Anda di halaman 1dari 9

Kata "Schistosoma" (sistosoma)" berasal dari kata "schist" yang berarti suatu alur atau kanal yang

panjang. Sistosoma satu-satunya trematoda yang mempunyai dua jenis kelamin, sedangkan
trematoda yang lain bersifat hermaprodisme (dalam satu individu sudah bersifat jantan dan betina
segaligus).

Sistosomiasis atau "demam sungai" disebut juga bilharziasis dari nama Theodor Brlharz, seorang ahli
patologi berkebangsaan Jerman yang mengidentifikasi cacing ini pada tahun 1851. Ada lima spesies
sistosoma yang distribusi dan prevalensinya berbeda menurut lokasinya di dunia serta
mengakibatkan gejala yang berbeda pula yaitu. l) S. mansoni yang tersebar lebih luas di Afrika,
semenanjung Arabia dan Laut Tengah bagian Timur, Amerika Selatan (Brazilia, Venezuela dan
Suriname), dan kepulauan Caribia (Puetro Rico, tanpa Cuba). S. mansoni paling luas penyebarannya
di dunia. Sistosoma ini hanya dapat menginfeksi manusia dan rodensia, 2) S. hematobium yang
dominan di Afrika dan Laut Tengan bagian Timur, 3)S. japonicum yang distribunsinya terbatas di
Cima, Filipina, dan Asia Tenggara (Kamboja, Laos, Thailand,dan Indonesia) yang dapat menginfeksi
selain manusia juga menginfeksi babi, anjing, dan kerbau air, 4). S.mekongki yang hanya prevalen di
delta sungai Mekong di Thailand, Kamboja, dan Laos, dan 5). S. Intercalatum yang ditemukan di
Afrika Tengah. Pada uraian ini hanya dibicarakan S. mansoni, S. hematobium, dan S. japonicum.
Schistosoma japonicum satu-satunya sistosoma yang ditemukan di Indonesia yaitu di danau Lindu
dan lembah Napu Sulawesi Tengah. Sistosimiasis dunia baru lokasi infeksi primernya pada sistim
saluran cerna. Kerusakan dinding intestinum akibat respons imun penjamu (hospes) terhadap
penempatan telur-telur di tempat itu. Telur-telur juga mensekresr enzlm proteolitik yang merusak
jaringan. Gambaran klinisnya berupa perdarahan saluran cema, diare, dan kerusakan hepar. Penyakit
ini dipindahkan melalui penetrasi kulit secara langsung. Diagnosis bentuk sistosomiasis ini dengan
memastikan adanya telur-telur yang khas dalam tinja. Yang masuk sistosoma dunia baru adalah S.
japonicum dan S. mansoni. Terapinya prazikuantel. Pada sistosomiasis dunia lama lokasi primer
infeksinya adalah vena-vena di buli-buli tempat meletakkan telur-telurnya yang dapat merangsang
terjadinya jaringan fibrosis dan granulomatosa, serta hematuria. Sama halnya dengan sistosomiasis
dunia baru, penyakit ini dipindahkan melalui penetrasi kulit secara langsung. Diagnosis sistosomiasis
ini dengan menentukan telur-telur yang khas dalam urine atau dinding buli-buli. Yang termasuk
sistosoma dunia lama adalah S. hematobium. Menurut gambaran klinisnya sistosomiasis dibagi dua
jenis yaitu sistosomiasis vesikalis (urinarius) dan sistosomiasis intestinalis. Sistosomiasis vesikalis
disebabkan oleh S. hematobium, sedangkan sistosomiasis intestinalis disebabkan oleh dua jenis
sistosomayaitu S. mansoni, dan S. japonicum. Mamalia merupakan reservoir penting S. japonicum,
sedangkan S. Mansoni dan S. hematobium reservoir utamanya manusia, walaupun S, mansoni dapat
juga menginfeksi beberapa species hewan.

MORFOLOGI

Sistosoma dewasa betina dan jantan terpisah, namun biasanya ditemukan berpasangan. Jantan
dewasa mampunyai canalis ginocoforik ventralis di mana sang betina dipeluk oleh sang jantan.
Cacing betina dewasa lebih panjang dari pada cacing jantan, keduanya berbentuk silindris dan
intestinumnya berwarna hitam karena menelan eritrosit. Sifat khas spesies cacing betina tergantung
dari posisi ovarium, panjang uterus dan jumlah telur di dalamnya. Kedua jenis kelamin masing-
masing mempunyai dua alat isap (sucker) dan sebuah mulut yang terletak di tengah alat isap dan
berujung buntu. Integumentum sistosoma mirip dengan banyak cacing darah (blood fluke) yang lain,
terdiri dari dua lapisan lemak dengan masing-masing ketebalanny a 7 rrm, keseluruhan tebalnya 18
nm. Ukuran S. mansoni dewasa 6-13 mm. Morfologi sistim alat reproduksi jantan (A) dan betina (B)
sistosoma dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Telur sistosoma tidak mempunyai operculum
(sumbat penutup) namun mempunyai spina yang posisinya khas pada setiap spesies. Telur S.
mansoni spinanya terletak sebelah lateral jelas terlihat. S. japonicum juga lateral, namun kadang-
kadang sulit terlihat, dan S. hematobium nrernp:urryai spina terminalis yang mudah terlihat. Dinding
telur terbuat dari bahan protein resisten yang menyusun granula kantong telur. Ketika diletakkan
telur sudah berisi mirasidia yang akan matang betul dalam 10 hari. Dalam hospes (manusia atau
hewan) telur tidak dapat menetas, namun bila mendapat lingkungan yang baik seperli suhu, pH,
kadar garam, dan cahaya, maka telur akan pecah menurut axis memanJang.

SIKLUS HIDUP SISTOSOMA

Cacing dewasa hidup dalam venule terminalis usus (5. mansoni dan S. japonicum) atau buli-buli (5.
hematobium). Sistosoma mansoni bermigrasi ke vena mesenterika inferior usus besar, S.
Japonicumbermigrasi baik ke vena mesenterika inferior maupun ke vena mesenterika superior pada
usus kecil dan besar, namun lebih sering pada vena mesenterika superior usus besar' Pada dinding
usus tersebut membentuk jaringan fibrosis dan granulomatosa lalu terbentuk ulkus dan polip.
Sistosoma hematobiumpaling sering bermigrasi ke pleksus vesikalis, namun dapat juga ditemukan
dalam veva-vena dalam rektum. Telur-telur sistosoma dapat keluar bersama tinja atau urine lalu
masuk ke dalam ait tawat, larvanya (mirasidium) keluar dari telur dan selanjutnya menginfeksi
semacam siput sebagai penjamu perantara (intermediate\ host). Sistosoma hanya mempunyai satu
jenis hospes perantara yaitu semacam keong air tawar yaitu untuk S. hematobium adaTah genus
Bolinus, S. mansoni genus Biomphalaria, dan S. iaponicum genus Oncomalania. Dalam siput (menjadi
sporokista I, sporokista Ii), dan selanjutnya berkembang menjadi ribuan serkaria yang infektif lalu
meninggalkan siput masuk berenang dalam air tawar yang hanya dapat bertahan hidup selama 48
jam' Manusia dapat terpajan dengan serkaria melalui kulit atau mukosa mulut dan saluran cerna bila
berada dalam air sewaktu mandi, berenang, menyeberangi sungai atau mencuci pakaian. Dalam
tubuh serkaria segera menjadi larva sistosomula yang akan sampai pada sirkulasi portal dalam hepar
dan di sinilah segeramenjadi cacing dewasa. Setelah beberapa minggu cacing dewasa berpasangan
dan kawin, dan selanjutnya bermigrasi ke venulae terminalis usus, lalu betina meletakkan telumya.
Setiap betina dapat bertelur 200-2000 butir perhari selanta 20 tahun. Dengan adanya semacam
sekresi zat lisis, beberapa telur dapat sampai ke lumen usus atau buli-buli, dan dengan demikian
telur-telur dapat masuk tinja atau urine.

EPIDEMIOLOGI

Organisasi kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan 800 juta penduduk dunia yang berisiko terkena
sistosomiasis dan, 200 juta yang sudah terinfeksi dan 120 juta yang bergejala. Sistosomiasis
berhubungan dengan factor kemiskinan, sanitasi yang jelek dan tempat tinggal yang kumuh. Di
daerah endemis insidens sistomiasis umumnya rendah. Prevdlensi berhubungan dengan umur dari 3
– 4 tahun meningkat sampai 100 % pada umur 15-20 tahun, lalu menurun kembali setelah 40 tahun'
Beratnya infeksi ditentukan menurut jumlah telur dalam urine atau tinja. hal mana sesuai pula
dengan banyaknya cacing dewasa' Penurunan ini mungkin akibat dari timbulnya resistensi atau
karena adanya perurbahan-perubahan daiam kontaminasi dengan air, sebab pada orang yang lebih
tua sudah kurang tepajan dengan air yang tercemar dengan telur-telur sistosoma. Selanjutnya,
distribusi sistosoma di pengaruhi oleh heterogenitas populasi cacing, yang satu lebih infasifdaripada
yang lain akibat kerentanan invasif penjamu sendiri. Sistornisiasis melibatkan perpaduan dari
beberapa faktor yaitu parasit, hospes, infeksi tambahan, nutrisi, dan faktor lingkungan. Umumnya
sindrom penyakit berhubungan dengan adanya satu atau lebih stadium parasit dalam hospes
manusia. Distribusi penyakit lni di daerah endemis biasanya berhubungan dengan berat dan lamanya
infeksi, umur dan kerentanan genetik hospes. Sistosomiasis hanya muncul pada sekelompok kecil
orang yang terinfeksi salah satu dari sistosoma intestinalis. Sebaliknya pada sistosoma urinarius
manifes pada kebanyakan individu yang terinfeksi. Relum diketahui mengapa pada ODHA (orang
dengan HIV/AIDS) yang terinfeksi sistosoma ditemukan sangat kurang telur-telur cacing dalam
tinjanya, namun tetap baik responsnya terhadap terapi dengan praziquantel.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi infeksi berhubungan dengan siklus hidup dari parasit sebagai berikut : Serkaria
Penetrasi serkaria pada kulit menyebabkan dermatitis alergika di tempat masuknya. Pada satdium ini
kelainan kulit berupa eritema dan papula dengan rasa gatal dan panas 2-3 hari pasca infeksi dan
disebut "swinner's itch", paling sering disebabkan oleh S. m ans o n i dan S. j ap o n i c u m. Bilamana
jumlah serkaria menembus kulit cukup banyak, maka dapat terjadi dermatitis (cercarial dermatitis)
yang akan sembuh sendiri dalam lima hari. Gambaran klinis toksemia berat disertai demam tinggi
dapat terjadi, terutama infeksi yang berulang. Keluhan berupa lemah, malese, anureksia,mual dan
muntah, sefalgia, mialgia dan artralgia. Diare akibat adatya keadaan hipersensitif terhadap cacing;
kadang-kadang sakit perut dan tenesmus. Gejala toksemia dapat berlangsung sampai tiga
bulan.Hepatosplenomegali disertai nyeri tekan dapat pula ditemukan.

Sistosomula

Sistosomula merupakan cercaria yang tidak berekor yang diangkut melalui darah atau limfatik
kesebelah kanan paruparu danjantung. Infeksi berat dapat menyebabkan gejala seperli demam dan
bahrk. Eosinophilia bisa juga ditemukan'

Cacing dewasa

Sistosoma dewasa tidak memperperbanyak diri dalam tubuh manusia. Di dalam darah vena, cacing
jantan dan betina kawin, kemudian betina berlelur 4-6 minggu setelah penetrasi sercaria. Cacing
dewasa jarang bersifat patogen. Cacing betina dewasa dapat hidup sekitar 3-8 tahun bahkan lebih 30
tahun dan berlelur sepanjang hidupnya, nammun tidak merusak karena hanya telur-telurnya saj a
yang dapat merusak organ.

Telur

Telur-telur inilah yang menyebabkan sistosomiasis dan demam Katayama. Hingga saat ini demam
Katayama patofisiologirrya yalg tepat belum diketahui. Demam Katayama dilaporkan paling sering
pada S. Japonicum tetapi j uga telah dilaporkan terj adi pada S . Ma ns oni, jar ang dirasakan pada
sistosomiasis hematobium. Terkumpulnya telur dalam hepar dapat mengakibatkan fibrosis
periportal dan selanjutnya hipertensi portal, namun fungsi hati tetap normal bahkan sampai tahap
lanjut dari penyakit. Kolateralalisasi sistim portal karena hipertensi porlal dapat mengakibatkan
embolisasi telur-telur ke dalam paru, selanjutnya dapat terjadi hiperlensi pulmonal dan
korpulmonalis. Karena Sistosoma j aponicum lebih banyak mengeluarkan telur, sehingga sering
dianggap menimbulkan penyakit yang lebih berat. Cacing dewasa S. hematobium matang dalam
pleksus venosa buli-bu1i, ureter, rectum, prostat, dan usus. Adanya jaringan granulomatosa dan
fibrosis pada dinding buli-buli memudahkan terjadinya ulkus dan polip, dan sisa-sisa telur dapat
mengalami kalsifikasi. Striktur orifisium uretralis atau ureter terminalis dapat mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis dan infeksi asenderen saluran kemih. Lesi organ-organ lain dalam pelvis
jarang mengakibatkan fibrosis berat dan infeksi. Telur-telur diangkut ke hepar atau paru, tetapi
perubahan patologis jarang terjadi pada S. mansoni dan S. japonicum.

PATOGENESIS, IMUNITAS DAN GAMBARAN KLINIS

Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh tiga stadia cacing sistosoma yaitu serkaria,
cacing dewasa dan telur. Yang paling banyak menyebabkan kelainan adalah telur. P erub ahan-
perubah an p ada sisto Somiasis dapat dibagi dalam tiga stadia yaitu : 1). masa tunas bilogik, 2).
stadium akut dan 3). stadium menahun.

Masa Tunas Biologik

Waktu antara serkaria menembus kulit sampai menjadi dewasa disebut masa tunas biologik (masa
prepatent)' Disini terjadi respons baik humoral maupun seluler. Reaksi alergis yang terjadi akibat dari
hasil metabolik sistosomula atau cacing dewasa, dan protein asing yang disebabkan adanya cacing
yang mati. Manifestasi klinisnya dapat berupa urtikaria atau edema angioneurotik, dapat disertai
demam 10 hari kemudian. Gejala batuk produktif dan hemoptisis sering ditemukan pada pasien yang
sangat sensitif dan dapat timbul serangan asma. Keadaan toksik dapat muncul antara minggu kedua
sampai minggu kedelapan pasca infeksi.

Stadium Akut (Demam KataYama)

Demam Katayama dianggap mempunyai kaitan dengan ransangan telur dan antigen cacing yang
diakibatkan oleh terbentuknya kompleks imun, 4-6 minggu setelah terinfeksi yaitu ketika terjadi
pelepasan telur. Sjndrom sistosomiasis akut berkaitan dengan reaksi imunologis telur sistosoma
yang terjerat di jaringan. Antigen yang lepas dari telur meransang suafu reaksi granulomatosa terdiri
atas sel ! makrofag, dan eosinofil mengakibatkan manifestasi klinis' Tanda dan gejala tergantung dari
banyaknya dan lokasi telur pada jaringan pada awal terjadinya reaksi inflamasi yang reversibel, mirip
"serum sicness" yang diertai demam, keringat banyak, menggigil dan batuk-batuk, limfadenopati
generalisata, dan hepatosplenomegali. Demam Katayama jarang dirasakan pada sistosomiasis
hematobium' Keluhan ini mulai ringan sampai berat, jarangmenimbulkan kematian. Sindroma
disentri biasanya ditemukan pada infeksi berat, sedangkan yang ringan hanya diare. Hepatomegali
timbul lebih dini disusul dengan splenomegali. Hal ini dapat terjadi dalam waktu 6-8 bulan setelah
infeksi. Selanjutnya penderita memasuki periode asimptomatis 2-8 minggu, namun demikian seara
umum perlangsungannya ringan. Pada pemeriksaan laboratorium mungkin didapatkan lekositosis
dan eosinofi lia berat. Karena hasil pemeriksaan tinja pada awal infeksi sering hasilnya negatif, maka
dianjurkan pemeriksaan diulangi sedikitnya enam kali, sedangkan pemeriksaan serologis positif
beberapa minggu setelah telur ditemukan dalam tinja.
Stadium Kronik

Stadium ini mulai enam bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Pada infeksi S. mansoni dart'
S. Japonicum ditemukan diare, nyeri perut, berak darah. Pada stadium ini kebanyakan manifestasi
klinis disebabkan oleh penumpukan telur-telur dalam jaringan. Respons jaringan granulomatosa di
sekitar telur berupa sel-sel yang diatur oleh ada atau tidak adanya suatu kaskade respons sitokin,
selular dan humoral. Pembenfukan granulomatosa mulai dengan pengerahan sel-sel radang sebagai
respons atas sekesi antigen oleh organisme hidup dalam telur. Respons ini dimulai dengan
pengerahan sel-sel termasuk fagosit, sel T spesifik dan eosinofil. Sel-sel fibroblast, sel-sel raksasa,
sel-sel limfosit B akan dominan kemudian hari. Sekali diaktifkan, sel-sel T akan menghasilkan
berbagai sitokin misalnya tumor necrosis faktor cr (TNF-u), interleukin 2 (IL-2), IL-4, dan IL-5, yang
selanjutnya mengaktifkan sel-sel endotel untuk mengeluarkan sekresinya (kemokin) yang spesifik
seperti monosites chemotactic protein I (MCP- I ). Akibat rekruitmen elemen sel-sel akan mendorong
pembentukan jaringan granulomatosa di sekitar telur-telur. Lesi ini berlipat-lipat kali besarnya dari
telur-telur, dan menyebabkan organomegali dan obstruksi. Peningkatan atau penurunan respons
kekebalan hospes terhadap telur-telur sistosoma memegang peranan penting dalam membatasi
meluasnya jaringan granulomatosa. Akibat lanjut dari respons granulomatosa terjadi pembentukan
jaringan fibrosis. Hepar yang tadinya membesar (hepatomegali) karena peradangan dan
pembentukan lesi granulomatosis, kemudian mengecil karena terjadi f,rbrosis (sirosis hepatis). Pada
sirosis akibat sistosomiasis yang terjadi adalah sirosis periportal yang berakibat terjadinya hipertensi
portal karena adanya bendungan dalamjaringan hati. Tanda yang timbul berupa splenomegali,
edema pada tungkai bawah atau alat kelamin, asites dan ikterus. Manifestasi klinis sistosomiasis
kronis umumnya ringan atau sedang saja, sehingga tidak perlu dirawat inap, lain halnya dengan
sistosomiasis akut dapat fatal, hal ini tergantung dari spesies sistoma. Mulanya disangka S.
japonicum dapat menimbulkan penyakit yang lebih berat karena dapat memproduksi telur 10 kali
lebih banyak dari pada S. mansoni, namun kenyataan di lapangan tidak demikian. Pada stadium yang
sangat lanjut pada infeksi S. Mansoni dan S. j aponicum dapat terjadi hematemesis melena karena
pecahnya varises esofagii, dan dapat ditemukan tumor polipoid intestinalis, Beratnya sistosomiasis
intestinalis sering berhubungan dengan beratnya infeksi. Dengan\ adanya infeksi tambahan hepatitis
B, hepatitis C atau keadaan malnutrisi dapat mempercepat terjadinya penurunan fungsi hepar. Pada
infeksi S. hematobium, gejala dini dari traktus urinarius berupa disuri, lalu hematruria terminalis dan
proteinuria. Gross hematuri dapat berulang. Sequele dapat berupa polip buti-buli, sistitis, infeksi
salmonela kronis, pielitis, pielonefritis, urolitiasis, hidronefrosis akibat obstruksi uretra, dan gagal
ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium, telur-telur dapat ditemukan dalam sedimen urine, biopsi
atau kerokan mukosa rektum atau buli-buli.

KOMPLIKASI

Hanya sebagian kecil penduduk di daerah endemis sebagai pengidap berat sistosoma yang kemudian
hari dapat memberi komplikasi seperti :

. Hipertensi portal

. Splenomegali

. Varises esofagii
. Gangguan fungsi hati: ikterus, asites, komahepatikum.

. Hipertensi pulmonal dengan korpulmonale, gagal jantung kanan

. Gangguan usus besar berupa strikfur, granuloma besar, infeksi salmonela yang menetap, poliposis
kolon yang mengakibatkan berak darah, anemia, hipoalbuminemia dan clubbing fingers fiari tabuh).

. Kontraktur leher buli-buli sering disertai kerusakan M. detrusor.

. Batubuli-buli.

. Obstmksi ren dan buli-buli.

Gagal ginjal kronik Kanker buli-buli, mielitis transversa, epilepsi, atau neuritis optika akibat dari telur-
telur yang tertimbun melalui sirkulasi kolateral atau cacing ektopik (ectopic worms). Pada umumnya
sistosoma SSP disebabkan oleh 2-4%o infeksi S. japonicum, sedangkan mielitis transversa terutama
oleh S. mansoni.

LABORATORIUM

Telur-telur Ditemukannya telur-telur dalam ekskreta (tinja dan urine) atau biopsi mukosa merupakan
suatu diagnosis pasti. Pada S. hematobium leblh sering ditemukan dalam sedimen urine, kurang
dalam tinja. Urine dikumpulkan 24 jam atau antarajam 09. 00 pagi hinggajam 14.00 siang. Telur-telur
dapat juga ditemukan dengan biopsi mukosa buli-buli dan hati. Pada infeksi S. mansoni danS.
japonicumtelur-tehr dapat ditemukan dengan pemeriksaan tinja secara langsung atau dengan cara
konsentrasi atau kuantitatif Kato-Katz. Dikatakan infeksi berat bila ditemukan telur lebih 400 butir
dalam I gram tinja. Bila hasilnya negatif dapat diupayakan dengan biopsi mukosa rektum pada lesi
peradangan atau granulasi atau secara acakpada 2-3 lokasi mukosanormal.

Uji Serologis

Tes-tes imunodiagnosis dapat digunakan bila hasil pemeriksaan urin atau tinja negatif atau
diperkirakan adanya infeksi ektopik. Hasil yang akurat diperoleh setelah terpajan 6-8 minggu dengan
air yang tercemar dengan serkaria. Di sini diperiksa antibodi terhadap cacing dewasa, sistosomula
dan serkaria dengan tes-tes sbb:

. Enzyme linked immuno sorbent assay (ELISA).

. Radioimmunoassay (RIA)

. Indirect immuno;fluorescence lesl (IFAT)

. Gel precipitation techniques (GPT)

. Indirect haemagghttination test (IHA)

, Latex agglutination test (L1[[)

. Circumoval precipitin resr (COPT)

. Cercarienhullen reactiors (CHR)


. Complement fixation lesl (CFT)

. Tes Western blot trfiuk kepastian diagnosis

. Fascon assay screening test (FAST)

. Immunoblot

Hasil tes tidak ada korelasi dengan beratnya infeksi.Tes antigen dari darah dan urine sensitif dapat
membedakan infeksi baru atau lama. Hilangnya antigen yang beredar 5-10 hari pasca terapi
menandakan kesembuhan.

Tes Lain

Pada infeksi S. mansoni dan S. iaponiczm esofagoskopi atau kolonoskopi, foto dada atau EKG dapat
dilakukan. Gambaran USG pada hepar memberi gambaran patognomonis berupa fibrosis periportal,
sehingga tidak perlu dilakukan biopsi. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat karena 1). dapat menilai
hipertensi portal, 2). Dapat membedakan sistosomiasis dari sirosis hepatis, 3). Sefia dapat menilai
kemajuan hasil terapi pada infeksi dini. Padainfeksi S. hematobium dapat dideteksi adanya hematuri
tersamar secara mikroskopik atau tes celup terutama pada urine porsi pertama. Pada infeksi lanjut
dengan pemeriksaan sistoskopi dapat ditemukan ulkus sarid patches dan adanya daerah-daerah
yang mengalami metaplasia. Pada foto polos abdomen bagian bawah dapat ditemukan perkapuran
dinding buli-buli atau ureter. Dengan CT dapat menemukan gambaran patognomonis kalsifrkasi turt
leb ac k.

DIAGNOSIS BANDING

Pada keadaan akut dapat dikacaukan dengan: amebiasis, disenteri basiler, malaria, leptospirosis, dan
sebab lain dari diare. Pada keadaan lebih lanjut perlu dibedakan dari berbagai sebab hipertensi
portal atau poliposis usus. Di daerah endemis sistosomiasis vesikalis harus dibedakan dari penyebab
keluhan-keluhan traktus urinarius lain seperti kanker traktus genitourinarius, infeksi saluran kemih
(ISK), dan nefrolitiasis, atau tuberkulosis ginjal' Bila ada keluhan-keluhan saluran cerna dapat
dikacaukan dengan ulkus peptikum, pankreatitis atau penyakit traktus biliaris.

PENCEGAHAN

Jangan berenang atau menyeberangi air tawar di negerinegeri di mana terjadi sistosomiasis. Minum
air yang aman. Air dari kanal, danau. Sungai langsung tidak aman diminum. Air dari sumber airpanas,
sudah dididihkan minimal satu menit atau air saringan aman diminum. Pemberian iodine bukan
jaminan keamanan air bebas dari semua parasit. Air mandi semestinya dihangatkan dulu selama 5
menit pada suhu 1 50' F, atau air disimpan dalam tangki air selama minimal 48 jam sebelum
digunakan untuk mandi. Menggunakan handuk yang sangat kering setelah kecelakaan, bilasan
singkat dengan air yang aman dapat membantu mencegah penetrasi sistosoma pada kulit. Tetapi
jangan terlalu mengandalkan handuk kering dalam mencegah sistosomiasis.

PENGOBATAN

Pada tahun 70-an pengobatan sistosomiasis hampir sama hasilnya dengan bahaya obat itu sendiri.
Itulah sebabnya kini tinggal beberapajenis obat yang dapat diberikan pada sistomiasis yaitu:
Praziquantel.

Daya sembuh obat ini untuk S. hematobium, S. mansoni dan S. japonicum, 63-85% dan dapat

menurunkan telur-telur lebih 90% setelah 6 bulan terapi' Obat ini tidak sensitif terhadap sistosoma
muda (2-5 minggu). Dosis 2 x20 mglkg berat badan/hari untuk S. haematobium dan S. mansoni, dan
3 x perhari untuk S. japonicum. Efek samping berupa malese, sakit kepala. pusing. anoreksia, mual,
muntah, nyeri perut, diare, pruritus, urlikaria, atlrralgia,dan mialgia. Gejala ini mulai dari ringan
sampai sedang, berlangsung beberapa jam sampai satu\ hari. Menurut WHO obat ini bisa diberikan
pada ibu hamil' Oxamniquine. Obat ini sangat efektif hanya untuk S. mansoni. Dosis sekali 12-15
mglkg/hari. Ada juga yang memberikan 40-60 mg/kg/hari dosis terbagi2 ata.o3 selama 2-3 har|
diberikan bersama makanan. Angka kesembuhan 10-95%.

Efek samping terjadi dalam beberapajam berupa pusing, vertigo, mual-muntah, diare, sakit perut
dan sakit kepala. Walaupun jarang terjadi dapat terjadi perubahan tingkah laku, halusinasi, kejang
kejang setelah 2 jam obat ditelan. Obat ini mempunyai efek mutagenik dan teratogenik, sehingga
tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

Artemisinin.

Obat ini yang digunakan untuk terapi malaria, kini sementara dalam penelitian. Obat ini efektif
terhadap sistosomula dan mungkin bermanfaat untuk profilaksis. Pada terapi terhadap S.
haematobiun, efektihtasnya jauh di bawah praziquantel'

Metrifonate.

Obat ini sangat efektif hanya untuk S. haematobium; namun kini sudah ditarik dari peredaran.

Tindakan bedah.

Pada keadaan tertentu dibutuhkan tindakan bedah mengeluarkan polip atau sumbatan saluran
kemih. Bila ada perdarahan varises esofagus, skleroterapi merupakan tindakan pilihan, walaupun
beberapa pasien membaik dengan propranolol. Pada perdarahan yang berulang, pembuatan
shunting rupanya kurang bermanfaat. Bila terjadi pansitopeni indikasi untuk splenektomi. Untuk
mengontrol infeksi sistosoma diperioritaskan pada hal-hal sebagai berikut:

l). Pendidikan kesehatan.

2). Penyediaan air minum dan fasilitas sarana kesehatan.

3). Diagnosis dan pengobatan.

4). Manajemen lingkungan.

5). Kontrol hospes perantara (keong air tawar).


PROGNOSIS

Dengan terapi pada infeksi dini hasilnya sangat baik. Kelainan patologi dari hepar, ginjal dan usus
membaik dengan pengobatan. Pengidap (karier) sistosomiasis hepatosplenik relatif baik karena
fungsi hepar tetap baik sampai akhir dari penyakit (ika tidak ada perdarahan) Korpulmonale tidak
membaik secara bermakna dengan terapi. Tergantung dari lokasi dan luasnya lesi biasanya membaik
dengan terapi. Karier sistosomiasis medula spinalis harus diwaspadai. Pemberian praziquantel harus
diberikan secepatnya. Dalam keadaan lanjut prognosisnya jelek.

Anda mungkin juga menyukai