Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bolu merupakan kue yang terbuat dari tepung terigu, gula, dan
telur sebagai bahan utama. Bolu dapat dipanggang maupun dikukus.
Bolu merupakan salah satu jenis makanan yang disukai oleh
masyarakat dan dapat digunakan sebagai makanan selingan atau
pengganti sarapan karena kandungan karbohidratnya tinggi.
Bolu kukus adalah kue yang terbuat dari bahan dasar tepung
terigu dengan tambahan telur, gula pasir, air dan ovalet.
Penyelesaiannya dengan cara dicetak kemudian dikukus (Saji, 2004).
(yang bolu panggang belom ketemu, ntar cr lagi)
Kandungan gula yang tinggi pada bolu (xx% - pake dari resep ae
vin.. gulane dhitung brp % dr berat tepung) menimbulkan masalah bagi
orang yang berdiet. Gula (sukrosa) merupakan pemanis yang tinggi
kalori. Sedangkan sorbitol merupakan pemanis rendah kalori karena
pemanfaatan sorbitol dalam tubuh lambat. Oleh karena itu, penggunaan
sorbitol sebagai pensubstitusi gula (sukrosa) diharapkan dapat
menghasilkan bolu yang rendah gula. Namun penggunaan sorbitol
sebagai pensubstitusi gula (sukrosa) dapat mempengaruhi sifat-sifat
organoleptik bolu, sehingga diadakan uji panelis untuk mengetahui
tingkat penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap bolu.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek penggunaan sorbitol sebagai pensubstitusi gula
(sukrosa) terhadap sifat organoleptik bolu?
2. Berapa proporsi sorbitol yang tepat agar dihasilkan bolu yang
dapat diterima oleh konsumen?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek penggunaan sorbitol sebagai pensubstitusi gula
(sukrosa) terhadap sifat organoleptik bolu.
2. Mengetahui proporsi sorbitol yang tepat agar dihasilkan bolu
yang dapat diterima oleh konsumen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bolu
2.1.1. Tepung terigu
2.1.2. Telur
2.2. Pemanis (gula)
Gula berfungsi sebagai
2.2.1. Sukrosa
2.2.2. Sorbitol
Sorbitol adalah gula alkohol (polyol) yang termasuk dalam
pemanis rendah kalori. Sorbitol berwarna putih, manis, bersifat
higroskopis, dan berbentuk kristal dengan 6 atom karbon (Anonim1,
2010). Energi yang dapat dihasilkan oleh sorbitol adalah 2,6
kalori/gram (Anonim2, 2010). Sorbitol diperoleh secara alami dari
berbagai macam buah-buahan dan beri maupun secara sintetis. Sintetis
sorbitol dilakukan dengan hidrogenasi, yaitu dengan mereaksikan sirup
dekstrose atau glukosa dengan hydrogen pada suhu tinggi (100-150°C)
dan tekanan tinggi (100-150 bar) dengan katalis tertentu. Reaksi
berlangsung selama 1-2 jam tergantung dari kondisi dan produk yang
dibuat (Mitchell, 2006).

Gambar 2.1. Hidrogenasi dekstrose menjadi sorbitol


Sumber: Mitchell (2006)

Gambar 2.2. Hidrogenasi fruktosa menjadi manitol dan sorbitol


Sumber: Mitchell (2006)
Sorbitol digunakan sebagai humektan untuk menjaga kestabilan
kadar air (moisture) pada produk yang dipanggang, produk
confectionary, dan coklat. Sorbitol sangat stabil, tahan pada suhu tinggi
dan tidak menyebabkan reaksi Maillard (Anonim1, 2010). Metabolisme
sorbitol dalam tubuh lambat sehingga sorbitol dapat digunakan sebagai
pemanis alternatif bagi penderita diabetes. Sorbitol tidak menyebabkan
karies gigi karena sulit dimanfaatkan oleh mikroba (Anonim 2, 2010).
Sorbitol dapat menimbulkan cooling effect saat dimakan (Mitchell,
2006).
Sorbitol diakui sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe)
oleh U.S. Food and Drug Administration dan digunakan oleh berbagai
negara di dunia. Batas konsumsi sorbitol maksimum per hari adalah 50
gram. Kelebihan konsumsi sorbitol mengakibatkan efek laksatif
(Anonim2, 2010). (Text aslinya: The U.S. Food and Drug
Administration’s regulation for sorbitol requires the following label
statement for foods whose reasonably foreseeable consumption may
result in the daily ingestion of 50 grams of sorbitol: “Excess
consumption may have a laxative effect.” Bener ga terjemahannya?
Soalnya ada keterangan lain: The Joint Food and Agriculture
Organization/World Health Organization Expert Committee on Food
Additives (JECFA) has reviewed the safety data and concluded that
sorbitol is safe. JECFA has established an acceptable daily intake (ADI)
for sorbitol of “not specified,” meaning no limits are placed on its use.
An ADI “not specified” is the safest category in which JECFA can
place a food ingredient. JECFA’s decisions are often adopted by many
small countries which do not have their own agencies to review food
additive safety. The Scientific Committee for Food of the European
Union (EU) published a comprehensive assessment of sweeteners in
1985, concluding that sorbitol is acceptable for use, also without setting
a limit on its use.)
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2004. D-Sorbitol. http://www.greatvistachemicals.com/proteins-


sugars-nucleotides/d-sorbitol.html (21 Oktober 2010).
Anonim2. 2010. Sorbitol. http://www.polyol.org/fap/fap_sorbitol.html (21
Oktober 2010).
Mitchell, H., (Ed). 2006. Sweeteners and Sugar Alternative in Food
Technology. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Anda mungkin juga menyukai