Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KRITIS

Diabetes Mellitus

OLEH:
NAMA : IKA LESTARI
NIM : 142 2018 0077
KELAS : KHUSUS (non regular)

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
15 Desember 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh


kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau
ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Fatimah 2015). Diabetes Mellitus dibedakan
menjadi dua, yakni tipe 1 yang terjadi karena sel-sel pankreas yang memproduksi insulin
dirusak oleh sistem pertahanan tubuh /autoimun akbatnya hormon insulin tidak lagi
diproduksi oleh tubuh. Untuk dapat bertahan hidup penderita diabetes tipe 1 perlu
mendapat suntikan insulin secara teratur sepanjang hidupnya. Diabetes tipe 2 terjadi
karena insulin yang diproduksi tubuh tidak dapat bekerja dengan baik. Penyebabnya bisa
karena insulin yang diproduksi tidak cukup atau cacat, atau sel tidak lagi sensitif
dengan insulin (insulin resisten). Diabetes tipe 2 cenderung timbul di usia di atas 30 atau
40 tahunan dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
Diabetes Mellitus tipe 2 lebih banyak terjadi jika dibandingkan dengan tipe 1, dari populasi
dunia yang menderita diabetes mellitus sebanyak 95% diantaranya merupakan Diabetes
Mellitus tipe 2 dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita Diabetes Mellitus tipe 1
(Fatimah, 2015).
Penderita Diabetes Mellitus di seluruh dunia pada tahun 2025 berkisar 333 juta
orang (5,4%). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007 menunjukan bahwa
prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia meningkat sampai 57% (Fatimah, 2015).
Menurut catatan organisasi kesehatan dunia tahun 1998 Indonesia menduduki peringkat
keenam dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India, Cina, Rusia, Jepang,
dan Brasil (Soegondo, 2003). Penderita Diabetes Mellitus di Indonesia semakin
meningkat. Hal ini dapat diketahui bahwa pada tahun 1995 terdapat lebih kurang 5 juta
penderita Diabetes Mellitus di Indonesia dengan peningkatan sekitar 230 ribu penderita
setiap tahun (Depkes RI, 2003). Berdasarkan data Riskesdas 2013 diperkirakan sebanyak
12 juta orang menderita Diabetes Mellitus, data tersebut menunjukkan bahwa proporsi
penderita Diabetes Mellitus meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.
Diabetes Mellitus dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh
penderita dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Hiperglikemia yang terjadi dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan berbagai kerusakan sistem tubuh terutama saraf
dan pembuluh darah. Pada kerusakan saraf, hiperglikemia dapat menyebabkan neuropati
yang meningkatkan kejadian ulkus kaki dan infeksi, retinopati yang dapat menyebabkan
kebutaan serta nefropati yang menyebabkan gagal ginjal. Pada kerusakan pembuluh
darah kondisi hiperglikemi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke, serta
berbagai penyakit pembuluh darah lainnya (Infodatin, 2014).
Secara normal, sel menggunakan glukosa untuk dimetabolisme dan diubah
menjadi energi, namun pada kondisi hiperglikemia glukosa tidak dapat diserap oleh sel
dan produksi energi menjadi menurun. Tubuh akan berespon untuk memenuhi kebutuhan
energi dengan memecah cadangan glukosa pada glikogen (glikogenolisis) maupun
dengan memproduksi glukosa baru melalui katabolisme lemak dan protein
(glukoneogenesis). Pada proses katabolisme akan dihasilkan produk sisa berupa keton
yang dapat menyebabkan tubuh mengalami kondisi asidosis metabolik. Penurunan pH
serum, peningkatan CO2 dan pCO2 akibat kondisi asidosis metabolik akan dikompensasi
oleh tubuh, salah satunya dengan napas cepat dalam (Kussmaul).
Napas cepat dan dalam merupakan salah satu manifestasi pola napas infektif
pada diagnosa keperawatan NANDA. Pola napas inefektif didefinisikan sebagai inspirasi
dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang cukup (NANDA, 2014). Masalah
pola napas inefektif memerlukan intervensi segera karena jika dibiarkan akan
menyebabkan CO2 di dalam tubuh akan terkuras. CO2 merupakan bahan penting
pembentuk bikarbonat yang merupakan penyangga asam-basa tubuh, sehingga jika CO2
terkuras maka regulasi asam-basa tubuh dapat terganggu. Berdasarkan penjelasan di
atas kelompok kami mengangkat pola napas inefektif sebagai masalah keperawatan
utama pada Ny L.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Diabetes adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin, dan didiagnosis
dengan mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah (IDF, 2015).
Penyakit ini merupakan suatu keadaan yang memengaruhi kemampuan endokrin
pankreas untuk memproduksi atau menggunakan hormon insulin. Insulin adalah hormon
yang diproduksi di pankreas . Insulin diperlukan untuk mengangkut glukosa dari aliran
darah ke sel-sel tubuh di mana ia digunakan sebagai energi. Kurangnya, atau
ketidakefektifan, insulin pada orang dengan diabetes berarti bahwa glukosa tetap
beredar di dalam darah (IDF, 2015).
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya (Perkeni, 2011).
B. Anatomi dan Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan


kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm mulai dari duodenum sampai ke limpa dan
beratnya rata-rata 69-90 gr.terbentang pada vertebra lumbalis I dan II dibelakang
lambung,
1. Anatomi pankreas
a. Kepala pankreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam
lekukan duodenum.
b. Badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini letaknyadibelakang
lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas, bagian runcing disebelah kiri yang menyentuh limfa.
2. Fungsi pankreas
Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit. Sel F pada pulau Langerhans menghasilkan polipeptida dan pankreatik
yang berperan mengatur fungsi eksokrin pankreas. Pulau langerhans terdiri atas
sel-sel alfa yang menghasilkan glukagon, sel-sel beta yang menghasilkan insulin.
Insulin adalah hormon hipoglikemik (menurunkan gula darah) sedangkan glukagon
bersifat hiperglikemik (meningkatkan gula darah). Selain sel alfa dan beta pulau
Langerhans juga memiliki sel-sel delta yang menghasilkan somastostatin yang
dapat menghambat pelepasan insulin dan glukagon.

Gambar 1.1 Anatomi Pankreas


Sumber: www.pancreas.com

3. Mekanisme keseimbangan glukosa darah


Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis
hormone insulin dan glukagon dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
kerja membantu glukosa darah masuk ke dalam sel.
b. Hormon yang meningkatkan kadar gula darah dengan cara kerja memecah
glikogen/ gula otot (glkogenolisis) maupun meningkatkan pembentukan
glukosa darah baru dari lemak dan protein (glukoneogenesis) antara lain :
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau langerhans
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisisanterior.
5) Glukagon, epinefrin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk
suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
C. Klasifikasi Diabetes Melitus
Dalam IDF Diabetes Atlas yang diterbitkan tahun 2015 terdapat tiga jenis
diabetes, yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun, di mana sistem pertahanan
tubuh menyerang sel-sel beta penghasil insulin di pankreas. Akibatnya, tubuh tidak
bisa lagi memproduksi insulin yang dibutuhkan. Mengapa ini terjadi tidak
sepenuhnya dipahami. Penyakit ini dapat memengaruhi orang-orang dari segala
usia, tetapi biasanya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda. Orang dengan
bentuk diabetes perlu insulin setiap hari untuk mengendalikan kadar glukosa dalam
darah mereka. Tanpa insulin, orang dengan diabetes tipe 1 akan mati. Diabetes tipe
1 sering berkembang tiba-tiba dan dapat menghasilkan gejala seperti haus abnormal
dan mulut kering, sering buang air kecil, kurangnya energi, kelelahan ekstrim,
kelaparan konstan, penurunan berat badan mendadak, dan penglihatan kabur.
Diabetes tipe 1 didiagnosis oleh kadar glukosa darah dengan gejala yang
tercantum di atas. Di beberapa bagian dunia, diabetes tipe 1 masih kurang umum,
gejala mungkin keliru untuk penyakit lain, dan oleh karena itu pentingnya dilakukan
pengukuran glukosa darah ketika satu atau lebih gejala di atas hadir. Kadang-
kadang jenis diabetes tidak jelas dan perlu tes tambahan untuk membedakan antara
tipe 1 dan diabetes tipe 2. Dengan pengobatan insulin setiap hari, pemantauan
glukosa darah rutin dan pemeliharaan diet sehat dan gaya hidup, orang dengan
diabetes tipe 1 dapat menjalani kehidupan yang sehat normal. Jumlah orang yang
menderita diabetes tipe 1 meningkat. Alasan untuk ini masih belum jelas, tetapi
mungkin karena perubahan faktor risiko lingkungan dan / atau infeksi virus (IDF,
2015).

b. Diabetes Melitus Tipe 2


Diabetes tipe 2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes. Biasanya terjadi
pada orang dewasa, tapi semakin terlihat pada anak-anak dan remaja. Pada
diabetes tipe 2, tubuh mampu memproduksi insulin tetapi menjadi resisten sehingga
insulin tidak efektif. Seiring waktu, kadar insulin kemudian menjadi tidak cukup.
Kedua resistensi insulin dan defisiensi menyebabkan kadar glukosa darah tinggi.
Gejala diabetes tipe 2 meliputi sering buang air kecil, sering haus, penurunan berat
badan, dan penglihatan kabur. Banyak orang dengan diabetes tipe 2 tidak
menyadari kondisi mereka untuk waktu yang lama karena gejala biasanya kurang
ditandai. Sehingga tubuh akan rusak oleh glukosa darah yang berlebih. Akibatnya,
banyak orang yang sudah mengalami komplikasi ketika mereka didiagnosis dengan
diabetes tipe 2. Meskipun penyebab pasti untuk pengembangan diabetes tipe 2
masih belum diketahui, ada beberapa faktor risiko yang penting. Yang paling penting
adalah kelebihan berat badan, aktivitas fisik dan gizi buruk. Faktor-faktor lain yang
berperan adalah etnis, riwayat keluarga diabetes, riwayat diabetes gestasional dan
usia. Berbeda dengan orang-orang dengan diabetes tipe 1, kebanyakan orang
dengan diabetes tipe 2 tidak memerlukan pengobatan insulin setiap hari untuk
bertahan hidup. Dasar pengobatan diabetes tipe 2 adalah penerapan pola makan
yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik dan pemeliharaan berat badan yang normal.
Jumlah orang dengan diabetes tipe 2 ini berkembang pesat di seluruh dunia.
Kenaikan ini terkait dengan penuaan populasi, pembangunan ekonomi, peningkatan
urbanisasi, diet kurang sehat dan mengurangi aktivitas fisik (IDF, 2015).
c. Diabetes Gestasional
Hiperglikemia yang pertama kali terdeteksi pada setiap saat selama kehamilan
diklasifikasikan sebagai diabetes gestational. Diabetes mellitus pada wanita hamil
dengan kadar glukosa darah sedikit lebih tinggi diklasifikasikan memiliki diabetes
gestasional, sementara wanita dengan kadar glukosa darah tinggi secara
substansial diklasifikasikan sebagai memiliki diabetes mellitus pada kehamilan.
Diabetes gestational cenderung terjadi dari minggu ke-24 kehamilan. Gejala yang
nampak jelas dari hiperglikemia selama kehamilan yang langka dan sulit dibedakan
dari gejala kehamilan normal, tetapi mungkin termasuk peningkatan rasa haus dan
sering buang air kecil. Skrining dengan cara tes toleransi glukosa oral sangat
dianjurkan. Skrining harus dilakukan di awal kehamilan untuk wanita berisiko tinggi,
dan antara minggu 24 dan 28 kehamilan. Wanita dengan hiperglikemia terdeteksi
selama kehamilan memiliki risiko besar terhadap kehamilan, seperti tekanan darah
yang sangat tinggi dan makrosomia janin (secara signifikan lebih besar dari rata-rata
bayi), yang dapat membuat kelahiran vagina sulit dan berisiko.
Wanita dengan hiperglikemia selama kehamilan dapat mengontrol kadar glukosa
darah mereka melalui pemantauan diet sehat, olahraga ringan dan glukosa darah.
Dalam beberapa kasus, insulin atau obat oral mungkin juga akan diresepkan.
Gestational diabetes biasanya menghilang setelah melahirkan. Namun, wanita yang
telah didiagnosis sebelumnya berada pada risiko lebih tinggi terkena diabetes
gestasional pada kehamilan berikutnya dan diabetes tipe 2 di kemudian hari. Bayi
yang lahir dari ibu dengan diabetes gestasional juga memiliki risiko lebih tinggi
terkena diabetes tipe 2 di usia remaja atau dewasa awal (IDF, 2015).
D. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang bersifat kronik
yang dapat memengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Diabetes Mellitus
disebabkan oleh sebuah ketidakseimbangan atau ketidak adanya persediaan insulin
atau tak sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan tidak teraturnya
metabolisme orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar
glukosa darah antara 80-140 mg/dl (euglikemia) dalam kondisi asupan makanan yang
berbeda-beda pada orang non diabetik kadar glukosa darah dapat meningkat antara
120-140 mg/dl setelah makan (post prandial) namun keadaan ini akan kembali menjadi
normal dengan cepat. Sedangkan kelebihan glukosa darah diambil dari darah dan
disimpan sebagai glikogen dalam hati dan sel-sel otot (glikogenesis). Kadar glukosa
darah normal dipertahankan selama keadaan puasa, karena glukosa dilepaskan dari
cadangan-cadangan tubuh (glikogenolisis) dan glukosa yang baru dibentuk dari
trigliserida (glukoneogenesis). Glukoneogenesis menyebabkan metabolisme meningkat
kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis) terjadi peningkatan keton
didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton didalam urine) dan kadar natrium
serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis metabolic
 Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pancreas. Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun
yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti-islet dalam
darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi
limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi
timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.
Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya
kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu,
diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang
menggunakan obat oral.
 Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini
berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi
insulin resistensi insulin perifer. Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan
pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang
efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel, Dalam kebanyakan
kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan
insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi
alternatif.
 Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan
glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor
insulin yang rusak.

E. Manifestasi Klinik Diabetes Mellitus


Kebanyakan penderita diabetes tidak menyadari bahwa dia sedang mengidap
penyakit tersebut. Gejala klasik seperti:
1. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
2. Polidipsi (banyak minum)
3. Polifagi (rasa lapar yang semakin besar)
4. Lemas
5. Berat badan menurun
6. Kesemutan
7. Mata kabur
8. Impotensi pada pria
9. Gatal (Pruritus) pada vulva
10. Mengantuk (somnolen) yang terjadi beberapa hari atau beberapa minggu.
F. Komplikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai
macam komplikasi, antara lain :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut, adalah komplikasi pada Diabetes Mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek,
ketiga komplikasi tersebut adalah:
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari \
perjalanan penyakit Diabetes Mellitus. Ketoasidosis diabetik ditandai oleh adanya
hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton yang
beredar dalam sirkulasi. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin dalam tubuh. Hiperglikemia terjadi
akibat peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan
penurunan penggunaan glukosa pada jaringan perifer. Pada glukoneogenesis
dihasilkan produk sisa berupa keton yang dapat menyebabkan tubuh mengalami
kondisi asidosis metabolik.
b. Koma Hiperosmolar Non Ketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Non Ketonik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya
ketosis dan asidosis pada KHHN
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit

2. Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
a. Komplikasi Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam
darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal menjadi menurun sehingga
pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
2) Penyakit Mata
Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami gejala penglihatan
sampai kebutaan keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan
retinopati. Katarak juga dapat disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer , sistem saraf
otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.

b. Komplikasi Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Kadar gula darah yang tinggi mengakibatkan kekentalan darah
meningkat sehingga aliran darah melambat akibatnya terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh sehingga tekanan
darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis) dengan resiko penderita
penyakit jantung koroner atau stroke.
2) Pembuluh Darah Kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik
keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya
infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah-celah kulit
yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma.

G. Faktor Risiko Diabetes Melitus


Peningkatan jumlah penderita diabetes setiap tahunnya diakibatkan oleh
beberapa faktor. Faktor risiko diabetes melitus bisa dikelompokkan berdasaran factor
yang tidak dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.
a) Faktor Risiko DM yang Tidak Dapat Dimodifikasi
 Usia
Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat penderita penyakit.
Usia mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya fisik, serta
sifat resistensi tertentu. Usia juga berhubungan erat dengan jenis kelamin, sikap
dan perilaku, juga karakteristik tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman
terhadappenyakit menurut usia sangat berhubungan dengan perbedaan tingkat
keterpaparan dan proses patogenensis (Masriadi 2012).
Pertambahan usia memengaruhi kadar glukosa darah seseorang.
Seseorang yang mengalami hiperglikemia cenderung lebih banyak berada di
umur 41- 60 tahun dibandingkan dengan responden yang berumur di bawah 40
tahun (Ugahari & Mewo, 2016).
 Jenis Kelamin
Peluang wanita terkena diabetes lebih tinggi dibanding laiki-laki.
Penderita diabetes melitus paling banyak ditemukan pada perempuan dengan
proporsi 1,7% dibandingkan laki-laki yang hanya 1,4% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
 Riwayat Keluarga
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko
emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali
lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini (Fatimah,
2015).
 Ras dan Etnik
Ras dan etnik adalah kebiasaan-kebiasaan yang termasuk di dalamnya
tentang kebudayaan setempat yang dapat meningkatkan resiko DM, misalnya
makanan, factor lingkungan dan faktor genetik (Masriadi, 2012).
b) Faktor Risiko DM yang Dapat Dimodifikasi
 Kurangnya Aktivitas Fisik
Gaya hidup tanpa olahraga serta lebih banyak duduk jelas merusak
kesehatan. Kondisi ini akan memicu terjadinya kelebihan berat badan yang
berisiko terhadap prediabetes dan diabetes tipe 2. Gaya hidup aktif secara fisik
akan membantu efektivitas kerja pancreas memompa insulin (Bujawati, 2011).
 Pola Makan
Pola makan yang benar dapat menurunkan risiko diabetes. Pola makan
seharusnya disesuaikan dengan jam biologis tubuh karena jam biologis tubuh
erat kaitannya dengan hormon yang bekerja dalam tubuh pada jam-jam tertentu.
Seperti saat pagi hari, kadar gula darah akan menurun karena glukosa banyak
dipakai oleh hati saat tidur untuk proses detoksikasi. Hal inilah yang
menyebabkan saat sarapan sebaiknya mengonsumsi makan yang manis dan
mengonsumsi buah untuk mengisi
energi (Holistic Health Solution dalam Paulus, 2012).
 Pola Tidur
Menurut Holistic Health Solution (2011), seseorang yang tidur kurang dari
enam jam semalam tidak bisa mengatur kadar gula darah secara efisien,
sehingga meningkatkan risiko diabetes dan penyakit jantung. Tidur dengan
durasi singkat meningkatkan hormone perangsang nafsu makan ghrelin sampai
28% sehingga berefek pada perilaku makan. Tidur kurang dari enam jam
semalam dikaitkan dengan kemungkinan tiga kali lebih besar mengembangkan
incident impaired fasting glycemia, suatu kondisi prediabetes dibandingkan orang
yang tidur rata-rata enam sampai delapan jam semalam (Paulus, 2012).
 Alkohol dan Rokok
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan
tradisional kelingkungan kebarat-baratan yang meliputi perubahan-perubahan
dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM,
sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan
darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil
alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine
atau 720 ml (Fatimah, 2015).
 Stress
Stres dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stres
menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin
mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses
glikoneogenensis didalam hati, sehingga akan melepaskan sejumlah besar
glukosa kedalam darah (Potter&Perry dalam Oktarida et al., 2014).
Stres tidak akan menyebabkan penyakit fisik, namun jika stres tersebut
sudah pada tahap berat dan berlangsung terus-menerus, maka penyakit fisik
yang kronis dapat muncul. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh
berkurang dan terjadi ketidakseimbangan hormon pada orang yang mengalami
stres. Salah satu gangguan pada hormon stres (adrenalin dan kortisol) yaitu
memicu hati untuk memberikan lebih banyak gula dalam darah untuk
memberikan energi. Hal ini sangat berbahaya karena peningkatan gula darah
(glukosa) bisa membuat seseorang terkena DM (Oktarida et al., 2014).
 Obesitas
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg% (Fatimah, 2015).
Pada obesitas, sel-sel lemak yang menggemuk akan menghasilkan
beberapa zat yang digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya lebih
banyak dibandingkan keadaan tidak gemuk. Sel lemak yang banyak
menghasilkan adipositokin adalah yang melapisi organ-organ di dalam perut.
Oleh karena itu, ukuran obesitas yang berdampak buruk terhadap diabetes
ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang yang besar (Nurrahmani dalam
Paulus, 2012).
Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang
berbahaya karena adiposit di daerah ini sangat efisien dan lebih resisten
terhadap efek insulin dibandingkan adiposit di daerah lain. Adanya peningkatan
adiposit biasanya diikuti keadaan resistensi insulin (Nasekhah et al., 2016).
 Dislipidemia
Dislipidemia adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak
darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (<35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes
(Fatimah, 2015).
 Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. Hal ini dapat memicu
terjadinya resistensi insulin dan kemudian menjadi hiperinsulinemia. Keadaan ini
mengakibatkan kerusakan sel beta dan terjadilah DM tipe 2 (Fatimah, 2015).
H. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan penunjang untuk pasien Diabetes Mellitus ialah sebagai berikut
1. Glukosa serum : peningkatan 200 – 1000 mg/dl atau lebih
2. Aseton plasma (ketones) positif
3. FFA : lipit dan klesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat kurang lebih 330 m Osm/1
5. Elektrolit
1. Serum : normal, meningkat / menurun
2. Kalium : normal, menigkat (seluller shif)
3. Phosphorus : sering menurun
6. AGD ( Analisa gas darah ) : pH menurun dan HCO3 menurun
7. Hematokrit meningkat
8. Kreatinin : normal atau meningkat

I. Pencegahan
 Pengelolaan makan
Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak, rendah lemak jenuh,
diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai
risiko DM. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Selain
itu, karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan
seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah
makan.
Pengaturan pola makan dapat dilakukan berdasarkan 3J yaitu jumlah, jadwal,
dan jenis diet.
 Aktifitas fisik
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ±15 menit dan
pendinginan ±15 menit), merupakan salah satu cara untuk mencegah DM.
Kegiatan sehari-hari seperti menyapu, mengepel, berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan dan menghindari aktivitas
sedenter misalnya menonton televisi, main game komputer, dan lainnya.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan (PERKENI, 2011).
 Kontrol Kesehatan
Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar diketahui nilai
kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes melitus supaya ada
penanganan yang cepat dan tepat saat terdiagnosa diabetes melitus (Sugiarto &
Suprihatin, 2012). Seseorang dapat mencari sumber informasi sebanyak
mungkin untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes melitus yang mungkin
timbul, sehingga mereka mampu mengubah tingkah laku sehari-hari supaya
terhindar dari penyakit diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G., Butcher, H. and Dochterman, J. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC)
Sixth Edition. USA: Mosby Elsevier.
Eliana, F. 2015. Penatalaksanaan DM Sesuai Konsesnsus PERKENI 2015.
[Manuscript]http://www.pdui-pusat.com/wpcontent/uploads/2015-/12/SATELIT-
SIMPOSIUM-6.1-DM-UPDATE-DAN-Hb1C-OLEH-DR.-Dr.-Fatimah-Eliana-SpPD-
KEMD.pdf, Jakarta.
Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J. Majority 4(5).
Health Care And Research: New York: Spinger Publishing Company.
Wahyudi, A.S, Wahid, A, 2016. Ilmu Keperawatan Dasar, Jakarta: Mitra Wacana Media.

Ndraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Medicinus, 27(2).

Anda mungkin juga menyukai