Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CA SERVIKS

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker servik yaitu
keganasanyang terjadi pada serviks !leher rahim" yang merupakan
bagian terendah dari rahimyang menonjol ke puncak liang senggama
atau vagina (Depkes RI, 2009). Karsinoma serviks uteri (Ca serviks)
adalah tumor ganas pada leher rahim merupakan karsinoma ginekologi
yang terbanyak diderita. Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor
ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan
jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal
disekitarnya (Lynda, 2010).
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina (Diananda, Rama, 2009). Kanker
serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian
squamosacolumnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2010).
Kanker servik merupakan kanker pembunuh nomor satu pada wanita di
dunia ketiga. Epidemiologi menunjukkan bahwa kanker ini merupakan
penyakit menular seksual (Suharto, 2009).

2. Klasifikasi
Klasifikasi dari temuan TNM FIGO Bedah-patologis
a. TX : tumor primer tidak dapat dinilai.
b. T0 : ada bukti tumor primer
c. Tis : Karsinoma in situ (karsinoma preinvasive)
d. Karsinoma T1 I : serviks terbatas pada serviks (perluasan
mengabaikan untuk korpus)
e. T1a IA : Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan
mikroskop F invasi stroma dengan kedalaman maksimum 0.5
mm diukur dari dasar epitel dan penyebaran horizontal 7,0 mm
atau kurang ; Keterlibatan ruang vaskuler, vena atau limfatik,
tidak mempengaruhi klasifikasi
f. T1a1 IA1 : Diukur invasi stroma ≤ 3.0 mm secara mendalam
dan ≤ 7.0 mm di spread horisontal
g. T1a1 IA2 : Diukur invasi stroma > 3.0 mm dan ≤ 5.0 mm
dengan penyebaran horisontal ≤ 7.0 mm
h. T1b IB : klinis terlihat lesi terbatas pada serviks atau lesi
mikroskopik lebih besar dari T1a / IA2
i. T1b1 IB1 : lesi klinis terlihat ≤ 4.0 cm dalam dimensi terbesar
j. T1b2 IB2 : klinis terlihat lesi > 4.0 cm dalam dimensi terbesar
k. T2 II : serviks karsinoma Menginvasi luar rahim tetapi tidak
untuk dinding panggul atau menurunkan ketiga vagina
l. T2a IIA : tanpa invasi parametrium
m. T2a1 IIA1 : lesi klinis terlihat ≤ 4.0 cm dalam dimensi terbesar
n. T2a2 IIA2 : klinis terlihat lesi > 4.0 cm dalam dimensi terbesar
o. T2b IIB : Tumor dengan invasi parametrium
p. T3 III : Tumor meluas ke dinding panggul dan/atau melibatkan
sepertiga bagian bawah vagina dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau nonfungsional ginjal
q. T3a IIIA : Tumor melibatkan sepertiga bagian bawah vagina,
tidak ada ekstensi untuk dinding panggul
r. T3b IIIB : Tumor meluas ke dinding panggul dan/atau
menyebabkan hidronefrosis atau nonfungsional ginjal
s. T4 IV : Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum
dan/atau melampaui panggul yang benar (edema bulosa tidak
cukup untuk mengklasifikasikan tumor sebagai T4)
t. T4a IVA : Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau
rektum (edema bulosa tidak cukup untuk mengklasifikasikan
tumor sebagai T4)
u. T4b IVB : Tumor melampaui panggul benar
3. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada beberapa
faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
a. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi
terjadinya kanker serviks. Pada berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang
mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun
atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih
berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain
yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita
tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab
kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data epidemiologi
yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap
kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks
dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi. Keterlibatan
peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian
kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu.
Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita
monogami yang suaminya sering berhubungan seksual
dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep “Pria
Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari agen yang dapat
menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya
digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual
(PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya
saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi
non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan
seksual dengan kanker serviks.
b. Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan
perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka
panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko
relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat
sesuai dengan lamanya pemakaian.
c. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen
baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap
rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon
heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi
nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan
di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus.
d. Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA
terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat
oksidasi karsinogen bahan kimia. Banyak sayur dan buah
mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel,
jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin
C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan
peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan
beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.
Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai,
jagung, biji-bijian dan kacang - kacangan). Vitamin C
banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
e. Paritas (Jumlah Kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak
anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek.
Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang
sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko
tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan
seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak
pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya
yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab
terjadinya penyakit kanker leher rahim.
f. Usia >35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap
kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka
semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah
lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin
melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
g. Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu
muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko
terkena kanker leher rahim 10 - 12 kali lebih besar daripada
mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks
idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah
menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada
sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam
rongga tubuh. Umumnya sel - sel mukosa baru matang
setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita
yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan
bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan
dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia
muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya,
masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang
dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa
berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah
setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya
rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati,
sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel
ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain
halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20
tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan
terhadap perubahan.
h. Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu
menyentuh daerah genital, virus ini akan berpindah dan
dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda.
Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang
sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini
mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat
pada penderita berpindah ke closet.(Sarwono.2006)

4. Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo -
columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara
histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel
skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau
kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor
usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar
ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun
SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda,
SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap
faktor luar berupa mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada
wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang
diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel
kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan
terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia
yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli
dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa
baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah
satu factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen
dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel,
sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel
displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan
karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkat pra-kanker.

5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada
tahap lanjut, tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
a. Perdarahan spontan
b. Hematuria
c. Nyeri pada pinggang bagian bawah
d. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
e. Amenorhea
f. Lemah
g. Hipermenorhea
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
1) Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada
lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali
dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita
masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang
dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan
selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi
yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah
tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat
dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan
yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi
adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah
satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik
IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya
sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat
juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun.
Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi)
seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar (Tapan, 2005).
2) Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor
pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa
pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya
diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan
dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau
paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker
serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan
tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria,
usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya
akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel
kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi
hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati
kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul.
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi
eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama 5-
6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu
zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1
- 3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1 - 2
minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi
rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum
dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).
3) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan
pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler.
Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh
sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan
fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,
pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah
kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk
mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama
walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar
luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai
paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis
tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.
Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks
antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain
b. Pencegahan
1) Screening
Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan
leher rahim sebelum adanya gejala-gejala adalah sangat
penting. Screening dapat membantu dokter mencari sel-sel
abnormal sebelum kanker berkembang. Mencari dan
merawat sel-sel abnormal dapat mencegah kebanyakan
kanker serviks. Screening juga dapat membantu
mendeteksi kanker secara dini, sehingga perawatan akan
menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang dapat
dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker
serviks antara lain :
a) Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi
vaksinasi HPV dan skrining dapat memberikan
manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini.
Vaksin HPV dapat berguna dan cost-effective
untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan
kondisi pra- kanker, khususnya pada kasus yang
ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis dapat
melindungi tubuh dalam melawan kanker yang
disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu
vaksin dapat membantu menangkal timbulnya kutil
di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan
11, juga HPV 16 dan 18.
b) Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks
dapat mencegah penularan penyakit infeksi
menular seperti gonorrhe, clamidia, dan
HIV/AIDS.
c) Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi
pada pria berhubungan dengan penurunan risiko
infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang
pria dengan riwayat multiple sexual partners,
terjadi penurunan risiko kanker serviks pada
pasangan wanita mereka yang sekarang.
d) Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan
karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok atau
sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan
polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi
nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan di dalam serum. Efek langsung
bahan-bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi ko-karsinogen infeksi virus.
e) Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-
bahan anti-oksidan dan berkhasiat mencegah
kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel,
jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari
beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat
(folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten atau
retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko
kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta
karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.
Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA
terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang
terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.
Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati
(kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang kacangan).
Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran
dan buah-buahan (Tapan, 2005).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Demografi
1) Umur
Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga
terjadi pada usia 18 tahun.
2) Lingkungan
Sosial ekonomi rendah dan personal higine kurang.
3) Kebiasaan
Seseorang yang sering ganti-ganti pasangan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya
mengalami kanker.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang
berlebihan dan apakah mengeluarkan cairan putih dari
vagina ( keputihan ).
3) Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen,
atau steroid lainnya dapat menimbulkan berkembangnya
masalah fungsional genital pada keturunannya.
c. Pola kesehatan Fungsional
1) Pola Persepsi
2) Personal hygine yang kurang pada daerah genitalia.
3) Pola Nutrisi dan Metabolik
4) Anoreksia, BB menurun.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
6) Klien mengalami kelelahan.
7) Pola Istirahat dan Tidur
8) Ada gangguan tidur.
9) Persepsi diri dan Konsep diri
10) Harga diri rendah.
11) Pola reproduksi dan Seksual
12) Nyeri dan perdarahan saat koitus.
d. Pengkajian Fisik
1) Rambut
2) Conjungtiva : Anemis
3) Wajah : Pucat
4) Abdomen : Distensi abdomen
5) Vagina : Keputihan berbau, warna merah, perdarahan
merah tua, berbau dan kental
6) Serviks : Ada nodul
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit
meningkat
2) Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
3) Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau
CT-Scan abdomen ataupun pelvis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh
secara aktif akibat pendarahan
b. Gangguan perfusi jaringan b/d anemia
c. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit
kanker serviks
d. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
e. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
f. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
g. HDR b/d bau busuk pada keputihan
3. Intervensi
No Tujuan & Kriteria
Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah diberikan a. Awasi masukan dan a. Dapat
asuhan keperawatan haluaran. Ukur mempertahankan
diharapkan volume darah yang volume sirkulasi
keseimbangan volume keluar melalui yang adekuat
cairan adekuat perdarahan untuk transport
KH : b. Catat kehilangan oksigen
 TTV pasien dalam darah ibu b. Kehilangan darah
batas normal, c. Pantau TTV. ibu secara
meliputi : Evaluasi nadi berlebihan
 Nadi normal (80 perifer, dan menurunkan
- 100 x/menit) pengisian kapiler perfusi
 Pernapasan d. Kaji turgor kulit, c. Menunjukkan
normal (16 - 24 kelembaban keadekuatan
x/menit) membran mukosa, volume sirkulasi
 Tekanan darah dan perhatikan d. Merupakan
normal (120/80 keluhan haus pada indikator dari
mmHg) pasien status hidrasi /
 Suhu normal e. Kolaborasi : derajat
(36,5oC - 37,5oC)  Berikan cairan kekurangan cairan
 Membran mukosa IV sesuai e. Cairan IV juga
lembab indikasi digunakan untuk
 Berikan mengencerkan
 Turgor kulit baik
transfusi darah obat
(elastis)
(Hb, Hct) dan antineoplastik
 Pengisian kapiler
trombosit pada penderita
cepat ( kembali
sesuai indikasi kanker dan
dalam < 3 detik
transfusi darah
setelah ditekan)
diperlukan untuk
 Ekpresi wajah memperbaiki
pasien tidak pucat jumlah darah dalm
lagi tubuh
2 Setelah diberikan a. Awasi tanda vital, a. Membantu dalam
asuhan keperawatan kaji pengisian menentukan
diharapkan tidak ada kapiler dan warna intervensi
gangguan perfusi dasar kuku b. Menurunkan
jaringan b. Anjurkan tirah tekanan vena cava
KH : baring pada posisi inferior dan
 Pasien tidak tampak miring kiri superior
lemas c. Kolaborasi : c. Meningkatkan
 Pengisian kapiler Berikan terapi ketersediaan
cepat ( kembali oksigen tambahan oksigen
dalam < 3 detik sesuai indikasi
setelah ditekan)
 Denyut nadi teraba
 Tidak tampak
kebiruan pada
permukaan kulit
 Tidak terdapat
perubahan
karakteristik kulit
(rambut, kuku,
kelembaban)
3 Setelah diberikan a. Lakukan pengkajian a. Membantu
asuhan keperawatan nyeri secara membedakan
diharapkan nyeri pasien komprehensif [catat penyebab nyeri
berkurang atau keluhan, lokasi b. Memungkinkan
terkontrol nyeri, frekuensi, pasien untuk
KH : durasi, dan berpartisipasi
 Pasien mengatakan intensitas (skala 0- secara aktif untuk
skala nyeri yang 10) dan tindakan mengontrol rasa
dialaminya penghilangan nyeri nyeri yang
menurun yang dilakukan] dialami
 Pasien melaporkan b. Dorong penggunaan c. Meningkatkan
nyeri yang sudah keterampilan relaksasi, dan
terkontrol maksimal manajemen nyeri membantu pasien
dengan pengaruh / seperti teknik untuk
efek samping relaksasi dan teknik memfokuskan
minimal distraksi. kembali
 Ekspresi wajah c. Berikan posisi yang perhatiannya.
pasien tidak nyaman sesuai d. Dapat mengurangi
meringis kebutuhan pasien nyeri yang
 Pasien tampak d. Kolaborasi dialami pasien
tenang (tidak pemberian analgetik
gelisah) sesuai indikasi
4 Setelah diberikan a. Bantu klien untuk a. Mengetahui
asuhan keperawatan mengidentifikasi aktivitas yang
diharapkan aktivitas aktivitas yang mampu dilakukan
pasien dapat meningkat mampu dilakukan b. Melatih garakan
secara optimum / b. Bantu untuk diwaktu luang
fungsi tercapai mengidentifikasikan c. Menambah
KH : dan mendapatkan motivasi klien
 Pasien mampu sumber yang sesuai
melakukan aktivitas dengan kemampuan
biasa dengan fisik, psikolog dan
normal tanpa social
bantuan perawat / c. Bantu pasien untuk
orang terdekat mengembangkan
 Pasien mengatakan motivasi diri dan
lebih bertenaga dan penguatan
tidak lemas
5 Setelah diberikan a. Kaji kebiasaan a. Mengetahui
asuhan keperawatan tidur pasien kebiasaan dan
diharapkan perubahan b. Berikan tempat kebutuhan tidur
pola tidur normal tidur yang nyaman pasien
KH : dan tenang b. Meningkatkan
 Jumlah jam tidur c. Monitor pola tidur kenyamanan tidur
cukup dan catat serta dukungan
 Pola tidur normal keadaan fisik, c. Untuk menentukan
 Kualitas tidur cukup psikososial yang penyebab
 Pasien tampak mengganggu tidur gangguan
segar.
 Tampak rileks.
6 Setelah diberikan a. Kaji secara verbal a. Melihat respon
asuhan keperawatan dan nonverbal klien terhadap citra
diharapkan klien dapat respon klien tubuhnya
menerima kondisi terhadap tubuh b. Membantu
tubuh b. Jelaskan kembali meningkatkan
KH : tentang penyakit pengetahuan klien
 Body image dan pengobatan c. Mengetahui
positive c. Dorong klien perasaan klien
 Mempertahankan mengungkapkan tentang citra
interaksi sosial perasaan tubuhnya
7 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan

Anda mungkin juga menyukai