PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang
multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan
faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan
prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus
persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan
mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi
rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik
pada ibu maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desiuda-korioamnion atau sistemik akibat infeksi
asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks.1
2
Kehamilan ganda/gemeli
Polihidramnion
Ibu:
Penyakit berat pada ibu
Diabetes mellitus
Preeklampsia/hipertensi
Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
Penyakit infeksi dengan demam
Stres psikologik
Kelainan bentuk uterus/serviks
Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
Pemakaian obat narkotik
Perokok berat
Kelainan imunologi/kelainan resus.1
C. Kriteria Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman
persalinan preterm, yaitu:
Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3
kali dalam waktu 10 menit
Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
3
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya
persalinan preterm
Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.1
D. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm antara lain sebagai berikut:
Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17
tahun)
Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh
pelayanan antenatal yang baik
Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang
(narkotik)
Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan
preterm
E. Patogenesis
Penyebab PPI multifaktorial dan dapat saling berinteraksi satu
sama lain. Berikut beberapa alur yang umum terjadi pada PPI:
1) Aktivasi aksis hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin
atau ibu: stres
Stres akan mengakibatkan akitivasi prematur hypothalamic–
pituitary–adrenal (HPA) janin atau ibu. Neuroendokrin,
kekebalan tubuh, dan proses perilaku (seperti depresi) telah
dikaitkan dengan PPI terkait stres. Namun, proses yang paling
penting, yang menghubungkan stres dan kelahiran preterm ialah
neuroendokrin, yang menyebabkan aktivasi prematur aksis HPA.
Proses ini dimediasi oleh corticotrophinreleasing hormone (CRH)
plasenta. Pada persalinan aterm, aktivasi CRH plasenta sebagian
besar didorong oleh aksis HPA janin dalam suatu feedback positif
pada pematangan janin. Pada PPI, aksis HPA ibu dapat
mendorong ekspresi CRH plasenta. Stres pada ibu, tanpa adanya
penyebab PPI lainnya, seperti infeksi akan menyebabkan
4
peningkatan efektor biologi dari stres termasuk kortisol dan
epinefrin, yang mengaktifkan ekspresi CRH plasenta. CRH
plasenta, pada gilirannya, dapat menstimulasi janin untuk
mensekresi kortisol dan dehydroepiandrosterone synthase
(DHEA-S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan menstimulasi
plasenta untuk mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga
mempercepat PPI. 2
5
meningkatkan ratio prostaglandin (PG) terhadap prostaglandin
metabolite (PGM), yang akan meningkatkan aktivitas uterus,
pematangan serviks, dan rupturnya membran amnion. Sumber
infeksi yang telah dikaitkan dengan kelahiran prematur meliputi
infeksi intrauterin, infeksi saluran kelamin, infeksi sistemik ibu,
bakteriuria asimptomatik, dan periodontitis ibu. Mikroorganisme
yang umum dilaporkan pada rongga amnion adalah genital
Mycoplasma spp, dan Ureaplasma urealyticum. Rongga amnion
biasanya steril dari bakteri, dan adanya bakteri yang jumlahnya
cukup signifikan pada membran amnion diduga melalui
mekanisme sebagai berikut:
1. Secara ascending dari vagina dan serviks
2. Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
3. Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasif
4. Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.2
6
menginduksi ekspresi protein gap junction, seperti connexin-43
(CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang
berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin. 2
5) Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy
losses pada trimester kedua. Gangguan pada serviks berhubungan
dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang
cukup luas, termasuk PPI. Insufisiensi serviks secara tradisi telah
diidentifikasi di antara wanita dengan riwayat pregnancy losses
berulang pada trimester kedua, tanpa adanya kontraksi uterus.
Terdapat lima penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu:
(1) kelainan bawaan; (2) in-utero diethylstilbestrol exposure; (3)
hilangnya jaringan dari serviks akibat prosedur operasi seperti
Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) atau
conization; (4) kerusakan yang bersifat traumatis; dan (5) infeksi.2
7
F. Tatalaksana
Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan
preterm adalah: apakah memang persalinan preterm. Selanjutnya
mencari penyebab dan menilai kesejahteraan janin yang dapat
dilakukan secara klinis, laboratoris, ataupun ultrasonografi meliputi
pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,
presentasi dan janin/ kelainan kongenital. Ibu hamil yang mempunyai
risiko terjadinya persalinan preterm dan/atau menunjukkan tanda-
tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes.1
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa
faktor:
Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak
dihambat bilamana selaput ketuban sudah pecah.
Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila
pembukaan mencapai 4 cm.
Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya
mencegah persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat
berlangsung bila TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
Penyebab/komplikasi persalinan preterm.
Kemampuan neonatal intensive care facilities.1
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan
preterm, terutama mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus
preterm adalah:
Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian
tokolisis,
Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid,
Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.1
1) Tokolisis
a) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat
diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. Dosis
maintenance 3x10 mg.
b) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan
salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek
samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus:
20-50 μg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
8
μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per
oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari
golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c) Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-
6 gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam
(maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek
samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.
Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri
dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac,
nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk
produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat
COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping
yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide
saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.1
9
necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan
bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang
diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
1. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
2. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.1
3) Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan
per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3
hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin.
Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko
necrotising enterocolitis.1
2.2. Anemia
A. Definisi
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11 gr % pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada
trimester II.2 Anemia pada kehamilan adalah anemia karena
kekurangan zat besi, menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar
antara 20 % sampai dengan 89 % dengan menetapkan Hb 11 gr %
sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr % disebut anemia ringan. Hb 7 – 8 gr
% disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat.6
B. Klasifikasi
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Prawiroharjo, 2010:
1) Anemia defiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang
masuknya unsur besi dalam makanan, karena gangguan reabsopsi,
gangguan pecernaan, atau karena terlampau banyaknya besi yang
keluar dari badan, misal pada perdarahan.
2) Anemia megaloblastik
Anemia dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik,
jarang sekali karena defisiensi B12. Hal itu erat kaitanya dengan
defisiensi makanan.
10
3) Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil dikarenakan sumsum tulang kurang
mampu membuat sel – sel darah baru.
4) Anemia hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya.1
11
besar juga karena fungsi organ yang makin melemah dan
diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan
energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang
berlangsung.5
Faktor Langsung
a) Kecukupan konsumsi tablet besi
Tablet besi adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi
anemia gizi besi yang diberikan kepada ibu hamil.1
b) Jarak kehamilan
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2
tahun.1
c) Paritas
Paritas adalah kelahiran setelah gestasi 20 minggu, tanpa
memperhatikan apakah bayi hidup atau mati. Paritas ibu
merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak hidup atau mati,
tetapi bukan aborsi.1
d) Status gizi
Ibu dapat menderita anemia, sehingga suplai darah yang
mengantarkan oksigen dan makanan pada janin akan terhambat,
sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.1
e) Penyakit Infeksi
Beberapa infeksi penyakit memperbesar risiko anemia. Infeksi itu
umumnya adalah TBC, cacingan dan malaria,karena menyebabkan
terjadinya peningkatan penghancuran sel darah merah dan
terganggunya eritrosit. Cacingan jarang sekali menyebabkan
kematian secara langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas
hidup penderitanya. Infeksi cacing akan menyebabkan malnutrisi
dan dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Infeksi malaria
dapat menyebabkan anemia.1
D. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi
ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa
selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah
keguguran (abortus), kelahiran prematurus, persalinan yang lama
akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri),
perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot
rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca
bersalin serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan
12
dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan
syok dan kematian ibu pada persalinan.3
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Suami Pasien
Nama : Muhammad Ismail
TTL : Palembang, 29 Mei 1984
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta (Distributor PT. Indo Marco)
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. Faqih Usman Lrg. Tangga Raja No. 231 RT.11 RW.03
Kel. Seberang Ulu 1 Kota Palembang
Suku : Semendo
3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 13 April 2017 pukul 21.00
A. Keluhan Utama
Sakit pinggang pada hamil kurang bulan disertai sesak nafas.
14
tidak ada, dan riwayat keluar air-air tidak ada. Ibu mengaku kurang
bulan, gerakan anak masih dirasakan.
C. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 13 tahun
Sikluas Haid : 30 hari
Lama Haid : 5 hari, 2-3 kali ganti pembalut/hari
Keluhan Saat Haid : Tidak ada
HPHT : 17 Agustus 2016
TP : 24 Mei 2017
D. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama Menikah : 10 tahun
Usia Menikah : 19 tahun
E. Riwayat Kontrasepsi
3 tahun terakhir menggunakan pil KB dan sebelumnya selama 5 tahun
menggunakan KB suntik 3 bulan.
F. Riwayat ANC
Trimester I : 5 kali
Trimester II : 5 kali
Trimester III: 1 kali
15
3.3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 59,5 kg
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,6°C
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemi (+/+), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pemesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar sesuai umur kehamilan, skar
operasi (-), striae gravidarum (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar lien sulit dinilai
Genitalia : discharge (-)
Ekstremitas : akral dingin (+/+) edema (-/-)
B. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Leopold I : ½ proc. Xyphoideus – Umbilikus / 29 cm.
Teraba bokong.
Leopold II : Punggung kiri, memanjang
Leopold III : Bagian terbawah kepala
Leopold IV : Konvergen, Belum masuk pintu atas panggul
DJJ : 130x/menit
His : Tidak ada
Taksiran Berat Janin : (29-12) x 155= 2,635 gram
16
Pemeriksaan Dalam
Posisi portio : Posterior
Konsistensi : Lunak
Pembukaan : 1 cm
Ketuban :+
Pendataran : 0%
Presentasi : Belum dapat dinilai
Penurunan : Belum dapat dinilai
UUK : Belum dapat dinilai
Sutura : Belum dapat dinilai
Inspekulo : Tidak dilakukan
17
Hasil USG
Kesan:
Janin tunggal hidup presentasi kepala
Berat: 2,6 – 3 kg
Usia: 35-36 minggu
Jenis kelamin: laki-laki
3.6. Penatalaksanaan
IVFD Dextrose 5% + MgSO4 40% gtt 25x/menit
Cek laboratorium
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Dower Catheter terpasang
Transfusi PRC 4 Kolf
Injeksi Dexamethasone 3 x 10 mg
Rencana USG
3.7. Follow Up
Hari/Tanggal Follow Up
Kamis, 13 April 2017 S/ Ibu masuk melalui PONEK dengan keluhan pusing dan
Pukul 20.20 WIB nyeri pada bagian pinggang. Ibu mengaku hamil ±8 bulan,
gerakan anak masih dirasakan ibu. R/ Abortus (-) R/ Jatuh
18
(-) R/ Urut (-) HPHT: 19 Agustus 2017.
O/ KU: Tampak sakit sedang
Sensorium: Compos mentis
TD: 120/70 mmHg
Palpasi TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 150x/menit
PD: Pembukaan 1 cm. Ketuban (+)
Skala nyeri 2
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn
IVFD D5 + MgSO4 40% gtt 25x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 3 x 10 mg
Rencana transfusi 4 kolf PRC
Rencana USG
Kamis, 14 April 2017 Ibu baru pindah dari PONEK
Pukul 00.00 WIB
Kamis, 14 April 2017 Ibu terpasang darah kolf ke 1 PRC selesai pukul 01.40
Pukul 00.05 WIB WIB
Rencana transfusi 3 kolf PRC lagi
Rencana USG 14 April 2017
Kamis, 14 April 2017 S/ Nyeri pinggang berkurang
Pukul 07.00 WIB O/ KU: Tampak sakit sedang
Sensorium: Compos mentis
TD: 120/80 mmHg
N: 70x/menit
RR: 19x/menit
T: 36,3°C
Status Obstetrikus
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 144x/menit
A/ G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn
IVFD D5 + MgSO4 40% gtt 25 x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 3 x 10 mg
19
Kamis, 14 April 2017 USG: Janin tunggal hidup, presentasi kepala
Pukul 09.00 WIB Berat: 2,5 – 3 kg
A/ G2P1A0 hamil 35-36 minggu dengan PPI dan anemia
P/ Transfusi 3 Kolf
Kamis, 14 April 2017 Pukul 10.00 WIB terpasang darah kolf 2 PRC selesai pukul
Pukul 10.00 WIB 12.00 WIB
Kamis, 14 April 2017 Terpasang darah transfusi ke 3. Selesai pukul 23.00 WIB.
Pukul 21.30 WIB Rencana transfusi 1 Kolf lagi.
P/ Injeksi Calcii glukonas 1 x 100 mg
Jumat, 15 April 2017 S/ Nyeri pinggang hilang timbul. Sesak nafas.
Pukul 05.00 WIB O/ KU: Tampak sakit sedang
Sensorium: Compos mentis
TD: 120/70 mmHg
N: 78x/menit
RR: 26x/menit
T: 36,7°C
Status Obstetrikus
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 156x/menit
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn
IVFD D5 + MgSO4 40% gtt 25x/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 3 x 10 mg
Jumat, 15 April 2017 S/ Nyeri berkurang
Pukul 09.00 WIB O/ KU: Baik
Sensorium: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N: 78x/menit
RR: 18x/menit
T: 36,7°C
Status Obstetrikus
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 144x/menit
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Observasi his dan DJJ
20
Post TF kolf ke 3. Rencana TF 1 kolf lagi
Calcii glukonas 1 x 100 mg
IVFD D5 + MgSO4 40% gtt 25/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Injeksi Dexamethasone 3 x 10 mg
Dower Catheter terpasang
Jumat, 15 April 2017 Os terpasang kolf ke 4. Selesai pukul 12.00 WIB
Pukul 09.30 WIB
Jumat, 15 April 2017 S/ Nyeri berkurang
Pukul 14.00 WIB O/ KU: Baik
Sensorium: Compos mentis
TD: 120/70 mmHg
N: 80x/menit
RR: 18x/menit
T: 36,7°C
Status Obstetrikus
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 144x/menit
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Observasi his dan DJJ
Post TF kolf ke 4
21
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 140x/menit
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Lapor dr. Didi, Sp.OG(K)
IVFD D5% + MgSO4 40% ganti IVFD RL gtt 20 x/menit
Dower Catheter terpasang
Inj. Dexamethasone dan Inj. Cefotaxime dihentikan
Oral:
- Amoxicilin 3 x 500 mg
- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
- Injeksi Ondansentron 2 x 4 mg
- Furosemid 1x 40 mg
Observasi KU dan TV
Observasi DJJ
Post transfusi 4 kolf PRC, rencana 2 kolf PRC lagi
Jumat, 16 April 2017 S/ Tidak ada.
Pukul 06.30 WIB O/ KU: Baik
Sensorium: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36°C
Status Obstetrikus
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 134x/menit
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu dengan PPI dan anemia
berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Post TF 4 PRC rencana TF 2 PRC lagi
IVFD RL gtt 20 x/menit
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
Injeksi Ondansentron 2 x 4 mg
Amoxicilin tablet 3 x 500 mg
Jumat, 16 April 2017 Terpasang darah kolf ke 5 PRC, selesai pukul 17.30 WIB
Pukul 16.00 WIB Rencana transfusi 1 kolf PRC lagi
Jumat, 16 April 2017 Terpasang darah kolf ke 6 PRC, selesai pukul 23.00 WIB
Pukul 21.15 WIB Calcii Glukonas 1 x 100 mg
Sabtu, 17 April 2017 S/ Tidak ada.
Pukul 06.00 WIB O/ KU: Baik
22
Sensorium: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,8°C
Status Obstetrikus
TFU ½ pusat – proc. Xyphoideus
DJJ 124x/menit
A/G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan PPI
dan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
P/ Observasi KU dan TV
Post TF 4 PRC rencana TF 2 PRC lagi
IVFD RL gtt 20 x/menit
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
Injeksi Ondansentron 2 x 4 mg
Amoxicilin tablet 3 x 500 mg
Sabtu, 17 April 2017 Kesan USG:
Pukul 09.00 WIB Taksiran persalinan: 12 Mei 2017
Janin tunggal hidup, presentasi kepala
Usia kehamilan 36-37 minggu
Jantung baik
Ketuban cukup
Plasenta normal, di belakang
Tidak ada lilitan
Jenis kelamin laki-laki
R/ Amoxicilin tablet 3 x 500 mg
Hystolan 2 x 20 mg
Phenobarbital tablet 2 x 30 mg
Neurodex 2 x 500 mg
Kontrol 2 minggu lagi (Selasa, 2 Mei 2017)
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya
persalinan preterm
Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
25
Tatalaksana anemia pada pasien diberikan transfusi Packed Red
Blood Cell (PRC). Hal ini sesuai dengan teori bahwa transfusi PRC
diberikan untuk meningkatkan daya angkut oksigen pada pasien-pasien
anemia berat dengan kadar Hb < 7 gr/dl.
Pada 14 April 2017 diberikan Calcii glukonas post transfusi 3 kolf
PRC. Hal ini karena kadar Kalium dalam darah simpan 21 hari dapat naik
setinggi 32 mEq/L, sedangkan batas dosis infus kalium adalah 20
mEq/jam. Hiperkalemia menyebabkan aritmia sampai fibrilasi
ventrikel/cardiac arrest. Untuk mencegah hal ini diberikan Calsium
Glukonas 5 mg/kgBB I.V. Maksud pemberian kalsium disini karena
kalsium merupakan antagonis terhadap hiperkalemia.
Pada 17 April 2017, pasien diresepkan Amoxicilin, Hystolan,
Phenobarbital, dan Neurodex. Amoxicilin merupakan antibiotik golongan
penicilin. Hystolan merupakan isoxsuprine HCL yang digunakan untuk
relaksasi uterus. Phenobarbital merupakan obat antikonvulsi dan
antiepilepsi golongan barbiturat, termasuk ke dalam golongan D dalam
kategori keamanan obat dalam kehamilan. Golongan D adalah terdapat
bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat terapeutik yang diperoleh mungkin lebih besar dari risikonya.
Setelah anemia terkoreksi pasien dipulangkan dan dijadwalkan kontrol
kehamilan 2 minggu kemudian yaitu pada tanggal 2 Mei 2017.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram.
2. Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11
gr/dl pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr/dl pada
trimester II. Kadar Hb 9 - 10 gr/dl disebut anemia ringan, Hb 7-8
gr/dl disebut anemia sedang, dan Hb < 7 gr/dl disebut anemia berat.
3. Diagnosis awal pada pasien ini adalah G2P1A0 hamil 33-34 minggu
belum inpartu dengan PPI dan anemia berat, janin tunggal hidup
presentasi kepala kurang tepat. Hal ini dikarenakan pasien hanya
memenuhi 2 kriteria diagnosis PPI. Sehingga pada kasus sebaiknya
diagnosisnya adalah G2P1A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu
dengan anemia berat, janin tunggal hidup presentasi kepala.
5.2 Saran
1. Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang lengkap untuk
mendeteksi penyebab dari anemia yang dialami.
2. Kepada penderita agar diberikan edukasi mengenai kegunaan tablet
besi yang diberikan selama ANC.
27
DAFTAR PUSTAKA
28