Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus
karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009). Sindrom
nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperlipemia dan edema (Wong, 2008).

Sindrom nefrotik dapat menyerang semua orang namun umumnya lebih banyak terjadi
pada anak-anak antara 18 bulan sampai 8 tahun. Menurut Nurarif & Kusuma (2013),
Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi adalah
Sindrom nefrotik bawaan, Sindrom nefrotik sekunder, Sindrom nefrotik idiopatik

Menurut betz & sowden (2009), peninhgkatan permeabilitas glomerolus terhadap protein
plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema, hilangnya protein di
rongga vaskuler menhgakibatkan penurunan tekanan osmotik plasma dan meningkatnya
tekanan hidrostatis, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga intertisial
dan rongga abdomen.

Oleh karena itu penulis akan membahas tentang pengertian sindrom nefrotik, etiologi,
tanda & gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan pada
penderita sindrome nefrotik dan masalah keperawatan yang mungkin muncul.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksut dengan sindrom nefrotik?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sindrom nefrotik?
3. Apa saja etiologi sindrom nefrotik?
4. Apa saja tanda dan gejala sindrom nefrotik?
5. Bagaimana patofisiologi pada sindrom nefrotik?
6. Bagaimana pathway sindrom nefrotik?
7. Apa saja komplikasi sindrom nefrotik?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada penyakit sindrom nefrotik?
1
9. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita sindrom nefrotik?
10. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan sindrom nefrotik?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian sindrom nefrotik.
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi sindrom nefrotik.
3. Mengetahui etiologi sindrom nefrotik.
4. Mengetahui tanda dan gejala sindrom nefrotik.
5. Mengetahui patofisiologi pada sindrom nefrotik.
6. Mengetahui pathway sindrom nefrotik.
7. Mengetahui komplikasi sindrom nefrotik.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit sindrom nefrotik.
9. Mengetahui penatalaksanaan pada penderita sindrom nefrotik.
10. Mengetahui asuhan keperawatan keperawatan sindrom nefrotik.

1.4 Manfaat
a. Untuk mahasiswa
Siswa dapat belajar lebih dalam tentang penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatannya.
b. Untuk pembaca
Menambah pengetahuan bagi pembaca serta memberi informasi tentang sindrom nefrotik.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus
karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).

2
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia,
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013). Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis
yang meliputi proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperlipemia dan edema (Wong,
2008).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Menurut Gibson,John (2013) , Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12 cm, lebar 7 cm, dan
tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian belakang abdomen, posterior terhadap
peritoneum, pada cekungan yang berjalan di sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak
perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah
daripada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis
terletak pada bagian atas setiap ginjal. Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang
membulat (ujung superior dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada
margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena, pembuluh limfe,
nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan ginjal pada hilum.

Sumber :hedisasrawan.blogspot.com

Berikut penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :

1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri yang telah di
belah.

2. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin terkumpul sebelum
mencapai kandung kemih melalui ureter.

3
3. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan urin sementara
yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui ureter dan dikeluarkan dari
tubuh melalui uretra.

4. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida), di dalam medula
terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus kontroktus proksimal dan
tubulus kontroktus distal.

5. Korteks didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagian badan malphigi.
Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di selubungi kapsul bowman dan
tubulus yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal, tubulus kontroktus distal, dan
tubulus kolektivus.

6. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang mengantarkan
urin dari ginjal menuju kandung kemih.

7. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk membawa darah keluar
dari ginjal menuju vena cava inferior kemudian kembali ke jantung.

8. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa darah ke
dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.

Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal
yang terdiri atas tubulus kontroktus proximal, tubulus kontortus distal dan duktus duktus
koligentes.

4
Sumber : hedisasrawan.blogspot.com

Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam nefron :

1. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Di dalam ginjal terdapat lebih dari 1 juta
buah nefron. 1 nefron terdiri dari glomerulus, kapsul bowman, tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal, tubulus kolektivus.

2. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan menyaring air, garam,
asam amino, glukosa, dan urea. Menghasilkan urin primer.

3. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus glomerulus.


Kapsula bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.

4. Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/ reabsorbsi urin


primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam amino. Menghasilkan urin
sekunder.

5. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus proksimal dengan tubulus


kontortus distal.

6. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zatzat yang tidak
berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine sekunder. Menghasilkan urin
sesungguhnya.

7. Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang menampung
urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung kemih.

2.3 Etiologi

5
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi
antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal. Resisten


terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

1. Malaria quartana atau parasit lainnya

2. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid

3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis

4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan

lebah, racun otak, air raksa.

5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membraneproliferatif


hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik

Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut
sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal
dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi electron, Churg dkk membagi
dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulonefritis
proliferatif, glomerulosklerosis fokal segmental.

2.4 Tanda dan Gejala

6
Menurut Priscillia LeMone dkk (2016), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai
berikut : proteinuria (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia, dan edema (pucat lilin).
Kemungkinan juga terjadi hiperlipidemia, karena meningkatnya sistesis lipoprotein
hepatik sebagai respon terhadap menurunnya kadar serum albumin. Anemia normositik
tergantung tingkatan pada stadium gagal ginjal.

Manifestasi lain meliputi anoreksia, rasa tidak enak, iritabilitas, dan kelainan tidak
adanya menstruasi, hematuria. Konsentrasi serum albumin mungkin menurun serendah 1
sampai 2,5 g/dl.

2.5 Patofisiologi

Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang
disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema. Hilangnya
protein dari rongga vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan
peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam
rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi
system renin–angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya hormone antidiuretik dan
aldosterone. Reabsorsi tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan
akhirnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan
edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskuler
yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi protein.
Kehilangan immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan
terhadap infekspe

2.6 Pathway

Reaksi antigen antibody

Penurunan fungsi ginjal Gg. keseimbangan asam


dan basa (produksi asam
Kerusakan glumerular meningkat)
7
Permeabilitas glumerular Mual
Kebocoran plasma
Meningkatnya proteinuria Anoreksia
Masuk ke interstinal

Hipoalbuminemia Ketidakseimbangan
Edema nutrisi kurang dari
Tekanan onkotik kebutuhan tubuh
Kelemahan karena edema
yang berat Plasma menurun

igG menurun
Intoleransi aktivitas Cairan intravaskuler berpindah dlm interntinal

Sel imun tertekan


hipovolemia

Menurunnya respon imun


Kompensasi ginjal

Resiko infeksi
Aktif merangsang renin
angiostensin

Peningkatan sekresi ADH &


Vasokontriksi
aldosteron

Penatalaksanaan
Retensi air+natrium

Hospitalisasi
Edema Kerusakan jar. dermis & epidermis

Kelebihan voluume cairan Terjadi kemerahan


Ketakutan

Turgor kulit jelek Kurang


pengetahuan
Sumber : Doengos 2000, Hartono 2011 Kerusakan integritas kulit
2.7 Komplikasi

Menurut Priscillian LeMone dkk (2016) komplikasi dari sindrom nefrotik ialah :

1. Hipovolemia berat
2. Tromboembolisme

8
3. Aldosteronisme sekunder
4. Kelainan fungsi tiroid
5. Osteomalasia
6. Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1. Uji urine

a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin


dan granular, hematuria

b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah

c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria

d. Osmolalitas urine : meningkat

2. Uji darah

a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)

b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/dl)

c. Kadar trigliserid serum : meningkat

d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat

e. Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)

f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan

3. Uji diagnostik Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

2.9 Penatalaksanaan Medis

9
Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik mencakup :

1. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis


akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan
kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.

2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)

3. Pengurangan edema

a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk mencegah


terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan trombus, dan atau
ketidakseimbangan elektrolit)

b. Pembatasan natrium (mengurangi edema)

4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit

5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema


dan terapi invasif)

6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain)

7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk anak yang


gagal berespons terhadap steroid.

BAB III

Konsep Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

Menurut Wong, (2008), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai berikut :


10
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan


berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat badan, edema,
bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi ,
berkurang di siang hari), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi
pleura), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urine (peningkatan volume,
urine berbusa).

d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah,
analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio, kolesterol) jumlah
darah, serum sodium

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit (Wong, 2008).

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008)

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,


muntah, dan anoreksia (Wong, 2008).

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses


penyakit (Wilkinson, 2011).

f. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan (Wilkinson, 2011).

g. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong, 2008).

3.3 Rencana Tindakan

a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).
11
Batasan karakteristik mayor : edema, (perifer,sakral), kulit menegang, mengkilap,
sedangkan batasan karakteristik minor : asupan lebih banyak daripada keluaran,
sesak nafas, peningkatan berat badan (Carpenito, 2009).

Tujuan : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan atau


bukti akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum.

Kriteria hasil :

a) Berat badan ideal

b) Tanda-tanda vital dalam batas normal

c) Asites dan edema berkurang

d) Berat jenis urine dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji lokasi dan luas edema

2) Monitor tanda-tanda vital

3) Monitor masukan makanan/cairan

4) Timbang berat badan setiap hari

5) Ukur lingkar perut

6) Tekan derajat pitting edema, bila ada

7) Observasi warna dan tekstur kulit

8) Monitor hasil urin setiap hari

9) Kolaborasi pemberian terapi diuretik

Rasional :
1) Mengetahui seberapa luas lokasi edema klien
2) Mengetahui KU klien
3) Mengetahui output klien
12
4) Mengontrol berat badan klien
5) Mengetahui lila pada perut klien
6) Mengetahui seberapa lama derajat pitting edena oada klien
7) Mengetahui input klien
8) Membantu kesembuhan klien

b. Kerusakaan integritas kulit berhubungan perubahan turgor kulit/ edema (Nurafif &
Kusuma, 2013).

Batasan karakteristik mayor : gangguan jaringan epidermis dan dermis, sedangkan


batasan karakteristik minornya adalah : pencukuran kulit, lesi, eritema, pruritis
(Carpenito, 2009).

Tujuan : Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas,


kemerahan atau iritasi.

Kriteria hasil :

a) Tidak ada luka/lesi pada kulit

b) Perfusi jaringan baik

c) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dengan


perawatan alami

Intervensi :

1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

2) Hindari kerutan pada tempat tidur.

3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.

5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.

6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.

13
7) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

Rasional :
1) Menghindari gesekan kulit dengan baju
2) Mencegah terjadinya kerutan atau keparahan kulit
3) Menjaga kelembapan kulit klien
4) Menghindari terjadi lesi pada kulit
5) Mengetahui adanya infeksi pada kulit klien
6) Menjaga kelembapan pada kulit klien
7) Mejaga kebersihan kulit klien

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).

Batasan karakteristik mayor : kelemahan, pusing, dispnea, sedangkan batasan


karakteristik minor : pusing, dipsnea, keletihan, frekuensi akibat aktivitas (Carpenito,
2009).

Tujuan : Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan


mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat.

Kriteria hasil : Anak mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat.

2) Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi.

3) Rencanakan dan berikan aktivitas tenang.

4) Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah.

Rasional :
1) Menghindari terjadi edema yang lebih parah
2) Meningkatkan istrahat klien
3) Membatasi akivitas yang berlebihan pada klien
4) Menjaga kesehatan klien

14
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah dan anoreksia (Wong, 2008).

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil : Tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang
adekuat, mempertahankan berat badan.

Intervensi :

1) Tanyakan makanan kesukaan pasien

2) Anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan

3) Pantau adanya mual dan muntah

4) Bantu pasien untuk makan

5) Berikan makanan sedikit tapi sering

6) Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

Rasional :
1) Membantu nafsu makan klien
2) Membantu klien dalam memeneuhi kebutuhan nutrisi
3) Mengetahui intek output pada klien
4) Membantu pemenuhan nutrsisi klien
5) Membantu keluarga dalam pemenuhan diet nutrisi klien

e. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan (Wilkinson, 2011).

Tujuan : Ketakutan anak berkurang.

Kriteria hasil : Anak merasa tenang dan anak kooperatif.

Intervensi :

1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

15
2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi diperkirakan akan dialami selama
prosedur dilakukan

3) Berusaha memahami perspektif pasien dari situasi stress

4) Dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien

5) Lakukan terapi bermain

Rasional :
1) Menjalin komunikasi yang baik kepada klien
2) Mengurangi rasa cemas pada klien
3) Dapat mengendalikan tingkat stres pasien
4) Menambah rasa nyaman pada klien
5) Menambahkan rasa enjoy pada klien

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses


penyakit (Wong, 2008).

Tujuan : Pengetahuan pasien/keluarga pasien bertambah.

Kriteria hasil : Informasi mengenai proses penyakit bertambah.

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya.

2) Identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku


promosi kesehatan/ program terapi (misal, mengenai diit)

3) Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan

4) Gunakan berbagai strategi penyuluhan

Rasional :
1) Mengetahui tindakan yang dilakukan saat tanda atau gejala muncul
2) Dapat menghindari makanan atau minuman yang dpantangkan atau yang
dianjurkan
3) Mengetahui seberapa jauh pasien memahami program yang dilakukan

16
4) Menambah mengtahuan pasien atau keluarga
g. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong, 2008).

Tujuan : Anak tidak menunjukan bukti-bukti infeksi.

Kriteria hasil : Hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil, tidak ada tanda-tanda
infeksi.

Intervensi :

1) Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi

2) Gunakan teknik mencuci tangan yang baik

3) Jaga agar anak tetap hangat dan kering

4) Pantau suhu

5) Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi

Rasional :
1) Mencegah timbulkan komplikasi penyakit

2) Dapat mencegah infeksi dengan tepat

3) Mencegah terjadinya menggigil atau kedinginan

4) Mencegah terjadinya demam atau kedinginan

5) Mengetahui tindakan atau dibawa ke tenaga kesehatan terdekat

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,

17
hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, edema, hematuria, anoreksia,
hiperlipidemia, karena meningkatnya sistesis lipoprotein hepatik sebagai respon terhadap
menurunnya kadar serum albumin. Anemia normositik tergantung tingkatan pada stadium
gagal ginjal. Penyebab sindrome nefrotik dibagi menjadi 3 menurut jenisnya : sindrom
nefrotik bawaan (karena resesif autosom atau karena reaksi maternofetal), sindrom
nefrotik sekunder (karena pengaruh dari penyakit lain atau zat bahan kimia), dan sindrom
nefrotik idiopatik/primer (belum diketahui penyababnya). Sindrom nefrotik terjadi karena
kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma. Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosa ialah dengan uji urine, uji
darah, dan uji diagnostik biopsy ginjal. Penatalaksanaan medis dilakukan dengan
Pemberian kortikosteroid, penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena) ,
pengurangan edema, pengobatan nyeri, pemberian antibiotic, terapi imunosupresif.

Masalah keperawatan yang muncul ialah kelebihan volume cairan (tubuh total),
kerusakan integritas kulit, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan, kurang pengetahuan, ketakutan anak, risiko infeksi.
Asuhan keperawatan dilakukan menurut masalah keperawatan yang muncul.

4.2. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiwa


Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi. Kami menyadari bahwa makalah ini balum
sempurna, oleh karena itu kritik/saran yang membangun dari pembaca diharapkan oleh
kelompok kami.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif H.Amin & Kusum Hardi.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA (North american nursing diagosis association) NIC-NOC. Jogjakarta:
Mediaction Publishing

18
LeMone, Priscilla et.al. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Eliminasi dan
Gangguan Kardiovaskuar. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Lynn, Betz, C & A.Sowden, L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi ke 5. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Carpenito. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Yasmi Asih, edisi ke-1.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Wong. 2008. Buku Ajar Pediatrik, edisi 6, volume 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

19

Anda mungkin juga menyukai