Anda di halaman 1dari 37

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)


MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK
MENINGKATKANPRESTASI SISWA PADA MATERI STOKIOMETRI
KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 12 SURABAYA TAHUN AJARAN
2017/2018

Proposal ini dibuat sebagai tugas menempuh Mata Kuliah Program


Pengelolaan Pembelajaran (PPP)

Oleh :

Mai Lisa Yanni

NIM. 14030194087

Pendidikan Kimia A 2014

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai hal.
Mulai dari perbaikan kurikulum yang baru-baru ini diujicobakan yaitu
kurikulum 2013, penggunaan metode dan model pembelajaran yang
mengarahkan pada pembelajaran yang aktif serta memaksimalkan faktor-
faktor pendukung dalam proses pembelajaran termasuk infrastruktur sekolah
(Permendikbud No.81A, 2013) Di dalam Kurikulum 2013, kompetensi
lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Dengan dilakukannya perbaikan ini
diharapkan proses pembelajaran dan prestasi belajar lebih baik.
Sehubungan dengan itu, kurikulum 2013 menerapkan pendekatan ilmiah
(saintifik) dalam pembelajaran dan penilaian otentik yang menggunakan
prinsip penilaian sebagai bagian dari pembelajaran. Pendekatan saintifik
dalam pembelajaran perlu diperkuat dengan menerapkan model pembelajaran
berbasis penyikapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan juga
pembelajaran kritis (Permendikbud No.15, 2014). Berdasarkan Permendikbud
tersebut dapat dipahami bahwa pola pembelajaran yang ditekankan sekarang
ini selain menuntut pembelajaran yang mengedepankan kemampuan berpikir
kritis juga pembelajaran harus menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan
saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung oleh
Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik juga merupakan pembelajaran yang
mengadopsi langkah-langkah saintis yang membangun pengetahuan melalui
metode ilmiah. Oleh karena itu diperlukan suatu proses pembelajaran dimana
siswa dapat menggali melalui keterampilan-keterampilan proses secara
scientist.
Pendekatan Saintifik (Scientific Approach) dalam pembelajaran
merupakan ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan
Kurikulum 2013. Dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang
perlunya proses pembelajaran yang dipadu dengan kaidah-kaidah pendekatan

1
saintifik/ilmiah. Kemendikbud (2013: 3) memberikan konsepsi tersendiri
bahwa pendekatan ilmiah dalam pembelajaran di dalamnya mencakup
komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut semestinya
dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi bukanlah siklus
pembelajaran sehingga siswa dapat berperan aktif dalam setiap proses
kegiatan pembelajaran.
SMA Negeri 12 Surabaya merupakan sekolah yang terakreditasi A.
Sekolah ini merupakan salah satu sekolah percontohan yang masih
menerapkan kurikulum 2013 di tengah kabar moratorium kurikulum tersebut
melalui SE nomor: 179342/MPK/KR/2014 tertanggal 5 Desember 2014 yang
ditanda tangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam surat kabar
Kompasiana (Minggu, 6 Desember 2014). Sebagai sekolah percontohan, SMA
tersebut sudah menerapkan kurikulum 2013, namun penggunaan model
pembelajaran yang dirujuk oleh kurikulum 2013 ini belum diterapkan secara
maksimal oleh guru-guru di SMA Negeri 12 Surabaya. Hal tersebut
disimpulkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kimia dan juga
melalui observasi sekolah.
Berdasarkan observasi sekolah terdapat jumlah kelas XI sebanyak 10
kelas, akan tetapi peneliti hanya mengobservasi 2 kelas yaitu kelas yang
diampuh oleh guru mata pelajaran kimia selama peneliti melaksanakan PPL
dari bulan Juli sampai dengan September 2017. Kedua kelas yang menjadi
ampuan yaitu kelas XI IPA 5 dan XI IPA 6. Terdapat perbedaan yang cukup
menonjol antara kedua kelas tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi didapatkan kesulitan-kesulitan atau masalah belajar di kelas XI IPA
5, Salah satu permasalahan yang di dalam kelas XI IPA 5 berdasarkan nilai
ulangan kimia memiliki ketuntasan belajar rendah. Dari 40 siswa, hanya 9
siswa yang mencapai KKM sedangkan 31 siswa masih dibawah KKM. Hal ini
disebabkan karena pembelajaran didominasi dengan metode ceramah yang
berpusat pada guru. Guru lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai
pemberi pengetahuan bagi siswa. Akibatnya siswa memiliki banyak
pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan dan konsep,

2
sehingga siswa cenderung lebih cepat bosan dalam mengikuti pelajaran yang
berdampak pada rendahnya hasil belajar. Berdasarkan karakteristik kebutuhan
perbaikan nilai di dalam kelas XI IPA 5. Proses Interaksi dalam pembelajaran
hendaknya terjadi dua arah sehingga mencerminkan proses yang baik guru
maupun siswa. Selain itu keberhasilan dalam belajar bukan semata -mata
harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat
dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya (Sukarta, 2010). Namun guru
cenderung melupakan hakikat pendidikan yaitu belajarnya murid bukan
mengajarnya guru (Wibowo, 2008).
Kenyataan yang ada dari hasil wawancara salah satu siswa XI IPA 5
permasalahan dalam mata pelajaran kimia menunjukkan bahwa proses
pembelajaran di kelas cenderung didominasi oleh guru sehingga siswa hanya
bertindak sebagai agen pembelajar yang pasif. Metode pembelajaran yang
selama ini digunakan guru adalah metode ceramah - resitasi seringkali
menyebabkan kejenuhan bagi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu
kurang optimalnya guru dalam memanfaatkan media pembelajaran dan
permainan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan siswa kurang mampu dalam menyelesaikan masalah kimia
diantaranya (1) Pembelajaran masih berfokus pada guru, sehingga siswa
pasifdan hanya menerima informasi pembelajarandari guru. (2) Siswa kurang
dilibatkan dalam proses pembelajaran, sehingga komunikasi yangterjadi
cenderung satu arah. (3) Media, alat dan bahan pembelajaran yang tidak
memadahi. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yang cenderung rendah
(Kharismawan, 2015)
Materi pelajaran kimia pada pokok bahasan stoikiometri merupakan
materi yang yang penting karena materi ini menjadi dasar untuk mempelajari
pokok bahasan lain dalam pembelajaran kimia dan berhubungan dengan
hitungan yang memerlukanpemahaman konsep pada materi sebelumnya
namun guru belum menunjukkan keterkaitan antar konsep materi, sehingga
materi ini masih dianggap sulit bagi siswa. Di sekolah ini, pemahaman
terhadap materi sebelumnya (materi hukum -hukum dasar kimia) masih dirasa
kurang, sehingga siswa kesulitan mengikuti materi selanjutnya (materi

3
perhitungan kimia) karena lemahnya penguasaan materi sebelumnya .Untuk
itu perlu cara yang mudah dalam penyampaian materi stoikiometri yaitu
dengan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa lebih aktif dan
prestasi belajar kimia akan meningkat.
Oleh karena itu, diperlukan suatu tindakan untuk memperbaiki hasil
belajar siswa. Sebagai tindak lanjut guna mengatasi permasalahan yang ada,
perlu dilakukan penelitian tindakan kelas yang berorientasi perbaikan kualitas
pembelajaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengunakan metode dan media pembelajaran yang mampu menciptakan
proses pembelajaran yang menyenangkan dan meningkatkan keeaktifan siswa.
Metode mengajar yang baik yaitu metode yang disesuaikan dengan materi
yang akan disampaikan, kondisi siswa, sarana dan prasarana yang tersedia
serta tujuan pembelajarannya.
Alternatif pemecahan untuk mengatasi berbagai masalah dalam
pembelajaran kimia khususnya materi Stoikiometri salah satunya dengan
penelitian tindakan kelas, sebagai upaya yang ditunjukan untuk memperbaiki
proses pembelajaran atau memecahkan permasa lahan yang terjadi (Dhewani,
2015). Berdasarkan uraian diatas, peneliti memilih judul pembelajaran
kooperatif tipe STAD ( Student Team Achievement Division ) berorientasi
Scientific Approach ini merupakan salah satu metode dalam pembelajaran
kooperatif yang untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Robert-Slavin.
Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam
pembelajaran kooperatif dan merupakan sebuah pendekatan yang baik untuk
guru yang baru mulai menerapkan model pembelajaran kooperatif (Slavin,
2005). Selain itu, Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) dapat diterapkan untuk melatih keterampilan
sosial siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Keterampilan sosial
siswa yang diamati, meliputi : keterampilan komunikasi (bertanya dan
menyumbangkan ide/pendapat) dan kerja sama dalam kelompok sehingga
nantinya akan berguna bagi siswa jika memasuki dunia kerja dan
bermasyarakat.

4
Didalam mata pelajaran kimia, tidak semua materi dapat disampaikan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Salah satu materi yang
dapat disampaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
materi Stokiometri. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dalam materi Stoikiometri, siswa dikondisikan untuk menyelesaikan
permasalahan yang disajikan oleh guru kemudian memecahkan masalah
tersebut dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan kegiatan
tersebut, siswa dapat menerapkan keterampilan sosial untuk menyelesaikan
permasalahan sehingga siswa lebih termotivasi dalam pembelajaran dan
membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Menurut
Nana Sudjana (2009: 3),mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang
lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)
menggunakan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Kognitif Siswa pada Materi Stokiometri Kelas XI SMA ”.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah umum, yaitu “Bagaimana Keefektifan Implementasi
Model Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (Stad)
Menggunakan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Prestasi Siswa
pada Materi Stokiometri Kelas Xi IPA 5 SMA Negeri 12 Surabaya Tahun
Ajaran 2017/2018 ?”
Rumusan masalah secara umum tersebut dapat dijabarkan menjadi
beberapa pertanyaan yang lebih spesifik antara lain :
1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions
(STAD) pada materi pokok stoikiometri?

5
2. Bagaimana aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) pada materi pokok stoikiometri?
3. Bagimana hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran
Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada materi pokok
stoikiometri?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah “Untuk mengidentifikasi keefektifan Implementasi Model Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Menggunakan
Pendekatan Saintifik Approach untuk Meningkatkan Prestasi Siswa pada
Materi Stokiometri Kelas Xi IPA 5 SMA Negeri 12 Surabaya”. Adapun tujuan
penelitian yang lebih spesifik berdasarkan rumusan masalah yang telah
dikemukakan antara lain:
1. Mengetahui keterlaksanaan pembelajaran model Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada materi
stoikiometri ditinjau dari kesesuaian antara aktivitas guru saat
mengajar dengan tahapan pembelajaran inkuiri berdasarkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun.
2. Mengetahui aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri pada materi
stoikiometri.
3. Mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada
materi stoikiometri.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1. Bagi peneliti lain

Memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang efektif


digunakan dalam melatihkan keterampilan proses sains siswa dan sebagai
daftar rujukan untuk dikembangkan kembali melalui penelitian lebih
lanjut.

6
2. Bagi Siswa
a. Meningkatkan peran aktif siswa selama proses pembelajaran dan
mampu melatih cara berpikir siswa yang mengarah pada keterampilan
proses sains.
b. Meningkatan hasil belajar siswa pada materi pokok stoikiometri.
3. Bagi Guru
Membantu guru dalam mengoptimalkan pembelajaran kimia, serta dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan dan penerapan suatu
model pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
4. Bagi Sekolah
Memperoleh hasil pengembangan ilmu dan mengetahui hasil belajar
kognitif dan aktivitas siswa pada materi pokok stoikiometri sehingga dapat
menjadi acuan dalam menentukan kebijakan untuk kemajuan dan
pengembangan sekolah.
D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Agar penelitian ini terarah, maka ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi
pada hal-hal sebagai berikut:
1. Hasil belajar yang diukur terbatas pada penguasaan konsep dalam aspek
kognitif.
2. Konsep yang diteliti dibatasi pada persamaan reaksi, hukum-hukum dasar
kimia dan konsep mol.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah penafsiran atau salah pandangan
terhadap penelitian yang akan dilakukan, perlu adanya penjelasan istilah
sebagai berikut:
a. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD)
Keterlaksanaan pembelajaran yang dimaksud adalah kesesuaian antara
aktivitas guru saat mengajar dengan tahapan model pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada materi faktor-
Stokiometri berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
silabus. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan

7
pembelajaran adalah dengan lembar pengamatan keterlaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh 3 pengamat.
b. Materi Stoikiometri
Materi yang diajarkan di Kelas X SMA Semester 2 yang mengacu
pada silabus kurikulum 2013 dengan Kompetensi Dasar 3.10 yaitu
menerapkan hukum-hukum dasar kimia, konsep massa molekul relatif,
persamaan kimia, konsep mol, dan kadar zat untuk menyelesaikan
perhitungan kimia dan Kompetensi Dasar 4.10 yaitu menganalisis data
hasil percobaan menggunakan hukum-hukum dasar kimia kuantitatif.
Dalam hal ini materi yang akan dibahas antara lain persamaan reaksi,
hukum-hukum dasar kimia dan konsep mol.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Kurikulum 2013
Adanya Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Tahun (KTSP) 2006. Pengembangan kurikulum
tersebut meliputi adanya perubahan terhadap struktur kurikulum ataupun
penambahan pada beberapa aspek pendidikan yang belum sempurna.
Pengembangan kurikulum pembelajaran terus dilakukan karena tuntutan yang
harus dicapai dalam pembelajaran juga berubah seiring dengan majunya
zaman.
Menurut Lampiran Permendikbud Nomor 70 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum SMK-MAK menyatakan bahwa kurikulum 2013
mulai diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014. Kurikulum 2013
dikembangkan berdasarkan faktor tantangan internal, tantangan eksternal,
penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, dan penguatan
materi. Penerapan kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara
yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu
berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia.
2. Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan
dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, tumbuh
berkembang dari anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa, sampai ke
liang lahat, sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Belajar
juga dapat didefinisikan sebagai perubahan di dalam diri seseorang yang
disebabkan oleh pengalaman (Nur, 1998).
Berdasarkan beberapa pengertian belajar tersebut, dapat diketahui
bahwa belajar merupakan sebuah proses yang dilakukan dan dialami oleh
manusia melalui pengalaman diri yang ditandai dengan adanya
perubahan dalam diri seseorang. Belajar yang didasarkan pada

9
pengalaman akan menghasilkan perubahan yang signifikan pada
pengetahuan seseorang. Oleh karena itulah, pembelajaran dalam sekolah
juga perlu memperhatikan pengalaman belajar yang dialami oleh siswa.
b. Prinsip Belajar
Prinsip belajar yang harus diperhatikan seorang guru adalah (a)
apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain
sehingga siswa harus bersikap aktif; (b) setiap siswa belajar sesuai
dengan tingkat kemampuannya; (c) siswa akan dapat belajar dengan baik
bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan
selama proses belajar; (d) penguasaan yang sempurna dari setiap langkah
yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti dan (e)
motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung
jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya. (Baharudin dan Wahyuni,
2007).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Baharudin dan
Wahyuni, 2007). Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.
Faktor-faktor internal belajar adalah faktor fisiologis dan faktor
psikologis yang berasal dari dalam diri siswa yang antara lain
kecerdasan, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
Selain faktor internal, faktor-faktor eksternal juga dapat
mempengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga,
sekolah ataupun masyarakat dan faktor lingkungan non-sosial seperti
materi pelajaran yang didapat di sekolah dan bahan yang digunakan
untuk menyampaikan materi tersebut (Baharudin dan Wahyuni, 2007).
Belajar dapat dikatakan berhasil jika memperoleh hasil belajar yang
maksimal melalui nilai. Untuk memaksimalkan hasil belajar siswa,
belajar dapat dimodifikasi sedemikian rupa oleh guru kepada siswa.

10
3. Teori – Teori dan Penelitian - Penelitian Terdahulu yang Relevan
a. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan–aturan tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar memahami dan
dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide–ide.
Menurut teori konstruktivisme ini, salah satu prinsip yang paling
penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan
kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat
membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatan siswa sendiri yang menjadi anak tangga tersebut. (Nur dalam
Trianto,2007:14)
b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil
kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata,
melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Piaget menekankan bahwa anak-anak secara aktif membangun dunia
kognitif mereka sendiri, informasi dari lingkungan tidak begitu saja
dituangkan ke dalam pikiran pikiran mereka.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek,
yaitu :
1) Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf
2) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan
dunianya
3) Interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial, dan

11
4) Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam
diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang


memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak
secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

c. Teori Vygotsky dalam Pendidikan

Karya Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa


intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan
sulit mengkaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui;
(2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan
intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang yang
membantu siswa dan mediator pembelajaran siswa (Nur, 2000: 10).

Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kognitif (Sugihartono,dkk,


2007:115) adalah sebagai berikut :

1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan


pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga
belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.

2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua


mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat
diselesaikan dengan berbagai cara.

3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan


relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, misalnya untuk
memahami suatu konsep siswa melalui kenyataan kehidupan
sehari-hari.

4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan


terjadinya transmisi sosial, yaitu terjadinya interaksi dan kerja
sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya,

12
misalnya interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, dan siswa-
siswa.

5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan


tertulis sehingga pembelajaran lebih efektif.

6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga siswa


menjadi tertarik dan mau belajar.

Sumbangan psikologi kognitif berakar dari teori-teori yang


menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu
memperoleh dan memproses informasi. Pandangan yang ditawarkan
Vygotsky dan para ahli psikologi kognitif yang lebih mutakhir adalah
penting dalam memahami penggunaan-penggunaan strategi belajar
karena tiga alasan. Pertama, mereka menggarisbawahi peran penting
pengetahuan awal dalam proses belajar. Dua, mereka membantu kita
memahami pengetahuan dan perbedaan antara berbagai jenis
pengetahuan. Dan tiga, mereka membantu menjelaskan bagaimana
pengetahuan diperoleh manusia dan diproses dalam sistem memori otak.

Para ahli psikologi kognitif menyebut informasi dan pengalaman


yang disimpan dalam memori jangka panjang sebagai pengetahuan awal.
Pengetahuan awal (prior knowledge) merupakan kumpulan dari
pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang
perjalanan hidup mereka, dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman
baru.

Penggunaan pengorganisasian awal (advance organizer) merupakan


suatu alat pengajaran yang direkomendasikan oleh Ausubel (1960) dalam
Nur (2000: 13) untuk mengaitkan bahan-bahan pembelajaran dengan
pengetahuan awal. Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui
pengajaran dan informasi dari orang lain.

Perkembangan termasuk internalisasi atau penyerapan isyarat-isyarat


sehingga anak-anak dapat berpikir dan memecahkan masalah tanpa
bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri (self
regulation).

13
Langkah pertama dari pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah
mempelajari bahwa segala sesuatu memiliki makna. Langkah kedua
dalam pengembangan struktur-struktur internal dan pengaturan diri
adalah latihan. Siswa berlatih gerak-gerak isyarat yang akan
mendatangkan perhatian. Kemudian langkah terakhir termasuk
penggunaan isyarat dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu :

1) Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling


berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah yang efekif dalam masng-masing zone of proximal
development mereka.

2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan


scaffolding. Jadi teori belajar vigotsky adalah salah satu teori
belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi
interaktif social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan
antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep
dan pemecahan masalah.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement


Divisions (STAD)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions
(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif
yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran
kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota

14
tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis
tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu.
Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions
(STAD) merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan
pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang
maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik
baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.
Menurut Slavin ada lima komponen utama dalam pembelajaran
kooperatif metode STAD, yaitu :
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru
secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks.
Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas.
Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk
menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.

b. Menetapkan siswa dalam kelompok


Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena
didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk
mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya
kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota
kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk
mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes
individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari
kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari
kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai
terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini
tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya.
c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali
penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus

15
menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan
memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan
kelompok.
d. Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar siswa
bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor
dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling
akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya
melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.Perhitungan
perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk
memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuan.
Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan oleh Arends (2008:13),
yang membagi komponen model pembelajaran kooperatif tipe STAD
menjadi lima komponen, yaitu : a) guru menyajikan materi kepada siswa,
b) siswa dibagi dalam beberapa kelompok heterogen, c) anggota
kelompok menggunakn lembar kerja untuk menguasai materi, d)
memberikan kuis dan saling berdiskusi, e) skor kemajuan. Menurut
Slavin (2009: 159), memberikan petunjuk perhitungan skor peningkatan
sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Skor kemajuan individu

No. Skor Test Individu Skor


Peningkatan
1 Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 5
2 10 sampai dengan 1 poin di bawah skor dasar 10
3 Skor dasar sampai 10 poin di atasnya 20
4 Lebih dari 10 poin dari skor dasar 30
5 Jawaban sempurna 30
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan
atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok
dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat

16
mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan
ini tergantung dari kreativitas guru.
Pemberian penghargaan tiap kelompok ditentukan berdasarkan skor
kelompok yang didapat dengan menjumlahkan nilai peningkatan
anggotanya. Cara menentukan tingkat penghargaan yang diberikan untuk
prestasi kelompok, menurut Slavin (2009: 160), dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Tingkat penghargaan kelompok
Rata-Rata Kelompok Penghargaan Kelompok
15 ≤ rata-rata skor ≤20 Tim Baik
20 ≤ rata-rata skor ≤25 Tim Hebat
25 ≤ rata-rata skor ≤30 Tim Super

Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Team


Achievement Divisions)

Tabel 3. Langkah-langkah pembelajaran

Fase Tingkah Laku Guru


Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan
memotivasi siswa pembelajaran yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa belajar
Fase 2 : Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau dengan
bahan ajar
Fase 3 : Mengorganisasikan siswa Guru menjelaskan kepada siswa
dalam kelompok bagaimana cara membentuk kelompok
dan membantu setiap kelompok
melakukan transisi secara efisien
Fase 4 : Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok
bekerja dan belajar pada saat bekerja dan belajar
Fase 5 : Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Fase 6 : Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok

17
5. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
Pendekatan saintifik (scientific approach), sering juga disebut sebagai
metode saintifik, pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika
pada tahun 1960-an, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik
yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hodson, 1996:115). Secara
etimologis, scientific berasal dari kata scienceyang berarti :
"(knowledge from) the systematic study of the structure and behaviour of
the physical world, especially by watching, measuring and doing
experiments, and the development of theories to describe the results of
these activities" (Cambridge Advanced Learner's Dictionary)”
Sagan (Quinn, 2011) menjelaskan bahwa :
“science is not an activity but rather an approach to activities that share
the goal of discovering knowledge. It is “science” in the sense that it
developed bottom-up from micro-scale observations.”
Jadi, pendekatan saintifik mengedepankan aspek keilmiahan dalam
implementasinya, yakni pengetahuan dikembangkan secara bertahap mulai
dari observasi berskala kecil.
Perancangan kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran yaitu pendekatan ilmiah (Scientific Approach). Pendekatan ini
lebih efektif hasilnya jika diimplementasikan di dalam kelas dibandingkan
dengan pendekatan tradisional, yaitu meningkatnya kemampuan siswa dari
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).
Kemendikbud (2013: 9-11) mengemukakan keterampilan-keterampilan
ilmiah dalam pendekatan scientific. Keterangan menurutnya sebagai berikut :
a. Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan
bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan
melalui kegiatan; melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru
memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan(melihat, membaca, mendengar) hal yang
penting dari suatu benda atau objek.
b. Menanya

18
Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta
didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin
dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari
nformasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan
guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal
sampai sumber yang beragam.
c. Mengumpulkan informasi/eksperimen
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta
didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena
atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari
kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Anak perlu dibiasakan
untuk menghubung-hubungkan antara informasi satu dengan yang lain,
untuk mengambil kesimpulan
d. Mengasosiasikan/memperoleh informasi
Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud Nomor
81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan
baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun
hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menam bah
keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang
bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat
yang berbeda sampai kepada Pendekatan dan Strategi Pembelajaran yang
bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan
informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif
serta deduktif dalam menyimpulkan.
e. Mengomunikasikan

19
Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh
guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik
tersebut. Anak perlu dibiasakan untuk mengemukakan dan
mengomunikasikan ide, pengalaman, dan hasil belajarnya kepada orang
lain (teman atau guru bahkan orang tua).
Binkley (Holbrook, 2013) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
dengan pendekatan saintifik, hal-hal yang dibutuhkan seperti critical thinking,
problem solving, communication, dan collaboration dapat dikembangkan.
Kolaborasi dalam pendekatan saintifik dapat dilakukan dengan
mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa diharapkan
dapat saling melengkapi dalam menyelesaikan suatu permasalahan kimia
sehingga diperoleh pemahaman kimia yang lebih baik.
6. Materi Stokiometri
a. Hukum Kekekalan Massa (Lavoisier)
Pernahkah Anda memperhatikan sepotong besi yang dibiarkan di
udara terbuka, dan pada suatu waktu kita akan menemukan, bahwa besi
itu telah berubah menjadi karat besi. Jika kita timbang massa besi
sebelum berkarat dengan karat besi yang dihasilkan, ternyata massa karat
besi lebih besar . Benarkah demikian?
Anda yang sering melihat kayu atau kertas terbakar, hasil yang
diperoleh adalah sejumlah sisa pembakaran berupa abu. Jika Anda
menimbang abu tersebut, maka massa abu akan lebih ringan dari massa
kayu atau kertas sebelum dibakar. Benarkah demikian?
Dari kejadian tersebut, kita mendapatkan gambaran bahwa seolah-
olah dalam suatu reaksi kimia, ada perbedaan massa zat, sebelum dan
sesudah reaksi.
b. Hukum Perbandingan Tetap (Proust)
Pada modul sebelumnya, Anda telah mempelajari rumus kimia
senyawa. Dan Anda telah mengenal berbagai senyawa yang dibentuk
oleh dua unsur atau lebih sebagai contoh, air (H2O). Air dibentuk oleh

20
dua unsur yaitu unsur Hidrogen dan Oksigen. Seperti Anda ketahui
bahwa materi mempunyai massa, termasuk hidrogen dan oksigen.
Bagaimana kita mengetahui massa unsur hidrogen dan oksigen yang
terdapat dalam air?
Pada tahun 1799, seorang ahli kimia Perancis, yang bernama Joseph
Louis Proust (1754–1826), mencoba menggabungkan hidrogen dan
oksigen untuk membentuk air.
Massa Massa oksigen
Massa air yang Sisa hidrogen
Hidrogen yang yang
terbentuk atau oksigen
direaksikan direaksikan
(gram) (gram)
(gram) (gram)

1 8 9 -

1 gram
2 8 9
hidrogen

1 gram
1 9 9
oksigen

2 16 18 -

Dari tabel di atas terlihat, bahwa setiap 1 gram gas hidrogen


bereaksi dengan 8 gram oksigen, menghasilkan 9 gram air. Hal ini
membuktikan bahwa massa hidrogen dan massa oksigen yang
terkandung dalam air memiliki perbandingan yang tetap yaitu 1 : 8,
berapapun banyaknya air yang terbentuk. Dari percobaan yang
dilakukannya, Proust mengemukakan teorinya yang terkenal dengan
sebutan, Hukum Perbandingan Tetap, yang berbunyi:
“Perbandingan massa unsur-unsur penyusun suatu senyawa
pasti tetap”
c. Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)
Komposisi kimia ditunjukkan oleh rumus kimianya. Dalam senyawa,
seperti air, dua unsur bergabung masing-masing menyumbangkan
sejumlah atom tertentu untuk membentuk suatu senyawa. Dari dua unsur

21
dapat dibentuk beberapa senyawa dengan perbandingan berbeda-beda.
MIsalnya, belerang dengan oksigen dapat membentuk senyawa SO2 dan
SO3. Dari unsur hidrogen dan oksigen dapat dibentuk senyawa H2O dan
H2O2.
Dalton menyelidiki perbandingan unsur-unsur tersebut pada setiap
senyawa dan didapatkan suatu pola keteraturan. Pola tersebut dinyatakan
sebagai hukum Perbandingan Berganda yang bunyinya:
“Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa, dimana
massa salah satu unsur tersebut tetap (sama), maka perbandingan
massa unsur yang lain dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan
bilangan bulat dan sederhana”
d. Hukum Gay Lussac
Pada Tahun 1808 Joseph Louis Gay Lussac melakukan berbagai
percobaan pada suhu dan tekanan yang sama untuk mengukur volume
dari gas-gas yang bereaksi. Dari berbagai eksperimen yang dilakukan,
Gay Lussac menyimpulkan “pada temperatur dan tekanan yang sama,
perbandingan volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil
reaksi merupakan perbandingan bilangan bulat dan sederhana”.
Kesimpulan ini yang kemudian dikenal sebagai hukum perbandingan
volum atau Hukum Hukum Gay Lussac.
Hukum Gay-Lussac sering juga disebut Hukum Charles Gay-
Lussac, karena Gay-Lussac lah yang pertama kali mempublikasikan
penemuan ini pada 1802. Jacques Charles telah menemukannya lebih
dahulu pada 1787, namun tidak mempublikasikannya. Belakangan
hukum ini lebih sering disebut hukum Charles karena kemudian Gay-
Lussac menemukan hukum-hukum lain yang dinamakan sesuai namanya.
Awalnya para ahli kimia bahkan Gay Lussac sendiri tidak dapat
menjelaskan mengapa volume gas pereaksi dan produk merupakan
perbandingan bilangan bulat dan sederhana. Hal ini disebabkan, para ahli
kimia pada saat itu menganggap partikel suatu unsur adalah atom dan
partikelpartikel subatom (elektron, proton dan netron) belum diketahui.

22
Masalah ini terjawab pada tahun 1811, Amadeo Avogadro ahli fisika
Italia mengatakan partikel suatu unsur tidak harus berupa atom yang
berdiri sendiri tetapi dapat berupa gabungan dari beberapa atom yang
sama yang disebut molekul unsur. Dengan dasar ini Avogadro
mengajukan sebuah hipotesis yang berbunyi: “pada suhu dan tekanan
yang sama gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah molekul
yang sama pula”.
Jadi dapat disimpulakan bahwa, perbandingan volume zat-zat gas
sama dengan perbandingan jumlah molekul dalam reaksi itu atau
perbandingan volume zat-zat gas merupakan perbandingan koefisien
pada persamaan reaksi setara.
e. Hukum Avogadro
Pada tahun 1811, Amadeo Avogadro (Italia), mengajukan
hipotesisnya yang terkenal, yaitu:
“Gas (atau uap) apa saja bervolum sama akan mengandung jumlah
molekul yang sama jika kondisi (suhu dan tekanan) gas itu sama”
Hipotesis ini selanjutnya dinyatakan sebagai Hukum Avogadro,
karena berhasil dibuktikan di kemudian hari (½ abad) oleh 2 ilmuwan
lain. Bentuk lain dari pernyataan hukum Avogadro: “22,4 L gas (atau
uap) apa saja pada suhu 00 C dan tekanan 1 atm akan mengandung
jumlah partikel yang sama sebesar 6 x 1023 partikel”. “1 mol gas (atau
uap) apa saja pada suhu 00 C dan tekanan 1 atm akan memiliki volum
yang sama, yakni 22,4 L”.
Selain itu, hukum Avogadro juga memperlihatkan adanya hubungan
antara volum dan koefisien masing-masing gas dalam persamaan
reaksinya. Hukum Avogadro memiliki aplikasi cukup luas di dalam
perhitungan kimia yang berhubungan dengan gas-gas
7. Hasil Penelitian yang Relevan
a. Penelitian yang dilakukan Supriyono pada tahun 2014 dalam
penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di SMPN 239 Jakarta
menyatakan bahwa penerapan pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe

23
STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar peserta
didik dengan persentase skor rata-rata hasil ulangan di akhir Siklus I
adalah 74,3% dan pada Siklus II mencapai 81,8% atau naik 7,5%.
b. Penelitian yang dilakukan Haryono pada tahun 2014 dalam penelitiannya
pembelajaran model student team achievement division (STAD)
berbantuan e-learning untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
siswa pada materi redoks kelas x mia 3 sma negeri 1 teras tahun pelajaran
2014/2015Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran model
STAD berbantuane-learning dapat meningkatkan (1) aktivitas siswa
93,94% pada siklus I menjadi 94,12 % pada siklus II (pada siklus I masih
terdapat indikator aktivitas yang belum terpenuhi, sehingga penelitian
dilanjutkan ke siklus II) dan (2) prestasi belajar siswa aspek pengetahuan
39,39 % pada siklus I menjadi 69,70% pada siklus II pada materi redoks.
Dari aspek sikap social mencapaitarget, yaitu dengan persentase 81,81%
pada siklus I.
c. Telah dilakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk
mengembangkan LKS dan menerapkannya dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) untuk
meningkatkan hasil belajar materi kesetimbangan kimia siswa kelas XI
IPA SMAN 1 Batulayar tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus.Data hasil observasi aktivitas belajar
siswa dianalisis dengan menghitung rata-rata skor aktivitas
siswa sedangkan data hasil belajar dianalisis dengan menghitung nilai
rata-rata siswa dan ketuntasannya secara klasikal. Hasil penelitian
menunjukkan: 1) skor rata-rata aktivitas belajar siswa meningkat dari
19,83 menjadi 22,82 dengan kategori aktif, 2) hasil belajar siswa
meningkat dari rata-rata 65 dengan ketuntasan klasikal 45,45% menjadi
75 dengan ketuntasan klasikan 81,82%.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Happy Komikesari pada tahun 2016
dengan judul Peningkatan Keterampilan Proses Sains dam Hasil Belajar
Fisika Siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student
Team Achievment Division) menyatakan bahwaPda siklus I sebesar 73

24
dengan kategori ‘baik’. Pada siklus II Keterampilan Proses Sains (KPS)
siswa sebesar 82 dengan kategori ‘sangat baik’. Pada siklus III
Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa kembali meningkat menjadi 86
dengan kategori ‘sangat baik’. Seiring dengan peningkatan Keterampilan
Proses Sains (KPS), pembelajaran fisika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) juga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus.
e. Hasil penelitian dari Dwi Windiana pada tahun 2014 dengan judul
penerapan model kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)
dengan Pendekatan Saintifik untuk meningkatkan hasil belajar kimia
siswa dikelas X MAN 1 Model Bengkulu menunjukkan peningkatan
siswa pada siklus I nilai rata-rata siswa 37,08, daya serap 37,08 % dan
ketuntasan belajar 0% dengan kriteria belum tuntas. Sedangkan, pada
siklus II nilai rata-rata siswa 83,75 , daya serap 83,75 % dan ketuntasan
belajar 87,50% dengan kriteria tuntas.

25
8. Kerangka Konseptual
Fakta : Harapan :

Hasil Wawancara dari Observasi sebelumnya : 1. Kurikulum 2013 yang mengharuskan


pembelajaran berpusat pada guru diubah
1. Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada menjadi berpusat pada siswa.
materi Stokiometri di dalam kelas masih 2. Permendikbud No. 65 Tahun 2013
kurang dari KKM mengisyaratkan tentang perlunya proses
2. Keterampilan sosial siswa masih kurang pembelajaran yang dipadu dengan kaidah-
3. Kurang adanya aplikasi Stokiometri dalam kaidah pendekatan saintifik/ilmiah.
kegiatan laboratorium. 3. Siswa mampu memahami konsep-konsep
Stokiometri secara keilmuwan serta
penerapannya untuk menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari

Masalah :
Bagaimana upaya penerapan kurikulum 2013 untuk melatihkan keikutsertaan siswa secara aktif pada
materi Stokiometri sehingga meningkatkan hasil belajar siswa?

Kajian Pustaka : Penelitian yang Relevan :


1. Kurikulum 2013
1. Hasil penelitian dari Dwi Windiana pada tahun 2014 dengan
2. Teori Belajar
judul penerapan model kooperatif tipe Team Games
3. Teori Konstruktivisme Tournament (TGT) dengan Pendekatan Saintifik untuk
4. Teori Perkembangan Kognitif meningkatkan hasil belajar kimia siswa dikelas X MAN 1
Piaget Model Bengkulu menunjukkan peningkatan siswa pada
5. Teori Vygotsky dalam Pendidikan siklus I nilai rata-rata siswa 37,08, daya serap 37,08 % dan
6. Model Pembelajar Kooperatif Tipe ketuntasan belajar 0% dengan kriteria belum tuntas.
STAD Sedangkan, pada siklus II nilai rata-rata siswa 83,75 , daya
7. Keterampilan Sosial serap 83,75 % dan ketuntasan belajar 87,50% dengan kriteria
8. Keefektifan Belajar tuntas.
9. Materi Stokiometri 2. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di SMPN 239 Jakarta
menyatakan bahwa penerapan pembelajaran pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan
aktivitas belajar peserta didik dengan persentase skor rata-
rata hasil ulangan di akhir Siklus I adalah 74,3% dan pada
Siklus II mencapai 81,8% atau naik 7,5%. (Supriyono, 2014)

Solusi :
Dari permasalahan tersebut digunakan Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) Menggunakan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Kognitif Siswa pada Materi Stokiometri Kelas XI SMA

26
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif
kuantitatif dengan tipe pra-eksperimen desain. Pada penelitian ini tidak
ada kelas kontrol, namun hanya diambil satu kelas untuk diteliti.
2. Sasaran Penelitian/ Populasi dan Sampel
Sasaran penelitian yang akan dilakukan adalah siswa-siswi Kelas
XI MIA 4 SMA Negeri 12 Surabaya dan peneliti sebagai pengajar.
3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan adalah “One-Group Pretest-
Posttest Design” yaitu eksperimen dilaksanakan pada suatu kelompok
yang diberi perlakuan X. Perbandingan nilai dari pre-test dan post-test
di asumsikan sebagai efek dari perlakuan X yang diberikan, yaitu
model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Divisions (STAD).
Desain penelitiannya digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4. Desain Penelitian

Sebelum Perlakuan Sesudah

O1 X O2

Keterangan :
O1 : skor pretest sebelum perlakukan yang diberikan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
X : perlakukan yang diberikan adalah pembelajaran kooperatif tipe
STAD
O2 : skor posttest sesudah perlakukan yang diberikan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Sugiyono,2009:77)
4. Waktu dan Tempat Penelitian

27
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 19 Surabaya kelas XI
MIA 4 semester genap tahun ajaran 2017/2018.
5. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian yang
akan dilakukan, yakni :
a. Silabus
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
c. Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelompok
d. Lembar pre-test dan post-test
e. Media Pembelajaran
6. Instrumen Penelitian
Instrumen penilaian yang digunakan dalam penelitian yang akan
dilakukan, yakni :
a. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
Lembar observasi keterlaksanaan digunakan untuk mengetahui
keterlaksanaan kegiatan guru dalam menjalankan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan sintaks yang sudah
ditentukan. Lembar keterlaksanaan ini ditujukan kepada 3
orang pengamat yang bertindak secara objektif dalam
melakukan pengamatan ketika penelitian dilakukan.
b. Lembar observasi keterampilan sosial siswa
Lembar observasi keterampilan sosial siswa digunakan untuk
mengetahui keterampilan sosial siswa yang meliputi
keterampilan komunikasi (bertanya serta menyumbangkan
ide/pendapat) dan keterampilan bekerja sama dalam kelompok
saat diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
c. Lembar tes hasil belajar siswa
Lembar tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD berupa pre-test dan
post-test. Tes ini berisi 5 butir soal yang memiliki tingkat

28
kognitif C3-C5 yang pada tiap-tiap soal memiliki skor sesuai
dengan tingkat kognitif butir soal yang diberikan.
7. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dala penelitian ini terdiri dari dua, yakni
metode pengamatan dan metode tes.
a. Metode Observasi
Metode observasi yang dimaksud adalah metode pengamatan
keterlaksanaan RPP dan pengamatan keterampilan sosial siswa.
Metode pengamatan bertujuan untuk mengukur keterlaksanaan
pada sintaks-sintaks model pembelajaran yang diuji cobakan
dan untuk mengukur keterampilan sosial siswa selama proses
pembelajaran berlangsung meliputi keterampilan komunikasi
(bertanya serta menyumbangkan ide/pendapat), dan
keterampilan bekerja sama dalam kelompok.
b. Metode Tes
Metode tes yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Oleh karena itu untuk mendapatkan data
kuantatif perlu dilakukan pengukuran berupa pre-test dan post-
test. Dalam pre-test dan post-test siswa diberikan 5 butir soal
dengan tingkat kognitif C3-C5 dan waktu yang diberikan untuk
menyelesaikan tes ini adalah 60 menit.
8. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
persiapan,tahap pelaksanaan, dan tahap analisis.
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini adalah proses awal sebelum mengambil data yaitu :
- Observasi masalah
- Menyusun proposal penelitian
- Menentukan kelompok subjek yang akan diberikan perlakuan
- Menyusun perangkat pembelajaran dan instrument penelitian
- Memvalidasi instrumen penelitian

29
- Konsultasi dengan guru pamong saat menentukan waktu
pengambilan data
- Survei ke sekolah dan menyerahkan surat izin penelitian
kepada sekolah
b. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan implementasi model
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions
(STAD) pada materi pokok asam dan basa adalah :
- Memotivasi siswa dan menyampaikan indikator hasil belajar
- Menyajikan informasi saat pembelajaran berlangsung
- Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
- Membimbing kelompok kerja dan belajar
- Evaluasi
- Memberikan penghargaan
c. Tahap analisis data
- Analisis hasil belajar siswa
- Analisis observasi aktivitas guru dan siswa

9. Teknik Analisis Data


a. Analisis data observasi keterlaksanaan sintaks
Data hasil pengamatan yang dilakukan oleh pengamat terhadap
guru selama pembelajaran berlangsung, kemudian dianalisis
dengan kriteria yang diadaptasi dari skala Likert yaitu :
0 = tidak dilakukan
1 = kurang sekali
2 = kurang
3 = baik
4 = baik sekali
% 𝐾𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑆𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑠
∑ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
= 𝑥 100%
∑ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

30
Dari hasil persentase tersebut maka dapat dideskripsikan
kategori keterlaksanaan setiap sintaks. Persentase tersebut dapat
dipresepsikan ke dalam kategori yang mengacu pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Keterlaksanaan Sintaks

No. Persentase Kategori


1 0%-20% Sangat Buruk
2 21%-40% Buruk
3 41%-60% Cukup
4 61%-80% Baik
5 81%-100% Sangat Baik

b. Analisis data observasi keterampilan komunikasi siswa


Pada tahap analisis data observasi ini dilakukan analisis
terhadap lembar observasi keterampilan komunikasi siswa meliputi
lembar observasi keterampilan berpendapat dan keterampilan
bertanya di dalam kelas (kelompok besar). Pada setiap indikator
yang diamati diberikan skala 0-3 dengan keterangan skor yang
telah terlampir dalam rubrik keterampilan komunikasi.
Lembar observasi keterampilan komunikasi siswa dianalisis
dan dikonversikan dalam bentuk nilai sebagai berikut :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
Kemudian skor yang didapatkan siswa dikonversikan dengan
kriteria sebagai berikut :
Tabel 6. Konversi Skor Keterampilan Bertanya dan
Berpendapat Siswa

Skor Siswa Kriteria


0%-33,3% Kurang Baik
33,4%-66,6% Cukup Baik
66,7%-100% Baik

Selain itu, dilakukan juga analisis aktivitas komunikasi siswa


yang dihitung dari frekuensi komunikasi siswa dalam kelompok

31
kecil atau kelompok besar (kelas). Aktivitas komunikasi siswa
dalam kelompok kecil dan kelompok besar (kelas) dianalisis
berdasarkan rubrik yang terlampir dengan perhitungan sebagai
berikut :
𝐾𝑒𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑚𝑢𝑛𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑜𝑚𝑢𝑛𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖
= 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
c. Analisis data observasi keterampilan kerjasama siswa
Penilaian keterampilan kerjasama siswa diperoleh dari
kemampuan siswa dalam kerjasama saat praktikum dan kerjasama
dalam diskusi kelompok. Pemberian skor untuk penilaian
keterampilan ini dikategorikan sebagai berikut :
A = Sangat baik
B = Memuaskan
C = Menunjukkan kemajuan
D = Memerlukan perbaikan
% 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑚𝑝𝑖𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎
∑ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
= 𝑥 100%
∑ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
Hasil analisis keterampilan kerjasama siswa didukung hasil
analisis dari pengamatan aktivitas siswa pada lembar aktivitas
siswa selama proses pembelajaran dapat dianalisis menggunakan
persentase (%), yaitu :
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙
% 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
∑ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠
d. Analisis data hasil belajar siswa
Analisis ini untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
individu maupun ketuntasan secara klasikal. Siswa tuntas secara
individu apabila pada post-test mencapai nilai 75 dari skor
maksimal 100. Ketuntasan secara klasikal, suatu kelas belajar jika
terdapat minimal 75% siswa telah mencapai nilai ≥ 75.
Perhitungan nilai siswa pada setiap tes dilakukan dengan cara
sebagai berikut :

32
∑𝐵
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 = 𝑥 100
𝑁
Keterangan :
∑ B = jumlah jawaban benar
N = jumlah soal test
Dan untuk perhitungan ketuntasan klasikal digunakan rumus
sebagai berikut :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠
𝐾𝑒𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠

33
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pengertian Kurikulum menurur parah ahli.


http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-
menurut-para-ahli.html (online diakses pada tanggal 30 November
2013).
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Penerjemah Helly Prajitno
Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Belajar.
Depdiknas. 2013. Silabus Kimia. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas.
Ibrahim,dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.

Kemendikbud. 2013. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang
Kerangka dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta: Kemendikbud.
Nur, Mohamad. 1998. Teori Belajar Perilaku. Surabaya: IKIP Press.

Purwanto, Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:


Alfabeta.

Sadiman, Arief S. , dkk. 2011. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning: theory, research, and


practice. (terjemahan Narulita Yusron).Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung: ALFABETA.
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

34
Tim Penyusun Pedoman Skripsi. 2013. Panduan Penulisan Skripsi dan
Penilaian Skripsi. Surabaya: FMIPA Unesa.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Departemen


Pendidikan Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai