Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma bronchial merupakan suatu penyakit inflamasi saluran pernapasan yang
ditandai dengan spasme akut otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan terjadinya
penyempitan aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. Asma ditandai dengan serangan
berulang sesak napas dan mengi, yang bervariasi setiap individu dalma tingkat keparahan dan
frekuensi. Kasus asma cukup banyak di negara dengan pendapatan yang menengah kebawah.
WHO memperkirakan 235 juta penduduk dunia menderita asma dan jumlah diperkirakan
akan treus meningkat setiap tahunnya atau bertambah. Apabila tidak dicegah dan ditangani
dengan baik dan benar, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi di masa yang
akan datang.
Prevalensi asma meningkat, terutama di negara-negara barat, dimana >5% populasi
mungkin simtomatik dan mendapatkan pengobatan. Bersamaan dengan prevalensi yang
meningkat terjadi peningkatan mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan. Di Inggris,
datu dari tujuh orang memiliki penyakit alergi dan lebih dari 9 juta orang mengalami mengi
pada tahun lalu. Jumlah remaja dengan asma hampir berlipat 2 selama lenih dari 12 tahun
terakhir ini. Asma jarang terjadi di timur jauh dan paling sering terjadi Inggris, Australia, dan
Selandia Baru. Terdapat beberapa korelasi dengan gaya hidup kebarat-baratan, termasuk
kondisi lingkungan yang disukai tungau debu rumah dan polusi atmosferik. Banyak faktor
yang menyebabkan atau mencetuskan asma, 20% orang yang bekerja mungkin rentan
terhadap asma akibat pekerjaan.
Data tentang tingkat kontrol asma pasien penderita asma di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Penelitian pendahuluan tingkat kontrol asma di Poliklinik Alergi
Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta mendapatkan 64% kasus tidak terkontrol, 28% Artikel Penelitian Walau penyakit
asma tidak dapat disembuhkan, hubungan baik pasien dan dokter dapat memberikan hasil
optimal dalam mengontrol penyakit asma. Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah untuk
mencapai dan mempertahankan asma terkontrol, sehingga dapat dicegah timbulnya
serangan saat malam dan siang hari serta pasien tetap dapat melakukan aktifitas fisik.
Kontrol asma dikatakan dapat tercapai dengan didapatkannya penurunan frekuensi serangan
asma, perbaikan inflamasi saluran napas, perbaikan aktivitas fisik dan fungsi paru.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Asma
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran
kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit
inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan
meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun
demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang
mempunyai alergi menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit
bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu
dinding saluran napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak
menutupi sebagian saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi
tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke
kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam
paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan
aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat
sulit (Bull & Price, 2007).

B. Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang
dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
a. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena
reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah
“kelemahan keturunan”. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang
melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini
akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang
penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang
mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit
hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan
sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen.Asma
jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca,
kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan
menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat
kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-
paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena
asma intrinsik.Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun
(Hadibroto & Alam, 2006).
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang
kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas,
golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik
bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang
kronis, pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa
hadirnya faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang
sifatnya naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya
rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala
serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti
asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita. Kesimpulannya
adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya
faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak
sering tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik,
sebagai akibat kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam,
2006).

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan


gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam
seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti
itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam
lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu
aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2
kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru
menurun.
4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.
Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat
menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto &
Alam, 2006):
1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada
atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan
kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar
dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
C. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma (Hadibroto & Alam, 2006):
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu
udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi
udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma
dapat juga memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang
memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat mengakibatkan
eksaserbasi serangan asma. Penderita asma harus menjaga kestabilitas dari
emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain itu, jangan
berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu dapat
menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit
bernapas. Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price,
2007).
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam
bentuk ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum)
terutama makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu
alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut. Jenis alergen inhalan yang
utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon, tungau, serpihan dan
kotoran binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu kontak langsung dengan kulit
seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.
Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
menyandang asma dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya
memiliki riwayat asma atau alergi lainnya dalam keluarga (keturunan) karena asma
dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga
berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat mempengaruhi perkembangan
asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang berkembangnya asma pada
anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan anak-anak yang orangtuanya tidak
menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana asap rokok berhubungan dengan
penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran
berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko
terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik perokok aktif maupun pasif semasa
kanak-kanan. Selain itu pilek atau infeksi virus dan terpapar iritan di tempat kerja
juga dapat mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan yang
berakibat pada terjadinya serangan asma (Ayres, 2003).

Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain
aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.

D. Patofisiologi
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma
ekstriksi dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut
akan dijabarkan masing-masing dari patofisiologinya.
a. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir
putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi
sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini
merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast
pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal
pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel
mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan
melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh
yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga
terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti
asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di
dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir
granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin.
Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian
jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).
b. Asma Intriksik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-
mula akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus
vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan
batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian
hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin
bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain
itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat
dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat
timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan
oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus
influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga
berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk,
2005).
E. PATHWAY

F. Sel Infamasi
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast,
limfosit, dan eosinofil.
a) Sel Mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat
melepaskan berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru
disintesis, yang bertanggung-jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi.
Berbagai mediator tersebut antara lain adalah histamine (yang disintesis dan disimpan
di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi), prostaglandin
PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada aktivasi), dan sitokin
(yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase
lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE
yang telah melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di permukaan sel mast. Adanya
ikatan cross-linking antara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian biokimia
didalam Sel yang kemudian menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast.
Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang menyebabkan pelepasan
berbagai mediator inflamasi.
Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat
berespon terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast
pada cairan bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam
patofisiologi asma. Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan kadar
histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari
sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat telah dikembangkan untuk menstabilkan
sel mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada reaksi alergi fase
lambat masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga mengandung faktor
kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan neutrofil ke saluran nafas.
b) Limfosit
Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain
dengan terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial
pasien asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar
pasien asma pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu
limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua subtipe yaitu
Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi berbagai sitokin yang
berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi, seperti IL-3,
IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya berfungsi dalam
pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja
mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel
pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi.
c) Eosinophil
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap
patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat
antara keparahan asma dengan keberadaan eosinofil di saluran nafas yang
terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma atau alergi sering disebut juga inflamasi
eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein granul seperti: major inflamasi
eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil cationic probasic
protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas,
menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil,
serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an
Reed, 1993). Selain itu, beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit
oksigen toksik dapat menambah keparahn asma.

G. Manifestasi Klinis
a) Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan
ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma
memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada
individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama
sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang paling
bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow
Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan
dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung
mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah
mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan
kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Preak Flow Meter.
b) Gejala
1) Gejala Asma umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya
usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari
paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit
bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering
terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat
mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu
mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada
malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull & Price,
2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan
rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80%
dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto & Alam, 2006).
2) Gejala Asma berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu
serangan batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada,
susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-
sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak
membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah
leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan
napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar
mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam
wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
H. Komplikasi Asma
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada
terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit
sebagai berikut yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis,
aspergilosis, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
b. Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
c. Sel Eosinofil
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Tes Kulit
c. Scanning Paru
d. Spirometer
e. Peak Flow Meter/PFM
f. X-ray Dada/Thorax
g. Pemeriksaan IgE
h. Petanda Inflamasi
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah
sebagai berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan,
fisiotherapy, dan beri O2 bila perlu.

K. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1 Tidak Pencapaian Mandiri 1. Beberapa derajat
efektifnya bersihan jalan 1. Auskultasi bunyi spasme bronkus
bersihan napas dengan nafas, catat terjadi dengan
jalan nafas kriteria hasil adanya bunyi obstruksi jalan nafas
berhubungan sebagai berikut: nafas, ex: mengi dan dapat/tidak
dengan 1. Mempertahank 2. Kaji/pantau dimanifestasikan
gangguan an jalan napas frekuensi adanya nafas
suplai paten dengan pernafasan, catat advertisius.
oksigen bunyi napas rasio 2. Tachipnea biasanya
(bronkospas bersih atau inspirasi/ekspirasi ada pada beberapa
me), jelas. . derajat dan dapat
penumpukan2. Menunjukan 3. Catat adanya ditemukan pada
sekret, sekret perilaku untuk derajat dispnea, penerimaan atau
kental memperbaiki ansietas, distressselama
bersihan jalan pernafasan, stress/adanya proses
nafas misalnya penggunaan obat infeksi akut.
batuk efektif bantu. 3. Disfungsi
dan 4. Tempatkan posisi pernafasan adalah
mengeluarkan yang nyaman variable yang
sekret. pada pasien,
tergantung pada
contoh: tahap proses akut
meninggikan yang menimbulkan
kepala tempatperawatan di rumah
tidur, duduk pada sakit.
sandara tempat
4. Peninggian kepala
tidur. tempat tidur
5. Pertahankanmemudahkan fungsi
polusi lingkungan pernafasan dengan
minimum, menggunakan
contoh: debu,
gravitasi.
asap dll. 5.Pencetus tipe alergi
6. Tingkatkanpernafasan dapat
masukan cairan mentriger episode
sampai denganakut.
3000 ml/ hari 6. Hidrasi membantu
sesuai toleransi menurunkan
jantung kekentalan sekret,
memberikan air penggunaan cairan
hangat. hangat dapat
Kolaborasi menurunkan
7. Berikan obat kekentalan sekret,
sesuai indikasi
penggunaan cairan
bronkodilator. hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
7. Merelaksasikan otot
halus dan
menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.
2 Pola nafas Perbaikan pola Mandiri 1. Membantu pasien
tidak efektif nafas dengan
1. Ajarkan pasien memperpanjang
berhubungan kriteria hasil pernapasan waktu ekspirasi
dengan sebagai berikut: dalam. sehingga pasien
gangguan 1. Mempertahank 2. Tinggikan kepala akan bernapas lebih
suplai an ventilasi dan bantu efektif dan efisien.
oksigen adekuat dengan mengubah posisi. 2. Duduk tinggi
(bronkospas menunjukan Berikan posisi memungkinkan
me) RR:16-20 semi fowler. ekspansi paru dan
x/menit dan Kolaborasi memudahkan
irama napas
3. Berikan oksigen pernapasan.
teratur. tambahan. 3. Memaksimalkan
2. Tidak bernapas dan
mengalami menurunkan kerja
sianosis atau napas.
tanda hipoksia
lain.
3. Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri 1. Sianosis mungkin
pertukaran pertukaran gas 1. Kaji/awasi secara perifer atau sentral
gas dengan kriteria rutin kulit dan keabu-abuan dan
berhubungan hasil sebagai membrane sianosis sentral
dengan berikut: mukosa. mengindikasikan
gangguan 1. Perbaikan2. Palpasi fremitus. beratnya
suplai ventilasi. 3. Awasi tanda- hipoksemia.
oksigen 2. Perbaikan tanda vital dan 2. Penurunan getaran
(bronkuspas oksigen irama jantung. vibrasi diduga
me) jaringan Kolaborasi adanya pengumplan
adekuat. 4. Berikan oksigen cairan/udara.
tambahan sesuai 3. Tachicardi,
dengan indikasi disritmia, dan
hasil AGDA dan perubahan tekanan
toleransi pasien. darah dapat
menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
4. Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1. Demam dapat
terhadap infeksi dengan 1. Awasi suhu. terjadi karena
infeksi kriteria hasil
2. Diskusikan infeksi dan atau
berhubungan sebagai berikut: adekuat dehidrasi.
1.
dengan tidak Mengidentifika kebutuhan nutrisi.2. Malnutrisi dapat
adekuat sikan intervensi Kolaborasi mempengaruhi
imunitas untuk mencegah 3. Dapatkan kesehatan umum
atau specimen sputum dan menurunkan
menurunkan dengan batuk atau tahanan terhadap
resiko infeksi. pengisapan untuk infeksi.
2. Perubahan pola pewarnaan gram, 3. Untuk
hidup untuk kultur/sensitifitas. mengidentifikasi
meningkatkan organisme penyabab
lingkungan dan kerentanan
yang nyaman. terhadap berbagai
anti microbial.
BAB III
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Uraian Kasus
Nn.G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi
dan semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil
pengkajian klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan
klien merasa sesaknya berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien juga
mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada
salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil
fremitus simetris antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan
pada perkusi dinding dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi
didapatkan hasil: tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70 mmHg,
RR = 36x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit 260.000/mm3, Ht =
47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin,
Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan penunjang X-ray
dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
B. Pengkajian
1. Anamnase
- Identitas klien
Nama: Ny.G
Umur: 23 Tahun
- Alasan masuk (keluhan utama)
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi
dan semakin meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.
- Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD
- Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.
- Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki
riwayat asma, yaitu ibunya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran: Compos mentis
b. TTV:
1) BP : 130/70 mmHg
2) RR: 36 x/menit
3) HR: 76 x/menit
4) T : 37oC
c. Hasil pengkajian:
- Inspeksi
Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih
kental.
- Palpasi
Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.
- Perkusi
Resonan dikedua lapang paru.
- Auskultasi
Suara napas klien terdengar wheezing.
3. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
 Pada pemeriksaan penunjang
X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
 Pemeriksaan laboratorium
- Hb = 15,5 gr%
- Leukosit = 17.000/mm3
- Trombosit 260.000/mm3
- Ht = 47vol%.
4. Terapi Pengobatan Saat Ini
IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C. Analisa Data

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Pencetus serangan Tidak
1. Klien (alergen) efektifnya
mengatakan ↓ bersihan jalan
batuk berdahak Reaksi antigen & antibodi nafas
dengan dahak ↓
berwarna putih. Dikeluarkannya substansi
vasoaktif (histamin,
2. Klien merasa bradikinin, & anafilaksin)
sesak. ↓
↑ permeabilitas kapiler

DO: Kontraksi otot polos
1. Tanda-tanda
Edema mukosa
vital:
Hipersekresi
BP=130/70
mmHg ↓
RR=36 x/menit Obstruksi jalan nafas
HR=76x/menit ↓
T=37oC Tidak efektifnya bersihan
2. Klien tampak jalan nafas
sesak nafas
disertai batuk
berdahak,
berwarna putih
agak kental.

3. Suara napas
klien terdengar
wheezing.
4. Terapi yang
diberikan:
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.
2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak
1. Klien merasa (alergen) efektif
sesak ↓
DO: Reaksi antigen & antibodi
1. Tanda-tanda ↓
vital: Dikeluarkannya substansi
vasoaktif (histamin,
BP=130/70
bradikinin, & anafilaksin)
mmHg

RR=36 x/menit
Kontraksi otot polos
HR=76x/menit

T=37oC Bronkospasme
2. Klien tampak ↓
sesak nafas Suplai O2 menurun
disertai batuk ↓
berdahak, Merangsang kemoreseptor
berwarna putih sentral (spons dan medulla
agak kental. oblongata)

3. Suara napas
Hiperventilasi
klien terdengar

wheezing.
Sesak
4. Terapi yang ↓
diberikan: Pola nafas tidak efektif
oksigen 2L,

IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

D. Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1 Tidak Pencapaian Mandiri 1. Beberapa derajat spasme
efektifnya bersihan jalan 1. Auskultasi bunyi bronkus terjadi dengan
bersihan napas dengan nafas, catat adanya obstruksi jalan nafas dan
jalan nafas kriteria hasil bunyi nafas, ex: dapat/tidak dimanifestasikan
berhubungan sebagai berikut: mengi. adanya nafas advertisius.
dengan 1. Mempertahank2. Kaji/pantau 2. Tachipnea biasanya ada pada
gangguan an jalan napas frekuensi beberapa derajat dan dapat
suplai paten dengan pernafasan, catat ditemukan pada penerimaan
oksigen bunyi napas rasio atau selama stress/adanya
(bronkospas bersih atau inspirasi/ekspirasi. proses infeksi akut.
me), jelas. 3. Disfungsi pernafasan adalah
penumpukan2. Menunjukan 3. Catat adanya derajat variable yang tergantung pada
sekret, sekret perilaku untuk dispnea, ansietas, tahap proses akut yang
kental memperbaiki distress pernafasan, menimbulkan perawatan di
bersihan jalan penggunaan obat rumah sakit.
nafas misalnya bantu. 4. Peninggian kepala tempat tidur
batuk efektif memudahkan fungsi
dan 4. Tempatkan posisi pernafasan dengan
mengeluarkan yang nyaman pada menggunakan gravitasi.
sekret. pasien, contoh: 5. Pencetus tipe alergi pernafasan
meninggikan kepala dapat mentriger episode akut.
tempat tidur, duduk 6. Hidrasi membantu
pada sandara tempat menurunkan kekentalan sekret,
tidur. penggunaan cairan hangat
5. Pertahankan polusi dapat menurunkan kekentalan
lingkungan sekret, penggunaan cairan
minimum, contoh: hangat dapat menurunkan
debu, asap dll. spasme bronkus.
6. Tingkatkan masukan
7. Merelaksasikan otot halus dan
cairan sampai menurunkan spasme jalan
dengan 3000 ml/ hari nafas, mengi, dan produksi
sesuai toleransi mukosa.
jantung memberikan
air hangat.
Kolaborasi
7. Berikan obat sesuai
indikasi
bronkodilator.
2 Pola nafas Perbaikan pola Mandiri 1. Membantu pasien
tidak efektif nafas dengan 1. Ajarkan pasien memperpanjang waktu
berhubungan kriteria hasil pernapasan dalam. ekspirasi sehingga pasien akan
dengan sebagai berikut:2. Tinggikan kepala bernapas lebih efektif dan
gangguan 1. Mempertahank dan bantu mengubah efisien.
suplai an ventilasi posisi. Berikan 2. Duduk tinggi memungkinkan
oksigen adekuat dengan posisi semi fowler. ekspansi paru dan
(bronkospas menunjukan Kolaborasi memudahkan pernapasan.
me) RR:16-20 3. Berikan oksigen 3. Memaksimalkan bernapas dan
x/menit dan tambahan. menurunkan kerja napas.
irama napas
teratur.
2. Tidak
mengalami
sianosis atau
tanda hipoksia
lain.
3. Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri 1. Sianosis mungkin perifer atau
pertukaran pertukaran gas
1. Kaji/awasi secara sentral keabu-abuan dan
gas dengan kriteria rutin kulit dan sianosis sentral
berhubungan hasil sebagai membrane mukosa. mengindikasikan beratnya
dengan berikut: 2. Palpasi fremitus. hipoksemia.
gangguan 1. Perbaikan
3. Awasi tanda-tanda
2. Penurunan getaran vibrasi
suplai ventilasi. vital dan irama diduga adanya pengumplan
oksigen 2. Perbaikan jantung. cairan/udara.
(bronkuspas oksigen Kolaborasi 3. Tachicardi, disritmia, dan
me) jaringan 4. Berikan oksigen perubahan tekanan darah dapat
adekuat. tambahan sesuai menunjukan efek hipoksemia
dengan indikasi hasil sistemik pada fungsi jantung.
AGDA dan toleransi
4. Dapat memperbaiki atau
pasien. mencegah memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1. Demam dapat terjadi karena
terhadap infeksi dengan
1. Awasi suhu. infeksi dan atau dehidrasi.
infeksi kriteria hasil
2. Diskusikan adekuat
2. Malnutrisi dapat
berhubungan sebagai berikut: kebutuhan nutrisi. mempengaruhi kesehatan
1.
dengan tidak Mengidentifika Kolaborasi umum dan menurunkan
adekuat sikan intervensi
3. Dapatkan specimen tahanan terhadap infeksi.
imunitas untuk mencegah sputum dengan
3. Untuk mengidentifikasi
atau batuk atau organisme penyabab dan
menurunkan pengisapan untuk kerentanan terhadap berbagai
resiko infeksi. pewarnaan gram, anti microbial.
2. Perubahan pola kultur/sensitifitas.
hidup untuk
meningkatkan
lingkungan
yang nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat. Jakarta:
Pustaka Anggrek

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara
Medis maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta:


Pustaka Bunda.

Anda mungkin juga menyukai