Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 13.466


pulau dari sabang sampai merauke (BIG). Indonesia secara geografis merupakan
negara maritim dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau
13.466, luas daratan 1.922.570 km2, dan luas perairan 3.257.483 km2 (BIG).
Kondisi yang seperti ini menjadikan negara Indonesia mempunyai sumber daya
laut yang melimpah mengingat luasnya lautan yang dimiliki. Melimpahnya
sumber daya laut yang dimiliki Indonesia, membuat Pemerintah Pusat
menerapkan program otonomi daerah. Perwujudannya terdapat pada Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian
terus berkembang menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan juga
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Permendagri 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah sebagai menjadi bentuk dukungan dalam
pelaksanaan Otonomi daerah. Mengingat tingginya nilai suatu wilayah bagi suatu
pemerintah daerah, maka nilai tata batas wilayah menjadi sangat penting.

Informasi cakupan dan luas wilayah daerah merupakan salah satu


komponen yang memiliki nilai strategis dalam mendukung perencanaan
pembangunan sektoral, regional maupun nasional. Dalam hal perlu untuk
menyediakan data hitungan luas wilayah pengelolaan laut daerah baik Provinsi
maupun Kabupaten/Kota. Penghitungan luas pengelolaan wilayah laut daerah
berhubungan erat dengan batas administrasi diwilayah darat. Pengelolaan hasil
laut tentu akan mempengaruhi perekonomian suatu daerah sehingga perlu dibuat
suatu batasan bagi hasil kelautan agar tidak terjadi konflik antar daerah. Pada
keadaan dilapangan banyak terjadi perubahan garis pantai sehingga setiap tahun
selalu diperbaharui data garis pantainya dan di olah kembali batas wilayah hasil
kelautannya. Dalam penelitian ini wilayah yang dikaji dalam luas pengelolaat laut
ialah batas wilayah antar Provinsi di Pulau Sumatera.

1
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan total 17.499
pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu wilayah laut yang
dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan yaitu perairan pedalaman. Perairan
pedalaman merupakan wilayah laut kedaulatan Indonesia yang belum ditetapkan.
Wilayah laut yang menjadi perairan pedalaman seharusnya didata dan
dipublikasikan.

Perairan pedalaman adalah semua perairan yang terleta pada sisi darat dari
garis air rendah di pantai-pantai Indonesia, termasuk semua bagian dari perairan
yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia 1996). Dalam
UNCLOS dikenel zona-zona laut yang berhak diklaim oleh suatu negara, yaitu
Perairan Kepulauan, Perairan Pedalaman, Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona
Ekonomi Eksklusif, dan Landasan Kontinen. Penentuan Perairan Pedalaman di
Indonesia menjadi penting karena terdapat aturan hukum yang berbeda di Perairan
Kepulauan dan Laut Teritorial dengan di Perairan Pedalaman. Penentuan perairan
pedalaman menjadi penting karena terdapat aturan hukum yang berbeda di
Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial, dengan di Perairan Pedalaman. Di
perairan pedalaman keluar masuknya kapal asing meskipun berupa lintas damai
tidak diijinkan jika tidak mendapat ijin dari pemerintah Indonesia (UNCLOS
pasal 25). Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki yuridiksi atas laut
teritorial di luar garis pangkal kepulauan. Di dalam garis pangkalnya, Indonesia
memiliki yuridiksi atas perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Pada
penelitian ini juga mengidentifikasi perairan pedalaman yang ada di perairan
Indonesia.

2
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perubahan garis pantai provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi,


Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, dan Aceh jika dilihat dari data garis pantai Pushidros-BIG 2018 dan data
garis pantai Demnas 2018.
2. Bagaimanakah penentuan perairan pedalaman di Indonesia dengan
menggunakan data garis pantai Demnas 2018

1.3. Tujuan
1. Mengetahui perubahan garis pantai yang terdapat pada data Pushidros-BIG
2018 dan data Demnas 2018 pada wilayah provinsi Lampung, Sumatera Selatan,
Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, dan Aceh kemudian dilakukan analisis perubahan luas
pengelolaan lautnya.

2. Melakukan identifikasi dan menentukan mana yang dapat didefinisikan sebagai


perairan pedalaman pada teluk Indonesia dengan menggunakan data Demnas 2018

1.4 Tinjauan Lokasi

1.4.1 Lokasi Pengelolaan Laut


Dalam melakukan pengolahan data bagi hasil kelautan daerah yang kami
lakukan adalah semua provinsi yang ada di pulau Sumatera yaitu provinsi
Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau,
Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh.

1.4.2 Lokasi Identifikasi Perairan Pedalaman

3
Dalam melakukan identifikasi perairan pedalaman wilayah yang kami
lakukan identifikasi adalah semua Teluk yang ada di Pulau Sumatera, Pulau
Sulawesi, Pulau Nusa Bali, Pulau Maluku dan Pulau Papua.

BAB II
MANAJEMEN PEKERJAAN

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Luas Pengelolaan Laut
Informasi cakupan dan luas wilayah daerah merupakan salah satu komponen yang
memiliki nilai strategis dalam mendukung perencanaan pembangunan sektoral,
regional maupun nasional. Penghitungan luas wilayah kewenangan pengelolaan
laut daerah mengacu pada ketentuan UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagai revisi dari UU No.32 tahun 2004. Perubahan yang paling
signifikan terkait penghitungan luas wilayah ada pada kewenangan
Kabupaten/Kota. Menurut UU No 32/2004, Provinsi memiliki kewenangan atas
laut sejauh 12 mil laut dari garis pantainya, sedangkan Kabupaten/Kota memiliki
kewenangan 1/3 dari luas provinsi (pasal 18). Sedangkan UU No.23/2014
menyatakan bahwa kewenangan provinsi atas laut sejauh 12 mil laut, dan
kewenangan Kabupaten/Kota sejauh 4 mil laut dari garis pantainya (pasal 14 dan
27). Dalam penghitungan luas kewenangan pengelolan laut Provinsi, garis batas
kewenangan pengelolaan laut ditarik sejauh 12 mil laut dari garis pantai, jika
terdapat tumpang tindih klaim kewenangan antar provinsi yang berbatasan dengan
jarak kurang dari 24 mil laut, maka diperlukan adanya penarikan garis sama jarak
untuk membagi area yang tumpang tindih tersebut. Sedangkan untuk
Kabupaten/Kota, penarikan garis batas bagi hasil di wilayah laut berdasarkan garis
pantai sejauh 4 mil laut. Seperti halnya pada Provinsi, diwilayah Kabupaten/Kota
juga dilakukan penarikan garis sama jarak pada wilayah yang berbatasan kurang
dari 8 mil laut. Pada kegiatan kerja praktik ini dalam melakukan kajian luas
pengelolaan laut menggunakan metode penarikan median line dimana dari data
garis pantai yang diperoleh dapat kita tentukan batas wilayah lautnya dengan

4
menarik ujung garis pantai kearah laut dengan jarak 12 mil untuk batas
pengeloaan laut provinsi menggunakan software arcgis.

2.1.2 Identifikasi Perairan Pedalaman

Pada identifikasi perairan pedalaman ini mengacu pada pasal 50 UNCLOS


mengenai penarikan batas penutup teluk. Penentuan mengenai penentapan batas
perairan Pedalaman diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 38 tahun 2002. Penentuan perairan Pedalaman Indonesia
menjadi sangat penting karena terdapat aturan hukum yang berbeda diperairan
Kepulauan dan Laut Teritorial. Penentuan perairan pedalaman yang berada
didalam di dalam garis penutup teluk di mulai dari penentuan teluk sesuai pasal
10 UNCLOS, syarat yang disebutkan bagi sebuah teluk ada dua, yaitu (1) panjang
garis penutup dan (2) syarat luas. Panjang garis penutup teluk maksimal 24 mil
laut yang berarti sekecil apapun lekukan pantai dapat di definisikan sebagai teluk.
Pada kajian ini batasan kajian yaitu hanya mengidentifikasi perairan pedalaman
yang berada di dalam garis penutup teluk. Syarat kedua adalah luas teluk. Teluk
memenuhi syarat perairan pedalaman dalam UNCLOS apabila setelah ditutup
garis penutup teluk, luas keseluruhan teluk lebih luas daripada luas setengah
lingkaran yang di bentuk dari panjang garis penutup teluk sebagai diameter.

2.1.3 Dasar Hukum

2.1.3.1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah ini merupakan UU terbaru yang


menggantikan UU 22/1999 yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah. Adapun pasal dalam UU 32/2004 yang
berkaitan tentang penegasan batas laut, yaitu :

1) Pasal 18 Ayat (1). Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan


kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut.

5
2) Pasal 18 Ayat (2). Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan
sumberdaya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3) Pasal 18 Ayat (3). Kewenangan mengelola yang dimaksud pada ayat (1)
meliputi: eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut,
pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, penegakkan hukum, ikut
serta memelihara keamanan, ikut serta mempertahankan kedaulatan
negara.
4) Pasal 18 Ayat (4). Batas kewenangan paling jauh bagi provinsi adalah
12 mil, sementara untuk kabupaten/kota adalah sepertiganya.
5) Pasal 18 Ayat (5). Apabila jarak antar provinsi kurang dari 24 mil, maka
kewenangan mengelola dibagi sama jarak atau dengan prinsip garis tengah
(median line) untuk kabupaten/kota adalah sepertiga kewenangan provinsi.

2.1.3.2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012


Permendagri 76/2012 tentang “Pedoman Penegasan Batas Daerah” ini merupakan
petunjuk teknis untuk penegasan batas yang mengacu pada UU 32/2004. Pasal-
pasal pada Permendagri 1/2006 yang terkait tentang penegasan batas laut antara
lain :
1) Pasal 1 Ayat (4). Batas daerah di laut adalah pembatas kewenangan
pengelolaan sumber daya di laut untuk daerah yang bersangkutan yang
merupakan rangkaian titik-titik koordinat diukur dari garis pantai.
2) Pasal 15 Ayat (2). Pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah
laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Batas antara dua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota yang berdampingan, diukur mulai dari titik batas sekutu pada
garis pantai antara kedua daerah provinsi, daerah kabupaten dan
daerah kota ke arah laut lepas atau perairan kepulauan yang
ditetapkan berdasarkan prinsip sama jarak;
b. Batas antara dua daerah provinsi yang saling berhadapan dengan
jarak kurang dari 24 mil laut diukur berdasarkan prinsip garis tengah

6
dan kabupaten/kota yang saling berhadapan mendapat 1/3 bagian
dari garis pantai ke arah garis tengah;

c. Batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu
daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 12
(dua belas) mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah dan
kabupaten/kota yang berhadapkan mendapat 1/3 bagian dari garis
pantai ke arah garis tengah;

d. Batas daerah di laut untuk pulau yang berada dalam satu daerah
provinsi dan jaraknya lebih dari dua kali 12 mil laut, diukur secara
melingkar dengan lebar 12 mil laut untuk provinsi dan sepertiganya
untuk kabupaten/kota.

2.1.3.3 UNCLOS 1982


Dalam pasal 8 ayat 1 United Nations Conventions on The Law Of the Sea
(UNCLOS) disebutkan bahwa yang dinamakan Perairan Pedalaman adalah
perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial. Pasal tersebut berbunyi
“perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial merupakan bagian perairan
pedalaman negara tersebut”.

2.1.3.4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 Tentang


Perairan Indonesia.
Sedangkan dalam pasal 3 UU No.6 Tahun 1996 Tentang Perairan
Indonesia disebutkan bahwa, “perairan pedalaman Indonesia adalah semua
perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai
Indonesia, termasuk kedalamannya semua bagian dari perairan yang terletak pada
sisi darat suatu garis penutup. Ketentuan mengenai penetapan batas Perairan
Pedalaman diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2002 Tentag Daftar Koordinat Geografis
Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia 2002.

7
2.4 Profil Perusahaan

2.4.1 Profil Badan Informasi Geospasial


BAKOSURTANAL dibentuk berdasar Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal
17 Oktober 1969 (diperingati sebagai ulang tahun BAKOSURTANAL). Badan
Informasi Geospasial (BIG) lahir untuk menggantikan Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sebagai penuaian amanat pasal 22
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). UU ini
disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 15 April
2011 dan disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, pada tanggal 21 April 2011. Lahirnya BIG ditandai dengan
ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 94.

8
Gambar 2.1. Organisasi BIG

2.4.2 Tugas Pokok PPBW

Pusat Pemetaan Batas Wilayah mempunyai tugas untuk melaksanakn penyiapan

9
penyusunan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis,
pengolahan, penyimpanan, penggunaan data dan informasi geospasial dasar, serta
penyiapan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, dan pelaksanaan kerja sama
teknis di bidang pemetaan batas wilayah.

2.4.3 Fungsi Pusat Pemetaan Batas Wilayah


1) Penyusunan rencana dan program di bidang pemetaan batas wilayah
2) Penyiapan perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang pemetaan
batas wilayah
3) Penyusunan norma, pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi di bidang
pemetaan batas wilayah
4) Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi
geospasial dasar di bidang pemetaan batas wilayah
5) Pemutakhiran data dan informasi geospasial dasar di bidang pemetaan batas
wilayah
6) Pelaksanaan kerja sama teknis dengan badan atau lembaga Pemerintah, Swasta,
dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri di bidang pemetaan batas wilayah.

2.4.4 Tugas Pokok Tiap Bidang


1) Bidang Pemetaan Batas Negara
Bidang Pemetaan Batas Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
penyususnan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis,
penyusunan norma, pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi, pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan, penggunaan, dan pemutakhiran data dan informasi
geospasial dasar, serta pelaksanaan kerja sam teknis dengan badan atau lembaga
pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri di bidang
pemetaan batas negara.

2) Bidang Pemetaan Batas Wilayah Administrasi

10
Bidang Pemetaan batas Wilayah Administrasi mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan penyususnan rencana dan program, perumusan dan pengendalian
kebijakan teknis, penyusunan norma, pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi,
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penggunaan, dan pemutakhiran data dan
informasi geospasial dasar, serta pelaksanaan kerja sam teknis dengan badan atau
lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri di
bidang pemetaan batas wilayah administrasi.

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Jenis Penelitian


3.1.2 Pengelolaan Laut
Penelitian ini adalah menganilis perubahan garis pantai terhadap luas
pengelolaan laut di daerah provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi,
Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, dan Aceh. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan penarikan
garis median line dari batas-batas administrasi daerah ke arah laut dengan jarak 12
mil laut untuk batas pengelolaan laut provinsi.

3.1.3 Identifikasi Perairan Pedalaman


Penelitian ini adalah melakukan identifikasi teluk mana yang dapat di

11
definisikan sebagai perairan pedalaman pada wilayah perairan Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penarikan garis penutup teluk dengan syarat
Panjang garis penutup teluk maksimal 24 mil laut yang berarti sekecil apapun
lekukan pantai dapat di definisikan sebagai teluk.

3.2 Waktu dan Alat


3.2.1 Waktu
Waktu penelitian ini adalah dimulai pada tanggal 1 agustus – 31 agustus. Dengan
jam kerja dari hari senin-jumat.

3.2.2 Alat

 Laptop HP BDFS7BUC
 Laptop HP 14-AN004AU
 Mouse
 Software ArcGIS
 Software Microsoft Office (Ms Word, Ms Excel)

3.3 Data
3.3.1 Luas Pengelolaan Laut
- Data Batas Administrasi Daerah
- Data Garis Pantai PUSHHIDROS Edisi Tahun 2018
- Data Garis Pantai DEMNAS Edisi Tahun 2018
- Data Verifikasi Pulau
- Data Report Toponim Pulau

3.3.2 Identifikasi Perairan Pedalaman


- Data Garis Pantai Demnas Edisi Tahun 2018
- Data Toponim Teluk

12
3.3 Diagram Kerja
2.3.1 Diagram kerja pengolahan luas laut

13
Gambar 2.2. Diagram alir Pengelolaan Laut

2.3.1.1 Studi Literatur dan Pengumpulan Data


Pada tahap ini, kami mengumpulkan data dan literatur yang berkaitan dengan luas
pengelolaan laut, pemutakhiran batas wilayah untuk dapat memahami langkah-langkah

14
dalam penentuan batas luas pengelolaan laut.

2.3.1.2 Pengolahan
Pada tahap ini kami melakukan pengolahan data yang kami dapatkan dari BIG
yaitu mengolah data Garis Pantai Pushidros-BIG edisi 2018, data Garis Pantai
Demnas edisi 2018, Data Batas Administrasi Daerah edisi 2018 dan Data
Verifikasi Pulau edisi 2006-2017 untuk mendapatkan hasil luas pengelolaan laut
provinsi. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Melakukan buffer polygon garis pantai menggunakan software ArcGIS

 Mengubah garis pantai polygon ke bentuk titik (point) dengan salah satu
tools pada ArcGIS yaitu Vertices to Point

 Membuat thiessen polygon pada software ArcGIS yaitu Create Thiessen


Polygon

 Melakukan penarikan garis median line untuk menentukan batas bagi hasil
laut

 Overlay hasil buffer dari hasil pengolahan data Pushidros-BIG dan


Demnas

2.3.1.3 Analisis Perbandingan Hasil Luas Pengelolaan Laut

Pada tahap ini hasi luas pengelolaan laut dari data Pushidros-BIG, Demnas 2018
dan Data 2015 dilakukan analisis perbandingan luasan pengelolaan lautnya.

2.3.2 Diagram Alir Identifikasi Perairan Pedalaman

15
Gambar 2.3. Diagram Perairan Pedalaman Alir Identifikasi

2.3.2.1 Studi Literatur dan Pengumpulan Data


Pada tahap ini, kami mengumpulkan data dan literatur yang berkaitan dengan identifikasi

16
perairan pedalaman. Data yang kami dapatkan dari BIG adalah data Garis Pantai Demnas
edisi 2018 dan Data Toponim Teluk.

2.3.2.2 Pengolahan
Tahap ini kami melakukan pengolahan data Garis Pantai dan Toponim Teluk
untuk mengidentifikasi teluk mana yang dapat didefinisikan sebagai Perairan
Pedalaman dengan menggunakan software Arcgis.
 Menentukan Garis Penutup Teluk adalah proses menentukan garis penutup
teluk dari data garis pantai dengan ketentuan pengambilan garis pangkal
dari garis terdalam pada daerah yang diidentifikasi sebagai teluk,
 Menentukan Luas Teluk adalah proses menghitung luasan teluk dengan
menggunakan tools Calculator Geometri.
 Menentukan Luas Setengah Lingkaran Teluk ini merupakan proses dimana
pada teluk yang telah diidentifikasi kemudian dihitung luas setengah
lingkarannya untuk penentuan kategori Perairan Pedalaman atau bukan,
 Identifikasi Perairan Pedalaman ini adalah proses akhir yaitu kita memilih
atau menyeleksi teluk mana yang dapat didefinisikan sebagai Perairan
Pedalaman dengan ketentuan yang telah ditetapkan
 Tabel hasil adalah membuat tabel hasil teluk yang telah didefinisikan
sebagai Perairan Pedalaman.

BAB IV

17
HASIL-HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.2 Hasil Luas Pengelolaan Laut
Hasil dari pengolahan pengelolan laut ini merupakan luasan hasil kelautan
antar provinsi di pulau Sumatera dengan membandingkan tiga data garis pantai
yaitu garis pantai 2015 yang bersumber dari Pengelolaan Luas Laut Badan
Informasi Geospasial, garis pantas DEMNAS 2018 dan garis pantai PUSHIDROS
2018 yang telah kami olah dengan metode Penarikan Media Line menggunakan
software ArcGIS. Berikut tabel hasil Pengelolaan laut di pulau Sumatera.

4.1.3 Hasil Identifikasi Perairan Pedalaman


Hasil dari identifikasi perairan pedalaman ini adalah berupa data teluk di
Indonesia yang telah diidentifikasi menggunakan software ArcGIS sesuai dengan
ketentuan UNCLOS yang mengatur tentang perairan pedalaman. Syarat yang
disebutkan bagi sebuah teluk ada dua, yaitu Panjang garis penutup dan Syarat
luas. Panjang garis penutup teluk maksimal 24 mil laut. Syarat kedua adalah teluk
memenuhi syarat yuridis teluk dalam UNCLOS apabila setelah ditutup garis
penutup teluk, luas keseluruhan teluk lebih luas dari pada setengah lingkaran yang
dibentuk dari panjang garis penutup teluk sebagai diameter. Berikut adalah hasil
Identifikasi Perairan pedalaman.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Luas Pengelolaan Laut
Dalam penentuan luas bagi hasil laut ini mengacu pada UNCLOS dimana
disebutkan bahwa untuk bagi hasil laut provinsi itu berjarak 12 mil laut dari garis
pantai arah lautan.

1. Provinsi Lampung

Luas bagi hasil laut Pushidros 2018


18
Luas bagi hasil laut Demnas 2018

16895.26471 km2 16348.20059 km2

Gambar 4.2.2.1. Luas Bagi Hasil Provinsi Lampung

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

19
Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Pushidros
terdapat fitur pulau dan di data Demnas pulau tersebut tidak teridentifikasi, perubahan
lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus, Pasang Surut, Angin.

Gambar 4.2.2.2. Overlay Data Demnas Dan Pushidros Lampung

2. Bangka Belitung
Luas bagi hasil laut Pushidros 2018 Luas bagi hasil laut Demnas 2018

37162.00354
Gambar 4.2.2.3.km
2
Luas Bagi
35614.11228 km2
Hasil Laut Provinsi Babel

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Pushidros
terdapat fitur pulau dan di data Demnas pulau tersebut tidak teridentifikasi. Begitupun
sebaliknya. perubahan lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus,
20
Pasang Surut, Angin.
Gambar 4.2.2.4. Overlay data Demnas dan Pushidros Babel
3. Kepulauan Riau

Luas bagi hasil laut Pushidros 2018 Luas bagi hasil laut Demnas 2018

98643.40263 km2 101546.7762 km2

Gambar 4.2.2.5. Luas bagi hasil laut provinsi Kepri

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

21
Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Demnas
terdapat fitur pulau dan di data Pushidros pulau tersebut tidak teridentifikasi. perubahan
lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus, Pasang Surut, Angin.
Gambar 4.2.2.6. Overlay data Demnas dan Pushidros Kepri
4. Riau

Luas bagi hasil laut Pushidros 2018 Luas bagi hasil laut Demnas 2018

19202.60679 km2 19575.99734 km2

Gambar 4.2.2.7. Luas bagi hasil laut provinsi Riau

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Demnas
terdapat fitur pulau dan di data Pushidros pulau tersebut tidak teridentifikasi. Begitupun
sebaliknya. perubahan lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus,
Pasang Surut, Angin. 22
Gambar 4.2.2.8. Overlay data demnas dan pushidros Riau
5. Aceh

Luas bagi hasil laut Pushidros 2018 Luas bagi hasil laut Demnas 2018

43667.88399 km2 43612.933 km2

Gambar 4.2.2.9. Luas bagi hasil laut provinsi Aceh

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

23
Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Pushidros
terdapat fitur pulau dan di data Demnas pulau tersebut tidak teridentifikasi. perubahan
lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus, Pasang Surut, Angin.

Gambar 4.2.2.10. Overlay data demnas dan pushidros Aceh


6. Sumatera Utara
Luas bagi hasil laut Pushidros 2018 Luas bagi hasil laut Demnas 2018

42764.83131 km2 42656.35743 km2

Gambar 4.2.2.11. Luas bagi hasil laut provinsi Sumut

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

24
Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Pushidros
terdapat fitur pulau dan di data Demnas pulau tersebut tidak teridentifikasi. perubahan
lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus, Pasang Surut, Angin.

Gambar 4.2.2.12. Overlay data demnas dan pushidros Sumut


7. Sumatera Barat

Luas bagi hasil laut Pushidros 2018 Luas bagi hasil laut Demnas 2018

42764.83131 km2 42656.35743 km2

Gambar 4.2.2.13. Luas bagi hasil laut provinsi Sumbar

Overlay bagi hasil laut Demnas Dan Pushidros

25
Administrasi Daerah
Buffer 12 mil Demnas
Buffer 12 mil Pushidros

Perubahan terjadi dikarenakan perubahan garis pantai. Dimana pada data Pushidros
terdapat fitur pulau dan di data Demnas pulau tersebut tidak teridentifikasi. perubahan
lain dapat terjadi karena akibat Gelombang Tsunami, Arus, Pasang Surut, Angin.

Gambar 4.2.2.14. Overlay bagi hasil laut Denmas dan Pushidros

4.2.1.2 Pembahasan Identifikasi Perairan Pedalaman


Identifikasi perairan pedalaman yang kami lakukan adalah pada wilayah pulau
Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, Pulau Nusa Bali, Pulau Maluku dan Pulau
Papua. Dari hasil pengolahan perairan pedalaman yang kami lakukan didapat total
231 teluk yang kami buat. Terdapat total 212 teluk yang memenuhi syarat perairan
pedalaman sesuai UNCLOS. Dan terdapat pula total 21 teluk yang tidak
memenuhi syarat perairan pedalaman hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti luas teluk lebih kecil dari luas setengah lingkaran, panjang garis penutup
teluk lebih dari 24 mil.

26
Teluk
Setengah Lingkaran Teluk
Garis Pantai

Gambar 4.2.3 Teluk Yuridis

Dinyatakan sebagai Teluk Yuridis/Perairan Pedalaman karena teluk tersebut telah


memenuhi syarat sebagai teluk yuridis dimana luas teluk (1.668122) lebih besar
dari pada luas setengah lingkaran (0.446051).

Gambar 4.2.4 Teluk Lampung dan Semangka

Teluk Lampung dinyatakan Bukan Perairan Pedalaman karena garis penutup


teluknya melebihi 24 mil. Sedangkan teluk Semangka dinyatakan sebagai Perairan
Pedalaman karena panjang garis penutupnya kurang dari 24 mil.

27
Teluk
Setengah Lingkaran Teluk
Garis Pantai

Gambar 4.2.4 Teluk Tidak Yuridis

Teluk diatas dinyatakan bukan Perairan Pedalaman/Tidak Yuridis karena luas


setengah (4.307623) lingkaran lebih luas dari pada teluk (3.391644) itu sendiri.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari melakukan beberapa pekerjaan yang telah di
paparkan pada laporan ini yaitu sebagi berikut:
Dari hasil pengelolaan laut dengan menggunakan dua data yaitu data Pushidros
2018 dan data Demnas 2018 dapat hasilkan luasan pengelolaan laut masing-
masing provinsi di pulau Sumatera. Terdapat perbedaan luas pengelolaan laut
diantara kedua data tersebut hal ini dikarenakan pada salah satu data ada beberapa
fitur pulau yang tidak teridentifikasi sehingga terjadilah perbedaan luas
pengelolaan laut.

Dari hasil pengolahan perairan pedalaman yang kami lakukan didapat total
231 teluk yang telah kami identifikasi. Terdapat total 212 teluk yang memenuhi
syarat perairan pedalaman sesuai UNCLOS. Dan terdapat pula total 21 teluk yang
tidak memenuhi syarat perairan pedalaman hal ini disebabkan oleh beberapa

28
faktor seperti luas teluk lebih kecil dari luas setengah lingkaran, panjang garis
penutup teluk lebih dari 24 mil.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian Pengelolaan Laut dan
Identifikasi Perairan Pedalaman.
1. Sebelum memulai untuk melakukan pemutakhiran data menggunakan
perangkat lunak ArcGIS, sebaiknya, dilakukan rekap data untuk menghindari
adanya kesalahan pemutakhiran data, serta mempermudah dalam hal pelaksanaan
pemutakhiran data tersebut.
2. Mempelajari fungsi-fungsi tools dalam perangkat lunak ArcGIS, yang berkaitan
dalam pelaksanaan Pengelolaan Laut dan Identifikasi Perairan Pedalamaan
3. Beri warna yang berbeda untuk shapefile polygon yang sedang dilakukan
pemutakhiran, agar tidak terjadi kekeliruan pemutakhiran wilayah lain yang
bersebelahan, serta hal tersebut mepermudah pekerja agar terfokus pada wilayah
yang sedang dimutakhirkan.
4. Sebaiknya gunakan PC/laptop dengan kapasitas RAM yang besar, agar saat
proses pembuatan Luas Pengelolaan Laut dan Identifikasi Perairan Pedalaman
dapat berjalan dengan lancar dengan hasil yang maksimal.

29

Anda mungkin juga menyukai