dasar Proses Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Proses pengkajian keperawatan keluarga menurut Zaidin Ali
(2009, p.40-43) adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah upaya pengumpulan semua data, fakta,
dan informasi yang mendukung pemecahan maslah klien. Jenis
data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:
1) Data keluarga
a) Struktur dan sifat keluarga
(1) Anggota keluarga dan berhubungan dengan kepala
keluarga
(2) Data demografi : usia, jenis kelamin, status sipil,
kedudukan dalam keluarga
(3) Tempat tinggal setiap anggota keluarga : apakah ia
tinggal bersama kepala keluarga atau di tempat yang
lain?
(4) Bentuk struktur keluarga : matriakal, patriakal,
berkumpul, atau menyebar
(5) Anggota keluarga yang menonjol dalam pengambilan
keputusan, terutama dalam hal kesehatan
(6) Hubungan umun antar anggota keluarga termasuk
adanya perselisihan yang nyata atau yang tidak nyata
antar anggota keluarga
(7) Kegiatan sehari-hari : Kebiasaan tidur, Kebiasaan
makan, Waktu senggang/libur
b) Faktor sosial-budaya-ekonomi
(1) Penghasilan dan pengeluaran, Pekerjaan, tempat
tinggal, dan penghasilan setiap anggota yang sudah
bekerja.
(2) Sumber penghasilan.
25

(3) Berapa jumlah yang dihasilkan oleh setiap anggota


keluarga yang bekerja.
(4) Kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer
seperti makan, pakaian, dan perumahan.
(5) Apakah ada tabungan untuk keperluan mendadak.
(6) Jam kerja ayah dan ibu
(7) Siapa pembuat keputusan mengenai keuangan dan
bagaimana uang digunakan.
c) Faktor lingkungan
(1) Perumahan : Luas rumah, pengaturan kamar tidur,
kelengkapan perabotan rumah tangga, serangga dan
binatang pengerat, adanya bahaya kecelakaan, tempat
penyimpanan makanan dan alat masak, persediaan air,
pembuangan kotoran, pembuangan sampah,
pembuangan air kotor
(2) Kondisi lingkungan tempat tinggal: apakah komplek
rumahan, daerah kumuh, dll
(3) Fasilitas sosial dan fasilitas kesehatan
(4) Fasilitas transportasi dan komunikasi
d) Riwayat kesehatan/riwayat medis:
(1) Riwayat kesehatan setiap anggota : Penyakit yang
pernah diderita, keadaan sakit yang sekarang (telah
didiagnosis atau belum)
(2) Nilai yang diberikan terhadap penjegahan penyakit :
Status imunisasi anak, pemanfaatan fasilitas lain untuk
pencegahan penyakit
(3) Sumber pelayanan kesehatan: apakah pelayanan
kesehatan sama atau berbeda untuk setiap anggota
keluarga? Saat kondisi sakit atau kritis, anggota
keluarga pergi ke siapa?
26

(4) Bagaimana keluarga melihat peranan petugas kesehatan


dan pelayanan yang mereka berikan serta harapan
mereka terhadap pelayanan petugas kesehatan?
(5) Pengalaman mengenai petugas kesehatan profesional:
memuaskan atau tidak?
b. Fokus pengkajian kurang pengetahuan tentang penularan TB pada
pasien tuberculosis paru
Pengkajian menurut Arif Muttaqin (2008, p.82) antara lain :
1) Mengkaji pengetahuan keluarga tentang pengetahuannya
terhadap penyakit tuberculosis paru meliputi pengertian,
penyebab, pencegahan, penatalaksanaan, dan penularan
tuberculosis paru.
2) Keluhan utama
a) Keluhan respiratoris, yaitu : batuk, batuk darah, sesak
nafas, nyeri dada
b) Keluhan sistemis, yaitu : demam, berkeringat dimalam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.
3) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Klien biasanya mengeluh batuk sudah 3 minggu atau lebih, saat
batuk klien tidak menutup mulut, batuk disertai sputum,
demam, berkeringat malam, atau menggigil yang mirip dengan
demam influenza. Klien membuang dahak disembarang tempat,
klien tidak mematuhi aturan pengobatan. Klien kurang
mengetahui tentang cara perawatan, tata cara pengobatan, cara
penularan, dan pencegahan tuberculosis paru.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk
lama pada masa kecil, tuberculosis dari organ lain, pembesaran
27

getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru


seperti diabetes melitus.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota
keluarga yang lainnya sebagai factor predisposisi penularan di
dalam rumah.
6) Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB
paru biasanya didapatkan demam tidak tinggi/meriang,
frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak nafas,
denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit
penyulit seperti hipertensi.
b) Breathing (B1)
Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernafasan, klien dengan TB paru
biasanya tampak kurus sehingga tampak adanya penurunan
proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Jika terdapat
komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas,
peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu
napas.
Palpasi :
TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi,
gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang
antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru
dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Getaran suara
28

(fremitus vocal), getaran yang terasa ketika perawat


meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara
adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam
laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk
membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi
pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya
penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru
biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi
efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun
karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang
berakumulasi di rongga pleura.
Perkusi :
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru.Pada klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi :
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
c) Blood (B2)
Inspeksi :
Inspeksi adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan
fisik.
Palapsi :
denyut nadi perifer melemah
Perkusi :
batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura condong kearah paru yang sehat.
29

Auskultasi :
tekanan darah biasanya normal atau mengalami
peningkatan tetapi jarang ditemukan.bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
d) Brain (B3)
Kesadaran biasanya compos mentis, pada pengkajian
objektif klien tampak dengak wajah meringis,merintih.
e) Bladder (B4)
Urin berwarna jingga pekat dan berbau menandakan fungsi
ginjal normal pada penderita TB sebagai eksresi dari OAT
terutama rimfamisin
f) Bowel (B5)
Klien biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu
makan dan penuruan berat badan.
g) Bone (B6)
aktivitas sehari-hari terhambat, gejala yang muncul antara
alin kelemahan, kelelahan, insomnia, dan jadwal olahraga
menjadi tak teratur.
7) Pemeriksaan diagnostic
a) Pemeriksaan rontgen thoraks
b) Pemeriksaan laboratorium
Sputum klien, urine, cairan kumbah lambung, bahan bahan
lain (pus, cairan serebrospinal atau sumsum tulang
belakang, cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan sweb
tenggorok.
2. Analisa data
Menurut Effendy (1998) dalam Bakri (2014, p.102), di dalam
menganalisa data ada 3 norma yang perlu diperhatikan dalam melihat
perkembangan kesehatan keluarga dengan masalah kurang
pengetahuan tentang penularan tuberculosis paru, yaitu:
a. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
30

b. Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan


c. Karakteristik keluarga
3. Perumusan diagnosa keperawatan
Menurut Effendy (1998) dalam Bakri (2014, p.113-116),
dalam menyusun masalah kesehatan dan keperawatn keluarga, kita
harus mengacu pada tipologi masalah kesehatan. Berikut tipologi
masalah kesehatan keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok
masalah besar, yaitu:
a. Ancaman kesehatan
Ancaman kesehatan merupakan keadaan yang dapat
memungkinkan terjadinya penyakit, kecelakaan, dan kegagalan
dalam mencapai potensi kesehatan.
Ancaman kesehatan antara lain:
1) Penyakit keturunan
2) Keluarga/anggota keluarga penderita penyakit menular
3) Jumlah anggota keluarga terlalu besar dan tidak sesuai dengan
kemampuan dan sumber daya keluarga. Seperti keluarga
dengan pemasukan kecil tapi memiliki anak banyak
4) Resiko terjadinya kecelakaan dalam keluarga. Seperti
meletakkan benda tajam disembarang tempat
5) Kekurangan atau kelebihan gizi dari masing-masing anggota
keluarga
6) Keadaan yang dapat menimbulkan stress. Seperti hubungan
keluarga yang kurang harmonis
7) Sanitasi lingkungan buruk
8) Kebiasaan-kebiasaan yang merugikan kesehatan
9) Sifat kepribadian yang melekat, misalnya pemarah
10) Riwayat persalinan sulit
11) Memainkan peranan yang tidak sesuai, misalnya anak wanita
memainkan peranan ibu karena meninggal
12) Immunisasi tidak lengkap
31

b. Kurang/tidak sehat
Kurang/tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan
kesehatan, antara lain sebagai berikut:
1) Keadaan sakit, baik sesudah maupun sebelum diagnosis
2) Kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang
tidak sesuai dengan pertumbuhan normal
c. Situasi krisis
Situasi krisis adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau
keluarga dalam menyesuaikan diri termasuk juga dalam hal sumber
daya keluarga. Lingkup situasi krisis antara lain : perkawinan,
kehamilan, persalinan, masa nifas, menjadi orang tua, penambahan
anggota keluarga misalnya bayi baru lahir, abortus, anak masuk
sekolah, anak remaja, kehilangan pekerjaan, kematian anggota
keluarga, pindah rumah
Menurut Ayu Komang (2010, p.20-21), Perumusan
problem (P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangan etiologi (E) mengacu pada lima tugas
keluarga yaitu :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah mengenai
bagaimana persepsi terhadap keparahan penyakit, pengertian,
tanda dan gejala, factor penyebab, persepsi keluarga terhadap
masalah
2) Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan mengenai
sejauh mana keluarga memahami mengenai sifat dan luasnya
masalah, masalah dirasakan keluarga, keluarga menyerah
terhadap masalah yang dialami, sikap negative terhadap maslah
kesehatan, kurang percaya terhadap petugas kesehatan,
informasi yang salah.
3) Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit
mengenai bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit, sifat
32

dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, sumber-


sumber yang ada dalam keluarga, sikap keluarga terhadap sakit
4) Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah mengenai
keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya
higyene sanitasi, upaya pencegahan penyakit
5) Ketidakmampan menggunakan fasilitas keluarga seperti
keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang didapat,
kepercayaan keluarga terhadap perugas kesehatan, pengalaman
keluarga yang kurang baik, pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh keluarga
4. Prioritas masalah
Menurut Zaidin Ali (2009, p.53), apabila masalah kesehatan
keluarga cukup banyak, masalah tersebut tidak mungkin diatasi
semuanya karena ada keterbatasan. Oleh karena itu, perlu disusun
skala prioritas dengan menggunakan criteria-kriteria sebagai berikut :
Tabel 2.2 skala penyusunan masalah kesehatan keluarga sesuai
prioritas
No. Kriteria Nilai Bobot
1. Sifat masalah
Skala :
Ancaman kesehatan 3 1
Tidak/kurang sehat 2
Krisis 1

2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2


Skala :
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
33

3. Potensi masalah untuk dicegah 1


Skala :
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1

4. Menonjolnya masalah 1
Skala :
Masalah berat harus ditangani 2
Masalah tidak perlu segera ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0

Skoring :

a) Menentukan skor setiap criteria

b) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan bobot


skor
x bobot
angka tertinggi
c) Jumlah skor untuk semua kriteria
d) Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot
5. Perencanaan keperawatan keluarga
Menurut Zaidin Ali (2009, p.63-73), rencana asuhan
keperawatan merupakan kesimpulan tindakan yang ditentukan oleh
perawat untyk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah kesehatan
dan masalah atau diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan.
34

Langkah-langkah pengembangan rencana asuhan keperawatan


keluarga antara lain yaitu :
a. Penentuan masalah
Melalui proses pengkajian ditemukan masalah kesehatan dan
kebutuhan keperawatan yang akan menjadi dasar untuk
mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
b. Penentuan sasaran dan tujuan
Sasaran adalah keadaan atau situasi yang diharapkan setelah
tindakan dilaksanakan
c. Merumuskan tujuan
Tujuan merupakan pernyataan yang lebih spesifik tentang hasil
yang diharapkan dan tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Beberapa ciri tujuan yang baik adalah spesifik, dapat diukur, dapat
dicapai, realistis, ada batasan waktu.
Rencana tujuan keperawatan ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek disusun untuk masalah yang
memerlukan perhatian segera dan hasilnya dapat dilihat dalam
jangka waktu yang pendek. Tujuan inidapat dicapai dengan
frekuensi pertemuan yang tidak banyak antara perawat dan
keluarga
2) Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang memerlukan frekuensi pertemuan yang
lebih banyak antara perawat dan keluarga serta memerlukan
sumber daya yang lebih banyak. Hasilnya tidak dapat dilihat
dalam jangka waktu pendek
d. Memilih tindakan keperawatan yang tepat
Pilihan tindakan keperawatan sangat bergantung pada dua factor
yang dapat berubah yaitu sifat masalah dan sumber daya ynag
terseia dalam memecahkan masalah. Dalam perawatan kesehatan
keluarga, pemecahan masalah bergantung pada kesanggupan
35

keluarga untuk melaksanakan tugas kesehatan. Tujuan keperawatan


ditujukan untuk mengurangi atau menhilangkan penyebab
ketidaksanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan
e. Menentukan kriteria dan standar evaluasi
Kriteria merupakan indicator yang digunakan untuk mengukur
pencapaian tujuan, sedangkan standar menunjukkan tingkat
“performa” yang diinginkan untuk membandingkan bahwa
perilaku yang menjadi tujuan tindakan keperawatan yang telah
tercapai. Pernyataan tujuan yang tepat akan menetukan kejelasan
criteria dan standar evaluasi.
Menurut Andarmoyo (2012), intervensi keperawatan
keluarga untuk kurang pengetahuan antara lain sebagai berikut :
1) Beri informasi yang memadai terhadap suatu masalah. Pada
pasien tuberculosis paru, kaji pengetahuan keluarga tentang
pengetahuannya terhadap penyakit tuberculosis paru meliputi
pengertian, penyebab, pencegahan, penatalaksanaan, dan
penularan tuberculosis paru.
2) Berikan penjelasan tentang penularan penyakit tuberculosis
paru dan penatalaksanaanya
3) Bantu klien mengetahui lebih banyak tentang tanda dan gejala
tuberculosis paru
4) Bantu klien atau keluarga untuk mengikuti atau melaksanakan
penatalaksaan tuberculosis paru
5) Evaluasi ulang tentang pengetahuan klien atau keluarga setelah
diberi penyuluhan
6. Implementasi
Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun.
Tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan
36

data dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan


kebutuhan pasien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam
format yang telah ditetapkan oleh institusi (Bakri, 2014, p.127)
Menurut Bakri (2014, P.127-128), tindakan keperawatan
keluarga mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga
Yang dimaksud pada poin ini adalah mendiskusikan berbagai
informasi kepada keluarga tentang masalah-masalah kesehatan. Hal
ini akan mendorong kesadaran keluarga tentang kesehatan dan
penjelasan pun akan mudah diterima. Cara yang dapat dillakukan
pada poin ini adalah sebagai berikut :
1) Memberikan informasi
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan
Cara yang dapat dilakukan pada poin ini adalah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga
Memotivasi keluarga juga menjadi bagian perawat, agar keluarga
merasa percaya diri untuk merawat anggota keluarga yang sakit.
Untuk bisa mencapai hal ini, perawat dapat melakukan berbagai
cara, yaitu :
1) Melakukan demonstrasi cara perawatan
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga mewujudkan lingkungan sehat
Disini perawat daapt berperan sebagai konsultan bagaimana agar
keluarga mampu mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat,
37

sehingga mampu menigkatkan kualitas hidup anggota keluarganya.


Adapun cara yang bisa ditempuh adalah :
1) Menemukan sumber-sumber ynag dapat digunakan keluarga
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
e. Memotivasi keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
Kesadaran dalam mengakses fasilitas kesehatan bagi masyarakat
kita sampai saat ini amsih relative rendah. Untuk itu perawat perlu
melakukan beberapa hal dibawah ini yaitu :
1) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan
keluarga
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
7. Evaluasi keperawatan
Menurut Bakri (2014, p.129), Evaluasi merupakan tahap
integral pada proses keperawatan. Apa yang kurang dapat
ditambahkan, dan apabila mendapati kasus baru dan mampu
diselesaikan dengan baik, maka hal itu disebut sebagai keberhasilan
atau temuan sebuah penelitian.
Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih
perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah
dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku ynag diobservasi
sudah sesuai. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan
dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi evaluasi adalah untuk
menetukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
diberikan, kemudian dilakukan penilaian untuk melihat
keberhasilannya. Jika tindakan yang dilakukan belum berhasil, maka
perlu dicari cara atau metode lainnya. Semua tindakan keperawatan
tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga,
melainkan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan
keluarga.
38

Tahapan ini dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.


Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses
asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
Untuk melakukan evaluasi sebaiknya disusn dengan
menggunakan SOAP secara operasional :
S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya dirasa
sakit, kini tidak sakit lagi
O : adalah berbagai persoalan yang ditemukan oelh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya berat badan naik 1 kg
dalam 1 bulan
A : adalah analisis dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada
tujuan yang terkait dengan diagnosis
P : adalah perencanaan yang direncanakan kembali setelah
mendapatkan hasil dari respons keluarga pada tahapan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai