Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
pada mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai
kasus tindakan kriminal. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Trauma mata dapat disebabkan oleh
berbagai hal, namun di sini, kami akan membahas tentang trauma kimia pada mata yang
melibatkan trauma akibat basa dan asam pada mata.1
Trauma kimia mata digambarkan sebagai trauma mata yang merupakan salah satu
keadaan darurat dalam oftalmologi, dan sebagian besar terlokalisir pada segmen anterior.2
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya
bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata
tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7
yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma
dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat
kimia tersebut.1
Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat
terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang
memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan memakai bahan kimia, serta
paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata
memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan
tindakan yang harus segera dilakukan.1
Trauma kimia pada mata mewakili 11,5% -22,1% trauma mata. Sekitar dua pertiga
dari trauma-trauma ini terjadi pada pria muda. Sebagian besar terjadi di tempat kerja
akibat kecelakaan industri. Sebagian kecil luka terjadi di rumah atau akibat serangan
sekunder. Bahan alkali lebih banyak ditemukan pada bahan bangunan dan bahan
pembersih dan terjadi lebih sering daripada luka asam.3 Sebuah analisis pada tahun 2016
dari kunjungan gawat darurat dari 2010-2013 melaporkan lebih dari 36.000 kunjungan
setiap tahun untuk luka bakar kimia ke mata, dengan usia rata-rata saat penyajian 32
tahun. Pada usia rata-rata, anak-anak berusia 1- dan 2 tahun memiliki insiden tertinggi
pada trauma ini, dengan tingkat yang kira-kira 50% lebih tinggi daripada kelompok
dewasa dengan risiko tertinggi (25 tahun), dan 13 kali lebih tinggi dari tingkat di antara 7
tahun.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 1. Anatomi Mata3


Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat
dan jauh, serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke
otak.5
Mata terdiri dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya masing-
masing. Struktur dari mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina,
saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus yang masing-masingnya memiliki
fungsi atau kerjanya sendiri (Gambar 1).5
 Sklera : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
luar sklera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus
dari iris, pupil, dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.

2
 Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
 Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea
dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
dengan cara merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan
vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;
berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan serat saraf yang membawa pesan visual dari retina ke
otak.
 Humor aqueus : cairan jernih yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi
segmen anterior mata), serta merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan kornea;
dihasilkan oleh prosesus siliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian yang masing-masing terisi oleh cairan 5,yaitu:
1. Segmen anterior: mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan
sumber nutrisi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2
bagian, yaitu (i) bilik anterior: mulai dari kornea sampai iris, dan (ii) bilik posterior:
mulai dari iris sampai lensa. Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik
posterior oleh prosesus siliaris, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian
keluar dari bola mata melalui saluran Schlemm.
2. Segmen posterior: mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor
vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Mata mempunyai otot, saraf, serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama
menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita
yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya 5, yaitu:
 Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
 Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata, dan
 Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang
otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh
darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.5

3
Mata memiliki fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua jenis,
yaitu sel batang dan sel kerucut (Gambar 2). Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel
kerucut dan kurang lebih 125 juta sel batang untuk setiap mata.
Sel batang merupakan sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan intensitas
rendah. Sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari atau tempat-tempat
gelap untuk menghasilkan ketajaman pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel batang
tidak mampu mendeteksi warna. Sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di
dalam sel batang terdapat pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu).
Rodopsin hanya 1 jenis, sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar
atau menyerap cahaya, rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika
tidak ada cahaya atau gelap, rodopsin akan terbentuk kembali.5

Gambar 2. Lapisan Retina


Sel kerucut menghasilkan penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel kerucut
hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif iodopsin.
Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masingmasing peka terhadap panjang
gelombang cahaya yang berbeda. Ketiga jenis iodopsin tersebut peka terhadap warna
merah, biru, dan hijau. Oleh karena itu, sel kerucut mampu mendeteksi warna. Jika ketiga
sel kerucut tersebut mendapatkan stimulasi yang sama, maka kita akan melihat warna
putih.5,6

2.2. Definisi

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kegawat daruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan pengelihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang

4
mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam ataupun basa
yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.1
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma ditentukan
dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia
tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia
dapat terjadi pada laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia,
pekerjaan pertanian dan peperangan yang menggunakan bahan kimia, serta paparan bahan
kimia dari alat alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan
segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera
dilaksanakan.1,7

2.3. Epidemiologi

Trauma kimia pada mata mewakili 11,5% -22,1% trauma mata. Sekitar dua pertiga
dari trauma-trauma ini terjadi pada pria muda. Sebagian besar terjadi di tempat kerja
akibat kecelakaan industri. Sebagian kecil luka terjadi di rumah atau akibat serangan
sekunder. Bahan alkali lebih banyak ditemukan pada bahan bangunan dan bahan
pembersih dan terjadi lebih sering daripada luka asam.3 Sebuah analisis pada tahun 2016
dari kunjungan gawat darurat dari 2010-2013 melaporkan lebih dari 36.000 kunjungan
setiap tahun untuk luka bakar kimia ke mata, dengan usia rata-rata saat penyajian 32
tahun. Pada usia rata-rata, anak-anak berusia 1- dan 2 tahun memiliki insiden tertinggi
pada trauma ini, dengan tingkat yang kira-kira 50% lebih tinggi daripada kelompok
dewasa dengan risiko tertinggi (25 tahun), dan 13 kali lebih tinggi dari tingkat di antara 7
tahun.4

2.4. Etiologi dan Patofisiologi


2.4.1 Trauma Kimia Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan
tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga
trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam.
Senyawa asam yang lemah menyebabkan presipitasi sehingga mengakibatkan
koagulasi protein di dalam epitel kornea dan konjungtiva, sehingga bertindak sebagai

5
penghalang parsial untuk penetrasi lebih lanjut bahan kimia. Ini meninggalkan epitel
putih keabu-abuan, yang sering mengaburkan semua jaringan di bawahnya. Selama sel
induk kornea di dekat limbus tidak rusak, pemulihan epitel mungkin terjadi, dengan
sedikit atau tanpa kekakuan stroma.8
Mekanisme utama kerusakan oleh asam adalah karena aksi proton yang terpisah.
Asam hidrofluorat menyebabkan trauma asam yang paling parah karena sifatnya yang
unik. Asam hidrofluorat memiliki tindakan pelarutan yang unik yang memungkinkannya
untuk cepat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam. Selain itu, asam hidrofluorat
mengkelat semua kalsium dan magnesium dari sel, sehingga menghentikan aktivitas
biokimia seluler.8 Beberapa bahan asam yang menyebabkan trauma:3
1. Sulfuric acid (H2SO4) : Aki mobil
2. Sulfurous acid (H2SO3) : Pemutih dan pengawet sayur,buah
3. Hydrofluoric acid (HF) : Pembersih karat, pengkilat aluminuium dan penggosok
kaca
4. Acentic acid (CH3COOH) : Cuka dan asam asetik glasial
5. Hydrochloric acid (HCl) : Kolam renang

Gambar 3. Koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam, dan menimbulkan kekeruhan pada
kornea, yang nantinya akan cenderung untuk masuk ke bilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak.
(Sumber: Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

Meskipun alkali biasanya menyebabkan trauma kimia yang paling serius, adanya
trauma asam memungkinkan trauma mata yang sama parahnya. Asam yang sangat kuat,
bagaimanapun juga mengatasi presipitat yang mengendap ini dan berkembang melalui
jaringan, sama seperti mengatasi trauma alkali. Memang, tidak ada perbedaan yang
signifikan secara klinis dalam hal trauma dan prognosis antara luka bakar asam dan alkali
yang parah. Hasil akhir dari trauma asam yang sangat parah sering tidak dapat dibedakan
dari trauma alkali.

2.4.2. Trauma Kimia Basa


Penyebab paling umum dari luka alkali pada mata adalah zat warna, kalium
hidroksida, magnesium hidroksida, kapur, semen basah / kering dan amonia. Sebagian

6
besar luka parah biasanya disebabkan oleh amonia dan alkali yang keduanya mampu
menembus tajam ke mata. Tingkat keparahan trauma tergantung pada konsentrasi anion,
disosiasi alkali, dan jumlah cairan. Gelombang ion hidroksil meningkat dengan cepat
melalui jaringan okular, menyebabkan kematian sel masif melalui saponifikasi selaput
seluler dan hidrolisis glikogen-aminoglikan dan kolagen dalam matriks kornea.
Kerusakan yang disebabkan oleh trauma kapur berkurang dengan presipitasi sabun
kalsium yang menghalangi penetrasi lebih lanjut. Adanya magnesium hidroksida dalam
kembang api menyebabkan trauma campuran yaitu kimia dan termal.8

Agen yang paling penting yang menyebabkan luka alkali pada mata adalah 8:
1. Amonia (NH3): Amonia (NH3) tersedia sebagai pupuk dan zat pendingin, dan
digunakan dalam pembuatan bahan kimia lainnya. Ammonium hidroksida
memiliki tingkat keparahan yang tinggi sehingga menyebabkan luka pada mata.
Hal ini biasa digunakan sebagai agen pembersih rumah tangga. Bahkan larutan
amonia 7% mampu menyebabkan kerusakan mata besar, karena kelarutan dan
penetrasinya yang tinggi.
2. Lye (larutan alkali): Lye, soda kaustik atau sodium hidroksida (NaOH),
menembus ke bagian dalam mata dalam 3-5 menit. Natrium hidroksida padat,
sering digunakan sebagai pembersih saluran pembuangan, dapat menyebabkan
tekanan untuk berkembang di dalam saluran pembuangan, sehingga terjadi
ledakan zat warna ke wajah dan mata. Lye yang dipanaskan juga biasa digunakan
untuk meluruskan rambut keriting. Soda kaustik juga digunakan dalam
pembuatan pulp, kertas, tekstil dan sabun.
3. Kalium hidroksida (KOH): Kalium hidroksida (KOH) atau caustic potash
menembus mata sedikit kurang cepat dari pada sodium hidroksida. Pembubaran
kalium hidroksida dalam air sangat eksotermik (menghasilkan panas) dan bersifat
korosif.
4. Magnesium hidroksida (Mg (OH) 2): Magnesium hidroksida (Mg (OH) 2) juga
menembus mata sedikit kurang cepat daripada natrium hidroksida. Magnesium
hidroksida ditemukan pada kembang api. Kombinasi trauma termal dan trauma
kimia menyebabkan trauma yang lebih parah daripada yang dihasilkan oleh
kedua jenis itu sendiri.
5. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen, dan kapur
6. Metil etil keton peroksida: Metil etil keton peroksida adalah katalisator, dan
umum digunakan di berbagai industri. Hal ini dapat menyebabkan trauma kornea

7
langsung dan tertunda. Mungkin ada eksaserbasi dan remisi penyakit limbal dan
kornea yang berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun.

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat, yaitu hidrofilik dan lipolifik, yang dapat secara cepat penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan
memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawat daruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan menimbulkan proses
saponifikasi, disertai dengan dehidrasi. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran
jaringan kolagen kornea dan menghancurkan zat dasar proteoglikan. Jaringan yang rusak
kemudian mensekresikan enzim proteolitik, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut.3
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada
pH yang tinggi, alkali akan mengakibatkan saponifikasi disertai dengan disosiasi asam
lemak membran sel. Akibat saponifikasi membran sel, penetrasi lebih lanjut zat alkali
akan lebih mudah. Basa menyebabkan hilangnya mukopolisakarida jaringan dan
terjadinya penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak
dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea, akan terdapat serbukan sel
polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan
pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal
epitel kornea rusak, sel epitel diatasnya mudah lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan
berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator.
Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan
merusak kolagen kornea.9
Selain itu, gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dapat menyebabkan
ulkus kornea menjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah
trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12 hingga 21. Biasanya ulkus pada kornea
mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila
terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila
alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi korpus
siliaris. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat
yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan
jaringan kornea.9

8
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan.
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:10
- Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
- Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
- Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
- Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
- Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
- Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
- Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
- Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.

2.5. Gejala Trauma Kimia


Gejala umum yang paling umum adalah:8
- Sangat nyeri
- Mata merah
- Epifora
- Terasa ada benda asing
- Penglihatan kabur
- Ketajaman penglihatan berkurang
- Fotofobia
- Blepharospasm

2.6. Diagnosa Banding


- Trauma luka bakar termal mata

9
- Keratitis e.c radiasi ultraviolet
- Penyebab lain dari opaksifikasi kornea
- Pemfigoid sikatrikular okuler

2.7. Diagnosis
Tingkat keparahan cedera mata tergantung pada:8
 Toksisitas Kimia
 Lama kontak kimia dengan mata
 Kedalaman penetrasi
 Area keterlibatan

Riwayat klinis: Pasien harus ditanya:8


 Saat luka itu terjadi
 Apakah mata itu dibilas dan untuk berapa lama
 Mekanisme trauma
 Sifat kimia
 Apakah ada perlindungan mata atau tidak

Pemeriksaan Fisik:
Sebelum pemeriksaan mata secara klinis, pH kedua mata harus diperiksa. Mata harus
diirigasi agar pH ke kisaran lebih aman antara 7 dan 7.2. Penilaian awal mencakup
pemeriksaan yang seksama mengenai tingkat dan tingkat keparahan keterlibatan
konjungtiva limbal, kornea dan bulbar / palpebra, karena untuk memberikan rujukan awal
pada evaluasi dan pengobatan selanjutnya.
Fissura palpebra harus diperiksa dan fornix harus dibersihkan untuk menghilangkan
partikulat yang ditahan, yang dapat menyebabkan kerusakan yang terus-menerus. Mata
harus diperiksa di bawah pewarna fluorescein. Tekanan intraokular harus diperiksa juga
untuk menyingkirkan kenaikan apapun.
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:1
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai keratitis epitel punctata yang ringan
sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai ada defek epitel namun tidak
ditemukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa
menit.
b) Stroma yang kabur

10
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga
tidak bisa melihat kamera okuli anterior (KOA).
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari sampai minggu setelah trauma kimia
yang berat.
d) Reaksi inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada
trauma alkali /basa.
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi pada segmen anterior dan
deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow
uveoscleral dan peningkatan TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah
iritasi.
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva.
h) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau
ketidaknyamanan pasien

Clinical Grading:
Cedera kimia akut dinilai untuk merencanakan pengobatan berikutnya yang tepat dan
memberikan indikasi kemungkinan prognosis utama. Grading dilakukan berdasarkan
kejernihan kornea dan tingkat keparahan iskemia limbal (sistem Roper-Hall); Yang
terakhir dinilai dengan mengamati patensi pembuluh darah dalam dan dangkal di
limbus.10
- Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik),
- Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
- Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak
jelas dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang), dan
- Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis
sangat buruk).

11
A B

C D

C C

Gambar 4. Klasifikasi trauma kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4

2.7.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai
tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp
bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga
dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk
mengetahui tekanan intraokular.1

2.8. Tatalaksana
2.8.1. Tatalaksana Emergensi:9,10
 Irigasi : sangat penting untuk meminimalkan lamanya kontak dengan bahan
kimia dan menormalkan pH di saccus konjungtiva sesegera mungkin, dan
kecepatan dan kemanjuran irigasi adalah faktor prognostik yang paling penting
setelah trauma kimia. Anestesi topikal harus diberikan sebelum irigasi, karena ini
dapat meningkatkan kenyamanan. Larutan normal saline atau Ringer laktat, harus

12
digunakan untuk mengairi mata selama 15-30 menit atau sampai pH yang diukur
netral. Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit
2.000 ml dalam 30 menit.
 Double-eversion kelopak mata atas harus dilakukan sehingga setiap benda
partikulat yang yang terjebak dalam fornix dapat diidentifikasi dan dilepaskan.
 Debridemen : Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik dapat terjadi
re-epitelisasi pada kornea. Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi
dengan pemberian obatobatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik
profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-
obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan
mencegah terjadinya ulkus kornea.

2.8.2. Tatalaksana Medikamentosa:9,10


Trauma paling ringan (grade 1 dan 2) diobati dengan salep antibiotik topikal selama
sekitar satu minggu, dengan steroid topikal dan siklopegik jika perlu. Tujuan utama
pengobatan trauma yang lebih parah adalah mengurangi peradangan, regenerasi epitel dan
mencegah ulserasi kornea. Untuk trauma ringan sampai sedang, tetes bebas pengawet
harus digunakan.
 Steroid mengurangi peradangan dan infiltrasi neutrofil, dan mengatasi uveitis
anterior. Namun, mereka juga mengganggu penyembuhan stroma dengan
mengurangi sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk alasan ini
steroid topikal dapat digunakan pada awalnya (biasanya 4-8 kali sehari) namun
harus tappering off setelah 7-10 hari ketika ulserasi kornea steril paling mungkin
terjadi. Steroid dapat diganti dengan obat anti-inflamasi non steroid topikal, yang
tidak mempengaruhi fungsi keratosit. Deksametason 0,1% ED dan Prednisolon
0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV
50-200 mg.
 Sikloplegik: diberikan untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis, dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
 Asam askorbat: Asam askorbat dapat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik
dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen
matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2
jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr..
 Tetes antibiotik topikal digunakan untuk profilaksis infeksi bakteri (misalnya
empat kali sehari).

13
 Asam sitrat adalah penghambat aktivitas neutrofil yang kuat dan mengurangi
intensitas respons inflamasi. Kelasi kalsium ekstraselular dengan sitrat juga
nampak menghambat kolagenase. Natrium sitrat topikal 10% diberikan 2-jam
selama sekitar 10 hari, dan mungkin juga diberikan secara oral (2 g empat kali
sehari). Tujuannya adalah untuk menghilangkan gelombang kedua fagosit, yang
biasanya terjadi sekitar 7 hari setelah cedera. Askorbat dan sitrat dapat tappering
off saat epitel sembuh
 Tetrasiklin adalah penghambat kolagenase yang efektif dan juga menghambat
aktivitas neutrofil dan mengurangi ulserasi. Mereka harus dipertimbangkan jika
ada pencairan kornea yang signifikan dan dapat diberikan secara topikal (salep
tetrasiklin empat kali sehari) dan secara sistemik (doksisiklin 100 mg dua kali
sehari). Acetylcysteine 10% enam kali sehari adalah agen antikolagenase
alternatif yang diberikan secara topikal.

2.8.3. Tatalaksana bedah:10


1. Pembedahan segera mungkin diperlukan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbal dan membangun kembali forniks. Satu atau
beberapa prosedur berikut dapat digunakan:
o Pengembangan kapsul Tenon dengan penjahitan pada limbus ditujukan untuk
membangun kembali vaskularitas limbal untuk membantu mencegah
perkembangan ulserasi kornea.
o Transplantasi stem sel limbus dari mata lain pasien (autograft) atau dari donor
(allograft) ditujukan untuk memulihkan epitel kornea normal.
o Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan penekanan fibrosis.
o Perekatan atau keratoplasti mungkin diperlukan untuk perforasi aktual atau yang
akan datang.
2. Pembedahan Lanjut
Pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
o Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands (Gambar
5A) dan simblefaron (Gambar 5B).
o Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
o Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata seperti cicatrical
entropion. (Gambar 5C)
o Keratoprosthesis (Gambar 5D) bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat
berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

14
o Keratoplasti (Gambar 5E) dapat ditunda sampai paling sedikit 6 bulan. Makin
lama makin baik. Hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

A B

C D

D Gambar 5. Late sequelae of


chemical injury. (A) Conjunctival
bands; (B) symblepharon; (C)
cicatricial entropion of the upper
eyelid; (D) keratoprosthesis; (E)
corneal scarring

2.9. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma
yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:5
1. Simblefaron adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
kornea dan penglihatan terganggu

15
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun
perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang
terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup, atau
6. Entropion dan ptisis bulbi

2.10. Prognosis
Trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut. Derajat
iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator
keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh
darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat
pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran “cooked fish eye” (Gambar 6) yang
memiliki prognosis paling buruk, dapat terjadi kebutaan.

Gambar 6. Cooked fish eye

Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Matovic M, Janicijevic K, Mirjana A, Petrovic J. Characteristic of Chemical Eye
Injury. Department of Medical Support , The Gendarmerie , Kraljevo, Serbia.
2015
3. Eyewiki.aao.org. (2017). Chemical (Alkali and Acid) Injury of the Conjunctiva
and Cornea. Available at:
http://eyewiki.aao.org/Chemical_(Alkali_and_Acid)_Injury_of_the_Conjunctiva
_and_Cornea
4. Haring RS, Sheffield ID, Channa R, Canner JK, Schneider EB (August 2016).
"Epidemiologic Trends of Chemical Ocular Burns in the United States.". JAMA
Ophthalmology. 134: 1119–1124.
5. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
6. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington. 2005.
7. Ilyas S. 2002 . Ilmu penyakit mata edisi ketiga.Jakarta : FK UI
8. Management, D. and Management, C. (2017). Chemical Injuries to the Eyes :
Complications and Management. American International Medical University.
Available at: http://www.aimu.us/chemical-injuries-to-the-eyes-complications-
and-management/ [diakses 20 Juni 2017].
9. Randleman JB.2006. Chemical department of ophtalology. diakses dari
http://www.emedicine.com
10. Kanski, J., 2007, Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach sixth edition .
Elsevier

17

Anda mungkin juga menyukai