Anda di halaman 1dari 96

SKRIPSI

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN PADA PIT II


TAMBANG BATUBARA PT BUANA ELTRA,
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU, SUMATERA SELATAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan


Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh
AZIZ ANDALAS PUTRA
03021281320006

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2017
SKRIPSI

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN PADA PIT II


TAMBANG BATUBARA PT BUANA ELTRA,
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU, SUMATERA SELATAN

AZIZ ANDALAS PUTRA


03021281320006

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
Universitas Sriwijaya
Persetujuan

Universitas Sriwijaya
Integritas

Universitas Sriwijaya
RIWAYAT HIDUP

Aziz Andalas Putra. Anak laki - laki yang lahir di


Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 3 April
1995. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
suami istri Bapak Ario Dwi Andalas, S.Sos., dan Ibu
Sri Purbaningsih, S.Sos. Mengawali pendidikan
tingkat dasar di Sekolah Dasar Islam Az-zahrah
Palembang pada tahun 2001. Pada tahun 2007
melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SMP
Negeri 18 Palembang. Pada tahun 2010 melanjutkan
pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 10 Palembang dan pada tahun 2013 berhasil
masuk menjadi salah satu mahasiswa di Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN) jalur tes tertulis yang diselenggarakan serentak oleh semua
Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sriwijaya, penulis aktif menjadi
salah satu anggota MINEVOLUTION angkatan 2013. Penulis juga aktif pada
organisasi Persatuan Mahasiswa Pertambangan (Permata) sebagai anggota aktif di
Departemen Internal sebagai anggota periode 2014 – 2016. Memiliki pengalaman
di lapangan antara lain kegiatan Engineering Leadership Camp di PT Bukit Asam,
Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Kuliah Kerja Lapangan di PT Antam (UBPE)
Pongkor, Jawa Barat, Kerja Praktek di Pertamina Asset 2 Field Prabumulih,
Sumatera Selatan selama 1 (satu) bulan pada September 2016 dan Tugas Akhir di
PT Buana Eltra, kabupaten Ogan Komering Ulu, provinsi Sumatera Selatan selama
1 (satu) bulan pada 12 Mei – 9 Juni 2017.

Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSEMBAHAN

‫الر ِحيم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬ َّ ‫ِب ْس ِم‬
َّ ِ‫َّللا‬
Karya tulis ini akan ku persembahkan untuk:

Kedua orang tua, Ibu Sri Purbaningsih, S.Sos. dan Bapak Ario Dwi
Andalas, S.Sos.

Dosen dan staff Jurusan Teknik Pertambangan Unsri khususnya


dosen pembimbing akademik Ibu Dr. Ir. Restu Juniah, MT. Dan
pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Taufik Toha, DEA dan
Bapak Ir. H. Fuad Rusydi Suwardi, MS.

Kakakku Risa Kencana Putri, S.T. dan adikku Aghifar Muhammad


Fajri.

Rekan Teknik Pertambangan Unsri khususnya angkatan 2013.

Berliani Rizky Sari, Nanda Dessy Mayor, Arin Erma Sari, Mirza
Alief, Faisal Sumantri, Fahmi Ramadhan, Bagus Dwi Anggana, Cep
Sandy Kurniawan, Hamdan Nasution, saudara serta teman
seperjuangan.

Restuani , Desty, Iko, Kak Din, Verika, Alfi, Anggra, Dellky, Wawan,
Mas Bowo dari teman seperjuangan sejak SMA.

Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya lah
sehingga dapat diselesaikan penyusunan Tugas Akhir ini yang berjudul
”Perencanaan Sistem Penyaliran pada Pit II Tambang Batubara PT Buana Eltra,
kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan”. Penelitian Tugas Akhir ini
dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2017 sampai 9 Juni 2017.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. M. Taufik Toha,
DEA dan Ir. H. Fuad Rusydi Suwardi, MS., selaku pembimbing pertama dan
pembimbing kedua yang telah banyak membimbing dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
Tugas Akhir dan penyusunan skripsi ini, antara lain:
1. Prof. Ir. Subriyer Nasir, MS., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya.

2. Dr. Hj. Rr. Harminuke Eko Handayani, ST., M.T., dan Ir. Bochori, MT., IPM,
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya.

3. Dr. Ir. Restu Juniah, MT., selaku pembimbing akademik.

4. Dosen-dosen, pegawai, serta karyawan administrasi Jurusan Teknik


Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya yang telah memberikan
banyak ilmu pengetahuan dan membantu selama proses penelitian Tugas Akhir.

5. Rezky Fitrahadi, ST., selaku pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT


Buana Eltra, Sumatera Selatan.

Penyelesaian Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun diharapkan guna perbaikan nantinya. Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak,
khususnya bagi Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya.

Indralaya, Desember 2017 Penulis

vii Universitas Sriwijaya


RINGKASAN

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN PADA PIT II TAMBANG


BATUBARA PT BUANA ELTRA, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU,
SUMATERA SELATAN.
Karya Tulis Ilmiah berupa Skripsi,

Aziz Andalas Putra; Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. H. M. Taufik Toha, DEA dan Ir.
H. Fuad Rusydi Suwardi, MS.

Planning of Drainage System at Pit II Coal Mine PT Buana Eltra , Kabupaten Ogan
Komering Ulu, South Sumatera.

xviii + 74 halaman, 11 gambar, 13 tabel, 8 lampiran.

RINGKASAN
PT Buana Eltra adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang usaha
pertambangan batubara. PT Buana Eltra memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Operasi Produksi Nomor 08/K/IUP-II/XXVII/2009 dengan luas wilayah perizinan
sebesar 3.152.395,649 m2 atau 315,2396 Ha. Secara administratif lokasi IUP/
Wilayah Pertambangan PT Buana Eltra terletak di desa Gunung Kuripan, kabupaten
Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Penambangan batubara dilakukan pada pit
II sedangkan pit I dalam tahap kegiatan reklamasi. Penambangan batubara
dilakukan pada 2 seam dari 3 seam lapisan batubara di pit II yaitu x,y, dan z. Metode
penambangan yang digunakan yaitu metode tambang terbuka dengan sistem
penambangan strip mine. Aktifitas penambangan memerlukan sistem penyaliran
agar tidak menganggu aktifitas produksi maupun tercemarnya air limbah ke lokasi
lain, maka dari itu diperlukan sistem penyaliran yang terencana. Penyaliran adalah
suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang terdapat atau
menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan sistem penyaliran tambang adalah
rangkaian unit kerja dari alat/bagian pada sistem penyaliran yang dimaksudkan
untuk mengendalikan air tambang. Berdasarkan kajian teknis dilapangan bahwa
pada pit II yaitu tidak tersedianya saluran terbuka atau open channel dan belum
diperhitungkan sebelumnya, sehingga menyebabkan air masuk ke front
penambangan. Sump aktual pada lokasi penelitian telah mampu menampung debit
air limpasan, tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena berdasarkan rencana
penambangan, lokasi sump aktual akan dilakukan kegiatan penambangan batubara
sehingga diperlukan perencanaan sump.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, debit total air pit II dengan asumsi
tidak terdapatnya saluran yaitu 9.528,493 m3/ hari, sedangkan debit total air ke pit
II dengan asumsi terdapat saluran langsung ke kolam pengendapan lumpur yaitu
4.892,632 m3/ hari. Pada pit II direncanakan dua saluran yang langsung mengalir
ke muara kolam pengendapan lumpur untuk mengurangi jam kerja pompa dimana
luas catchment pada saluran 1 sebesar 50.446,156 m2 atau 5,045 Ha dan luas
catchment pada saluran 2 sebesar 77.410,379 m2 atau 7,741 Ha. Jumlah saluran di

viii Universitas Sriwijaya


desain dengan kedalaman dua kali lebih dalam dari perhitungan yang dibuat yang
bertujuan untuk mencegah pengurangan kapasitas saluran karena pengendapan
lumpur. Rencana dimensi saluran terbuka 1 dengan lebar dasar saluran (B) sebesar
0,9 m ; tinggi jagaan (F) sebesar 0,16 m ; tinggi saluran (H) sebesar 0,94 m dan
lebar permukaan saluran (L) sebesar 1,81 m. Rencana dimensi saluran terbuka 2
dengan lebar dasar saluran (B) sebesar 1,06 m ; tinggi jagaan (F) sebesar 0,18 m ;
tinggi saluran (H) sebesar 1,1 m dan lebar permukaan saluran (L) sebesar 2,13 m.
Perencanaan pompa didasarkan pada perhitungan head total serta debit air limpasan
yang masuk ke sump, sehingga didapatkan jenis pompa Multiflo tipe CF-48H
sebanyak dua unit karena jam kerja rencana pada pompa sebesar 24,062 jam/hari
sedangkan dengan perencanaan saluran terbuka langsung menuju kolam pengendap
lumpur hanya dibutuhkan satu unit dengan jam kerja pompa berkurang menjadi
12,355 jam/hari. Dimensi sump didesain dengan estimasi tanpa ada pemompaan
pada air didalam sump selama 4 hari. Perhitungan dimensi sump rencana didasarkan
pada luas catchment sump yaitu seluas 134.971,363 m2 atau 13,971 Ha, dengan
debit total air sebesar 4.892,632 m3/hari. Sump didesain berbentuk trapesium karena
kemiringan dinding sump berbentuk trapesium relatif stabil dari erosi. Sump yang
direncanakan yaitu dengan dimensi panjang dan lebar permukaan sump sebesar
82,73 m. Untuk panjang dan lebar dasar sump sebesar 78,11 m, dengan kedalaman
4 m.

Kata kunci: Catchment Area, Saluran Terbuka, Pompa, Sump.

ix Universitas Sriwijaya
SUMMARY

PLANNING OF DRAINAGE SYSTEM AT PIT II COAL MINING PT


BUANA ELTRA, OGAN KOMERING ULU DISTRICT, SOUTH
SUMATERA.
Scientific Paper in the form Final Assignment.

Aziz Andalas Putra; Supervised by Prof. Dr. Ir. H. M. Taufik Toha, DEA and Ir. H.
Fuad Rusydi Suwardi, MS.

Planning of Drainage System at Pit II Coal Mine PT Buana Eltra , Ogan Komering
Ulu District, South Sumatera.

xviii + 74 page, 11 picture, 13 table, 8 attachment.

RINGKASAN
PT Buana Eltra is one of the company that doing operation in coal mining
company. PT Buana Eltra has mining license (IUP) number of operation production
08/K/IUP-II/XXVII/2009 with a licensed area of 3.152.395,649 m2 or 315,2396 Ha.
Administratively the region of PT Buana Eltra located in Mountain Kuripan village,
Ogan Komering Ulu District, South Sumatera. Coal of mining is running in pit II,
while in pit I in reclamation progress. Coal of mining doing in seam 2 of seam 3
layer in pit II, that is x, y, and z. Mining method that usually use is surface mining
method with strip mine system. Mining activity needs drainage system in order not
to interfere the activity of production or polluted the waste water to another
location, then it is necessary to use drainage system that has been planned.
Drainage means to dry or excrete water contained or inundated a particular area.
While the mine drainage system is a series of work units of equipment / parts in the
drainage system intended to control mine water. Based on technical studies in the
field that pit II is the unavailability of open channels or open channels and has not
been taken into account before, this causing water into the mining front. The actual
sump at the study site has been able to accommodate run off water discharge, but
this does not last long, the actual location of sump will be the activities of coal
mining so that sump planning is required.
Based on the research conducted, the water discharge pit II with the
assumption that there is no channel of 9.528,493 m3/day, while the water discharge
pit II with the assumption that there is direct channel to mud deposition pond that
is 4.892,632 m3/day. In pit II there are two channels that directly flow into the mouth
of the sediment pond to reduce the working hours of the pump where the catchment
on channel 1 is 50.446,156 m2 or 5,045 Ha and the catchment area on channel 2 is
77.410,379 m2 or 7,741 Ha. The number of channels in the design with a depth of
two times deeper than the calculations made which to prevent channel capacity
reduction due to the deposition of sludge. The drainage channel 1 made with a base

x Universitas Sriwijaya
width of the channel (B) of 0,9 m; height surveillance (F) of 0,16 m; height channel
(H) of 0,94 m and a surface width of the channel (L) of 1,81 m. The drainage
channel 2 dimension will be made with a channel base width (B) of 1,06 m; height
surveillance (F) of 0,18 m; height of channel (H) of 1,1 m and surface width of
channel (L) of 2,13 m. The pump planning is based on the total head calculation
and the run off discharge flow into the sump, so the type of CF-48H Multiflo pump
is used as two units because the pump work plan is 24,062 hours/day while the open
drainage plan goes directly to the sediment pond only, it takes one unit with the
pump working hours reduced to 12,355 hours/day. Dimension of plan the sump
with estimation with no water pumping in the sump for 4 days. The calculation of
the sump dimension of the plan which the catchment area are 134.971,363 m2 or
13,971 ha, with total water discharge 4.892,632 m3/day. The sump is designed to
be trapezoidal because the slope of the trapezoid-shaped sump wall is relatively
stable from erosion. Sump is planned with the dimension of the length and width of
the sump surface of 82,73 m. For the length and width of the base sump of 78,11
m, with a depth of 4 m.

Keywords: Catchment Area, Open Channel, Pump, Sump

xi Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Halaman Persetujuan ........................................................................................ iii
Halaman Pernyataan Integritas ........................................................................ iv
Riwayat Hidup ................................................................................................. v
Halaman Persembahan ..................................................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................ vii
Ringkasan ......................................................................................................... viii
Summary .......................................................................................................... x
Daftar Isi .......................................................................................................... xii
Daftar Gambar ................................................................................................. xvi
Daftar Tabel .................................................................................................... xvii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 2
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Siklus Hidrologi ...................................................................................... 4
2.1.1. Presipitasi...................................................................................... 5
2.1.2. Evaporasi ...................................................................................... 6
2.1.3. Transpirasi .................................................................................... 7
2.1.4. Evapotranspirasi ........................................................................... 7
2.1.5. Infiltrasi......................................................................................... 8

xii Universitas Sriwijaya


2.1.6. Air Tanah ...................................................................................... 8
2.2. Sistem Penyaliran Tambang ................................................................... 9
2.2.1. Mine Drainage System .................................................................. 10
2.2.2. Mine Dewatering System .............................................................. 11
2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang...... 11
2.1.1. Curah Hujan .................................................................................. 11
2.1.2. Periode Ulang Hujan..................................................................... 14
2.1.3. Intensitas Curah Hujan ................................................................. 15
2.1.4. Daerah Tangkapan Hujan ( Catchment Area) .............................. 16
2.1.5. Air Limpasan (Run Off) ................................................................ 16
2.4. Struktur Drainase Permukaan ................................................................. 18
2.4.1. Open Channel (Saluran Terbuka) ................................................. 18
2.4.2. Sump ............................................................................................. 21
2.5. Pompa ..................................................................................................... 22
2.6 Pemipaan................................................................................................. 24

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1. Waktu Penelitian..................................................................................... 26
3.2. Tempat Penelitian ................................................................................... 26
3.3. Metode Penelitian .................................................................................. 28
3.3.1. Studi Literatur ............................................................................... 28
3.3.2. Orientasi Lapangan ....................................................................... 28
3.3.3. Pengambilan Data ......................................................................... 28
3.3.4. Pengolahan Data ........................................................................... 29
3.4. Metode Penyelesaian Masalah ............................................................... 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Kondisi Pit II PT Buana Eltra................................................................. 33
4.2. Perhitungan Debit pada Pit II PT Buana Eltra........................................ 33
4.2.1. Perkiraan Curah Hujan Rencana .................................................. 33
4.2.2. Intensitas Hujan ............................................................................ 34
4.2.3. Catchment Area ............................................................................ 34

xiii Universitas Sriwijaya


4.2.3.1. Catchment Area Saluran Terbuka 1 ................................ 34
4.2.3.2. Catchment Area Saluran Terbuka 2 ................................ 35
4.2.3.3. Catchment Area Sump ..................................................... 35
4.2.4. Perhitungan Debit Air Limpasan .................................................. 35
4.2.4.1. Debit Air Limpasan Rencana Saluran Terbuka 1 .......... 35
4.2.4.2. Debit Air Limpasan Rencana Saluran Terbuka 2 .......... 35
4.2.4.3. Debit Air Limpasan Sump.............................................. 36
4.2.5. Debit Air Tanah ............................................................................. 36
4.2.6. Perhitungan Debit Evaporasi ......................................................... 36
4.2.7. Perhitungan Debit Total Air ........................................................... 37
4.2.7.1. Debit Total Air II dengan Tidak Terdapatnya Saluran
Terbuka...................... ..................................................... 37
4.2.7.2. Debit Total Air dengan Terdapatnya Saluran Terbuka.... 37
4.2.7.3. Perbandingan Total Debit Air .......................................... 37
4.3. Perencanaan Saluran Terbuka (Open Channel) pada Pit II PT
Buana Eltra............................................................................................. 38
4.3.1. Dimensi Rencana Saluran Terbuka 1 ......................................... 38
4.3.2. Dimensi Rencana Saluran Terbuka 2 ......................................... 39
4.4. Perencanaan Sump pada Pit II PT Buana Eltra ...................................... 39
4.4.1. Dimensi Sump Rencana .............................................................. 39
4.5. Perencanaan Sistem Pemompaan pada Pit II PT Buana
Eltra........................................................................................................ 40

4.5.1.Perhitungan Head Total Rencana dan Kapasitas Pemompaan


Rencana....................................................................................... 41

4.5.2.Perhitungan Jumlah Jam Kerja Rencana


pemompaan.................................................................................. 42
4.5.2.1.Jam Kerja Rencana dengan Tidak Terdapatnya Saluran
Terbuka............................................................................ 42
4.5.2.2.Jam Kerja Rencana dengan Terdapatnya Saluran
Terbuka .............................................................................. 42
4.5.2.3.Perbandingan Jam Kerja Rencana Pompa........................ 43

xiv Universitas Sriwijaya


BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 44
5.2. Saran ....................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xv Universitas Sriwijaya
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1. Siklus Hidrologi ...................................................................................... 4
2.2. Bentuk - Bentuk Penampang Saluran ..................................................... 19
2.3. Penampang Saluran Air .......................................................................... 19
2.4. Penampang Saluran Bentuk Trapesium .................................................. 20
3.1. Peta Lokasi Dan Kesampaian Daerah..................................................... 27
3.2. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 31
4.1. Sump di Pit II PT Buana Eltra ................................................................ 33
4.2. Penampang Rencana Saluran Terbuka 1 pit II PT Buana Eltra .............. 38
4.3. Penampang Rencana Saluran Terbuka 2 pit II PT Buana Eltra .............. 39
4.4. Dimensi Sump Rencana .......................................................................... 40
4.5. Penampang rencana elevasi sistem pemompaan pit II PT Buana Eltra .. 41

xvi Universitas Sriwijaya


DAFTAR TABEL

Halaman
2.1. Hubungan Suhu dan Uap Jenuh.............................................................. 6
2.2. Koefesien Permeabilitas ......................................................................... 9
2.3. Reduced Variate (Y) sebagai Fungsi Periode Ulang .............................. 13
2.4. Nilai Reduced Mean (Yn) ....................................................................... 14
2.5. Nilai Reduced Standard Deviation ......................................................... 14
2.6. Periode Ulang Hujan Rencana ................................................................ 15
2.7. Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan ................................ 15
2.8. Beberapa Harga Koefesien Limpasan .................................................... 18
2.9. Koefesien Manning ................................................................................. 21
2.10. Konstanta Hazen – Williams Berbagai Jenis Pipa .................................. 24
2.11. Pipa Ekivalen .......................................................................................... 25
3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ..................................................................... 26
3.2. Tujuan dan Metode Penelitian ................................................................ 32

xvii Universitas Sriwijaya


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Data Curah Hujan di Pit II PT Buana Eltra ............................................ 46
2. Periode Ulang Hujan Rencana dan Intensitas Hujan .............................. 48
3. Catchment Area pada Pit II PT Buana Eltra ........................................... 55
4. Debit Total Air Pit II PT Buana Eltra..................................................... 56
5. Spesifikasi Pompa dan Pipa .................................................................... 60
6. Perhitungan Rencana Pemompaan ......................................................... 61
7. Perencanaan Dimensi Saluran Terbuka .................................................. 65
8. Perencanaan Dimensi Sump.................................................................... 71

xviii Universitas Sriwijaya


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT Buana Eltra merupakan salah satu perusahaan tambang batubara di
Indonesia yang berlokasi di desa Pengandonan, kabupaten Ogan Komering Ulu,
provinsi Sumatera Selatan. PT Buana Eltra mempunyai dua lokasi penambangan
yaitu pit I dan pit II, dimana kondisi pit I PT Buana Eltra tidak dilakukan kegiatan
penambangan lagi (tutup) atau sudah dalam tahap reklamasi.
PT Buana Eltra menggunakan metode tambang terbuka dengan sistem strip
mine yang membentuk cekungan sehingga dapat berpotensi tergenangnya lokasi
penambangan. Aktifitas penambangan memerlukan sistem penyaliran agar tidak
menganggu aktifitas produksi maupun tercemarnya air limbah ke lokasi lain, maka
dari itu diperlukan sistem penyaliran yang terencana. Penyaliran adalah suatu cara
untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang terdapat atau menggenangi suatu
daerah tertentu. Sedangkan sistem penyaliran tambang adalah rangkaian unit kerja
dari alat/bagian pada sistem penyaliran yang dimaksudkan untuk mengendalikan
air tambang. Upaya ini dilakukan untuk mencegah terganggunya aktivitas
penambangan akibat adanya genangan air dalam jumlah yang berlebihan di lokasi
penambangan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang
ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat
mekanis yang digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama
(Suwandhi, 2004).
Sistem penyaliran tambang bergantung terhadap besarnya curah hujan,
intensitas hujan serta luas dari daerah tangkapan hujan atau catchment area.
Semakin besar curah hujan, intensitas hujan serta semakin luas catchment area
maka debit air limpasan yang akan masuk ke pit akan semakin besar. Debit total air
yang masuk pada front penambangan, dapat dipengaruhi oleh penambahan debit air
tanah dan pengurangan dari debit evaporasi karena penguapan.
Permasalahan yang ada pada pit II yaitu tidak tersedianya saluran terbuka
dan kondisi sump sebelumnya akan dilakukan kegiatan penambangan batubara

1 Universitas Sriwijaya
2

sehingga front penambangan akan semakin dalam. Jarak muara kolam pengendap
lumpur tidak jauh dari front penambangan sehingga saluran terbuka akan
rencanakan berdasarkan perbandingan debit total air yang masuk jika terdapat
saluran terbuka yang menuju muara kolam pengendapan lumpur. Untuk
perencanaan sump didesain berdasarkan kondisi perencanaan tambang dimana
kondisi sump sebelumnya tidak digunakan lagi. Penambahan kedalaman front
penambangan akan berdampak pada meningkatnya nilai head total, sehingga perlu
direncanakan sistem pemompaan meliputi jenis, jumlah dan jam kerja rencana
pemompaan. Oleh karena itu, perlunya perencanaan saluran terbuka, sump dan
sistem pemompaan untuk menerapkan sistem penyaliran yang baik dan sistematis
di pit II PT Buana Eltra.

1.2. Rumusan Masalah


1. Berapakah debit total air yang masuk ke front dengan perbandingan tidak
terdapatnya atau terdapatnya saluran terbuka yang langsung dialirkan menuju
muara kolam pengendap lumpur pada pit II PT Buana Eltra?

2. Bagaimana dimensi saluran terbuka dan sump yang optimal untuk mengatasi
debit air pada pit II PT Buana Eltra?

3. Bagaimana rencana sistem pemompaan agar memenuhi standar sistem


pengelolaan air pada pit II PT Buana Eltra?

1.3. Batasan Masalah


1. Penelitian ini dilakukan pada pit II PT Buana Eltra.
2. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui debit total air yang masuk ke front
apabila tidak terdapatnya atau terdapatnya saluran terbuka yang langsung
dialirkan menuju muara kolam pengendap lumpur, merencanakan dimensi
dan letak saluran terbuka maupun sump dan merencanakan jenis, jumlah serta
jam kerja pompa secara optimal dengan data curah hujan selama 10 tahun.
3. Penelitian ini hanya membahas perencanaan secara teknis meliputi
perancangan saluran dan sump serta jenis, jumlah, dan jam kerja pompa dan
tidak membahas praduga laju erosi, sedimentasi, volume penggalian dan
kestabilan lereng.

Universitas Sriwijaya
3

4. Pompa yang direncanakan sama dengan pompa saat ini yaitu Multiflo CF-
48H.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui debit total air yang masuk ke front dengan perbandingan tidak
terdapatnya atau terdapatnya saluran terbuka yang langung dialirkan menuju
muara kolam pengendap lumpur pada pit II PT Buana Eltra.
2. Merencanakan dimensi saluran terbuka dan sump yang optimal untuk
mengatasi debit air pada pit II PT Buana Eltra.

3. Merencanakan jenis, jumlah dan jam kerja pompa berdasarkan debit air yang
masuk kedalam sump pada pit II PT Buana Eltra.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai perencanaan sistem
penyaliran tambang meliputi rancangan saluran terbuka, sump dan jenis
pompa, jumlah, dan jam kerja pompa.

2. Diharapkan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi PT Buana Eltra


dalam mengkaji sistem penyaliran tambang untuk mengurangi debit air yang
masuk ke front penambangan sehingga mengurangi biaya operasional karena
jam kerja pompa berkurang dan mengurangi biaya pengerukan sump rencana.
Selain itu dapat meningkatkan lifetime atau umur pompa, meningkatkan
kestabilan lereng dan mengurangi laju erosi sehingga sedimentasi yang
masuk ke front penambangan maupun sump berkurang.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi


Air yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses yang
membentuk siklus. Secara umum siklus hidrologi terjadi karena air yang menguap
ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan kembali jatuh ke
bumi. Kejadian ini disebut presipitasi yang dapat berbentuk hujan, salju, atau
embun. Peristiwa perubahan air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah
ke udara disebut evaporasi, sedangkan penguapan air dari tanaman disebut
transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-sama maka disebut
evapotranspirasi. Air dipermukaan tanah dapat bergerak kedalam tanah jika
permukaannya tidak kedap air, dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu
aliran yang disebut infiltrasi, kemudian air akan menempati rongga-rongga dalam
lapisan geologi yang disebut air tanah. Untuk lebih jelasnya daur hidrologi dapat
dilihat pada (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Asdak, 1995)

4 Universitas Sriwijaya
5

2.1.1. Presipitasi
Presipitasi adalah turunnya air dari langit atau atmosfer ke bumi. Air laut
menguap karena radiasi matahari membentuk titik-titik uap air menjadi awan,
kemudian awan yang terjadi akibat penguapan air bergerak di atas daratan karena
terbawa oleh hembusan angin. Lalu presipitasi terjadi karena adanya tabrakan
antara butir-butir uap air di awan akibat desakan angin, presipitasi ini dapat
berbentuk hujan jika suhu kondensasi uap hanya mencapai wujud cair maupun salju
jika perubahan suhu mencapai di bawah titik beku (freezing point). Faktor-faktor
yang mempengaruhi presipitasi adalah sebagai berikut (Seyhan, 1990) :
a. Ketinggian tempat
b. Garis lintang
c. Jarak dari sumber-sumber air
d. Arah angin
e. Suhu nisbi tanah dan samudera yang berbatasan.
f. Hubungannya dengan deretan gunung
g. Posisi di dalam dan ukuran masa tanah benua atau daratan.
Hujan merupakan salah satu bentuk dari pendinginan titik air yang kemudian
turun ke bumi. Terdapat 5 unsur yang harus ditinjau dalam menentukan banyaknya
hujan yang terjadi , antara lain (Soemarto, 1995) :
a. Intensitas (I), laju curah hujan persatuan waktu, seperti mm/menit, mm/jam,
mm/hari disebut juga dengan intensitas.
b. Lama waktu atau durasi (t), waktu yang dialami hujan dalam detikk atau menit
disebut juga dengan durasi hujan.
c. Tinggi hujan (d), merupakan jumlah hujan yang dinyatakan dalam mm untuk
ketebalan air diatas permukaan datar.
d. Frekuensi, adalah tingkat kuantitas terjadinya hujan yang dinyatakan dengan
waktu ulang (return periode) T.
e. Luas, adalah luas geografis curah hujan yang dinyatakan dalam km2.
Banyaknya presipitasi atau curah hujan yang terjadi dapat ditentukan dengan
melalui berbagai macam tahapan antara lain (Soemarto, 1995) :

Universitas Sriwijaya
6

1. Mengukur curah hujan


Pengukuran curah hujan ilakukan menggunakan penangkar hujan disertai
dengan pencatat hujan. Penangkar hujan berfungsi menampung hujan yang jatuh
dikawasan hujan, sedangkan pencatat hujan berfungsi mencatat tinggi hujan.
2. Frekuensi pengukuran
Frekuensi pencatatan dan pengukuran terhadap curah hujan yang jatuh di
suatu kawasan dapat dilakukan sebanyak:
a. Sekali dalam sehari, dapat dilakukan dengan alat pengukur manual yang
mengukur tiap hari wadah penangkar hujan dengan waktu yang teratur.
b. Sekali dalam seminggu atau sebulan, namun dilakukan dengan alat pengukur
otomatis yang mana menghasilkan data curah hujan setiap saat dan di hubungkan
dengan komputer di pusat komputer.

2.1.2. Evaporasi
Menurut Ersin Seyhan (terjemahan Sentot Subagyo, 1990) evaporasi adalah
proses dimana air menjadi uap, bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air
ke udara atau semua bentuk permukaan selain vegetasi. Pertukaran air menjadi uap
air dapat terjadi dari permukaan bebas, dari muka air tanah, dan pada metabolisme
tanaman (trasnpirasi). Suhu dan tekanan uap jenuh saling berhubungan satu sama
lainnya, sehingga juga mampu mempengaruhi evaporasi yang terjadi. Hubungan
suhu dan tekanan uap jenuh dapat dilihat pada (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Hubungan Suhu dan Uap Jenuh


Suhu (oC) Tekanan Uap Jenuh (mmHg)

0 4,572
10 9,14
20 17,55
30 31,86
32 36,81
40 55,40

Menurut Ersin Seyhan (terjemahan Sentot Subagyo, 1990) persamaan Dalton


adalah sebagai berikut :

𝐸𝑜 = 0,35 (𝑒𝑠 − 𝑒)(0,5 + 0,54𝑢2 )..........................................................(2.1)

Universitas Sriwijaya
7

dimana :
𝐸𝑜 = Evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)
Es = Tekanan uap air jenuh (mmHg)
e = Tekanan uap aktual dalam udara (mmHg)
U2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 meter dari permukaan (mm/s)

2.1.3. Transpirasi
Transpirasi adalah proses hilangnya air menjadi bentuk uap air dari jaringan
hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah. Besarnya transpirasi
tergantung dari jenis tumbuhan, suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara,
dan sinar matahari. Mekanisme proses transpirasi yaitu air diserap kedalam akar
secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradient
potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar
karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan
yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas
dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi. Lebih
dari 20% air yang diambil oleh akar dikeluarkan ke udara sebagai uap air.

2.1.4. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah jumlah total air yang kembali lagi ke atmosfer dari
permukaan tanah, permukaan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor
iklim dan fisiologis vegetasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses
evaporasi dan transpirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi
adalah :
1. Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas
memerlukan panas (penyinaran matahari secara langsung).
2. Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.
3. Suhu dan kelembaban relatif.
4. Jenis tumbuhan.
5. Jenis tanah, karena kadar kelembaban tanah membatasi persediaan air yang
diperlukan tumbuhan.

Universitas Sriwijaya
8

2.1.5. Infiltrasi
Air cair yang jatuh pada permukaan bumi akhirnya, jika permukaannya tidak
kedap air, dapat bergerak kedalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler
dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi. Laju infiltrasi aktual adalah laju air
berpenetrasi ke permukaan tanah pada setiap waktu dengan gaya-gaya kombinasi
gravitasi, viskositas dan kapilaritas (Fac). Laju maksimum presipitasi dapat diserap
oleh tanah pada kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (Fc) untuk suatu
intensitas curah hujan dilambangkan i. Jika intensitas curah hujan lebih kecil dari
kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi aktual lebih kecil dari kapasitas infiltrasi (i <
Fc, Fac < Fc) dan sebaliknya jika intensitas curah hujan lebih besar dari kapasitas
infiltrasi, maka kecepatan infiltrasi lebih kecil dari dari kapsitas infiltrasi (i < Fc, Fac
< Fc). Hal ini dikarenakan pada saat hujan, tidak ada waktu air untuk terserap
kedalam permukaan, karena debit air hujan yang tinggi membawa partikel-partikel
tertentu yang menutupi rongga-rongga pori tanah (Seyhan, 1990).

2.1.6. Air Tanah


Air Tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.
Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan air tanah dinamakan air jenuh
(staturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh biasanya terletak di atas daerah
jenuh sampai kepermukaan tanah, dimana rongga-rongganya berisi air dan udara.
Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air kepada zona bawah
tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan distribusi dan
mempengaruhi gerakan air tanah (Soemarto 1987). Aliran air tanah dalam akuifer
dapat dihitung dengan persamaan darcy. Menurut CD. Soemarto (1987), persamaan
darcy adalah sebagai berikut:

𝑘 𝐴 (𝐻02 −𝐻12 )
𝑄= ...................................................................................... (2.2)
2𝐿

Dimana :
Q = Debit air tanah (m3/detik)
k = Koefisien permeabilitas (m/det)
𝐴 = Luas penampang akuifer(m2)
H0 = Ketinggian awal air tanah (m)

Universitas Sriwijaya
9

H1 = Ketinggian air tanah sepanjang L (m)


𝐿 = Panjang akuifer, jarak dari sumber (m)

Tabel 2.2 Koefisien Permeabilitas (Awang Suwandi, 2004)


Permeability Unit
No Description of Ground
Darcy Meinzer cm/det
1. Clay shale or dense rock with tight fractures,
0,0001 0,0018 9,7 x 10-8
considered impermeable in most excavations
2. Dense rock, few tight fractures, approximate lower
0,001 0,018 9,7 x 10-7
limit for oil production
3. Dense rock, 0.005 in fracture each sqft 0,5 9 4,8 x 10-4
4. Silt or clay, silt, fine sand. Few water well in less
1 18 9,7 x 10-4
permeable ground
5. Silt or clay, silt, fine sand. Few water well in less
2 36 19,4 x 10-4
permeable ground
6. Clean sand, medium and coarse (0,25 and 1.0 mm) 500 9.100 0,48
7. Clean gravel (70% larger than 2.0 mm) 1.250 22.750 1,2

2.2. Sistem Penyaliran Tambang


Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air
yang terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan sistem
penyaliran tambang adalah rangkaian unit kerja dari alat/bagian pada sistem
penyaliran yang dimaksudkan untuk mengendalikan air tambang. Upaya ini
dilakukan untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya
genangan air dalam jumlah yang berlebihan di lokasi penambangan, terutama pada
musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk
memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada
daerah tersebut mempunyai umur yang lama (Suwandhi, 2004).
Sumber air yang masuk ke daerah tambang, dapat berasal dari air permukaan
maupun air tanah. Air yang terdapat dan mengalir di permukaan disebut juga
sebagai air permukaan. Air ini berasal dari limpasan daerah sekitar yang masuk ke
area tambang, seperti air sungai, air rawa ataupun air danau daerah sekitar dan dapat
pula berupa air buangan serta mata air. Sedangkan air yang terdapat dan mengalir
di bawah permukaan tanah disebut air bawah tanah, yang termasuk air bawah tanah
adalah air tanah dan air rembesan. Adapun upaya penanganan terhadap air yang
dapat dilakukan pada tambang terbuka yakni dengan mine drainage dan mine
dewatering (Suwandhi, 2004).

Universitas Sriwijaya
10

2.2.1. Mine Drainage System


Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah
penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air
rembesan yang berasal dari sumber air permukaan, tindakan ini juga disebut usaha
preventif. Cara yang biasa digunakan untuk mencegah air permukaan adalah
dengan membuat saluran terbuka disekeliling tambang atau lantai jenjang.
Beberapa metode penyaliran mine drainage system adalah:
1. Metode Siemens
Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian ke
dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi lubang-
lubang. Bagian batang anoda serta katoda. Bilamana elemen- elemen dialiri arus
listrik maka air pori akan mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian
terkumpul pada sumur lalu dipompa keluar.
2. Small Pipe With Vacuum Pump
Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiabel (jumlah air sedikit)
dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung bawahnya
diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor diberi kerikil-
kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih
besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat
supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap udara sehingga
air akan terserap ke dalam lubang bor.
3. Metode Pemotongan Air Tanah
Metode ini biasa digunakan untuk mengamati kondisi air tanah, dimana lapisan
tanah yang digali sampai sebatas akuifer. Dengan terpotongnya aliran air tanah
maka daerah hilir akan menjadi kering. Lubang galian ditimbun kembali dengan
material yang kedap air atau dengan cara disemen.
4. Metode Kombinasi Dengan Lubang Bukaan Bawah Tanah

Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar di dalam tanah guna


menampuang aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat
menyalurkan air permukaan ke dalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini
cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga
tidak memerlukan pompa.

Universitas Sriwijaya
11

2.2.2. Mine Dewatering System


Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan air hujan, air tanah
dan air limpasan yang telah masuk ke lokasi penambangan. Upaya ini terutama
untuk menangani air yang berasal dari air hujan. Adapun metode mine dewatering
system adalah sebagai berikut:
1. Sistem Paritan
Merupakan metode penyaliran yang paling murah dibandingkan dengan metode
yang lainya. Beberapa lubang paritan dibuat pada lokasi penambangan guna
menampung sementara serta mengalirkan air limpasan, sehingga tidak mengganggu
pekerjaan tambang. Bentuk saluran terbuka yang paling sederhana dan umum
digunakan adalah saluran dengan bentuk trapesium.
2. Sistem Kolam Terbuka (Open Sump System)
Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Air dikumpulkan pada sumur (sump), kemudian di pompa keluar
dan pemasangan jumlah pompa tergantung kedalaman penggalian. Dengan
kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk kedalam lokasi penambangan.
Apabila kapasitas pompa lebih besar dari yang debit air yang masuk, maka
penggunaan pompa bisa secara periodik sehingga pompa tidak mengalami
kelelahan.
3. Sistem Adit
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang
mempunyai banyak jenjang. Saluran horizontal yang di buat dari tempat kerja
menembus ke shaft yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke
dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan
oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.
2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem
penyaliran pada tambang terbuka adalah :

2.3.1. Curah Hujan


Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah, besarnya
curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum

Universitas Sriwijaya
12

dinyatakan dalam tinggi air (mm). 1 mm berarti pada luasan 1 m2 jumlah air hujan
yang jatuh sebanyak 1 Liter.
Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan
mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi. Sumber
utama air permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah
hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penyaliran. Pengolahan data
ini dapat dilakukan dengan berdasarkan sifat statistik data kejadian yang telah lalu
untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang. Dengan
anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan
sifat statistik kejadian hujan masa lalu.
Curah hujan diperkirakan terjadi satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat
dianggap sebagai periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang yang paling
banyak dipakai adalah Metode Gumbel. Metode Gumbel merupakan teori harga
ekstrim untuk menunjukan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3, ...,
Xn, dimana sample-samplenya sama besar, dan X merupakan variable berdistribusi
eksponensial, maka probabilitas kumulatipnya P dalam nama sebarang harga di
antara n buah harga Xn akan lebih kecil dari harga tertentu. Persamaan Gumbel
untuk mendapatkan perkiraan curah hujan dapat dilihat pada persamaan dibawah
ini (Soewarno, 1995).

S
X =x + Sn(Y-Yn) .................................................................................... (2.3)

Keterangan :
X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun
x = Harga rata – rata sampel data curah hujan (dalam hal ini curah hujan
bulanan maksimum)
S = Simpangan baku (standar deviasi) data sampel curah hujan
Y = Reduce variate, mempunyai nilai yang berbeda pada setiap periode ulang
Yn = Reduced mean, yang tergantung pada jumlah sample
Sn = Reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample

Universitas Sriwijaya
13

Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan menggunakan rumus


(Soewarno, 1995):

S=  ( x  xi ) 2
.................................................................................. (2.4)
n 1

Dalam menentukan periode ulang hujan, maka harus diketahui terlebih


dahulu reduced variate, reduced mean, reduced standard deviation.
1. Reduced Variate (Y)
Menghitung nilai reduce variate menggunakan rumus (Soemarto, 1987) :

 T  1
Y   ln  ln  ................................................................................(2.5)
 T 

Keterangan :
Y = Reduced Variate
T = Periode ulang (tahun)

Tabel 2.3 Reduced Variate (Y) Sebagai Fungsi Periode Ulang (Soemarto, 1987)
Periode Ulang (T) Reduksi Variansi (Y)
2 0,367
5 1,4999
10 2,2504
100 4,6001
500 6,2136
1000 6,9072

2. Reduced Mean atau Koreksi Rata-rata (Yn)


Untuk menentukan nilai koreksi rata-rata, nilai reduced mean tergantung atas
banyak nya data curah hujan yang digunakan, data curah hujan minimal digunakan
dalam 10 tahun sebelumnya (Tabel 2.4) (Soemarto, 1987).

Universitas Sriwijaya
14

Tabel 2.4 Nilai Reduced Mean (Yn) (Soemarto, 1987)


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,553 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,558 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600

3. Reduced Standard Deviation atau Koreksi Simpangan (Sn)

Untuk menentukan nilai Reduce Standard Deviation sama halnya dengan


mencari nilai Reduced Mean yaitu dilihat dari banyaknya data curah hujan yang
digunakan (Soemarto, 1987). Jumlah data curah yang dibutuhkan untuk mengolah
data pada persamaan gumbel minimal 10 tahun (Tabel 2.5).

Tabel 2.5 Nilai Reduced Standard Deviation (Sn) (Soemarto, 1987)


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,148 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

2.3.2. Periode Ulang Hujan


Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan
biasanya akan berulang pada suatu periode tertentu, yang dikenal dengan Periode
Ulang Hujan. Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan
dengan tinggi intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan
terjadinya adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Penentuan periode ulang hujan dilakukan dengan menyesuaikan data dan
keperluan pemakaian saluran yang berkaitan dengan umur tambang serta tetap
memperhitungkan resiko hidrologi. Dapat pula dilakukan perhitungan dengan
metode distribusi normal menggunakan konsep peluang.

Universitas Sriwijaya
15

Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah


kebijakan dan resiko yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Menurut Rudi
Sayoga (1999), acuan untuk menentukan periode ulang hujan dapat dilihat pada
(Tabel 2.6).

Tabel 2.6. Periode Ulang Hujan Recana (Rudi Sayoga G, 1999)


Keterangan Periode ulang hujan
Daerah terbuka 0–5
Sarana tambang 2–5
Lereng–lereng tambang dan penimbunan 5 – 10
Sumuran utama 10 – 25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100

2.3.3. Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif
singkat, biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah hujan
biasanya dinotasikan dengan huruf “I”. Keadaan curah hujan dan intensitas sudah
diklasifikasikan pada (Tabel 2.7).

Tabel 2.7 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Suripin, 2004)
Intensitas Curah Hujan
Kondisi
Keadaan Curah Hujan ( mm )
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan <1 <5 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit
Hujan ringan 1-5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan normal 5 -10 20 – 50 Bunyi curah hujan terdengar
Air tergenang diseluruh permukaan
tanah dan bunyi keras kedengaran dari
Hujan lebat 10 -20 50 - 100 genangan
Hujan sangat lebat > 20 > 100 Hujan seperti ditumpahkan

Intensitas curah hujan ditentukan berdasarkan rumus mononobe, dengan


menggunakan data curah hujan harian.
Rumus mononobe :

2/3
R  24 
I  24   ......................................................................................(2.6)
24  t 

Universitas Sriwijaya
16

Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum (mm).

2.3.4. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)


Catchment area merupakan suatu areal atau daerah tangkapan hujan dimana
batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga
akhirnya merupakan suatu poligon tertutup yang mana polanya disesuikan dengan
kondisi topografi, dengan mengikuti kecenderungan arah gerak air (Suwandhi,
2004).
Air yang jatuh ke permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah, sebagian
ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi,
kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Daerah tangkapan hujan dapat mengakibatkan air limpasan permukaan
mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih rendah. Penentuan luas
daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah yang akan diteliti.
Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang
diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.
Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta
kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling
tambang membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah
mengalirnya air, maka didapatkan luas daerah tangkapan hujan dengan batuan
software seperti map info 10, AutoCAD, Surpac, dan lain-lain.

2.3.5. Air Limpasan (Run Off)


Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah hujan yang
mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena
intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan, bentuk dan
kekompakan permukaan tanah serta vegetasi.
Debit aliran maksimum dianalisis berdasarkan metode Rasional USSCS
(1973) berikut ini :

Universitas Sriwijaya
17

Q = C . I . A...............................................................................................(2.7)

Keterangan :
Q = debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan(km2)

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan


besarnya limpasan permukaan, dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada tiap-
tiap daerah tangkapan hujan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda, dapat
dilihat pada (Tabel 2.8). Dalam penentuan koefisien limpasan faktor-faktor yang
harus diperhatikan adalah :
1) Kerapatan vegetasi
2) Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil, karena
air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah, melainkan akan
tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi nilai
C yang besar.
3) Tata guna lahan
Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil
daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya
padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya
menjadi limpasan permukaan.
4) Kemiringan tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C yang
kecil, daripada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai curam untuk
keadaan yang sama.

Universitas Sriwijaya
18

Tabel 2.8 Beberapa Harga Koefisien Limpasan (Rudi Sayoga G, 1999)

Kemiringan Kegunaan Lahan Koefisien Limpasan


- - Persawahan rawa-rawa 0,2
Datar
- Hutan, perkebunan 0,3
Kemiringan < 3%
- - Permukiman 0,4
- Hutan, perkebunan 0,4
Agak miring - - Pemukiman 0,5
(3-15%) - - Vegetasi ringan 0,6
- -Tanah gundul 0,7
- - Hutan 0,6
Curam - - Pemukiman 0,7
Kemiringan > 15% - - Vegetasi ringan 0,8
- - Tanah gundul, penambangan 0,9

2.4. Struktur Drainase Permukaan


Jenis-jenis penyaliran yang dapat digunakan di permukaan antara lain :

2.4.1. Open Channel (Saluran Terbuka)


Saluran Terbuka berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau tempat lain. Bentuk saluran
terbuka, umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta kemudahan
dalam pembuatannya. Sumber air utama pada tambang terbuka adalah air hujan,
walaupun kadang kontribusi air tanah juga tidak dapat diabaikan dalam menentukan
debit air.
Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang
penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya
bentuk segi empat, bentuk segitiga dan bentuk trapesium (Gambar 2.2).
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas
maksimum hidrolis, luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolik (R),
kedalaman penampang aliran (d), lebar dasar saluran (b), penampang sisi saluran
dari dasar kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding
saluran (m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
R = 0,5 . d
B = b + 2m . d
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m)
a = d/sinα

Universitas Sriwijaya
19

penambahan tinggi jagaan adalah 20 % dari d.

Gambar 2.2 Bentuk - Bentuk Penampang Saluran (Sayoga G, 1999)

Bentuk penampang saluran dapat dilihat pada (Gambar 2.2). Penampang


saluran pembuangan air yang dianjurkan berpenampang trapesium atau parabolic,
sedangkan untuk penampang segi empat tidak dianjurkan (Minerals Council of
Australia, 1998) (Gambar 2.3). Bentuk penampang saluran yang paling sering
digunakan dan umum dipakai adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam
pembuatannya, murah efisien dan mudah dalam perawatannya, serta stabilitas
kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah.

Gambar 2.3. Penampang Saluran Air (Minerals Council of Australia,1998)

Universitas Sriwijaya
20

Gambar 2.4 Penampang Saluran Bentuk Trapesium (Sayoga G, 1999)

Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang


optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :
m = 1/tg α
= 1/ tg 600
= 0,58

Sehingga harga b/d adalah :


b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m}
b = 1,152 d

Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan


yang membentuk tubuh saluran. Kemiringan dinding saluran yang sesuai dengan
bahan yang membentuk tubuh saluran.
Sedangkan kemiringan dasar saluran, ditentukan dengan pertimbangan
bahwa, suatu aliran dapat memgalir secara alamiah tanpa terjadi pengendapan
lumpur pada dasar saluran, dimana menurut Pfleider (1968) kemiringan antara 2
5 % sudah cukup untuk mencegah adanya pengendapan lumpur berupa adanya
pengendalian. Dalam hal ini maka harga S = (2 %).
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran dapat dihitung
menggunakan rumus “Manning”, yaitu :

Q = 1/n . A . S1/2 . R2/3 ..........................................................................(2.8)

Universitas Sriwijaya
21

Keterangan :
Q = debit pengaliran maksimum (m3/detik)
A = luas penampang (m2)
S = kemiringan dasar saluran (%)
R = jari-jari hidrolis (meter)
n = koefisien kekerasan dinding saluran menurut Manning (Tabel 2.9)

Tabel 2.9 Koefisien Manning (Soewarno, 1995)

Tipe Saluran Nilai n


Saluran tanah lurus dan teratur 0,023
Saluran tanah gali dengan excavator 0,028
Saluran pada batuan lurus dan tertatur 0,033
Saluran pada batuan tidak lurus dan tidak teratur 0,045

2.4.2. Sump
Menurut Awang Suwandhi (2004), sump merupakan kolam penampungan air
yang dibuat untuk penampung air limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu
dipompakan. Pengaliran air dari sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase
tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng
tambang. Berdasarkan tata letak kolam penampung (sump), sistem penyaliran
tambang dapat dibedakan menjadi (Suwandhi, 2004) :
a. Sistem Penyaliran Memusat
Pada sistem ini sump akan ditempatkan di setiap jenjang tambang (bench), dengan
sistem pengalirannya dari jenjang paling atas menuju jenjang dibawahnya sehingga
akhirnya air dipusatkan di main sump untuk kemudian dipompakan keluar tambang.
b. Sistem Penyaliran Tidak Memusat
Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman tambang relatif dangkal dengan keadaan
geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan air langsung dari
sump keluar tambang.
Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu (Suwandhi, 2004) :

Universitas Sriwijaya
22

1. Travelling Sump
Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah
untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif
singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang.
2. Sump Jenjang
Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun
volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di
bagian lereng tepi tambang. Sump ini dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama
dan biasanya dibuat dari bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah
meresapnya air yang dapat menyebabkan longsornya jenjang.
3. Main Sump
Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya sump
ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.

2.5. Pompa
Pompa adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan
cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan dengan
cara menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan dan berlangsung secara
terus menerus. Pompa beroperasi dengan prinsip membuat perbedaan tekanan
antara bagian masuk (suction) dengan bagian keluar (discharge). Dengan kata lain,
pompa berfungsi mengubah tenaga kinetis (kecepatan) pada cairan menjadi energi
potensial (dinamis), dimana tenaga ini berguna untuk mengalirkan cairan dan
mengatasi hambatan yang ada sepanjang pengaliran. Pemasangan pompa dapat
dilakukan dengan cara seri dan paralel. Pemasangan pompa secara seri dilakukan
karena head pompa yang digunakan tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai
ketinggian tertentu. Pemasangan pompa secara paralel dilakukan karena debit
pompa yang digunakan tidak mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus
digunakan dua pompa atau lebih yang dipasang secara paralel. Salah satu jenis
pompa pemindah non positip adalah pompa sentrifugal yang prinsip kerjanya
mengubah energi kinetis (kecepatan) cairan menjadi energi potensial (dinamis)
melalui suatu impeller yang berputar dalam casing.
Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk
mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi

Universitas Sriwijaya
23

pompa, atau tekanan untuk mengalirkan sejumlah zat cair,yang umumnya


dinyatakan dalam satuan panjang. Menurut persamaan Bernauli, ada tiga macam
head (energi) fluida dari sistem instalasi aliran, yaitu, energi tekanan, energi kinetic
dan energi potensial. Hal ini dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

P V2
H    Z .................................................................................(2.9)
 2g

Dimana :

H = Head total pompa


P
= Head tekanan

Z = Head statis total
V2
= Head kecepatan
2g

Head tekanan merupakan perbedaan head tekanan yang bekerja pada permukaan
zat cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang bekerja pada permukaan zat cair
pada sisi isap. Head kecepatan dihitung berdasarkan perbandingan antara head
kecepatan zat cair pada pemipaan tekan dengan head kecepatan zat cair pada
saluran isap. Pada head statis total dihitung dengan membandingkan tinggi antara
permukaan zat cair pada sisi isap.
Karena energi itu kekal, maka bentuk head (tinggi tekan) dapat bervariasi
pada penampang yang berbeda. Namun pada kenyataannya selalu ada rugi energi
(losses). Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang
direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa
tersebut. Head yang dapat dibangkitkan oleh suatu pompa dipengaruhi oleh jenis
pompa, bentuk impeller, putaran, dan berat jenis fluida yang dipompakan, semakin
besar berat jenisnya maka head yang dapat dibangkitkan akan semakin kecil.
Disamping itu head pompa juga dipengaruhi oleh tekanan atmosfer dimana pompa
dioperasikan. Semakin dekat dengan permukaan laut maka tekanan atmosfer
semakin tinggi sehingga tekanan antara permukaan fluida yang dipompa dan ruang
pompa akan semakin besar yang berarti head pompa akan semakin besar. Head
pompa selain digunakan untuk memindahkan fluida ke arah vertikal juga digunakan

Universitas Sriwijaya
24

untuk melawan hambatan yang terjadi, maka kemampuan pompa untuk


mengangkat fluida akan semakin rendah.

2.6. Pemipaan
Pipa (hosting) digunakan untuk keperluan pemompaan dalam aktivitas
penambangan. Sistem pemipaan akan sangat berhubungan erat dengan head
kerugian yang dihasilkan oleh pipa. Menurut Sularso dkk (2000), perhitungan
besarnya head loss pada pipa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Hazen-William yaitu sebagai berikut:

10.6666 Q1.85
HL = x (L + Le)...........................................................................(2.10)
C1.85 D4.87

dimana :
HL = Head loss pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Konstanta Hazen-Williams (Tabel 2.10)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
Le = Panjang pipa ekivalen (m) (Tabel 2.11.)

Tabel 2.10 Konstanta Hazen – Williams Berbagai Jenis Pipa (Sularso dkk, 2000)

No Jenis Pipa Nilai C


1 Pipa besi cor baru 130
2 Pipa besi cor lama 100
3 Pipa besi cor lama / permukaan dalam kasar 70
4 Pipa baja baru 130
5 Pipa baja sedang / setengah pakai 100
6 Pipa baja lama 80
7 Pipa Plastik 140

Panjang pipa dipengaruhi oleh setiap belokan disepanjang rangkaian pipa


(Le). Belokan pada pipa akan menghambat aliran dari air didalam pipa sehingga
berpengaruh terhadap penambahan head loss. Koefesien belokan pipa dapat dilihat
pada (Tabel 2.11).

Universitas Sriwijaya
25

Tabel 2.11. Koefisien Pipa Ekivalen (Tahara, 2004)


No Nama Alat Panjang Pipa Lurus
1 Belokan 10 derajat 10,67 D
2 Belokan 20 derajat 13,3 D
3 Belokan 30 derajat 16,5 D
4 Belokan 45 derajat 20 D
5 Belokan 90 derajat 32 D
6 Pipa U 75 D
7 Pipa T 60 D
8 Pipa Y 500 D
9 Flowmeter 300 D
10 Katup sorong 7D
11 Katup bola (DN 150) 60 D
12 Katup bola (DN 200) 67 D

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 Mei 2017 dan berakhir pada tanggal
9 Juni 2017. Adapun jadwal kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan
No. Uraian Kegiatan Mei Juni
3 4 1 2
1 Orientasi Lapangan
2 Pengumpulan Referensi dan Studi Literatur
3 Pengambilan Data
4 Pengolahan Data, Konsultasi dan Bimbingan
5 Penyusunan Laporan dan Bimbingan

3.2. Tempat Penelitian


PT Buana Eltra (PT BE) adalah salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang usaha pertambangan batubara. Dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Operasi Produksi PT Buana Eltra No.08/K/IUP-II/XXVII/2009 dengan luas
wilayah sebesar 3.152.395,649 m2 atau 315,2396 Ha. Secara administratif lokasi
IUP/ Wilayah Pertambangan PT Buana Eltra terletak di Desa Gunung Kuripan,
Kecamatan Pengandonan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Kesampaian lokasi Wilayah Pertambangan PT Buana Eltra dapat ditempuh dari
Palembang menggunakan mobil melalui jalan lintas nasional yang jaraknya sekitar
150 km dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam.
PT Buana Eltra telah memiliki pengesahan atas dokumen AMDAL untuk
rencana kegiatan penambangan di Kabupaten Ogan Komering Ulu berdasarkan
Surat Keputusan Bupati OKU No. 660/1157//KPTS/XXXIII/2009, tentang
Persetujuan Analisa Dampak Lingkungan Hidup,Rencana Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Persetujuan

26 Universitas Sriwijaya
27

akhir Studi Kelayakan PT Buana Eltra telah di sahkan melalui surat Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Ogan Komering Ulu No.06/K/KP-
II/XIX/2008 yang mengacu kepada hasil evaluasi tekno-ekonomi dan dampak
lingkungan yang telah dilakukan terhadap laporan Studi Kelayakan PT BuanaEltra.
Untuk mencapai lokasi rencana tambang PT Buana Eltra dapat menggunakan
kendaraan roda 4 (empat) dan kendaraan roda 2 (dua) dalam waktu ±50 menit dari
kota Baturaja, sedangkan dari kota Palembang dapat ditempuh selama sekitar 5 jam.
Lokasi tambang PT Buana Eltra, terletak di sebelah selatan kota Palembang. Peta
lokasi kesampaian daerah yang dapat dicapai dengan rute perjalanan sebagai berikut
(Gambar 3.1) :

Jalan Lintas Utama


Jalur Kereta Api
Ibu Kota Provinsi
Ibu Kota Kabupaten
Kecamatan
Gunung
Sungai
Lokasi Penelitian
Batas IUP

Gambar 3.1. Peta Lokasi Dan Kesampaian Daerah

Rute perjalanan untuk sampai pada lokasi tambang PT Buana Eltra dapat ditempuh
dengan cara, antara lain :

Universitas Sriwijaya
28

a. Dari Palembang ke ibukota kabupaten Ogan Komering Ulu (kota Baturaja)


selama ±5 jam dengan kendaraan roda 4 (empat) melalui jalan darat.
b. Dari kabupaten Ogan Komering Ulu (Kota Baturaja) ke lokasi kecamatan
Pengandonan selama ±50 menit melalui jalan aspal negara.
c. Dari jalan lintas nasional masuk ke lokasi tambang yang berjarak 10 km
ditempuh dengan jalan darat selama ±20 menit yaitu jalan angkut tambang.

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
penelitian adalah dengan menggabungkan antara teori-teori, data sekunder dan data
primer yang diperoleh di lapangan. Kemudian data-data tersebut diolah agar dapat
ditemukan penyelesaian dari permasalahan dalam penelitian ini. Metode penelitian
yang dilakukan meliputi telaah pustaka (studi literatur), orientasi lapangan,
pengambilan data, pengolahan data, serta kesimpulan dan saran.

3.3.1. Studi Literatur


Telaah pustaka berupa pencarian bahan pustaka yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Studi literatur ini berupa teori-teori dan rumusan-
rumusan yang dapat menunjang penelitian. Studi literatur tersebut diperoleh dari:
1. Buku
2. Jurnal
3. Arsip dan Laporan PT Buana Eltra
Bahan pustaka yang dikumpulkan berupa teori mengenai penyaliran tambang, baik
mengenai pemompaan, pemipaan, saluran terbuka, dan sump.

3.3.2. Orientasi Lapangan


Orientasi lapangan yang dilakukan berupa pengamatan langsung terhadap
kondisi umum di lokasi penelitian secara visual seperti pengamatan terhadap
kontur, sump, saluran, pompa dan pemipaan.

3.3.3. Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang diperlukan
dalam penyusunan skripsi ini. Proses pengambilan data dapat dilakukan secara

Universitas Sriwijaya
29

langsung di lapangan maupun tidak langsung. Adapun data-data yang diambil


adalah sebagai berikut:
a. Data curah hujan 10 tahun terakhir
b. Peta kemajuan tambang pit II
c. Peta Rencana Penambangan
d. Peta catchment area sump dan saluran terbuka
e. Data spesifikasi pompa
3.3.4. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah sehingga dapat diperoleh
penyelesaian dari permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Tahapan
dalam pengolahan data ini adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan Data Curah Hujan
a. Menghitung curah hujan maksimum harian selama 10 tahun (April 2007-
Maret 2017). Data diambil sebanyak 120 data berdasarkan urutan dari curah
hujan harian paling maksimum. Data ini dihitung berdasarkan data curah hujan
dengan menggunakan Microsoft excel.
b. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai simpangan baku (S) dengan
menggunakan Microsoft excel.
c. Setelah didapatkan nilai S, maka dilakukan perhitungan curah hujan rencana.
Sehingga diperoleh nilai untuk persamaan dari rumus dengan metode Gumbel
XT = x + (K × Sx)
d. Selanjutnya diperhitungkan nilai X dari rumus tersebut, dengan mengambil
nilai K dari tabel Yt, Yx dan Sn. Nilai Yt yang digunakan yang digunakan adalah
periode ulang 10 tahun
e. Dari hasil yang diperoleh yaitu nilai XT, maka selanjutnya dapat dilakukan
perhitungan intensitas hujan rata-rata (It). Sehingga dari perhitungan ini dapat
diketahui intensitas hujan rata-rata yang dapat digunakan dalam perhitungan
dimensi saluran.
2. Pengolahan Data Pompa
a. Berdasarkan data intensitas hujan, maka dapat perhitungkan debit
limpasan yang terjadi, yaitu dengan memasukkan data intensitas hujan ke
dalam rumus perhitungan debit limpasan.

Universitas Sriwijaya
30

b. Menghitung head total menggunakan persamaan Bernoulli dengan


menambahkan head static dan head loss.
c. Menentukan jenis pompa dengan spesifikasi pompa yang sesuai berdasrkan
head total.
d. Menentukan jumlah pompa yang digunakan untuk mengatasi debit air
limpasan.
3. Dimensi Saluran
a. Berdasarkan data intensitas hujan, maka dapat diperhitungkan debit
limpasan yang terjadi, yaitu dengan memasukkan data intensitas hujan ke
dalam rumus perhitungan debit limpasan.
b. Koefisien limpasan yang digunakan bernilai 0,9 dengan luas catchment area
yang ditentukan dari peta kemajuan tambang bulan Maret 2017 dan peta rencana
penambangan menggunakan software AutoCAD 2007.
c. Selanjutnya diperhitungkan h terlebih dahulu dengan menggunakan
persamaan Q = A x 1/n x R2/3 x S1/2
d. Selanjutnya dapat dihitung dimensi saluran yang akan dibuat.
4. Pengolahan Data Dimensi Sump
a. Berdasarkan data intensitas hujan, maka dapat perhitungkan debit
limpasan yang terjadi, yaitu dengan memasukkan data intensitas hujan ke
dalam rumus perhitungan debit limpasan.
b. Perhitungan debit air limpasan yang masuk menggunakan rumus rasional
USSCS, yaitu Q = C . I . A, dimana koefesien limpasan sebesar 0,9 dengan luas
catchment berdasarkan software AutoCAD 2007.
c. Selanjutnya perhitungan debit evaporasi didasarkan pada pengurangan air
didalam sump akibat penguapan.
d. Debit air tanah pada lokasi penelitian diasumsikan nol.
e. Selanjutnya perhitungan debit total dilakukan dengan menjumlahkan debit air
yang masuk, debit air tanah dan dikurangi dengan debit evaporasi.
f. Perhitungan dimensi sump dapat dibuat dengan menggunakan rumus
trapesium dengan metode substitusi.

Universitas Sriwijaya
31

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN PADA PIT II TAMBANG BATUBARA


PT BUANA ELTRA, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU, SUMATERA SELATAN

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Studi Literatur Pengambilan Data Pengamatan Lapangan

Data curah 1. Peta topografi Data spesifikasi pompa


1. Suhu
hujan 2. Peta rencana
2. Kelembapan
penambangan
3. Kecepatan angin

Intensitas Hujan
menggunakan Evaporasi diolah Peta catchment area Head static Head losses
rumus mononobe menggunakan diolah menggunakan
persamaan Dalton software AutoCAD
Didapatkan head
total, menggunakan
persamaan Bernauli
Debit limpasan
dihitung
menggunakan Debit total air
metode rasional Penentuan jenis
USSCS (1973) pompa , RPM dan
rencana debit
pemompaan
Tanpa saluran Saluran terbuka berdasarkan grafik
terbuka ke KPL ke KPL pompa

3. Jam kerja dan jumlah


pompa berdasasarkan
Output jenis pompa rencana

1. Dimensi saluran terbuka 2. Dimensi sump dihitung


dihitung menggunakan menggunakan metode
rumus Manning Subtitusi

Kesimpulan dan Saran


Keterangan :

Studi Literatur
Pengurangan

Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian

Universitas Sriwijaya
32

3.4. Metode Penyelesaian Masalah


Penyelesaian masalah dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap data yang
diperoleh dari lapangan maupun dari perusahaan. Metode penelitian yang
digunakan pada masing-masing tujuan penelitian adalah sebagai berikut (Tabel
3.2).

Tabel 3.2. Tujuan dan Metode Penelitian

Tujuan Penelitian Metode Penelitian


1. Mengetahui total debit air yang 1. Menghitung debit total air yang masuk ke
masuk ke front dengan front tanpa saluran terbuka yang mengarah
perbandingan tidak terdapatnya langsung ke muara kolam pengendap
atau terdapatnya saluran terbuka lumpur
yang langung dialirkan menuju 2. Menghitung debit total air yang masuk ke
muara kolam pengendap lumpur front dengan saluran terbuka yang
pada pit II PT Buana Eltra. mengarah langsung ke muara kolam
pengendap lumpur

2. Merencanakan dimensi saluran 1. Merencanakan dimensi saluran terbuka


tambang berdasarkan debit air limpasan
terbuka dan sump yang optimal
yang masuk ke saluran
untuk mengatasi debit air pada pit 2. Merencanakan dimensi saluran
II PT Buana Eltra. mengunakan persamaan Manning
3. Merencanakan dimensi sump untuk
menampung debit air selama 4 hari tanpa
pemompaan
4. Merencanakan dimensi sump
menggunakan rumus volume trapesium
dengan metode substitusi.

3. Merencanakan jenis, jumlah dan 1. Merencanakan head total dengan


jam kerja pompa berdasarkan debit persamaan Bernouli
air yang masuk kedalam sump 2. Merencanakan jenis pompa dengan
pada pit II PT Buana Eltra. spesifikasi yang sesuai berdasarkan head
total
3. Merencanakan jenis, jumlah dan jam kerja
pompa.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Pit II di PT Buana Eltra


Lokasi penelitian pada pit II tidak menggunakan saluran terbuka atau Open
Channel pada front penambangan dan hanya memanfaatkan kemiringan tanah
(grade). Letak sump aktual di PT Buana Eltra berada pada elevasi 152 mdpl dengan
luas 7.155,34 m2 (Data Section Mine Plan, 2017). Rencana penambangan yang
berada disebelah sump yang berada pada elevasi 153 mdpl hanya berbeda sekitar 1
mdpl dengan level kritis sump. Sump pada pit II memiliki bentuk bulat yang tidak
beraturan karena mengikuti daerah perbukitan dan terdapat jalan akses yang
menjorok ke tengah sump yang berfungsi untuk pengisian bahan bakar pompa
(Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Sump di Pit II PT Buana Eltra

4.2. Perhitungan Debit pada Pit II PT Buana Eltra

4.2.1. Perkiraan Curah Hujan Rencana


Untuk memperkirakan curah hujan rencana dalam satu hari di pit II
dilakukan analisa curah hujan menggunakan 120 data kumulatif curah hujan

33 Universitas Sriwijaya
34

maksimum dalam waktu 10 tahun terakhir mulai bulan (April 2007 sampai
dengan bulan Maret 2017). Analisa curah hujan terdiri dari data curah hujan harian
maksimum, curah hujan bulanan, jam hujan, dan hari hujan (Lampiran 1). Data
tersebut diolah dengan menggunakan metode analisa Gumbel sebagai berikut:

S
X= x+ ( Y − Yn )
Sn
33,66
X = 59,95 mm/hari + ( 2,25 − 0,56 )
1,22

X = 59,95 mm/hari + 27,59 ( 1,69 )


X = 59,95 mm/hari + 46,63
X = 106,58 mm/hari

4.2.2. Intensitas Hujan


Berdasarkan perhitungan diatas dengan menggunakan metode analisa Gumbel
didapatkan hasil perkiraan curah hujan rencana di pit II PT Buana Eltra sebesar
106,58 mm/hari (Lampiran 2). Dalam menentukan intensitas hujan di pit II PT
Buana Eltra yaitu dengan menggunakan persamaan Mononobe sebagai berikut:

R₂₄ 24 2/3
I = (𝑡)
24

106,58 mm/hari 24 2/3


= x (1,3 jam/hari)
24

= 4,44 mm/hari x 6,98 jam/hari


= 30,99 mm/jam

Dari perhitungan diatas didapatkan intensitas hujan di pit II PT Buana Eltra


yaitu sebesar 30,99 mm/jam atau 30,99 x 10-3 m/jam (Lampiran 2).

4.2.3. Catchment Area

4.2.3.1. Catchment Area Saluran Terbuka 1


Luas catchment area dihitung menggunakan software AutoCAD 2007 yaitu sebesar
50.446,156 m2 atau 5,045 Ha (Lampiran 3).

Universitas Sriwijaya
35

4.2.3.2. Catchment Area Saluran Terbuka 2


Luas catchment area dihitung menggunakan software AutoCAD 2007 yaitu sebesar
77.410,379 m2 atau 7,741 Ha (Lampiran 3).

4.2.3.3. Catchment Area Sump


Keadaan daerah tangkapan hujan yaitu berupa kawasan tanah gundul
dengan surface cover or land use sehingga koefisien limpasannya adalah sebesar
0,9 (Tabel 2.8). Air dari catchment area akan mengalir ke sump tambang dalam
bentuk limpasan permukaan dengan luas catchment area atau daerah tangkapan
hujan pada pit II sebesar 134.971,363 m2 atau 13,497 Ha (Lampiran 3).

4.2.4. Perhitungan Debit Air Limpasan


Debit total air dihitung menggunakan rumus metode Rasional USSCS
(1973), dengan nilai koefesien limpasan 0,9 (Tabel 2.8). Luas catchment area dan
intensitas hujan paling berpengaruh terhadap besarnya debit total air.

4.2.4.1. Debit Air Limpasan Rencana Saluran Terbuka 1


Perhitungan debit limpasan rencana (Q) dengan luas catchment yaitu 50.446,156
m2 dengan menggunakan rumus metode Rasional USSCS, (1973) :

Q = 1/3600 x C x I x A
= 1/3600 x 0,9 x (30,99 x 10-3 m/jam) x (50.446,156 m2)
= 0,391 m3/detik

Berdasarkan perhitungan debit maksimum air limpasan permukaan diperoleh


besarnya debit limpasan (Q) sebesar 0,391 m3/detik.

4.2.4.2. Debit Air Limpasan Rencana Saluran Terbuka 2


Perhitungan debit limpasan rencana (Q) dengan luas Catchment yaitu 77.410,379
m2 dengan menggunakan rumus metode Rasional USSCS, (1973) :

Q = 1/3600 x C x I x A
= 1/3600 x 0,9 x (30,99 x 10-3 m/jam) x (77.410,379 m2)
= 0,6 m3/detik

Universitas Sriwijaya
36

Berdasarkan perhitungan debit maksimum air limpasan permukaan diperoleh


besarnya debit limpasan (Q) sebesar 0,6 m3/detik.

4.2.4.3. Debit Air Limpasan Sump


Jumlah air limpasan yang masuk ke pit II PT Buana Eltra berasal dari
limpasan air hujan. Untuk menghitung jumlah total air yang masuk digunakan
metode Rasional USSCS, (1973) :

Q=CxIxA
Q = 0,9 x (30,99 x 10-3 m/jam) x (134.971,363 m2)
Q = 3.764,486 m3/jam

Dengan menggunakan Persamaan Rasional maka didapatkan jumlah debit air


limpasan yang masuk kedalam pit II sebesar 4.893,832 m3/hari dengan lamanya
hujan rata–rata selama 1,3 jam (Lampiran 4).

4.2.5. Debit Air Tanah


Kondisi air tanah pada pit II diketahui kering dan tidak terdapat rembesan air
tanah pada lereng tambang, maka untuk debit air tanah menggunakan asumsi nol.
Kondisi ini disebabkan karena kegiatan penambangan berada di atas bukit dan jenis
tanah maupun batuan di pit II berjenis clay atau lempung yang memiliki
permeabilitas yang kecil.

4.2.6. Perhitungan Debit Evaporasi


Air yang masuk ke lokasi pit II mengalami proses penguapan yaitu evaporasi
karena lokasi penambangan sudah tidak memiliki tanaman dan lahan vegetasi.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika suhu rata-rata
pada daerah baturaja adalah 27,5 °C, tekanan uap air jenuh sebesar 26,325 mmHg,
tekanan uap aktual dalam udara 21,586 mmHg, kelembaban udara adalah 0,82 dan
rata-rata kecepatan angin sebesar 7 km/jam atau 1,94 m/detik. Dalam
memperhitungkan debit evaporasi digunakan Rumus Dalton sebagai berikut:

Eo = 0,35 (es − e)(0,5 + 0,54u2 )

= 0,35 ( 26,325 – 21,586) ( 0,5 + 0,54 x 1,94 )

Universitas Sriwijaya
37

= 0,35 ( 4,739 ) ( 0,5 + 1,048 )


= 0,35 (4,739) ( 1,548 )
= 2,568 mm/hari atau 0,107 mm/jam

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan luas daerah evaporasi sebesar


465,651 m2 maka didapatkan debit evaporasi sebesar 0,05 m3/jam atau 1,2 m3/hari
(Lampiran 4).

4.2.7. Perhitungan Debit Total Air


Debit total air merupakan penjumlahan dari debit air limpasan dengan air
tanah dan dikurangi dengan debit evaporasi (Lampiran 4).

4.2.7.1. Debit Total Air II dengan Tidak Terdapatnya Saluran Terbuka


Debit total air yang masuk dihitung menggunakan rumus metode Rasional
USSCS dengan luas catchment 262.827,898 m2 dan intensitas hujan sebesar 30,99
x 10-3 m/jam, maka didapatkan debit limpasan sebesar 7.330,533 m3/jam. Jadi debit
air limpasan yang masuk ke pit II dengan lama hujan 1,3 jam adalah sebesar
9.529,693 m3/hari. Berdasarkan pengurangan debit evaporasi sebesar 1,2 m3/hari,
maka debit total air pit II PT Buana Eltra sebesar 9.528,493 m3/hari (Lampiran 4).

4.2.7.2. Debit Total Air dengan Terdapatnya Saluran Terbuka


Debit total air yang masuk dihitung menggunakan rumus metode Rasional USSCS
dengan luas catchment 134.971,363 m2 dan intensitas hujan sebesar 30,99 x 10-3
m/jam, maka didapatkan debit air limpasan sebesar 3.764,486 m3/jam. Jadi debit air
limpasan yang masuk ke pit II dengan lama hujan 1,3 jam adalah sebesar 4.893,832
m3/hari. Berdasarkan pengurangan debit evaporasi sebesar 1,2 m3/hari, maka debit
total air pit II PT Buana Eltra sebesar 4.892,632 m3/hari (Lampiran 4).

4.2.7.3. Perbandingan Total Debit Air


Debit air yang masuk ke front penambangan pada pit II PT Buana Eltra
mengalami pengurangan yang sangat besar. Berdasarkan perhitungan debit total air
jika tidak terdapat saluran terbuka sebesar 9.528,493 m3/hari sedangkan jika
terdapat saluran terbuka yang mengarah langsung ke muara kolam pengendap
lumpur sebesar 4.892,632 m3/hari. Selisih debit air berdasarkan terdapatnya saluran
terbuka ke muara kolam pengendap lumpur sebesar 4.635,861 m3/hari atau mampu

Universitas Sriwijaya
38

mengurangi debit air yang masuk sebesar 51,347 %, sehingga saluran terbuka
direncanakan langsung mengarah ke muara kolam pengendap lumpur.

4.3. Perencanaan Saluran Terbuka (Open Channel) pada Pit II PT Buana Eltra
Saluran terbuka pada pit II direncanakan dua saluran terbuka yang langsung
diarahkan ke muara kolam pengendap lumpur (KPL). Tujuannya agar debit air yang
masuk ke front penambangan berkurang sehingga dapat mengurangi kapasitas
rencana sump dan mengurangi pemompaan debit air. Pembuatan saluran 1
direncanakan pada arah utara dari front penambangan, sedangkan pembuatan
saluran 2 direncanakan pada arah selatan dari front penambangan. Perencanaan
saluran ini dibuat karena tidak adanya saluran dilapangan dan belum
diperhitungkan sebelumnya.

4.3.1. Dimensi Rencana Saluran Terbuka 1


Saluran terbuka 1 terletak pada arah utara dari front penambangan. Dimensi
rencana saluran terbuka atau open channel berbentuk trapesium dengan tujuan
untuk mencegah dan mengurangi erosi pada dinding saluran terbuka dan dengan
kemiringan sudut dinding saluran sebesar 600. Sedangkan kemiringan dasar
saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa suatu aliran dapat mengalir secara
alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran dimana menurut
Pfleider (1968), kemiringan antara 2% - 5% sudah cukup untuk mencegah adanya
pengendapan lumpur, maka presentase kemiringan yang digunakan sebesar 2%.
Saluran terbuka dibuat dua kali lebih dalam, untuk mencegah meluapnya air
didalam saluran terbuka akibat pengurangan kapasitas oleh sedimentasi pada dasar
saluran.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Manning maka didapatkan
geometri saluran dengan lebar dasar saluran (B) sebesar 0,9 m ; tinggi jagaan (F)
sebesar 0,16 m ; tinggi saluran (H) sebesar 0,94 m dan lebar permukaan saluran (L)
sebesar 1,81 m (Gambar 4.2) dan (Lampiran 7).

Universitas Sriwijaya
39

1,81 m

0,16 m

0,94 m 0,78 m

60 o

0,9 m

Gambar 4.2. Penampang Rencana Saluran Terbuka 1 pada Pit II PT Buana Eltra

4.3.2. Dimensi Rencana Saluran Terbuka 2


Dimensi rencana saluran terbuka atau open channel berbentuk trapesium
dengan kemiringan sudut dinding saluran sebesar 600. Sedangkan kemiringan
dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa suatu aliran dapat mengalir
secara alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran dimana
menurut Pfleider (1968), kemiringan antara 2% - 5% sudah cukup untuk
mencegah adanya pengendapan lumpur, maka presentase kemiringan yang
digunakan sebesar 2%. Saluran terbuka dibuat dua kali lebih dalam, untuk
mencegah meluapnya air didalam saluran terbuka akibat pengurangan kapasitas
oleh sedimentasi pada dasar saluran.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Manning maka didapatkan
geometri saluran dengan lebar dasar saluran (B) sebesar 1,06 m ; tinggi jagaan (F)
sebesar 0,18 m ; tinggi saluran (H) sebesar 1,1 m dan lebar permukaan saluran (L)
sebesar 2,13 m (Gambar 4.3) dan (Lampiran 7).

2,13 m

0,18 m

1,1 m 0,92 m

60o

1,06 m

Gambar 4.3. Penampang Rencana Saluran Terbuka 2 pada Pit II PT Buana Eltra

Universitas Sriwijaya
40

4.4. Perencanaan Sump pada Pit II PT Buana Eltra


Sump yang direncanakan dimaksudkan untuk menampung air limpasan
permukaan sementara agar tidak mengganggu aktifitas penambangan batubara di
pit II PT Buana Eltra.

4.4.1. Dimensi Sump Rencana


Perencanaan dimensi sump dihitung dengan menggunakan selisih terbesar
antara debit total air yang masuk ke dalam sump dikurang dengan debit pemompaan
dalam waktu yang sama. Bentuk dari sump yang akan direncanakan berbentuk
trapesium dengan kemiringan 60° berdasarkan metode trial and error. Waktu hujan
dalam perhitungan disamakan dengan waktu hidup pompa, dengan intensitas hujan
dihitung berdasarkan waktu hujan berkisar 1-24 jam. Curah hujan yang digunakan
untuk menghitung intensitas hujan yaitu perkiraan curah hujan rencana sebesar
106,58 mm/hari. (Lampiran 8).
Volume sump dengan dimensi yang akan direncanakan di pit II PT Buana Eltra
adalah 25.892,76 m3 tanpa adanya pemompaan air didalam sump selama 4 hari, hal
ini untuk mengantisipasi apabila pompa sedang maintenance atau servis ataupun
perlu di ganti dengan unit pompa yang baru sehingga sump akan tetap mampu
menampung debit total air pada pit II selama 4 hari. Dimensi sump pada pit II
dengan luas permukaan yaitu (82,73 m x 82,73 m) dan luas dasar sump (78,11 m x
78,11 m), ditunjukkan pada (Gambar 4.4) dan (Lampiran 8).

82,73 m

Tampak Atas

82,73 m 78,11 m

Top
82,73 m
78,11 m 4m
60 o
78,11 m Floor
(Tampak Atas) (Tampak Samping)

Gambar 4.4. Dimensi Sump Rencana

Universitas Sriwijaya
41

4.5. Perencanaan Sistem Pemompaan pada Pit II PT Buana Eltra


Air yang ditampung didalam sump, selanjutnya dikeluarkan menggunakan pompa
agar tidak meluap ke front penambangan. PT Buana Eltra menggunakan satu unit
pompa Multiflo CF-48H untuk mengeluarkan debit air yang masuk ke sump pada
pit II (Gambar 4.1). Pipa yang digunakan pada sistem pemompaan sump pit II PT
Buana Eltra adalah pipa HDPE (High Density Polyethylene) dengan koefisien C
pipa adalah 140 (Tabel 2.9) dan diameter outlet 8 inch atau 0,203 m dan diameter
inlet 6 inch atau 0,152 m. Panjang pipa outlet perencanaan yaitu 72 m dan panjang
pipa inlet pada pompa adalah 2 m. Berdasarkan data dari Mining Departement PT
Buana Eltra pit II, rencana front penambangan berada pada elevasi 140 mdpl
dengan titik puncak lereng pada elevasi 176 dan kolam pengendapan lumpur (KPL)
berada pada elevasi 159 mdpl (Gambar 4.5).

Gambar 4.5. Penampang rencana elevasi sistem pemompaan Pit II PT Buana Eltra

4.5.1. Perhitungan Head Total Rencana dan Kapasitas Pemompaan Rencana


Untuk perencanaan jenis pompa di PT Buana Eltra akan dievaluasi berdasarkan
perhitungan pompa yang telah dipakai sebelumnya yaitu Multiflo tipe CF-48H.
Debit rencana pemompaan didapatkan dari kurva spesfikasi pompa yang di plot
berdasarkan nilai head total (m). Selain debit rencana, didapatkan juga nilai dari

Universitas Sriwijaya
42

efesiensi dan RPM rencana yang tepat. Untuk menghitung head total digunakan
persamaan Bernoulli (Lampiran 5).

Head Total = Static Head (z) + Head Loss (HL)


= 36 m + 52,1 m
= 88,1 m

Berdasarkan kurva pompa CF-48H dengan head total sebesar 88,1 m maka
didapatkan rekomendasi putaran mesin pada 1600 rpm dan efisiensi sekitar 57 %,
dengan debit pompa normal sebesar 110 liter/detik atau 396 m3/jam (Lampiran 5).

4.5.2. Perhitungan Jumlah Jam Kerja Rencana Pemompaan

4.5.2.1. Jam Kerja Rencana dengan Tidak Terdapatnya Saluran Terbuka


Kebutuhan pompa dapat diketahui berdasarkan perbandingan antara debit
total air sebesar 9.528,493 m3/hari (Lampiran 4) dengan debit pemompaan optimal
sebesar 396 m3/jam (Lampiran 5).

𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Jam Kerja Pompa = 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑜𝑚𝑝𝑎𝑎𝑛

9.528,493 m3
=
396 m3 /jam

= 24,062 jam

Untuk perencanaan jenis pompa yang akan dipakai pada pit II PT Buana Eltra
tetap menggunakan jenis pompa sebelumnya yaitu pompa Multiflo tipe CF-48H.
Berdasarkan perhitungan diatas, penggunaan jenis pompa ini di pit II PT Buana
Eltra membutuhkan dua unit pompa karena jam kerja pompa melebihi 16 jam/hari
(Lampiran 5).

4.5.2.2. Jam Kerja Rencana dengan Terdapatnya Saluran Terbuka


Kebutuhan pompa dapat diketahui berdasarkan perbandingan antara debit
total air sebesar 4.892,632 m3/hari (Lampiran 4) dengan debit pemompaan optimal
sebesar 396 m3/jam (Lampiran 5).

Universitas Sriwijaya
43

𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Jam Kerja Pompa = 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑜𝑚𝑝𝑎𝑎𝑛

4.892,632 m3
=
396 m3 /jam

= 12,355 jam

Untuk perencanaan jenis pompa yang akan dipakai pada pit II PT Buana Eltra
tetap menggunakan jenis pompa sebelumnya yaitu pompa Multiflo tipe CF-48H.
Berdasarkan perhitungan diatas, penggunaan jenis pompa ini di pit II PT Buana
Eltra hanya membutuhkan satu unit saja dengan jam kerja pompa 12,355 jam/hari
(Lampiran 5), akan tetapi dengan membuat saluran terbuka ke muara alami didekat
front yang mengarah ke kolam pengendapan lumpur.

4.5.2.3. Perbandingan Jam Kerja Rencana Pompa


Jam kerja pemompaan pada pit II PT Buana Eltra mengalami pengurangan
yang sangat besar akibat pengurangan debit air yang masuk ke front penambangan
dengan merencanakan saluran terbuka yang langsung mengarah ke muara kolam
pengendap lumpur. Jam kerja rencana pompa jika tidak terdapat saluran terbuka
sebesar 24,062 jam/hari atau membutuhkan 2 unit pompa berjenis sama sedangkan
jika terdapat saluran terbuka yang mengarah langsung ke muara kolam pengendap
lumpur sebesar 12,355 jam/hari, dengan selisih jam kerja pemompaan sebesar
11,707 jam/hari atau mampu mengurangi jam kerja pompa sebesar 51,346 %.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian penelitian tugas akhir diatas, maka dapat diambil
kesimpulan yaitu:
1. Debit total air pit II tanpa pembuatan saluran ke muara kolam pengendap
lumpur yaitu sebesar 9.528,493 m3/hari, sedangkan dengan pembuatan saluran
ke muara kolam pengendap lumpur yaitu sebesar 4.892,632 m3/hari, dengan
selisih 4.635,861 m3/hari atau 51,347 %.
2. Saluran rencana pada pit II sejumlah 2 saluran berbentuk trapesium dengan
kemiringan sudut dinding saluran 600 dan kemiringan dasar saluran 2% yang
langsung mengalirkan air ke muara kolam pengendap lumpur. Dimensi saluran
terbuka 1 yaitu dengan lebar dasar saluran (B) sebesar 0,9 m ; tinggi jagaan (F)
sebesar 0,16 m ; tinggi saluran (H) sebesar 0,94 m dan lebar permukaan saluran
(L) sebesar 1,81 m. Dan dimensi saluran terbuka 2 yaitu dengan lebar dasar
saluran (B) sebesar 1,06 m ; tinggi jagaan (F) sebesar 0,18 m ; tinggi saluran
(H) sebesar 1,1 m dan lebar permukaan saluran (L) sebesar 2,13 m. Dimensi
sump rencana berbentuk trapesium dengan kemiringan sudut dinding sump 600
dan kedalaman 4 m. Dimensi sump didesain dengan estimasi tanpa ada
pemompaan pada air didalam sump selama 4 hari dengan dimensi yaitu luas
permukaan (82,73 m x 82,73 m) dan luas dasar (78,11 m x 78,11 m) dan
menampung volume air limpasan hingga 25.892,76 m3.
3. Dengan memperhitungkan head total, pemompaan normal menggunakan satu
unit pompa Multiflo CF-48H sebesar 110 liter/detik atau 396 m3/jam dengan
RPM 1600. Debit air total yang masuk ke sump tanpa saluran terbuka sebesar
9.528,493 m3/hari dengan jam kerja pemompaan selama 24,062 jam/hari
sedangkan debit air total yang masuk ke sump dengan saluran terbuka sebesar
4.892,632 m3/hari dengan jam kerja pemompaan selama 12,355 jam/hari.
Selisih jam kerja pemompaan berdasarkan pembuatan saluran langsung ke

44 Universitas Sriwijaya
45

muara kolam pengendap lumpur sangat besar, yaitu 11,707 jam/hari atau
51,346 %.

5.2. Saran
Saran yang ingin disampaikan penulis, yaitu:
1. Pembuatan saluran terbuka atau open channel perlu dilakukan untuk
mengurangi air limpasan yang masuk ke sump sehingga kebutuhan unit pompa
berkurang serta untuk mengurangi erosi, sedimentasi dan meningkatkan
kestabilan lereng.
2. Pembuatan saluran terbuka hendaknya perlu dilakukan perhitungan terlebih
dahulu, agar saluran dapat menampung debit air dengan baik dan terencana.
3. Perawatan saluran terbuka perlu dilakukan secara berkala agar mencegah
berkurangnya daya tampung akibat pendangkalan.
4. Perlunya penurunan jam kerja pompa Multiflo CF-48H menjadi 12,355
jam/hari untuk mengurangi bahan bakar, meningkatkan lifetime atau umur
pompa dan agar kerja pompa tidak berat sehingga tetap optimal.
5. Penggunaan pompa harus lebih memperhatikan kecepatan putaran mesin
menurut head total dilapangan agar pompa dapat bekerja lebih efektif.
6. Perancangan sump harus dibuat berdasarkan data dilapangan untuk mencegah
meluapnya air limpasan ke front penambangan.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.
Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

Endrianto, M., dan Ramli, M., 2013. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang
Terbuka Batubara pada Pit Seam 11 Selatan PT Kitadin Tandung Mayang.
Jurnal Geosains. 09 (1). 30- 33. Pekerjaan Umum. Jakarta.
Gautama, R.S., 1999. Sistem Penyaliran Tambang. Institut Teknologi Bandung.

Hasywir, T. S., Hariyanto, R., Yudha, K.S., dan Yuni, H., 2015. Kajian Teknis
Sistem Penyaliran Tambang Terbuka di PT. Megumy Inti Anugerah
Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi
Pertambangan. (01).29.Volume 01. No 1 (29).

Herdiana.,2014. Evaluasi Pompa Sulzer KW (Engine) Sistem Penirisan Tambang


di Main Sump Pit 1 Barat Bangko Barat PT. Bukit Asam (Pesero) Tbk,
Tanjung Enim. Jurnal Ilmu Teknik. Universitas Sriwijaya. 2 (1) 5-6.

Lingga, O. P., 2014. Kajian Teknis Sistem Penirisan Tambang Banko Barat Guna
Menanggulanggi dan Mengoptimalisasi Sistem Pemompaan Air Tambang
di Pit III Barat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Tanjung Enim.
Jurnal Ilmu Teknik. Akademi minyak dan gas Palembang. 2 (4) 5-6.

Minerals Concil of Australia. 1998. Mine Rehabilitation Hand Book. Mineral


Council of Australia, Australia.
Pratama, H., 2016. Perencanaan Teknis Sistem Penyaliran Tambang Lokasi
Penambangan Batu Gamping di PT. Semen Padang, Bukit Karang Putih
Sumatera Barat. Jurnal Teknik Pertambangan. Universitas Negeri Padang. 1
(1) 14-17

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 60, 2009. Pedoman


Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. 17 September 2009. Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 317. Jakarta.
Sayoga, R., 1999. Sistem Penyaliran Tambang. Institut Teknologi Bandung.
Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Soemarto, CD., 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya.

Soemarto, C.D., 1999. Hidrologi Teknik (Edisi Perbaikan). Erlangga, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statisik Untuk Analisa Data jilid 1.
Nova, Bandung.

Sularso dan Tahara, H., 2000. Pompa dan Kompesor (Pemilihan, Pemakaian dan
Pemeliharaan). Pramidya Paramita, Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI, Yogyakarta.


Suwandhi, A., 2004. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang, Perencanaan
Tambang Terbuka. Universitas Islam Bandung.

Hermawan, Y. 1989. Hidrologi untuk Insinyur. Erlangga, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
Lampiran 1. Data Curah Hujan di Pit II PT Buana Eltra

Tabel 1.a. Data Curah Hujan Harian Maksimum pit II PT. Buana Eltra
Data Curah Hujan Harian Maksimum (mm)
Tahun
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
2007 83,60 50,00 34,60 37,60 1,50 35,40 30,50 47,00 79,50
2008 57,60 32,00 60,50 85,70 25,00 15,30 54,60 48,50 16,90 73,60 114,30 65,80
2009 88,80 31,50 96,30 98,00 27,50 91,80 13,00 48,20 24,00 102,20 47,00 49,90
2010 48,20 85,00 107,50 75,20 82,00 83,50 51,00 70,50 74,00 84,20 133,00 54,50
2011 85,00 91,80 129,90 110,20 80,50 21,00 19,10 16,80 13,90 50,70 36,50 78,60
2012 60,50 50,50 71,80 84,00 84,60 52,00 34,80 31,30 1,00 61,00 133,00 72,00
2013 81,10 42,00 98,00 84,00 52,00 52,00 34,80 28,00 87,00 100,00 62,00 108,00
2014 49,00 5,00 43,00 96,00 40,00 24,00 38,00 27,00 16,00 1,00 65,80 111,00
2015 49,40 54,80 116,9 80,30 41,40 59,00 11,50 17,80 0,00 0,20 64,00 90,70
2016 60,40 56,60 43,00 44,00 50,50 36,50 27,00 84,00 172,40 103,20 114,50 74,40
2017 52,70 43,50 113,90
Min 42,80 5,00 43,00 44,00 25,00 15,30 11,50 1,50 0,00 0,20 36,50 49,90
Max 88,80 91,80 129,90 110,20 84,60 91,80 54,60 84,00 172,40 103,20 133,00 111,00
Rata-
63,27 49,27 88,08 84,1 53,35 46,97 32,14 37,36 44,06 60,66 81,71 78,44
rata

Rata-rata curah hujan harian maksimum : 59,95 mm/hari


Nilai hujan maksimal : 172,40 mm

Tabel 1.b. Data Curah Hujan Bulanan pit II PT Buana Eltra


Data Curah Hujan Bulanan (mm)
Tahun
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
2007 379,00 187,00 129,50 98,20 3,30 58,30 113,60 123,00 381,90
2008 203,60 143,10 371,90 323,40 48,40 23,90 150,40 175,30 61,00 318,60 634,40 231,70
2009 185,70 133,90 564,20 338,70 111,80 140,20 36,10 96,70 33,10 211,60 183,70 284,30
2010 273,00 303,10 541,70 382,00 242,90 171,40 91,10 193,80 370,70 336,30 520,20 249,10
2011 210,20 338,80 392,10 378,40 292,40 65,40 33,80 33,60 14,60 262,00 22,30 348,90
2012 201,40 347,90 245,80 405,00 204,80 199,30 85,90 50,90 1,00 226,00 650,00 465,00
2013 309,00 295,70 617,00 368,00 121,00 153,00 85,90 154,00 284,00 198,00 312,00 496,00
2014 184,00 15,00 116,00 351,20 90,00 110,00 112,00 62,80 16,00 2,00 249,20 343,20
2015 219,70 131,70 370,80 309,10 45,00 139,80 21,40 21,20 0,00 0,20 193,40 255,50
2016 276,00 228,50 251,50 323,70 329,70 105,30 93,50 211,40 341,10 535,40 465,70 341,40
2017 254,10 213,90 288,70
Min 184,00 15,00 116,00 309,10 45,00 23,90 21,40 3,30 0,00 0,20 22,30 231,70
Max 309,00 347,90 617,00 405,00 329,70 199,30 150,40 211,40 370,70 535,40 650,00 496,00
Rata-
231,67 215,16 375,97 355,85 167,3 123,78 80,83 100,3 117,98 220,37 335,39 339,7
rata

Rata-rata curah hujan bulanan : 239,44 mm/bulan

46 Universitas Sriwijaya
Tabel 1.c. Data Jam Hujan Bulanan pit II PT Buana Eltra
Data Curah Hujan Bulanan (jam)
Tahun
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
2007 34,7 20,9 25,4 11,6 5,3 13,7 15,1 13,8 25,5
2008 29,8 10,4 21,2 24,2 9,4 7,2 29,9 25,2 24,3 32,7 17,5 28,1
2009 34 26,8 19,1 10,4 15,2 11,4 14,3 9,5 7,7 15,1 14,2 10
2010 32,2 23,9 33,7 17,2 28,9 38,2 32,1 41,3 27,7 29,4 22,9 11,2
2011 17 11,6 42,8 18,7 25,5 12,5 10,6 1,3 12,6 31,3 14,6 30,14
2012 10,5 25,6 14,1 37 19,9 17,1 19,5 14,2 2,3 11,1 20,6 20,9
2013 35,4 23,1 16,1 13,5 18,7 26 18,3 24,1 26,3 11,8 15,3 25,4
2014 25,3 4,8 8,6 13,7 17,6 37,8 3,2 10,3 4,1 4,7 11,3 16,2
2015 20,3 7,6 35,1 21,2 7,8 13,1 7,8 13,2 0 3,3 13,2 12,1
2016 15,9 22,6 36,9 22,6 16,9 14,6 31,3 36,7 37,3 28,6 37,3 15,3
2017 12,2 34,2 11,6
Jumlah 232,6 190,6 239,2 213,2 180,8 203,3 178,6 181,1 156 183,1 180,7 194,84
Rata-rata 19,45 jam / bulan

Tabel 1.d. Data Jumlah Hari Hujan Bulanan pit II PT Buana Eltra
Jumlah Hari Hujan dalam 1 Bulan (hari)
Tahun
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
2007 22 15 12 9 3 6 17 14 21
2008 21 15 20 21 6 4 10 15 14 23 20 23
2009 25 20 19 12 14 9 9 6 4 16 17 16
2010 24 25 23 21 17 15 12 16 19 20 22 16
2011 18 16 26 20 14 9 4 3 3 21 18 24
2012 17 22 17 22 16 10 9 6 1 14 22 20
2013 27 19 18 18 14 11 9 12 15 14 16 23
2014 22 6 8 17 11 12 4 6 1 2 18 19
2015 20 14 22 20 4 9 6 7 0 1 14 15
2016 20 19 21 21 17 11 12 16 21 21 23 17
2017 17 23 12
Rata-
21,10 17,90 18,60 19,40 12,80 10,20 8,40 9,00 8,40 14,90 18,40 19,40
rata
Jumlah 14,88hari/bulan

47 Universitas Sriwijaya
Lampiran 2. Periode Ulang Hujan Rencana dan Intensitas Hujan

Tabel 2.a. Perhitungan Data Curah Hujan

No xi xi-x (xi-x)² m Yn Yn-Yn' (Yn-Yn')² S Sn


1 172,4 112,45 12.645,00 1 4,79 4,23 17,91
2 133 73,05 5.336,30 2 4,09 3,53 12,49
3 133 73,05 5.336,30 3 3,68 3,12 9,76
4 129,9 69,95 4.893,00 4 3,39 2,83 8,02
5 116,9 56,95 3.243,30 5 3,17 2,61 6,79
6 114,5 54,55 2.975,70 6 2,98 2,42 5,85
7 114,3 54,35 2.953,92 7 2,82 2,26 5,11
8 113,9 53,95 2.910,60 8 2,68 2,12 4,50
9 111 51,05 2.606,10 9 2,56 2,00 4,00
10 110,2 50,25 2.525,06 10 2,45 1,89 3,57
11 108 48,05 2.308,80 11 2,35 1,79 3,21
12 107,5 47,55 2.261,00 12 2,26 1,70 2,89
13 103,2 43,25 1.870,56 13 2,17 1,61 2,61
14 102,2 42,25 1.785,06 14 2,10 1,54 2,36
15 100 40,05 1.604,00 15 2,02 1,46 2,14
16 98 38,05 1.447,80 16 1,95 1,39 1,94
17 98 38,05 1.447,80 17 1,89 1,33 1,76
18 96,3 36,35 1.321,32 18 1,83 1,27 1,60
19 96 36,05 1.299,60 19 1,77 1,21 1,46
33,66 1,22
20 91,8 31,85 1.014,42 20 1,71 1,15 1,32
21 91,8 31,85 1.014,42 21 1,66 1,10 1,20
22 90,7 30,75 945,56 22 1,61 1,05 1,09
23 88,8 28,85 832,32 23 1,56 1,00 0,99
24 87 27,05 731,70 24 1,51 0,95 0,90
25 85,7 25,75 663,06 25 1,46 0,90 0,82
26 85 25,05 627,50 26 1,42 0,86 0,74
27 85 25,05 627,50 27 1,38 0,82 0,67
28 84,6 24,65 607,62 28 1,33 0,77 0,60
29 84,2 24,25 588,06 29 1,29 0,73 0,54
30 84 24,05 578,40 30 1,26 0,70 0,48
31 84 24,05 578,40 31 1,22 0,66 0,43
32 84 24,05 578,40 32 1,18 0,62 0,38
33 83,6 23,65 559,32 33 1,14 0,58 0,34
34 83,5 23,55 554,60 34 1,11 0,55 0,30
35 82 22,05 486,20 35 1,07 0,51 0,26
36 81,1 21,15 447,32 36 1,04 0,48 0,23
37 80,5 20,55 422,30 37 1,01 0,45 0,20
38 80,3 20,35 414,12 38 0,98 0,42 0,17

48 Universitas Sriwijaya
(Lanjutan)

Lanjutan Tabel 2.a. Perhitungan Data Curah Hujan


No xi xi-x (xi-x)² m Yn Yn-Yn' (Yn-Yn')² S Sn
39 79,5 19,55 382,20 39 0,94 0,38 0,15
40 78,6 18,65 347,82 40 0,91 0,35 0,12
41 75,2 15,25 232,56 41 0,88 0,32 0,10
42 74,4 14,45 208,80 42 0,85 0,29 0,09
43 74 14,05 197,40 43 0,82 0,26 0,07
44 73,6 13,65 186,32 44 0,79 0,23 0,05
45 72 12,05 145,20 45 0,77 0,21 0,04
46 71,8 11,85 140,42 46 0,74 0,18 0,03
47 70,5 10,55 111,30 47 0,71 0,15 0,02
48 65,8 5,85 34,22 48 0,68 0,12 0,02
49 65,8 5,85 34,22 49 0,66 0,10 0,01
50 64 4,05 16,40 50 0,63 0,07 0,00
51 62 2,05 4,20 51 0,60 0,04 0,00
52 61 1,05 1,10 52 0,58 0,02 0,00
53 60,5 0,55 0,30 53 0,55 -0,01 0,00
54 60,5 0,55 0,30 54 0,53 -0,03 0,00
55 60,4 0,45 0,20 55 0,50 -0,06 0,00
56 59 -0,95 0,90 56 0,48 -0,08 0,01
57 57,6 -2,35 5,52 57 0,45 -0,11 0,01
58 56,6 -3,35 11,22 58 0,43 -0,13 0,02
59 54,8 -5,15 26,52 59 0,40 -0,16 0,02 33,66 1,22
60 54,6 -5,35 28,62 60 0,38 -0,18 0,03
61 54,5 -5,45 29,70 61 0,35 -0,21 0,04
62 52,7 -7,25 52,56 62 0,33 -0,23 0,05
63 52 -7,95 63,20 63 0,31 -0,25 0,06
64 52 -7,95 63,20 64 0,28 -0,28 0,08
65 52 -7,95 63,20 65 0,26 -0,30 0,09
66 51 -8,95 80,10 66 0,24 -0,32 0,10
67 50,7 -9,25 85,56 67 0,21 -0,35 0,12
68 50,5 -9,45 89,30 68 0,19 -0,37 0,14
69 50,5 -9,45 89,30 69 0,17 -0,39 0,15
70 50 -9,95 99,00 70 0,15 -0,41 0,17
71 49,9 -10,05 101,00 71 0,12 -0,44 0,19
72 49,4 -10,55 111,30 72 0,10 -0,46 0,21
73 49 -10,95 119,90 73 0,08 -0,48 0,23
74 48,5 -11,45 131,10 74 0,06 -0,50 0,25
75 48,2 -11,75 138,06 75 0,03 -0,53 0,28
76 48,2 -11,75 138,06 76 0,01 -0,55 0,30
77 47 -12,95 167,70 77 -0,01 -0,57 0,33
78 47 -12,95 167,70 78 -0,03 -0,59 0,35
79 44 -15,95 254,40 79 -0,06 -0,62 0,38

49 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

Lanjutan Tabel 2.a. Perhitungan Data Curah Hujan


No xi xi-x (xi-x)² m Yn Yn-Yn' (Yn-Yn')² S Sn
80 43,5 -16,45 270,60 80 -0,08 -0,64 0,41
81 43 -16,95 287,30 81 -0,10 -0,66 0,44
82 43 -16,95 287,30 82 -0,12 -0,68 0,47
83 42 -17,95 322,20 83 -0,15 -0,71 0,50
84 41,4 -18,55 344,10 84 -0,17 -0,73 0,53
85 40 -19,95 398,00 85 -0,19 -0,75 0,57
86 38 -21,95 481,80 86 -0,22 -0,78 0,60
87 37,6 -22,35 499,52 87 -0,24 -0,80 0,64
88 36,5 -23,45 549,90 88 -0,26 -0,82 0,68
89 36,5 -23,45 549,90 89 -0,29 -0,85 0,71
90 35,4 -24,55 602,70 90 -0,31 -0,87 0,75
91 34,8 -25,15 632,52 91 -0,33 -0,89 0,80
92 34,8 -25,15 632,52 92 -0,36 -0,92 0,84
93 34,6 -25,35 642,62 93 -0,38 -0,94 0,89
94 32 -27,95 781,20 94 -0,41 -0,97 0,93
95 31,5 -28,45 809,40 95 -0,43 -0,99 0,98
96 31,3 -28,65 820,82 96 -0,46 -1,02 1,03
97 30,5 -29,45 867,30 97 -0,48 -1,04 1,08
98 28 -31,95 1.020,80 98 -0,51 -1,07 1,14
99 27,5 -32,45 1.053,00 99 -0,53 -1,09 1,20 33,66 1,22
100 27 -32,95 1.085,70 100 -0,56 -1,12 1,26
101 27 -32,95 1.085,70 101 -0,59 -1,15 1,32
102 25 -34,95 1.221,50 102 -0,62 -1,18 1,38
103 24 -35,95 1.292,40 103 -0,64 -1,20 1,45
104 24 -35,95 1.292,40 104 -0,67 -1,23 1,52
105 21 -38,95 1.517,10 105 -0,70 -1,26 1,60
106 19,1 -40,85 1.668,72 106 -0,74 -1,30 1,68
107 17,8 -42,15 1.776,62 107 -0,77 -1,33 1,77
108 16,9 -43,05 1.853,30 108 -0,80 -1,36 1,86
109 16,8 -43,15 1.861,92 109 -0,84 -1,40 1,95
110 16 -43,95 1.931,60 110 -0,87 -1,43 2,06
111 15,3 -44,65 1.993,62 111 -0,91 -1,47 2,17
112 13,9 -46,05 2.120,60 112 -0,95 -1,51 2,30
113 13 -46,95 2.204,30 113 -1,00 -1,56 2,43
114 11,5 -48,45 2.347,40 114 -1,05 -1,61 2,58
115 5 -54,95 3.019,50 115 -1,10 -1,66 2,76
116 1,5 -58,45 3.416,40 116 -1,16 -1,72 2,95
117 1 -58,95 3.475,10 117 -1,23 -1,79 3,19
118 1 -58,95 3.475,10 118 -1,31 -1,87 3,49

50 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

Lanjutan Tabel 2.a. Perhitungan Data Curah Hujan


No xi xi-x (xi-x)² m Yn Yn-Yn' (Yn-Yn')² S Sn
119 0,2 -59,75 3.570,06 119 -1,41 -1,97 3,89 33,66 1,22
120 0 -59,95 3.594,00 120 -1,57 -2,13 4,53
Total 7.194,1 0,10 134.859,36 67,47 0,27 177,32
Rata-rata 59,95 0,00083 1.123,83 0,56 0,00227 1,48

Berdasarkan tabel 2.a. dapat dilakukan perhitungan rata-rata sampel, data


curah hujan bulanan, simpangan baku, reduce variate, reduce mean, dan reduce
standart deviation.
1. Rata-rata sampel curah hujan bulanan

ΣX 7194,1 mm/hari
x= = = 59,95 mm/hari
n 120

Keterangan:
x = Harga rata-rata sampel curah hujan bulanan
ΣX = Jumlah sampel curah hujan bulanan
n = Banyak data sampel curah hujan bulanan

2. Simpangan baku

Σ ( X−X′ )2
S=√ n−1

134859,36
=√ 119

= 33,66

Keterangan:
S = Simpangan baku

3. Reduce variate (Yt)

T−1
Yt = −ln{−ln }
T

Keterangan:
Yt = Reduce variate

51 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

T = Periode ulang (tahun)

Perhitungan koreksi variansi (Y):

1−1
Periode ulang 1 Y = −ln {−ln }=0
1
2−1
Periode ulang 2 Y = −ln {−ln } = 0,37
2
3−1
Periode ulang 3 Y = −ln {−ln } = 0,90
3
4−1
Periode ulang 4 Y = −ln {−ln } = 1,25
4
5−1
Periode ulang 5 Y = −ln {−ln } = 1,50
5
6−1
Periode ulang 6 Y = −ln {−ln } = 1,70
6
7−1
Periode ulang 7 Y = −ln {−ln } = 1,87
7
8−1
Periode ulang 8 Y = −ln {−ln } = 2,01
8
9−1
Periode ulang 9 Y = −ln {−ln } = 2,14
9
10−1
Periode ulang 10 Y = −ln {−ln } = 2,25
10

Diketahui t =1
Maka nilai Y = 0

4. Reduce mean atau koreksi rata-rata (Yn)

  ( n  1  m ) 
Yn   ln  ln  
  n  1 
Keterangan:
n = jumlah sample
m = urutan sample (m = 1,2,3,…)
Berdasarkan perhitungan pada (Tabel 2.4) dipeoleh nilai Yn sebesar 0,56.

52 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

5. Reduced standart deviation atau koreksi simpangan (Sn)

Σ (Yn−Yn′ )2
Sn = √ n−1

177,32
=√ 119

= 1,22

Nilai reduce standart deviation adalah sebesar 1,22 sesuai dengan data yaitu
sebanyak 10 tahun.

6. Perhitungan periode ulang hujan dengan Metode Gumbel

S
X= x+ ( Y − Yn )
Sn
33,66
X = 59,95 mm/hari + ( 2,25 − 0,56 )
1,22

X = 59,95 mm/hari + 27,59 ( 1,69 )


X = 59,95 mm/hari + 46,63
X = 106,58 mm/hari

Keterangan:
X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang 10 tahun
(mm/hari)
x = Harga rata-rata sampel data curah hujan harian maksimum
S = Simpangan baku
Y = Reduce variate
Yn = Reduce mean
Sn = Reduce standart deviation

Perkiraan curah hujan dengan periode ulang 10 tahun di pit II PT Buana Eltra
adalah 106,58 mm/hari.

7. Perhitungan intensitas hujan dengan Persamaan Monobe:

R₂₄ 24 2/3
I= (t)
24

53 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

Untuk mencari nilai t digunakan rumus berikut:

Jam Hujan Rata−rata


t = Hari Hujan Rata−rata
19,45 jam/bulan
= 14,88 hari/bulan

= 1,3 jam/hari

Setelah didapatkan nilai t, maka nilai intensitas hujan dapat dihitung dengan
rumus berikut:

R₂₄ 24 2/3
I = (𝑡)
24

106,58 mm/hari 24 2/3


= x (1,3 jam/hari)
24

= 4,44 mm/hari x 6,98 jam/hari


= 30,99 mm/jam

Keterangan:
I = Intensitas (mm/jam)
R24= Tinggi hujan maksimum dalam 24 jam =106,58 mm/hari
t = Waktu konsentrasi (jam)

Jadi, nilai intensitas hujan di pit II PT Buana Eltra sebesar 30,99 mm/jam.

54 Universitas Sriwjaya
Lampiran 3. Catchment Area pada Pit II PT Buana Eltra

A. Catchment Area Perencanaan Saluran Terbuka 1


Luas catchment area perencanaan saluran terbuka (open channel) pada pit II
dihitung menggunakan aplikasi AutoCad 2007 seluas 50.446,156 m2 atau 5,045 Ha
yang ditunjukkan pada peta catchment area (Gambar 3.a). Keadaan catchment area
pada rencana saluran berupa kawasan tanah gundul.

B. Catchment Area Perencanaan Saluran Terbuka 2


Luas catchment area perencanaan saluran terbuka (open channel) pada pit II
dihitung menggunakan aplikasi AutoCad 2007 seluas 77.410,379 m2 atau 7,741 Ha
yang ditunjukkan pada peta catchment area (Gambar 3.a). Keadaan catchment area
pada rencana saluran berupa kawasan tanah gundul.

C. Catchment Area Perencanaan Sump pada Pit II


Luas catchment area sump pada pit II PT. Buana Eltra dihitung menggunakan
aplikasi AutoCad 2007 yaitu 134.971,363 m2 atau 13,497 Ha yang ditunjukkan
pada peta catchment area (Gambar 3.a.). Catchment area terletak pada area
penambangan berupa kawasan tanah gundul.

55 Universitas Sriwijaya
55 Universitas Sriwijaya
Lampiran 4. Debit Total Air Pit II PT Buana Eltra

1) Evaporasi

Eo = 0,35 (es − e)(0,5 + 0,54u2 )


Keterangan:
Eo = Evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)
es = Tekanan uap air jenuh (mmHg)
e = Tekanan uap aktual dalam udara (mmHg)
u2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter dari permukaan (m/s)

Diketahui:
a. Tekanan uap air jenuh (es)
Rata- rata suhu di pit II PT Buana Eltra adalah 27,5°C (Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika).

Tₒ Esₒ
es = T₁ ∶ Es₁
22 °C 17,55 mmHg
= 33 °C ∶ Es

= 26,325 mmHg

b. Tekanan uap aktual dalam udara (e)


Rata-rata kelembapan udara di pit II PT Buana Eltra adalah 82% (Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).

82
e = 100 x 26,325 mmHg

= 21,586 mmHg

c. Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter


Rata-rata kecepatan angin di PT Buana Eltra adalah 7 km/jam atau 1,94 m/s
(Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).

56 Universitas Sriwijaya
(Lanjutan)

Setelah data yang dibuthkan diketahui maka dilakukan perhitungan debit


evaporasi menggunakan rumus berikut:

Eo = 0,35 (es − e)(0,5 + 0,54u2 )


= 0,35 ( 26,325 – 21,586) ( 0,5 + 0,54 x 1,94 )
= 0,35 ( 4,739 ) ( 0,5 + 1,048 )
= 0,35 (4,739) ( 1,548 )
= 2,568 mm/hari atau 0,107 mm/jam

Eₒ (mm/jam)
% Evaporasi = Intensitas Hujan Rata−rata (mm/jam) x 100%
0,107 mm/jam
= 30,99 mm/jam x 100%

= 0,345 %

Luas catchment area = 13,497 hektar atau 134.971,363 m2 (Lampiran 3)


Luas daerah evaporasi = 0,345 % x 134.971,363 m 2 = 465,651 m2

Q Evaporasi = Luas daerah evaporasi (m2) x E0 (m/jam)


= 465,651 m2 x 0,107 x 10-3 m/jam
= 0,05 m3/jam

Jadi debit evaporasi dalam satu hari adalah 1,2 m3/hari.

A. Debit Total Air Tanpa Saluran Terbuka ke Kolam Pengendapan Lumpur


1) Air Limpasan

Q= CxIxA
Keterangan:
Q = Limpasan permukaan maksimum (m3/jam)
C = Koefisien limpasan (Tabel 2.8)
I = Intensitas curah hujan
A = Luas daerah tangkapan hujan (catchment area) (m2)

57 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

Diketahui:
C = 0,9 (Lampiran 5)
I = 30,99 x 10-3 m/jam (Lampiran 2)
A = 262.827,898 m2 (Penjumlahan luas cacthment area) (Lampiran 3)

Untuk perhitungan air limpasan digunakan rumus berikut:

Q1 = C x I x A
= 0,9 x (30,99 x 10-3m/jam) x (262.827,898 m2)
= 7.330,533 m3/jam

Jadi debit air limpasan yang masuk ke area pit II PT Buana Eltra dengan lama
hujan 1,3 jam adalah sebesar 9.529,693 m3/hari.

2) Debit Total

Qtot = R + S – ET
= Debit air limpasan + Debit air tanah – Debit air evaporasi
= 9.529,693 m3/ hari + 0 m3/ hari – 1,2 m3/ hari
= 9.528,493 m3/ hari
Berdasarkan hitungan debit total air yang masuk didapatkan debit total air pit II PT
Buana Eltra sebesar 9.528,493 m3/ hari.

B. Debit Total Air dengan Adanya Saluran Terbuka ke Kolam Pengendapan


Lumpur
1) Air Limpasan

Q2 = C x I x A
Keterangan:
Q = Limpasan permukaan maksimum (m3/jam)
C = Koefisien limpasan (Tabel 2.8)
I = Intensitas curah hujan
A = Luas daerah tangkapan hujan (catchment area) (m2)

58 Universitas Sriwjaya
(Lanjutan)

Diketahui:
C = 0,9 (Lampiran 5)
I = 30,99 x 10-3 m/jam (Lampiran 2)
A = 134.971,363 m2 (Berdasarkan luas cacthment area sump) (Lampiran 3)

Untuk perhitungan air limpasan digunakan rumus berikut:

Q2 = C x I x A
= 0,9 x (30,99 x 10-3m/jam) x (134.971,363 m2)
= 3.764,486 m3/jam

Jadi debit air limpasan yang masuk ke area pit II PT Buana Eltra dengan lama
hujan 1,3 jam adalah sebesar 4.893,832 m3/hari.

2) Debit Total

Qtot = R + S – ET
= Debit air limpasan + Debit air tanah – Debit air evaporasi
= 4.893,832 m3/ hari + 0 m3/ hari – 1,2 m3/ hari
= 4.892,632 m3/ hari
Berdasarkan hitungan debit total air yang masuk didapatkan debit total air pit
II PT Buana Eltra sebesar 4.892,632 m3/ hari.

59 Universitas Sriwjaya
Lampiran 5. Spesifikasi Pompa dan Pipa

1) Spesifikasi Pompa Multiflo CF48H


Head @BEP : 92 m
Max. Head : 125,5 m
Impeller : 480 mm
Suction Diameter : 150 mm
Delivery Diameter : 200 mm
Max Flow : 200 L/sec
Pump Speed : 1800
RPM @BEP : 1800
Power @BEP : 320 kW
Power Req. : 320 Kw / 435,08 HP
Effieciency @BEP : 68%
Fluid Density : 1,0 gr/cm3
Solid Handling : 45 mm

2) Spesifikasi Pipa HDPE (Polyethylene Pipe)


Diameter Inlet : 6 inch
Diameter Outlet : 8 inch

Gambar 5.a. Pompa Multiflo CF-48H dan Pipa HDPE di pit II PT Buana Eltra

60 Universitas Sriwijaya
Lampiran 6. Perhitungan Rencana Pemompaan

Pompa air yang digunakan pada sump pit II adalah multiflo CF-48H
berjumlah satu buah. Dimana air dari sump pit II akan langsung dipompakan
menuju muara KPL pit II. Perhitungan head pompa digunakan Persamaan Bernouli
sebagai berikut:

P1 V1 2 P2 V2 2
+ + Z1 - HL+ HA = + + Z2
γ 2g γ 2g

maka persamaan di atas menjadi :

H = Z2 – Z1 + HL
H = Hs + HL
Head Total = Z + HL
Head Total = static head (z) + head loss (HL)

Diketahui:
Debit maksimal pompa = 0,2 m3/detik
Diameter pipa outlet = 203,2 mm = 0,203 m
Diameter pipa inlet = 152,4 mm = 0,152 m
Panjang pipa outlet = 72 m
Panjang pipa intlet =2m
Elevasi inlet = 140 m
Elevasi outlet = 176 m
Jumlah belokan = 1 belokan 10o, 3 belokan 30o, 3 belokan 45o pada pipa
outlet dan 1 belokan 20o pada pipa inlet.

Perhitungan head berdasarkan panjang pipa ekivalen (Tabel 2.11.)

 Pipa Outlet
1 belokan 10o pipa outlet = 10,67 D

61 Universitas Sriwijaya
= 10,67 x 0,203 m
= 2,17 m
3 belokan 30o pipa outlet = 3 x 16,5 D
= 3 x 16,5 x 0,203 m
= 10,04 m
3 belokan 45o pipa outlet = 3 x 20 D
= 3 x 20 x 0,203 m
= 12,18 m
Head pada pipa outlet yang disebabkan oleh belokan pada pipa adalah 24,39 m.

 Pipa inlet
1 belokan 20o pipa inlet = 13,3 D
= 13,3 x 0,152 m
= 2,02 m
Head pada pipa inlet yang disebabkan oleh belokan pada pipa adalah 2,02 m.

A) Head Statis (Hs)

Hs = t2 – t1

Keterangan :
T1 = elevasi pada sisi keluar air ujung pipa
T2 = elevasi pada sisi isap ujung pipa

Hs = 176 m – 140 m
Hs = 36 m

B) Head Loss ( HL)

HL = Head friction in pipe inlet

10,666 . 𝑄1.85
Hf = 𝑥 (L + Le)
𝐶 1.85 . 𝐷4.85

62 Universitas Sriwjaya
Keterangan :
Hf = Kerugian gesekan pada pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Koefesien ( Tabel 2.9) = 140 (koefesien pipa jenis HDPE)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)

1. Head friction in pipe outlet


10,666 . 𝑄1.85
Hf = 𝑥 (L + Le)
𝐶 1.85 . 𝐷4.85

10,666 . 0,21.85
Hf = 1401.85 . 𝑥 (72 + 24,39)
0,1524.85

0,54
Hf = 1,0053 𝑥 96

Hf = 51,57 m

2. Head friction in pipe inlet


10,666 . 𝑄1.85
Hf = 𝑥 (L + Le)
𝐶 1.85 . 𝐷4.85

10,666 . 0,21.85
Hf = 1401.85 . 𝑥 (2 + 2,02)
0,2034.85

0,54
Hf = 4,09 𝑥 4,02

Hf = 0,53 m

Jadi total nilai Head Loss pada sistem pemompaan pada pit II , yaitu :

HL = Head friction in pipe


= (51,57 m + 0,53 m)
= 52,1 m

Head Total = Static Head (z) + Head Loss (HL)


= (176m - 140 m) + 52,1 m

63 Universitas Sriwjaya
= 36 + 52,1
= 88,1 m

Gambar 6.a. Kurva Debit Pompa Multiflo CF-48H

Dari grafik diatas didapatkan debit pompa normal sebesar 110 liter/detik
atau 0,11 m3/detik atau 396 m3/jam, dengan putaran mesin 1600 rpm dan efisiensi
sekitar 57 %.

64 Universitas Sriwjaya
Lampiran 7. Perencanaan Saluran Terbuka

Penentuan dimensi penampang saluran penyaliran dapat dihitung berdasarkan


rumus Manning, yaitu :

Q = A . 1/n . S1/2 . R2/3

Keterangan :
Q = Debit pengaliran (m3/detik)
A = Luas penampang basah (m2)
S = Kemiringan dasar saluran (%)
R = Jari-jari hidrolis (m)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran menurut Manning.
Harga n pada hal ini digunakan 0,028 (Tabel 2.9)

Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas


penampang hidrolis maksimum, maka luas penampang basah saluran (A), jari-jari
hidrolis (R), kedalaman aliran (d = h), lebar dasar saluran (b), panjang sisi saluran
dari dasar ke permukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding
saluran (s) mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

A (Luas Penampang) = b . h + m . h2

P (Keliling Basah) = b + ((2 . h) . (1 + m2) 2/3)


𝐴
R (Jari-jari Hidrolis) =𝑃
Untuk dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas
penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan dinding saluran sebesar
600, maka :

m = cotg 

= cotg 600

= 0,58

Sehingga harga b/h dan A adalah :

65 Universitas Sriwjaya
b/h = 2 {(1 + m2)0,5 – m}

= 2 {(1 + 0,582)0,5 – 0,58}

= 2 {(1,336)0,5 – 0,58}

= 2{1,156– 0,58}

= 2 (0,576)

= 1,152.h

A = b . h + m . h2

= 1,152 h2 + 0,58 . h2

= 1,732 h2

Sedangkan kemiringan dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan


bahwa suatu aliran dapat mengalir secara alamiah (S) = 2 % yang merupakan
syarat agar tidak terjadi erosi yang berlebihan dan pengendapan partikel padatan.
Debit air yang masuk ke saluran berasal dari air limpasan permukaan
dari daerah di sekitar saluran. Luas penampang saluran yang akan dibuat
berdasarkan trial and eror sehingga di dapat Q saluran lebih besar dari Q limpasan.
Perhitungan Rencana Saluran. Untuk menghitung perencanaan saluran adalah
sebagai berikut :

Luas penampang basah (A) = 1,732 h2 (m2)


Kemiringan dasar saluran (S) = 2%
Jari-jari hidrolis (R) = 0,543h
Koefisien dinding saluran (n) = 0,028 ( saluran galian excavator)

A. Perencanaan Saluran 1

Debit Limpasan Rencana (Q) :


Q = 1/3600 * C * I * A
=1/3600 x 0,9 x 0,031 m/jam x 50.446,156 m2
= 0,391 m3/detik

66 Universitas Sriwjaya
Keterangan :
C = Koefesien limpasan (Tabel 2.8)
I = Intesitas Hujan (Lampiran 3)
A = Luas catchment area saluran 1 (Lampiran 3)

Dari data-data tersebut, maka dapat ditentukan kedalaman saluran (h) sebagai
berikut:

Q = A × 1/n × R2/3 × S1/2


0,391 m3/detik = (1,732h2) m2 × 1/0,028 × (0,543h)2/3 × 0,021/2
0,391 m3/detik = 4,750h8/3 m8/3
h8/3 = (0,391 m3/detik) / (4,750 m2)
h = 0,082 3/8
h rencana = 0,391 m

Pada h rencana dikalikan 2, untuk mencegah pengurangan kapasitas saluran karena


pengendapan lumpur, sehingga h rencana menjadi 0,782.

Lebar dasar Saluran (B):


B = 1,152 × h
= 1,152 × 0,782 m
= 0,9 m
Tinggi Jagaan (F):
F = 20% h
= 20% × 0,782 m
= 0,157 m
= 0,16 m
Tinggi Saluran (H):
H = h+F
= 0,782 m + 0,157 m
= 0,939 m
= 0,94 m
Lebar Permukaan Saluran (L):
L = B + h (z1 + z2)
67 Universitas Sriwjaya
= 0,9 m + 0,782 m (cotg 60º + cotg 60º)
= 0,9 m + 0,782 m (1,16)
= 0,9 m + 0,907 m
= 1,807 m
= 1,81 m

Dari hasil perhitungan diatas maka didapatkan geometri saluran 1 dengan


lebar dasar saluran (B) sebesar 0,9 m ; tinggi jagaan (F) sebesar 0,16 m ; tinggi
saluran (H) sebesar 0,94 m dan lebar permukaan saluran (L) sebesar 1,81 m (gambar
7.a).

1,81 m

0,16 m

0,94 m
0,78 m

60 o

0,9 m

Gambar 7.a. Penampang Rencana Saluran Terbuka 1

B. Perencanaan Saluran Terbuka 2

Debit Limpasan Rencana (Q) :

Q = 1/3600 * C * I * A
=1/3600 x 0,9 x 0,031 m/jam x 77.410,379 m2
= 0,6 m3/detik

Keterangan :
C = Koefesien limpasan (Tabel 2.8)

68 Universitas Sriwjaya
I = Intesitas Hujan (Lampiran 3)
A = Luas catchment area saluran 2 (Lampiran 3)

Dari data-data tersebut, maka dapat ditentukan kedalaman saluran (h) sebagai
berikut:

Q = A × 1/n × R2/3 × S1/2


0,6 m3/detik = (1,732h2) m2 × 1/0,028 × (0,543h)2/3 × 0,021/2
0,6 m3/detik = 4,750h8/3 m8/3
h8/3 = (0,6 m3/detik) / (4,750 m2)
h = 0,126 3/8
h rencana = 0,46 m

Pada h rencana dikalikan 2, untuk mencegah pengurangan kapasitas saluran karena


pengendapan lumpur sehingga h rencana menjadi 0,92.

Lebar dasar Saluran (B):


B = 1,152 × h
= 1,152 × 0,92 m
= 1,06 m
Tinggi Jagaan (F):
F = 20% h
= 20% × 0,92 m
= 0,184 m
= 0,18 m
Tinggi Saluran (H):
H = h+F
= 0,92 m + 0,184 m
= 1,104 m
= 1,1
Lebar Permukaan Saluran (L):
L = B + h (z1 + z2)
= 1,06 m + 0,92 m (cotg 60º + cotg 60º)

69 Universitas Sriwjaya
= 1,06 m + 0,92 m (1,16)
= 1,06 m +1,067 m
= 2,127 m
= 2,13

Dari hasil perhitungan diatas maka didapatkan geometri saluran 2 dengan


lebar dasar saluran (B) sebesar 1,06 m ; tinggi jagaan (F) sebesar 0,18 m ; tinggi
saluran (H) sebesar 1,1 m dan lebar permukaan saluran (L) sebesar 2,13 m (gambar
7.b).

2,13 m

0,18 m

1,1 m
0,92 m

60 o

1,06 m

Gambar 7.b. Penampang Rencana Saluran Terbuka 2

70 Universitas Sriwjaya
Lampiran 8. Perencanaan Dimensi Sump

Diketahui:
Curah hujan rencana = 106,58 mm/hari
Luas Catchment Area = 134.971,363 m2
Debit evaporasi = 1,2 m3/hari atau 0,05 m3/jam

Intensitas Debit Debit Debit Debit Debit


Waktu Hujan Limpasan Evaporasi Total Pompa Sisa
(jam) (m/jam) (m3/jam) (m3/jam) (m3) (m3) (m3)
1 0,037 4.488,378 0,05 4.488,328 720 3.768,33
2 0,023 5.655,002 0,10 5.654,902 1.440 4.214,90
3 0,018 6.473,362 0,15 6.473,212 2.160 4.313,21
4 0,015 7.124,856 0,20 7.124,656 2.880 4.244,66
5 0,013 7.675,019 0,25 7.674,769 3.600 4.074,77
6 0,011 8.155,924 0,30 8.155,624 4.320 3.835,62
7 0,010 8.585,959 0,35 8.585,609 5.040 3.545,61
8 0,009 8.976,756 0,40 8.976,356 5.760 3.216,36
9 0,009 9.336,203 0,45 9.335,753 6.480 2.855,75
10 0,008 9.669,918 0,50 9.669,418 7.200 2.469,42
11 0,007 9.982,064 0,55 9.981,514 7.920 2.061,51
12 0,007 10.275,821 0,60 10.275,221 8.640 1.635,22
13 0,007 10.553,679 0,65 10.553,029 9.360 1.193,03
14 0,006 10.817,630 0,70 10.816,930 10.080 736,93
15 0,006 11.069,293 0,75 11.068,543 10.800 268,54
16 0,006 11.310,004 0,80 11.309,204 11.520 -210,80
17 0,006 11.540,884 0,85 11.540,034 12.240 -699,97
18 0,005 11.762,879 0,90 11.761,979 12.960 -1.198,02
19 0,005 11.976,796 0,95 11.975,846 13.680 -1.704,15
20 0,005 12.183,333 1,00 12.182,333 14.400 -2.217,67
21 0,005 12.383,095 1,05 12.382,045 15.120 -2.737,95
22 0,005 12.576,612 1,10 12.575,512 15.840 -3.264,49
23 0,005 12.764,351 1,15 12.763,201 16.560 -3.796,80
24 0,004 12.946,723 1,20 12.945,523 17.280 -4.334,48

Dari tabel di atas didapatkan debit sisa air terbesar pada asumsi waktu hujan
selama 3 jam dengan intensitas hujan 0,018 m/jam. Debit total air yang masuk ke
dalam sump sebesar 6.473,212 m3 sedangkan pada saat bersamaan pompa hanya
mampu memompakan debit sebesar 2.160 m3 dalam waktu 3 jam. Selisih antara
debit air yang masuk ke sump dan debit air yang dipompakan sebesar 4.313,21 m3

71 Universitas Sriwijaya
(Lanjutan)

yang tidak dapat diatasi oleh pompa yang ada. Selisih volume terbesar dijadikan
acuan sebagai perencanaan volume sump.
Bentuk dari sump adalah trapezium dengan sudut sebesar 60° dan memiliki
kedalaman sepanjang 4 m, sehingga untuk menampung volume total digunakan
perhitungan sebagai berikut:

Ketinggian atau Kedalaman


Volume = (Luas atas + Luas bawah) x 2

Keterangan:
X2 = Luas atas (m2)
Y2 = Luas bawah (m2)
Z = Ketinggian atau kedalaman

Maka:
Z
V = ( X2 + Y2 ) x 2

Perhitungan bentuk sump sebagai berikut:


4
W = tan 60° = 2,309

X = 2(W) + Y
X = 2(2,309) + Y = 4,618 + Y

Diketahui:
Volume trapesium = 6.473,212 m3, untuk asumsi daya tampung sump untuk 4 hari
tanpa adanya pemompaan, maka volume trapesium = 25.892,848 m3.

1
V = ( X 2 + Y 2 )x Z
2
1
= [( 4,618 + Y )2 + Y ²] x ( 2 x 4 )

= (21,326 + 9,236 Y + Y 2 + Y 2 ) × 2
= 42,652 + 18,472 Y + 4 Y2

Jadi,
V = 42,652 + 18,472 Y + 4 Y2

72 Universitas Sriwijaya
(Lanjutan)

25.892,848 = 42,652 + 18,472 Y + 4 Y2


4 Y2 + 18,472 Y – 25.850,196

Untuk mencari nilai Y digunakan rumus abc sebagai berikut:


Diketahui:
a =4
b = 18,472
c = - 25.850,196

- b ±√b2 -4ac
Y= 2a

-18,472 ±√ 18,4722 – 4 x 4 x (- 25.850,196)


=
2(4)

- 18,472 ±√341,215 + 413.603,136


= 8
- 18,472 ±√413.944,351
= 8
- 18,472 ± 643,385
= = 78,114 m = 78,11 m
8

Maka X = 4,618 + Y
= 4,618 m + 78,114 m
= 82,732 m
= 82,73 m

Sehingga dimensi sump yang akan direncanakan adalah :


a. Panjang permukaan sumuran = 82,73 m
b. Lebar permukaan sumuran = 82,73 m
c. Panjang dasar sumuran = 78,11 m
d. Lebar dasar sumuran = 78,11 m
e. Kedalaman =4m

Volume maksimum yang dapat ditampung oleh sump dengan dimensi di atas
adalah:

73 Universitas Sriwijaya
(Lanjutan)

Ketinggian
V = {(luas permukaan sumuran + luas dasar sumuran)} x 2
4
= {(82,732 m x 82,732 m) + (78,114 m x 78,114 m)} x 2

= { 6.844,583 m2 + 6.101,797 m2 }x 2 m
= 12.946,38 m2 x 2 m
= 25.892,76 m3

Jadi volume sump yang akan direncanakan di pit II PT Buana Eltra adalah
25.892,76 m3.

82,73 m

82,73 m 78,11 m
Top
82,73 m
78,11 m 4m
60 o
78,11 m
Floor
(Tampak Atas) (Tampak Samping)

Gambar 8.a. Rencana Dimensi Sump pit II PT Buana Eltra

74 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai