Anda di halaman 1dari 6

I.

Pendahuluan

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronis atau emfisema.
Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktifitas jalan
nafas dan kadang kala parsial reversibel. Tiga gejala utama PPOK meliputi sesak nafas,
batuk menahun, dan batuk berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak
menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh
perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah
buruk, gejala memburuk pada musim hujan / dingin, dan tidak ada hubungannya dengan
alergi (Lawrence, 2002 : 84). Berdasarkan data dari rekam medik RSUD Dr. Hardjono
Ponorogo pada tahun 2009 didapatkan dengan jumlah kasus pada bulan Januari-
Desember sebanyak 1109 orang, rata-rata per bulan adalah 93 orang. Sedangkan pada
tahun 2010 didapatkan kasus PPOK dari bulan Januari-September sebanyak 1180
orang, dengan rata-rata per bulan 131 orang. Data tersebut menunjukkan adanya
peningkatan kasus PPOK dari tahun ke tahun. PPOK dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Proses terjadinya PPOK
membutuhkan rentang waktu lebih dari 20 - 30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi
pada individu yang tidak mempunyai enzim normal, yang mencegah penghancuran
jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan
dan dapat timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi
paru. PPOK sering terjadi simtomatik selama tahun-tahun usia baya tetapi insidennya
meningkat sejalan dengan peningkatan usia. PPOK memperburuk banyak perubahan
fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan nafas serta
kehilangan daya kembang elastik pada paru (Suddarth, 2002 : 595). Faktor patofisiologi
yang diperkirakan berkontribusi dalam kualitas dan intensitas sesak nafas saat
melakukan aktivitas pada PPOK antara lain kemampuan mekanis (elastisitas dan
reaktif) dari otot otot inspirasi, meningkatnya mekanis (volume) restriksi selama
beraktivitas, lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan ventilasi
relatif terhadap kemampuannya, gangguan pertukaran gas, kompresi jalan nafas
dinamis dan faktor memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki ventilasi alveoli untuk
memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, memperbaiki
mobilitas sangkar thorax, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan
sehingga bernafas lebih efektif dan mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak nafas
berkurang dan mengakibatkan kualitas hidupnya meningkat. Latihan endurance
bertujuan untuk memperbaiki efisiensi & kapasitas sistem transportasi oksigen. Efek
latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran
mitocondria yang akan meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak
mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien PPOK yang kecenderungannya akan
cepat lelah sehingga menimbulkan sesak yang berakibat mengurangi aktivitas
hidupnya. Muscular endurance adalah daya tahan yang menunjukkan kemampuan otot
atau sekelompok otot dalam melaksanakan tugasnya dengan waktu yang cukup lama.
Contoh : latihan weight training/latihan berbeban, latihan pukulan jab berkali-kali
dalam tinju, pukulan dalam gulat.

II. Analisa Jurnal

siti khotimah melakukan penelitian yang berjudul latihan endurance meningkatkan


kualitas hidup lebih baik dari pada latihan pernafasan pada pasien ppok di bp4
yogyakarta. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p untuk hasil nilai total SGRQ sebelum
perlakuan di antara kedua kelompok perlakuan lebih besar dari 0,05 (p > 0,05)
tercantum pada Tabel 3. Hal ini berarti rerata hasil nilai total SGRQ sebelum perlakuan
di antara ke dua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Dengan demikian hasil
nilai total SGRQ sebelum perlakuan di antara kelompok latihan pernapasan dan
kelompok latihan endurance adalah sama. Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK
adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air
trapping, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki ventilasi alveoli untuk
memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, memperbaiki
mobilitas sangkar thorax, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan
sehingga bernafas lebih efektif dan mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak nafas
berkurang dan mengakibatkan kualitas hidupnya meningkat. Setelah dilakukan uji
bahwa Rerata penurunan nilai total SGRQ pada kelompok-2 lebih besar 19 point dari
pada kelompok-1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan penurunan
nilai total SGRQ yang bermakna antara kelompok I dan II, dimana kelompok perlakuan
II meningkatkan kualitas hidup lebih baik dari pada kelompok perlakuan I. Berdasarkan
hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa latihan endurance
meningkatkan kualitas hidup lebih baik dari pada latihan pernapasan pada pasien PPOK
di BP4 Yogyakarta.

III. PEMBAHASAN

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki


kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
– Simptom pernapasan berat
– Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
– Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen.
Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :

– Peningkatan VO2 max

– Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

– Peningkatan cardiac output dan stroke volume

– Peningkatan efisiensi distribusi darah

– Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan

2. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan

Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot
pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk
melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasan
akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki
kualitas hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu
melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya.
Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan
lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual.
Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan
diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi
pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.

Latihan jasmani atau endurance sangat peniting pada penderita PPOK akan berakibat
meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti
kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan
resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.
Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk
menghentikan latihannya. Berkurangnya aktivitas kegiatan sehari-hari akan menyebabkan
penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 – 6 minggu akan menyebabkan
penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan aktivitas enzim
metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya
oxygen uptake dan control kardiovaskuler.

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :


• Di rumah
– Latihan dinamik
– Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda
• Rumah sakit
– Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah
setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan
keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting dari pada hasil pemeriksaan subyektif atau
obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi
yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
– Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah
ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu jenis
latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan
denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut
jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat.
Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu.
Denyut nadi maksimal adalah 220 – umur dalam tahun.
– Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil.
walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal,
dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :

– Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan

– Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan

– Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi

atau pusing latihan segera dihentikan

– Pakaian longgar dan ringan

IV. SIMPULAN DAN SARAN

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada pasien PPOK, pengobatan standar yang dialakukan
adalah rehabilitasi. Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Pada pasien rehabilitasi, biasanya
dilakukan latihan seperti latihan bernapas, endurance exercises, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S. C., dan bare, B. G. (2002). Buku Ajar: Keperawatan medikal bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

http://majalahkesehatan.com/ppok-penyakit-mematikan-akibat-rokok/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20900/8/Chapter%20II.pdf

Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2003). Penyakit Paru Obstruksi Paru (PPOK):
Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Site:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf (Diakses Pada hari Minggu,


13 November 2011)

Lawrence M, dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam). Dialih
bahasakan oleh Abdul Gofir, dkk. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai