Riwayat Fisiatrik dan pemeriksaan fisik merupakan dasar dari seluruh pengambilan
keputusan terapetik. Meskipun sebagian besar dokter sudah akrab dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, secara garis besar dalam buku-buku referensi seperti Bedside Diagnostic
Examination tulisan DeGowin dan DeGowin (New York, Macmillan, 1994) dan A Guide to
Physical Examination tulisan Bates (Philadelphia, Lipincott-Raven, 1998) menyebutkan bahwa
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada fisiatrik cukup berbeda dan unik dalam beberapa hal.
Tujuan dari bab ini adalah untuk menguraikan dan menyoroti perbedaan tersebut.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik konvensional merupakan dasar dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik fisiatrik. Fisiatris menyesuaikan prosedur anamnesis konvensional dan
proses fisik untuk menjelaskan masalah-masalah pasien fisiatrik. Setiap bagian pada bab ini
berfokus pada hal-hal spesifik yang harus ditekankan seorang fisiatrik selama anamnesis dan
pemeriksaan.
Tahun 1997 WHO merevisi definisi disablement dan functioning. Di masa depan,
fisiatris harus mencari gangguan, aktivitas dan partisipasi selama anamnesis dan pemeriksaan.
Definisi baru ini, disebutkan di tabel 1-1, tidak umum digunakan sekarang ini.
Anamnesis yang baik dilakukan dengan mendengarkan pasien secara hati-hati atau
penuh perhatian, saat dia menggambarkan bagaimana penyakitnya atau cederanyanya
menyebabkan problem fungsional. Gunakan kata-kata pasien sendiri dan hindari keinginan
untuk menyusun kembali dengan kata-kata pemeriksa. Pasien sering tidak bisa
mengidentifikasi masalah secara langsung, terutama jika didapatkan masalah pada komponen
kognitif atau psikososial. Dalam situasi ini, pemeriksa harus mengobservasi pasien secara
cermat selama interview untuk melihat masalah-masalah yang tidak terungkap secara
langsung. Observasi dilakukan dengan cara meneliti secara seksama bahasa tubuh, sikap,
kerjasama dan kesadaran sosial. Anamnesis fisiatrik yang baik bisa mengidentifikasi masalah
yang terungkap secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk mendapatkan anamnesis secara lengkap seorang fisiatris harus membangun
hubungan yang baik dengan pasien. Lakukan anamnesis secara profesional tapi dengan sikap
empati dan penuh perhatian. Jabat tangan pasien (atau gunakan ungkapan salam dengan jalan
lain jika pasien tidak dapat berjabat tangan), perkenalkan diri dengan baik, dan panggil pasien
dengan nama belakangnya. Pengenalan diri dokter terhadap keluarga atau teman pasien yang
mendampingi juga penting dilakukan. Waspada terhadap adanya tanda-tanda ketidaknyamanan
social atau fisik akibat dari topic diskusi atau nyeri. Kedua tipe ketidaknyamanan tersebut
cenderung menurunkan akurasi dan partisipasi selama proses interview.
Dokter harus bertindak sebagai seorang fasilitator, membiarkan pasien berbicara bebas,
dan hanya kadang-kadang bertanya untuk mengklarifikasi topic diskusi. Dokter harus
menanyakan hal-hal spesifik untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, tapi pasien
seharusnya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara bebas.Tanpa mengembangkan
pendekatan verbal, pasien akan merasa tidak nyaman, dan masalah bisa saja tidak tergali atau
didiskusikan secara tidak sempurna.
Sumber informasi untuk anamnesis fisiatrik bisa bervariasi. Pasien merupakan sumber
yang jelas untuk anamnesis fisiatrik, tapi jika terdapat kesulitan kognitif atau komunikasi,
anamnesis perlu dikonfirmasikan terhadap keluarga atau teman. Informasi secara teknis
tentang masalah fisik atau pengobatan pasien bisa didapatkan melalui terapis pasien, perawat,
pembantu atau dokter lain. Pemeriksa biasanya menemukan bahwa individu-individu yang
merawat pasien memiliki pendapat yang berbeda mengenai kemampuan fungsional dan
problem pasien. Jika mendapatkan perbedaan, pemeriksaan fisiatrik harus disesuaikan untuk
membantu mengidentifikasi pendapat yang mana yang lebih faktual
Keluhan Utama
Keluhan utama dalam anamnesis fisiatrik, seperti dalam anamnesis konvensional, harus
ditulis dalam kata-kata pasien sendiri, bila mungkin, dan biasanya hanya sepanjang satu atau
dua kalimat. Tidak seperti anamnesis konvensional, harus fokus pada hilangnya fungsional
atau alasan dari hilangnya fungsional. Contohnya, dalam memindahkan ke fasilitas rehabilitasi
pasien rawat inap, pasien yang mengalami kecelakaan serebrovaskular sering mengeluhkan
ketidakmampuan untuk berjalan atau memakai baju, akibat dari kelemahan karena stroke.
Keluhan utama pada pasien rawat jalan dengan nyeri pinggang bawah kemungkinan adalah
ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan karena penurunan kapabilitas untuk berdiri dan
berjalan. Fokus pada kehilangan fungsional (functional loss) merupakan aspek yang unik
dalam anamnesis fisiatrik. Tabel 1-3 meliputi keluhan utama yang sering muncul pada pasien
dengan problem fisiatrik dan diagnosis yang sesuai
.
Tabel 1-3. Keluhan Utama dan Kemungkinan Diagnosis Yang sesuai
Keluhan Utama Diagnosis
Nyeri di betis setelah berjalan beberapa blok Peripheral vascular disease atau stenosis lumba
Kelemahan tangan dan kaki kiri Stroke
Masalah dengan keseimbangan dan kekakuan Multipel sklerosis
Terjatuh
Inkoordinasi lengan dan kaki kanan
Kekakuan Parkinsonisme
Terjatuh
Ketidakmampuan berjalan dan berbicara dengan
baik
Kelemahan kaki Transverse myelitis
Nyeri pinggang menjalar ke kaki kiri; nyeri Radikulopati lumbosakral
meningkat jika berjalan lama
Sakit kepala dan problem memori dengan ketidak Mild traumatik brain injuri
mempuan untuk mengatur diri sendiri saat bekerja
setelah jatuh.
Nyeri pergelangan tangan kanan setelah Carpal tunnel syndrome
menggunakan komputer; nyeri sampai
membangunkan penderita waktu malam
Nyeri punggung bawah selama 3 bulan; tidak Nyeri miofascial di otot-otot lumba sakral
menjalar ke kaki paraspinal
Riwayat Fungsional
Adanya restriksi dan kehilangan fungsional harus didokumentasikan dengan baik. Karena
merupakan item kunci dalam anamnesis fisiatrik. Pasien harus ditanyai mengenai kemampuan
mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas penting untuk berfungsi di rumah dan komunitas.
Daftarlah kemampuan fungsional sebelum dan sejak terjadi penyakit atau luka. Setiap aktivitas
fungsional harus dijelaskan seakurat mungkin dan juga meliputi tingkatan bantuanspesifik
yang diperlukan. Pengukuran kemandirian Fungsional / The Functional Independence
Measure (tabel 1-5) merupakan skala yang menjelaskan level bantuan (the assistive levels)
yang biasanya digunakan untuk tujuan dokumentasi. Dokter dan orang lain yang membaca
riwayat fungsional harus bisa mengembangkan gambaran yang jelas tentang pola hidup pasien
baik sebelum dan sesudah terjadi luka atau penyakit. Aktivitas fungsional yang biasanya
dibicarakan dalam riwayat fungsional terdapat dalam tabel 1-6.
Tabel 1-4 Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis riwayat masalah sekarang
1. tanggal onset/awitan
2. karakter dan keparahan (terutama masalah nyeri)
3. lokasi masalah (dan area referral untuk masalah nyeri)
4. Keluhan yang berhubungan
5. Faktor-faktor yang memperburuk dan meningkatkan (terutama problem nyeri)
6. Rencana rehabilitasi dan pengobatan sebelumnya dan hasil akhir.
Diadaptasi dari Member of the new department of Neurology: Mayo Clinic Examinations in Neurology, ed
7, philadelphia, Mosby, 1998.
Aktivitas Mobilitas
Mobilitas adalah kemampuan pergerakan / perpindahan. Seringkali, impairment akibat
dari luka atau penyakit menyebabkan penurunan kemandirian dalam mobilitas. Setiap pasien
harus ditanya mengenai kemampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas, mulai dari aktivitas
di tempat tidur sampai ambulasi, baik di rumah maupun dalam komunitas. Sering seorang
individu yang memiliki gangguan memerlukan alat bantu untuk meningkatkan fungsi. Tabel 1-
7 meliputi daftar alat bantu mobilitas yang biasa digunakan. Berdasarkan riwayat fungsional,
seorang fisiatris harus mengembangkan pengertian yang baik tentang kemandirian dan
keamanan pasien dalam seluruh aktivitas mobilitas
Aktivitas mobilitas di tempat tidur meliputi aktivitas berguling dari satu sisi tempat
tidur ke sisi yang lain, berguling dari posisi telentang ke posisi telungkup dan sebaliknya.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut menempatkan pasien memiliki
resiko tinggi untuk terjadi ulkus tekan pada kulit. Pasien dengan kemampuan mobilitas di
tempat tidur yang buruk memerlukan seorang perawat. Seringnya, individu yang baru saja
memiliki gangguan bisa melakukan mobilitas di tempat tidur rumah sakit, dengan
menggunakan bantuan jeruji-jeruji di sisi tempat tidur, tapi tidak dapat bergerak di tempat tidur
biasa. Tempat tidur dengan matras yang empuk atau tempat tidur air cenderung membuat
kemampuan mobilitas di tempat tidur menjadi lebih sulit. Individu dengan kelemahan kaki
harus ditanya mengenai kemampuan mereka untuk menggerakkan kaki mereka di tempat tidur.
Tabel 1-5 Deskripsi Level Fungsi dan Skore-nya: Dimodifikasikan dari the Functional
Independence Measure (FIM)
Level fungsi Skor Definisi
e
Independent Tidak memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas
(mandiri)
7 Complete independence
Dapat melakukan aktivitas secara aman, tanpa modifikasi, alat bantu,
atau pembantu dalam jangka waktu yang selayaknya
6 Modified independence
Satu atau dua hal berikut benar: aktivitas memerlukan alat bantu,
aktivitas memerlukan waktu yang lebih lama, atau terdapat masalah
keamanan yang harus diperhatikan
Dependent Pasien memerlukan orang lain baik untuk supervisi atau memberikan
bantuan fisik untuk melakukan aktivitas
5 Supervision atau set up
Pasien tdak memerlukan bantuan lebih daripada penjagaan atau
pemberian petunjuk tanpa kontak fisik, ataupenolong menyiapkan
peralatan-peralatan yang diperlukan.
4 Minimal contact assistance
Pasien hanya memerlukan bantuan berupa sentuhan dan
mengeluarkan lebih dari 75% upaya (kemampuan).
3 Moderate assistance
Pasien memerlukan bantuan lebih dari sekedar sentuhan dan
mengeluarkan kemampuan / upaya 50-75%.
2 Maximal assistance
Pasien mengeluarkan 25-50% kemampuan
1 Total assistance
Pasien mengeluarkan kurang dari 25% upaya.
Diadaptasi dari Guide for the Uniform Dataset for Medical Rehabilitation (Adult FIM), version 4.0, Buffalo,
State University of New York, 1993.
Gerakan transisional menentukan seorang individu untuk berubah dari satu sisi tingkatan
mobilitas ke tingkat yang lain. Contoh, gerakan transisional meliputi gerakan dari posisi
telentang ke posisi duduk dan dari posisi duduk ke posisi berdiri dan kembali lagi. Pasien
dengan suatu gangguan mungkin tidak mempunyai kesulitan untuk duduk atau berdiri, tapi
mungkin tidak mampu untuk melakukan gerakan transisional yang diperlukan untuk bergerak
dari satu posisi ke pasisi yang lain.
Tabel 1-6. Aktivitas Fungsional yang harus dibicarakan dalam anamnesis riwayat
fungsional
Aktivitas mobilitas Aktivitas rumah tangga
Mobilitas di tempat tidur Memasak
Gerakan transisi Membersihkan
Telentang ke duduk Memotong rumput (berkebun)
Duduk ke berdiri Aktivitas komunitas
Duduk Mengemudi
Berdiri Berbelanja
Ambulasi Kegiatan sosial
Naik tangga Kognisi
Aktivitas dengan kursi roda Komunikasi
Propulsi (dorongan) Kegiatan vokasional
Parts management
Aktivitas perpindahan / transfer
Aktivitas kegiatan sehari-hari
Makan
Merapikan (grooming)
Berpakaian (dressing)
Mandi (bathing)
Toileting
Kemampuan berdiri yang baik diperlukan dalam ambulasi fungsional. Berdiri secara
mandiri memerlukan orientasi garis tengah yang adekuat, stabilitas tubuh, kekuatan dan
keseimbangan. Posisi berdiri juga memerlukan stabilitas dan kekuatan kaki bilateral yang
adekuat. Posisi berdiri sering dicapai hanya melalui bantuan tangan pada individu yang
memiliki gangguan. Individu yang memiliki kesulitan duduk biasanya tidak mampu berdiri
tanpa bantuan. Bantuan ini dapat dipenuhi dengan alat bantu (tabel 1-7) seperti straight care
atau walker.
Pengaturan tungkai bawah pada kursi roda merupakan faktor penting dalam aktivitas
perpindahan. Pasien dengan kelemahan tungkai bawah yang berat harus mampu memanipulasi
kakinya sehingga perpindahan dapat dilakukan tanpa menimbulkan cedera. Mereka juga harus
bisa menempatkan kakinya di pijakan kaki secara tepat untuk mencegah cedera selama
mendorong kursi roda. Pengaturan bagian-bagian kursi roda meliputi kemampuan individu
untuk mengubah dan menempatkan sandaran tangan dan pijakan kaki, dan penggunaan yang
tepat rem kursi roda. Penggunaan yang tidak tepat dari bagian-bagian tersebut membuat
perpindahan dan dorongan kursi roda menjadi tidak aman.
Melakukan aktivitas yang lebih sukar dengan kursi roda penting untuk pasien-pasien
yang aktif dalam komunitas. Pasien-pasien tersebut harus ditanya mengenai aktivitas dorongan
kursi roda di karpet, naik dan turun pada permukaan yang miring, pada permukaan yang tidak
rata dan melewati pinggiran jalan. Informasi tentang aktivitas mengemudi dan alat bantu yang
digunakan juga penting. Pasien harus dapat melakukan manuver agar kursi roda dapat masuk
dan keluar dari mobil. Juga penting untuk mengetahui bagaimana individu yang menggunakan
kursi roda bisa menaiki dan menuruni beberapa tangga, jika perlu. Meskipun aktivitas
semacam ini tidak sering direkomendasikan, hal tersebut kadang-kadang dilakukan jika pasien
harus masuk dalam gedung yang memiliki pintu masuk berundak.
Aktivitas makan sering cukup sulit dilakukan untuk individu yang memiliki gangguan.
Makan secara mandiri memerlukan kemampuan untuk membuka bungkus makanan sebelum
makan dan kemampuan menggunakan peralatan secara benar. Pasien juga harus memiliki
kekuatan otot, jangkauan sendi, dan koordinasi untuk membawa makanan atau minuman ke
mulut. Pasien juga memerlukan ketahanan untuk menyelesaikan makan. Hilangnya
kemampuan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut mencegah kemandirian dalam
aktivitas makan.
‘Grooming’ meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan kebersihan diri setiap
pagi, termasuk mandi atau membasuh muka, menyikat gigi/gigi palsu, penggunaan deodorant,
bercukur, menyisir rambut. Aktivitas-aktivitas tersebut memerlukan kekuatan, koordinasi,
ketahanan dan jangkauan gerakan lengan yang adekuat.
Aktivitas mandi memerlukan kemampuan untuk masuk dan keluar bak mandi atau
shower dengan aman, untuk duduk dan berdiri, atau melakukan aktivitas membersihkan itu
sendiri. Beberapa alat bantu dapat menolong pasien untuk melakukan ketrampilan mobilitas
mandi secara aman. Alat-alat seperti pegangan dipinggir bak mandi, kursi mandi dan shower
genggam bias menambah kemandirian individu dalam aktivitas mandi. Aktivitas
membersihkan diri selama mandi memerlukan kekuatan, koordinasi dan jangkauan gerakan
untuk membersihkan setiap bagian tubuh. Alat Bantu seperti spon dengan pegangan panjang
dapat membantu individu untuk mencapai semua bagian tubuh.
Ketrampilan toileting meliputi aktivitas mobilitas seperti membuka dan menutup toilet,
duduk di atas toilet dan berdiri. Alat Bantu seperti ‘grab bars’, dudukan toilet yang bisa
dinaikkan, dan kamar kecil dekat dengan kamar tidur sering digunakan oleh individu dengan
gangguan agar aktivitas mobilitas bias dilakukan lebih mudah dan lebih aman. Pengaturan baju
dan kebersihan di toilet juga memerlukan koordinasi, keseimbangan dan jangkauan gerakan
yang baik untuk menyelesaikan aktivitas berpakaian dan kebersihan diri ini.
Kognisi
Kognisi adalah tindakan atau proses untuk mengetahui. Hal tersebut meliputi orientasi
yang adekuat terhadap orang, tempat, waktu dan situasi, memori yang baik, penilaian dan
kapasitas untuk berpikir abstrak. Seringnya, individu dengan kognisi yang buruk tidak dapat
mengenali defisit kognisi dan mungkin tidak menunjukkan kognisi sebagai suatu masalah.
Ketika dicurigai adanya defisit kognisi, akan sangat membantu untuk menanyai keluarga,
teman, atau pendamping pasien yang pernah berhubungan dengan pasien. Di lain waktu
mungkin pasien mempunyai kesadaran akan adanya masalah tapi mungkin tidak dapat
menjelaskan defisit tersebut secara akurat. Anamnesis pada kasus ini harus menggambarkan
kesulitan-kesulitan yang dijelaskan oleh pendamping pasien atau pasien.
Komunikasi
Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi diantara beberapa individu.
Komunikasi terutama dilakukan secara verbal, tetapi gesture nonverbal dan komunikasi tertulis
juga penting. Penting untuk mengetahui apakah pasien atau anggota keluarga telah menemukan
adanya problem komunikasi yang baru. Individu mungkin melaporkan adanya penurunan
kualitas berbicara atau disartria. Aphasia merupakan defisit komunikasi akibat dari masalah di
susunan saraf pusat. Jika pasien atau keluarga menyadari adanya problem dalam berbicara atau
dalam gesture dan komunikasi tertulis, hal ini mungkin menggambarkan adanya aphasia.
Gesture nonverbal dan komunikasi tertulis dapat terganggu ketika muncul problem
neuromuskular yang mempengaruhi gerakan tungkai dan lengan. Ketrampilan komunikasi
yang baik juga tergantung pada pendengaran dan penglihatan. Penting untuk dicatat apakah
pasien memiliki problem pendengaran atau penglihatan, dan apakah alat bantu dengar atau
kacamata diperlukan untuk mengoreksi masalah tersebut (lihat bab 3 dan 50 untuk informasi
lebih lanjut tentang komunikasi dan aphasia).
Aktivitas Vokasional
Untuk kebanyakan individu, kembali ke aktivitas vokasional merupakan tujuan yang
beralasan. Anamnesis harus menilai pekerjaan seseorang sebelum terjadinya cedera atau
penyakit, beberapa informasi spesifik seperti tugas-tugas fisik dan kognitif yang diperlukan,
dan kemampuan individu untuk melakukan tugas tersebut sejak terjadi cedera atau penyakit
(lihat bab 35 dan 45 untuk informasi lebih lanjut).
Riwayat Psikososial
Anamnesis tentang riwayat psikososial memberikan informasi penting. Individu yang
memiliki impairmen yang baru terjadi sering mempunyai masalah psikososial yang
berhubungan dengan impairment dan penurunan ketrampilan fungsional. Jika pasien tidak
dapat bekerja lagi, kehilangan pendapatan dapat menimbulkan stess untuk keseluruhan
keluarga. Jika individu yang sebelumnya mandiri memerlukan bantuan fisik dari anggota
keluarga, fungsi peran dari pasien dan anggota keluarga di rumah dapat berubah, menimbulkan
situasi yang penuh tekanan. Penting untuk mengetahui situasi psikososial sehingga rencana
perlakuan mengarah pada gaya hidup pasien dan pilihan-pilihan yang diinginkan.
Penyalahgunaan Zat
Pengetahuan tentang riwayat penyalahgunaan zat membantu fisiatris mengetahui
kemungkinan masalah pengobatan di masa mendatang, merekomendasikan konseling pada
pasien untuk mencegah problem di masa depan, dan mengetahui kemungkinan kesulitan-
kesulitan dalam proses penyembuhan. Riwayat merokok, penyalahgunaan alkohol, dan
penyalahgunaan obat ilegal juga harus dinilai.
Penyalahgunaan obat ilegal atau alkohol kronik biasanya menurunkan kemampuan
pasien untuk berpartisipasi dalam program rehabilitasi. Karena adanya supervisi pasien secara
ketat, penyalahgunaan jarang ditemui pada pasien yang mengikuti program rehabilitasi rawat
inap. Pasien rawat inap dengan riwayat penyalahgunaan zat harus mendapatkan konseling
untuk mencegah terulangnya penyalahgunaan zat setelah keluar dari program rehabilitasi.
Individu disable yang tidak mampu kembali ke gaya hidup mereka sebelumnya lebih mungkin
kembali pada penyalahgunaan obat atau alkohol setelah keluar, akibat dari kejemuan dan
meningkatnya waktu luang. Fisiatris harus dapat mengenali individu dengan masalah-masalah
seperti ini pada permulaan anamnesis mengenai riawayat psikososial, sehingga konseling dapat
dimulai secara dini.
Merokok juga sering menimbulkan gangguan kardiopulmonar dan mengganggu
program terapi latihan. Penghentian merokok harus didorong secara agresif.
Situasi Kehidupan
Mencatat situasi kehidupan premorbid pasien merupakan suatu hal yang penting. Hal
tersebut memerlukan pertanyaan seperti; apakah pasien tinggal sendiri atau bersama keluarga,
lokasi kamar tidur, jumlah tangga masuk ke rumah dan ke kamar tidur, ukuran kamar mandi,
dan tipe permukaan lantai. Pengetahuan awal tentang restriksi mobilitas di dalam rumah
memungkinkan adanya saran evaluasi rumah atau penggunaan modifikasi rumah dan peralatan
khusus. Apakah rumah tersebut milik sendiri atau menyewa bisa jadi merupakan hal penting
jika pasien tidak dapat kembali ke rumah sebelumnya, atau jika diperlukan modifikasi yang
luas.
Riwayat Vokasional
Deskripsi pekerjaan pasien saat ini didapatkan dalam anamnesis riwayat fungsional.
Dokumentasi tentang riwayat pendidikan dan semua posisi / jabatan pekerjaan sebelumnya
diperlukan intuk riwayat psikososial. Fisiatris harus meyakinkan bahwa program rehabilitasi
tersebut tepat untuk tingkat pendidikan individu tersebut. Informasi tentang pengalaman kerja
sebelumnya juga sangat membantu jika pasien tidak dapat kembali ke posisi kerja sebelumnya.
Riwayat Avokasional
Aktivitas avokasional sering merupakakn hal penting sebagaimana aktivitas vokasional.
Restriksi dalam kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan hobi sebelumnya
bisa menjadi suatu stress untuk pasien. Suatu ringkasan singkat tentang aktivitas kesenangan
sebelumnya akan membantu seluruh anggota tim rehabilitasi untuk mengerti gaya hidup pasien
sebelumnya dan kemungkinan tujuan masa depan.
Riwayat Seksual
Pertanyaan tentang seksualitas sering dihindari oleh dokter / petugas kesehatan.
Seksualiatas dan aktivitas seksual merupakan aspek yang sangat penting dari gaya hidup
seseorang. Pertanyaan tentang seksualitas harus dilakukan denngan sikap yang baik sehingga
pasien atau pendamping pasien (caregiver) merasa nyaman untuk menjawab dengan tepat.
Problem seksualitas di masa lalu dapat memburuk setelah terjadi cedera atau penyakit baru.
Beberapa diagnosis yang diobati oleh fisiatris dihubungkan dengan masalah hiperseksualitas,
dan beberapa problem seksual premorbid bisa memburuk. Disfungsi ereksi, kesulitan ejakulasi,
dan penurunan libido biasa terjadi pada pasien laki-laki setelah terjadi cedera atau penyakit.
Demikian juga, pasien perempuan biasanya memiliki problem dengan menstruasi yang tidak
teratur, dismenore, dispareunia atau penurunan libido. Identifikasi problem seksual dan
pertimbangan tentang konseling atau manajemen medis pada permulaan rencana manajemen
fisiatrik akan sangat membantu (lihat Bab 30 untuk penjelasan lebih lanjut).
Finansial / Keuangan
Kehilangan pendapatan akibat penyakit atau cedera dapat menyebabkan stress yang
berhubungan dengan masalah tersebut pada pasien dan keluarga. Pengenalan dini dari masalah
ini bisa menurunkan stress dengan mengajak anggota keluarga untuk bekerjasama dengan
pekerja sosial dan anggota tim fisiatrik lainnya untuk memecahkan beberapa kesulitan
finansial.
Diet
Evaluasi tentang diet sat ini diperlukan untuk melihat apakah hal tersebut tepat untuk
kondisi pasien sekarang. Problem medis individu harus dikaji untuk meyakinkan bahwa diet
tidak menimbulkan suatu resiko untuk terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Problem bowel
merupakan hal yang biasa terjadi pada pasien dengan ‘impairment’ yang baru. Sesudah
pengkajian dari status fisik pasien dan pemeriksaan gastrointestinak perubahan diet mungkin
sesuai dilakukan. Jika pasien mengeluh tentang kesulitan menelan atau mengunyah, modifikasi
diet mungkin diperlukan.
Kardiovaskuler
Fungsi jantung yang adekuat diperlukan untuk kemajuan program fisiatrik. Banyak
pasien yang memiliki riwayat gagal jantung kongesif, infark miokard, aritmia dan penyakit
arteri koroner berat. Prosedur pembedahan sebelumnya, seperti penempatan pacemaker dan
operasi bypass arteri koroner, juga biasa ditemui. Problem-problem tersebut perlu didiskusikan
secara detail dengan kardiolog pasien atau dokter utamanya. Tes jantung lebih lanjut penting
dilakukan sebelum latihan yang ditentukan. Hanya dengan informasi yang akurat maka
penentuan latihan dapat mencakup tindakan pencegahan untuk jantung dan intensitas latihan
yang spesifik agar pasien bisa mencapai level latihan aman yang maksimal (maximal safe
exercise level). (Lihat Bab 32 untuk informasi lebih lanjut).
Pencatatan adanya simptom klaudikasio intermiten dan penyakit vaskuler perifer
(peripheral vaskular disease), begitu juga dengan riwayat amputasi lama atau area gangren,
juga penting individu dengan problem vaskuler yang serius mungkin memerlukan restriksi
latihan, yang harus diidentifikasi dan diikuti secara ketat untuk mencegah bahaya vaskuler
lebih lanjut. Monitoring secara periodik adanya gejala gejala dan tanda vaskuler selama latihan
juga dianjurkan.
Paru-paru
Problem obstruktif dan restriktif paru dapat mengganggu toleransi latihan pasien
investigasi adanya test paru sebelumnya dan diskusi tentang status fisik saat ini dengan dokter
utama pasien dapat membantu penentuan latihan. Jika ada pertanyaan-pertanyaan mengenai
problem paru saat ini, tes fungsi paru mungkin diperlukan sebelum melakukan aktivitas
terapetik. Perlu diperhatikan tentang adanya problem jalan nafas , terutama jika individu
mendapatkan trakheastomi untuk proteksi jalan nafas. Kebutuhan oksigen dan stabilitas pada
level oksigen saat ini juga penting untuk dinilai. Lihat Bab 33 untuk informasi lebih lanjut).
Reumatologik
Gangguan reumatik juga umum ditemukan pada pasien fisiatrik. Program latihan dapat
memperburuk gejala reumatologik. Anamnesis harus mencakup informasi tentang gangguan
reumatologik, keterlibatan letak sendi sebelumnya, dan level aktivitas penyakit saat ini.
Informasi dari dokter utama tentang kemajuan (perkembangan) pasien sampai saat ini juga
sangat membantu (lihat Bab 36 untuk informasi lebih lanjut).
Neurologik
Problem syaraf yang kronik dan progresif mempengaruhi kemampuan pasien untuk
menambah atau menghadapi program. Pertanyaan yang spesifik harus mendapatkan informasi
tentang problem neurologik kongenital, gangguan kejang, neuropati perifer, penyakit syaraf
progresif, penyakit medula spenalis dan sistem saraf pusat lain, atau trauma. Pertanyaan yang
difokuskan pada gejala kelemahan muskuler, kehilangan sensori, keseimbangan dan koordinasi
juga sangat membantu dalam penilaian status neurologis pasien.
Pertanyaan spesifik tentang riwayat problem kognitif dan komunikasi juga penting,
seperti halnya informasi tentang teknik komunikasi yang efektif sebelumnya. Informasi tentang
alat-alat yang dapat meningkatkan komunikasi seperti alat bantu dengar atau kacamata, juga
berguna.
Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal kronik atau progresif dapat sangat mempengaruhi program
terapetik fisiatrik. Penting untuk mencatat adanya gangguan seperti problem muskuler
kongenital, penyakit muskuler progresif, amputasi, kontraktur sendi, luka traumatik,
osteoporosis dan fraktur tulangsebelumnya. Riwayat problem muskuloskeletal dapat
membatasi pasien secara medis untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Pasien dan, jika
perlu, dokter yang menangani masalah tersebut sebelumnya harus ditanya mengenai
pembatasan-pembatasan aktivitas tersebut.
Individu dengan problem neurologis dan muskuloskeletal sebelumnya mungkin
menunjukkan kemajuan yang lambat dalam program rehabilitasi. Hal tersebut harus
dipertimbangkan saat menentukan tujuan dan memperkirakan jangka waktu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan. Beberapa dari pasien tersebut dapat kembali ke level fungsional
mereka sebelumnya, tapi mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukannya.
Pasien lain tidak dapat kembali ke level fungsional sebelumnya, dan tujuan program
seharusnya menggambarkan hal tersebut. Juga, tujuan program harus mengantisipasi
perubahan kebutuhan fisik dan perawatan pada pasien dengan gangguan muskuloskeletal atau
neurologis progresif.
Riwayat Keluarga
Fisiatris harus menanyakan pertanyaan spesifik tentang anggota keluarga yang
memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Hal tersebut membantu mengetahui keseluruhan
penetuan prognostik penyakit untuk pasien. Penting untuk mengetahui apakah ada anggota
keluarga lain yang memiliki tanda dan gejala yang sama dengan pasien, sehingga hal tersebut
bisa membantu mengidentifikasi anggota keluarga yang memiliki problem genetik yang belum
terdiagnosis.
Pertanyaan-pertanyaan lain tantang penyakit jantung, paru, reumatologik, saraf dan
kejiwaan pada anggota keluarga mungkin juga membantu menentukan resiko pasien terhadap
problem-problem medis tersebut di masa datang.
Review Sistem
Suatu review sistem yang komprehensif sering dapat menemukan problem-problem
yang sebelumnya tidak tercatat yang dapat mempengaruhi kemajuan klinis pasien. Dokter
harus mengikuti format anamnesis konvensional untuk menemukan problem-problem di
seluruh sistim tubuh. Pembahasan berikutnya membahas secara singkat problem-problem
umum yang teridentifikasi pada pasien-pasien fisiatrik. Tabel 1-9 berisi contoh pertanyaan
review sistem yang spesifik untuk anamnesis fisiatrik. Beberapa sistem, seperti sistem
pulmoner dan kardiovaskuler dibahas di bagian lain di bab ini dan tidak akan dibicarakan lagi.
Kulit
Problem kulit umum terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan mobilitas atau
sensasi. Pertanyaan mengenai ‘rash’ dan area tekanan kulit dapat membantu mengidentifikasi
problem tersebut (lihat tabel 1-9). Pencatatan tentang adanya luka operasi terbuka atau drain
merupakan hal yang penting, karena tempat-tempat/ area tersebut mungkin memerlukan
perawatan dan tindakan pencegahan yang spesifik selama aktivitas terapi.
Status Gastrointestinal
Masalah kesulitan menelan dan keluhan abatuk selama aktivitas makan atau sensasi
makanan ‘terasa melekat’ (getting stuck) ketika menelan dapat mengindikasikan adanya
problem yang signifikan yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Gejala-gejala kembung,
haeartburn, nyeri perut ringan, pencernaan yang buruk, mual, kadang muntah, hemoptisis dan
kotoran yang terlihat lebih gelap dapat mengindikasikan problem gastrik subakut, termasuk
perdarahan gastrointestinal yang dapat menyebabkan anemia. Diare, konstipasi dan
inkontinesia bowel tidak hanya mengganggu kemampuan individu untuk berpartisipasi dalam
program fisiatrik, tetapi juga dapat mengindikasikan adanya ‘neurogenik bowel’ yang
memerlukan penanganan. Individu dengan kolostomi harus ditanya mengenai frekuensi dan
konsistensi gerakan bowel melalui kolostomi dan perawatan kolostomi yang diperlukan. (lihat
Bab 28 untuk informasi lebih lanjut).
Status Genitourinarius
Keluhan tentang frekuensi urinari, poliuria, nocturia, disuria, hematuria, urgensi dan
hesitancy dapat mengindikasikan problem yang signifikan seperti infeksi traktus urinarius,
obstruksi saluran keluar kandung kemih, batu ginjal dan neurogenic bladder. Riwayat prosedur
operasi traktus urinarius seperti nefrostomi, ileostomi atau pemakaian kateter suprapubik,
harus dicatat. Temukan juga adanya program penanganan kandung kencing non operatif,
termasuk program indwelling catheter atau kateter intermiten (lihat bab 27 untuk informasi
lebih lanjut).
Status Nutrisi
Tanpa nutrisi yang adekuat akan sulit bagi pasien untuk berpartisipasi secara efektif
dalam program fisiatrik. Nutrisi yang buruk dapat menjadi masalah tambahan untuk banyak
problem yang berbeda, mulai dari disfungsi menelan sampai penurunan nafsu makan. Individu
mungkin sedang menjalani pengobatan yang menyebabkan menurunnya selera makan atau
perubahan sensasi rasa. Depresi juga menyebabkan nafsu makan yang buruk dan nutrisi yang
tidak adekuat.
Pertanyaan tentang intake makanan dan minuman saat ini membantu dokter
menentukan apakah pasien berada dalam resiko status hidrasi dan nutrisi yang buruk.
Pencatatan tentang kebutuhan suplemen protein atau kalori juga penting. Hal-hal spesifik
tentang suplemen dan mode suplementasi (intake oral atau nasogastrik atau selang gastrostomi)
juga penting.
Status Neuromuskuler
Pertanyaan neurologis yang spesifik tentang sakit kepala, kelemahan, kelumpuhan,
tingling, masalah visual, inkoordinasi, disorientasi, dan problem memori harus ditanyakan jika
mereka tidak menyebutkan sejak awal dalam anamnesis. Pertanyaan muskuloskeletal yang
spesifik tentang ketahanan muskuler keseluruhan, nyeri sendi dan otot atau kekakuan, gerakan
sendi abnormal, atrofi otot, fasikulasi dan spastisitas juga penting.
Tabel 1-9. Reviw Sistem: Contoh Pertanyaan Spesifik untuk Anamnesis Fisiatrik
sistem Pertanyaan
Kulit 1. Apakah anda memiliki problem kemerahan pada kulit (rash)?
2. Dapatkah anda mengatakan ukuran dan lokasi area luka yang tebuka,
kalau ada?
3. Apakah anda memiliki masalah dalam merubah posisi anda di tempat
tidur?
4. Berapa lama anda menetap dalam satu posisi di tempat tidur?
5. berapa lama anda duduk di kursi yang sama?
6. apa yang anda gunakan untuk mengobati masalah kulit anda?
7. apakah anda mempunyai bantal khusus atau matras khusus untuk
mencegah problem kulit?
Gastrointestinal 1. Apakah anda mempunyai masalah menelan? Apakah anda merasakan
sensasi makanan ‘getting stuck’ (seperti melekat), atau apakah anda
batuk ketika makan?
2. Apakah anda memiliki masalah kembung, heartburn, nyeri perut,
pencernaan lemah, mual, muntah, diare, konstipasi atau kotoran
menjadi lebih gelap?
3. Apakah anda sedang menjalani bowel program? Apa bowel program
anda?
Genitourinarius 1. Apakah anda memiliki problem frekuensi, rasa terbakar waktu bak, air
seni terlihat gelap atau tampak ada darah, urgensi, hesitansi?
2. Apakah anda sedang menjalani bladder program? Apa bladder program
anda?
Nutrisi 1. Apakah anda mempunyai masalah menelan?
2. Apakah anda memiliki problem selera makan?
3. Apakah anda merasa cukup makan dan minum?
4. Apakah anda makan atau minum suplemen nutrisi?
Neuromuskuler 1. Apakah anda sering sakit kepala?
2. Apakah anda mempunyai problem neurologis seperti kelemahan atau
defisit sensori, visual, koordinasi, keseimbangan dan memori yang
belum kita bicarakan?
3. Apakah anda mempunyai problem ketahanan?
4. Apakah anda memiliki problem muskuloskeletal seperti nyeri sendi atau
otot, gerakan sendi abnormal, atropi otot, dan spastisitas / kekakuan
otot yang belum kita bicarakan?
PEMERIKSAAN FISIATRIK
Pemeriksaan Fungsional
Pemeriksaan fungsional meliputi evaluasi terhadap kemampuan mobilitas, AKS,
aktivitas rumahtangga dan komunitas. Evaluasi terhadap ketrampilan komunikasi dan kognitif
juga dilakukan; hal tersebut dijelaskan nanti pada bagian pemeriksaan neurologis.
Pemeriksa harus menentukan kemampuan fungsional, tingkat bantuan yang diperlukan
dan kebutuhan terhadap alat bantu. Dari berbagai macam metode untuk menentukan level
fungsional, salah satu yang paling umum digunakan adalah Pengukuran Kemandirian
Fungsional (The Functional Independence Measure) (lihat tabel 1-5).
Untuk evaluasi pasien yang akurat, akan sangat membantu jika alat bantu yang tepat
tersedia. Hal tersebut tidak selalu memungkinkan, terutama jika pasien menggunakan alat yang
dipesan di pabrik dan unik yang tidak dibawa waktu pemeriksaan. Pada kasus ini mungkin
perlu untuk menyediakan peralatan pengganti yang tepat atau untuk memeriksa ulang pasien
pada lain waktu ketika alat tersedia.
Penilaian pasien secara penuh selama awal pemeriksaan fisiatrik tidak selalu
memungkinkan karena persoalaan keamanan dan keterbatasan waktu. Pasien mungkin
memiliki defisit fisik yang membuat sulit bagi seseorang untuk melakukan pemeriksaan
mobilitas fungsional secara aman kepada pasien. Jika tidak terdapat seorangpun untuk
membantu, lebih baik aktivitas tersebut tidak dicoba, demi keamanan pasien dan pemeriksa.
Berdasarkan pengalaman, kebanyakan fisiatris mengembangkan teknik pemeriksaan yang
efisien yang meminimalkan kebutuhan waktu untuk pemeriksaan fungsional formal.
Aktivitas Mobilitas
Pemeriksaan mobilitas harus dilakukan secara metodis, dimulai dengan mengevaluasi
ketrampilan mobilitas paling dasar dan ditingkatkan pada aktivitas-aktivitas yang sulit.
Pencatatan tentang kebutuhan bantuan untuk setiap aktivitas penting dilakukan. Catatlah
apakah pasien menggunakan mekanika tubuh yang baik selama melakukan ketrampilan
mobilitas.
Aktivitas mobilitas paling dasar adalah mobilitas di tempat tidur (bed mobility).
Periksalah apakah pasien dapat berguling dari satu sisi ke sisi lain, berguling dari posisi
telentang ke posisi telungkup, dan berguling dari posisi telungkup ke posisi telentang. Hal ini
dapat di atas meja pemeriksaan atau ‘mat’ , tetapi mobilitas lebih sulit dilakukan pada
permukaan yang lebih empuk, seperti tempat tidur. Catatlah apakah pasien harus menggunakan
pegangan di sisi tempat tidur atau meja periksa untuk membantu gerakannya. Jika pasien
memiliki kelemahan di satu atau lebih ekstremitas, kemampuan untuk mengatur
ekstremitasnya juga harus dicatat.
Kemampuan untuk bergerak dari posisi telentang ke posisi duduk juga harus
diobservasi, karena hal tersebut merupakan gerakan transisional paling dasar. Gerakan tersebut
sulit dilakukan jika individu tidak dapat berguling pada satu sisi atau lainnya. Pasien biasanya
merasa lebih mudah pertama kali berguling dari posisi telentang ke posisi berbaring miring,
dan kemudian mengangkat tubuhnya menggunakan ekstremitas atas ke posisi duduk sambil
mengayunkan kakinya ke lantai secara simultan. Aktivitas ini menggunakan mekanika tubuh
yang tepat untuk menyelesaikannya. Bergerak secara langsung dari posisi telentang ke posisi
duduk dan kemudian menggerakkan tubuh untuk mengayunkan kaki ke lantai tidak hanya
memerlukan pengeluaran energi yang lebih tiggi tetapi juga memerlukan kekuatan otot tubuh
dan perut yang signifikan.
Ketika memeriksa kemampuan individu untuk duduk, harus dicatat apakah individu
tersebut mampu duduk tegak dengan lurus (adequat midline orientation/orientasi garis tengah
yang adekuat), dan apakah dia dapat duduk tanpa bantuan sandaran . Pasien mungkin perlu
menggunakan satu atau kedua tangannya untuk mempertahankan posisi duduk. Jika pasien
mampu duduk secara lurus, dengan atau tanpa bantuan, keseimbangan duduk harus diberikan
tantangan fisik (physically challenged). Hal tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan
tekanan ringan atau moderate atau mendorong ke segala arah untuk melihat apakah individu
mampu mempertahankan posisi duduknya. Dorongan dilakukan sedemikian sehingga pasien
dapat secara aman mencegah dirinya dari terjatuh jika terjadi kehilangan keseimbangan.
Gerakan transisional berikutnya yang diperiksa adalah gerakan dari posisi duduk ke
posisi berdiri. Telitilah apakah pasien dapat menekuk ke depan secara aman untuk membawa
anterior berat tubuh bagian atas ke dan melewati kaki bawah. Pasien kemudian harus dapat
mengangkat tubuhnya ke posisi berdiri. Bergerak dari posisi duduk ke posisi berdiri
memerlukan paling tidak fleksi lutut 100 derajat di satu extremitas bawah. Pasien mungkin
menggunakan atau tidak menggunakan extremitas atas pada awalnya untuk membantu
mengangkat dari posisi duduk. Individu dengan extremitas bawah yang adekuat harus mampu
bergerak dari posisi duduk ke posisi berdiri tanpa bantuan extremitas atas.
Sewaktu pasien berada dalam posisi berdiri, evaluasi juga ‘orientasi garis tengah nya’
(midline orientation). Kebutuhan akan bantuan ekstremitas atas dan tipe alat bantu yang
digunakan juga dicatat. Keseimbangan berdiri dievaluasi dengan cara yang sama dengan
keseimbangan duduk, dengan memberikan tantangan fisik yaitu tekanan atau dorongan ke
segala arah (dalam batas aman).
Berjalan memerlukan ketrampilan berdiri yang adekuat, dengan atau tanpa alat bantu,
dan tidak seharusnya dicoba kecuali jika pasien mampu memperlihatkan ketrampilan berdiri
yang dibutuhkan. Aspek dasar dari gaya berjalan (gait) harus dinilai,seperti kemampuan untuk
mempertahankan midline selama berjalan, dengan atau tanpa alat bantu; ukuran dari ‘the base
of stance; ketidakstabilan gerakan ekstremitas bawah melewati semua siklus gait; gerakan
ekstremitas bawah yang abnormal; penggunaan alat bantu yang tepat, jika perlu; dan gerakan
ekstremitas atas. Observasi cara berjalan pasien dari anterior, posterior dan kedua posisi lateral
jika perlu. (untuk informasi lebih lanjut tentang ‘gait analysis’ lihat Bab 5).
Jika pasien dapat berjalan secara aman, kemampuan untuk menuruni dan menaiki
tangga harus diuji. Jumlah anak tangga, kebutuhan satu atau dua pegangan susuran tangga,
kemampuan menggunakan alat bantu jika diperlukan dan keamanan teknik menaiki dan
menuruni tangga harus dinilai. Pada individu dengan impairment pada satu kaki, kaki yang
normal atau lebih kuat harus lebih berperan dalam menaiki tangga dan kaki yang mengalami
gangguan lebih berperan waktu menuruni tangga.
Individu yang menggunakan kursi roda harus dinilai kemampuan / ketrampilan
memindahkan dan mendorong kursi rodanya. Pasien harus menunjukkan nama atau tipe
perpindahan yang mereka maksudkan untuk didemonstrasikan. Pengetahuan tentang hal ini
akan membantu pada waktu pemerikasa harus menyediakan bantuan. Harus dicatat apakah
pasien menggunakan ‘stand pivot transfer’, ‘the half stand pivot transfer’, ‘the sliding board
transfer’ atau ‘lateral lift transfer’. Nilailah apakah pasien dapat menempatkan atau men-set
kursi roda dengan tepat untuk tipe transfer yang dilakukan. Aktivitas transfer harus dimonitor
dalam hal keamanan dan mekanika tubuh yang tepat. Observasi kemampuan pasien untuk
berpindah ke ketinggian permukaan yang berbeda juga penting, seperti sebagian individu yang
sering berpindah-pindah level permukaan yang berbeda-beda pada aktivitas rutin hariannya.
Beberapa pasien memerlukan bantuan total atau sebagian untuk melakukan aktivitas transfer.
Jika ada pendamping pasien yang membantu aktivitas transfer, pendamping dan pasien harus
mendemostrasikan teknik transfer mereka.
Aktivitas mendorong kursi roda pada level-level permukaan dapat diobservasi paada
waktu permulaan kedatangan di rumah sakit atau klinik. Jika individu diperlukan untuk
mendorong kursi roda di permukaan yang berbeda-beda, cobalah untuk menguji ketrampilan
kursi roda di permukaan yang sedemikian. Juga sangat membantu untuk memeriksa
kemampuan pasien untuk mendorong kursi roda menaiki dan menuruni jalan melandai/ lereng,
masuk dan keluar pinggiran jalan dan pada permukaan yang tidak rata, jika mungkin. Dalam
banyak kasus, pemeriksa harus menilai kemampuan pasien untuk kembali ke kursi roda dari
lantai atau tanah.
Aktivitas Kegiatan Sehari-hari (AKS)
Observasi tentang AKS tidak dimungkinkan jika pasien memerlukan alat-alat bantu
yang tidak tersedia selama pemeriksaan. Tersedia bermacam alat bantu, dan tiap merek
biasanya memiliki variasi yang mungkin membantu untuk satu pasien tapi tidak untuk lainnya.
Peralatan yang umum digunakan harus tersedia untuk pasien untuk mendemonstrasikan
kemampuan fungsionalnya (lihat tabel 1-8). Jika kebutuhan peralatan pasien tersebut sangat
spesifik, pasien harus menyediakan sendiri peralatannya.
Ketrampilan makan meliputi kemampuan untuk menyiapkan makanan, menggunakan
peralatan atau memegang makanan, dan menggunakan gerakan ekstremitas atas untuk
membawa makanan ke mulut. Aktivitas ’grooming’ biasanya meliputi gosok gigi atau
perawatan gigi palsu, membasuh muka dan badan di bak cuci, bercukur dan menyisir/menyikat
rambut. Pasien diobservasi untuk melihat apakah mereka dapat menggunakan peralatan dengan
tepat dan untuk melihat bagaimana mereka menggunakan gerakan ekstremitas atas untuk
melakukan aktivitas tersebut.
Evaluasi aktivitas mandi dan toileting secara penuh sulit untuk diamati selama proses
pemeriksaan fungsional dikarenakan persoalan kesopanan pasien. Pengamatan terhadap
individu waktu melakukan aktivitas gerakan yang diperlukan untuk transfer dan gerakan tubuh
dan ekstremitas atas yang diperlukan untuk aktivitas tersebut sangat membantu. Ketrampilan
berpakaian harus dinilai. Pasien harus mendemonstrasikan kemampuan mereka untuk
membuka dan menutup pengancing/pengait yang berbeda-beda, seperti kancing baju, resluiting
dan tali sepatu. Pengamatan terhadap pasien seperti waktu mereka mengenakan atau
melepaskan jaket atau baju juga sangat membantu.
Mengemudi
Meskipun ketrampilan mengemudi tidak dapat dinilai secara penuh tanpa mengemudi
mobil, peragaan tentang bagaimana ketrampilan tersebut dilakukan (termasuk penggunaan
ekstremitas atas dan bawah dengan tepat) dapat dilakukan di klinik atau RS. Jika pasien
menggunakan kursi roda untuk aktivitas mobilitas, penilaian meliputi pengamatan teknik
transfer ke dalam mobil dan penilaian kemampuan menempatkan kursi roda di dalam mobil.
Pemeriksaan Muskuloskeletal
Pemeriksaan muskuloskeletal merupakan porsi mayor dari pemeriksaan fisiatrik total.
Hal tersebut memerlukan inspeksi dan palpasi yang bisa dikatakan sebagai tes yang unik,
seperti Lingkup Gerak Sendi (LGS/ROM/range of motion) dan tes otot manual (manual
muscle testing).
Inspeksi
Seluruh otot, persendian dan tulang diinspeksi secara cermat untuk setiap abnormalitas
yang tampak. Ukuran otot, bentuk otot, atrofi dan simetri otot juga diinspeksi. Jika terlihat ada
perbedaan dalam simetri otot sisi ke sisi atau jika tercatat abnormalitas di satu otot atau
kelompok otot, maka pengukuran obyektif seperti limb circumference measurement tepat
dilakukan untuk tujuan dokumentasi. Persendian dan tulang diinspeksi adanya deformitas,
pembengkakan, kemerahan dan posisi abnormal. Jika ada, catat level amputasi, panjang dan
ukuran.
Palpasi
Pasien sering menunjukkan tanda-tanda muscle tenderness (nyeri tekan pada otot)
selama pemeriksaan ini. Catatlah aktivitas-aktivitas yang menimbulkan tenderness dan lokasi
tenderness dan apakah juga terdapat gejala nyeri rujukan (referred pain). Otot-otot dipalpasi
untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan abnormal, peningkatan suhu (warmth) dan tight
muscle bands. Posisi yang tepat dari tight muscle bands atau area tenderness dalam suatu otot
harus dicatat. Tonus otot diperiksa selama pemeriksaan LGS (lingkup gerak sendi) dan palpasi
otot. Pemeriksa harus mencatat apakah otot yang dipalpasi memiliki tonus yang normal,
meningkat atau menurun. Selama pemeriksaan tulang dan persendian, setiap area harus
dipalpasi untuk mengidentifikasi luasnya deformitas, warmth, pembengkakan dan nyeri dengan
palpasi.
Gambar 1-1. Dua contoh goniometer universal yang umum digunakan para klinisi
(dari Cole TM, Barry DT, Tobis JS: Measurement of musculoskeletal function. Dalam Kottke FJ, Lehman JF (ed):
Krusen’s Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation, ed 4, Philadelphia, WB Saunders, 1990, hal 21).
.
Sebagian besar textbook menggunakan sistem 180 derajat untuk memperoleh standar
teknik pengukuran. Gambar 1-4 sampai 1-9 menggambarkan pemeriksaan ROM/LGS pada
persendian-persendian menggunakan sistem 180 derajat. Setiap gambar meliputi posisi pasien,
bidang gerakan dan penempatan goniometer. The shaded area (daerah yang berbayang)
mengindikasikan ROM/LGS normal.
ROM spinal lebih sulit untuk diukur, dan teknik-teknik menggunakan goniometer, tali
pengukur tegak lurus (plumb line) dan pita pengukur (measuring tape) sudah pernah dijelaskan
sebelumnya. Keakuratan dari teknik-teknik yang berbeda-beda tersebut masih dipertanyakan.
Inclinometer juga pernah disarankan untuk pengukuran ROM spinal yang akurat. Inclinometer
merupakan instrumen berisi cairan dengan skala 180 atau 360 derajat. Alat tersebut diletakkan
pada tulang belakang pasien dan menggunakan baya berat untuk menentukan perubahan pada
posisi spinal setelah gerakan. Sebagai contoh pemeriksa menempatkan inclinometer pada
procesus spinosus vertebralis dengan permulaan level cairan pada 0 derajat dan meminta
pasien untuk memfleksikan tulang belakangnya. Pemeriksa membaca perubahan ukuran yang
dihasilkan ketika instrumen bergerak dengan tulang belakang, tetapi garis cairan (fluid line)
tetap stabil karena kekuatan gaya berat. Gerakan spinal cervical, thoracal dan lumbal di segala
bidang gerakan dapat diukur menggunakan inclinometer. Pengukuran dilakukan menggunakan
satu atau dua inclinometer.
Pembaca harus merujuk pada American Medical Association’s Guides to the evaluation
of Permanent Impairment atau Gerhard’s Documentation of Joint Motion untuk teknik
pengukuran spesifik yang digunakan pada setiap ROM/LGS segmen spinal. Sebagai contoh
fleksi dan ekstensi cervical diilustrasikan menggunakan teknik dua-inclinometer (gambar 1-20)
dan teknik satu-inclinometer (gambar 1-21)
Stabilitas Sendi
Stabilitas setiap sendi tergantung pada integritas tulangnya, koneksi ligamentem dan
kapsula sendi, dan aktivitas otot. Setiap sendi secara anatomis mencapai stabilitasnya secara
berbeda-beda. Sebagai contoh, stabilitas sendi bahu bergantung sebagian besar pada aktivitas
otot ‘rotator cuff’, sedangkan sendi panggul (hip) tergantung pada struktur ligamentum.
Pengetahuan dasar tentang anatomi sendi penting bagi klinisi untuk dapat mendiagnosis
problem instabilitas sendi secara akurat.
Stabilitas sendi dievaluasi dengan memberikan stress (tekanan) di seluruh ROM/LGS.
Jika ditemukan instabilitas sendi, dianjurkan pemeriksaan yang lebih spesifik pada sendi
tersebut dengan menggunakan tes khusus, seperti tes Lachman untuk stabilitas pergelangan
kaki atau tes McMurray untuk Meniscus tear, yang dijelaskan dengan baik dalam buku
referensi diagnosis fisik (lihat Bab 39 dan 44).
Kontraktur
Kontraktur menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan ROM sendi penuh (full-
joint ROM). Hal tersebut merupakan akibat dari penurunan ekstensibilitas jaringan pada
jaringan lunak dan otot atau dari abnormalitas tulang.
Setiap kontraktur dievaluasi kemungkinan penyebabnya. Kontraktur sendi yang
signifikan sering terlihat jelas pada inspeksi visual. Melakukan peregangan pasif, lama dan
lembut/gentle pada sendi, jaringan lunak dan otot dapat menunjukkan apakah hilangnya
gerakan disebabkan oleh abnormalitas dalam tulang, otot atau jaringan lunak. Baik kontraktur
jaringan lunak maupun otot sering berkurang setelah dilakukan prolonged stretch. Kontraktur
karena abnormalitas tulang tidak berubah dengan ‘prolonged stretch’.
Pemendekan otot yang melewati dua atau lebih sendi bukan merupakan kontraktur
sendi, tetapi sering ditemukan selama pemeriksaan kontraktur, karena pemendekan otot-otot
tersebut dapat menyebabkan abnoramalitas ROM. Otot-otot yang melewati dua persendian
normalnya dalam kondisi ‘length disadvantage’, dan bahkan kehilangan ringan ekstensibilitas
dapat menyebabkan problem dalam gait (cara berjalan) dan gerakan lain.
Sebuah contoh gerakan sendi yang melibatkan baik satu maupun dua otot sendi adalah
fleksi panggul (hip), yang melibatkan aksi m. iliopsoas, tensor fascia lata, rectus femoris,
pectineus dan kelompok otot adduktor. Persendian ini dites secara spesifik untuk mengetahui
pemendekan kedua tipe otot tersebut menggunakan tes Thomas (gambar 1-22). Pasien diminta
untuk berbaring telentang dengan satu kaki direbahkan melewati ujung meja sehingga lutut
bebas untuk difleksikan. Ekstremitas lainnya diangkat dan ditarik ke dada oleh pasien.
Pemeriksa mencatat apakah punggung terletak lurus di atas meja. (Pemeriksa harus meletakkan
satu tangan di punggung pasien untuk mempalpasi hal tersebut). Panjang otot normal baik pada
otot satu sendi dan dua sendi memungkinkan paha posterior kaki pertama terletak lurus di atas
meja dengankira-kira fleksi lutut 80 derajat (gambar 1-22A). Pemendekan otot-otot satu sendi
(iliopsoas, pectineus, adductor) terjadi ketika kemampuan fleksi lutut dalam kondisi baik,
tetapi paha terangkat di atas meja pemeriksaan (gambar 1-22B). pemendekan otot-otot dua
sendi (rectus femoris, tensor fascia lata) didiagnosis ketika kaki dapat memelihara kontak
dengan meja tapi lutut tidak dapat fleksi melebihi 70 derajat (gambar 1-22C). Jika kedua otot-
otot satu sendi dan dua sensi memendek, paha terangkat dari meja dan lutut tidak dapat fleksi
melebihi 70 derajat (gambar 1-22D). Pendeknya tensor fascia lata juga dapat menyebabkan
abduksi pangkal paha/pinggul yang diekstensikan ketika tes tersebut dilakukan.
Gambar 1-20 Teknik pengukuran dua-inclinometer untuk fleksi dan ekstensi cervical.
1. Dalam posisi pasien duduk, letakkan inclinometer pertama, lurus dalam bidang sagital,
melewati prosesus spinosus T1, sementara inclinometer kedua dipegang di atas occiput.
Kepala dalam posisi netral, sedangkan inklinometer diset pada posisi 0 0 (A) .
2. Minta pasien untuk fleksi maksimal dan catat kedua sudut. Kurangilah sudut T1 dari sudut
oksipital untuk mendapatkan sudut fleksi cervical (B). minta pasien untuk mengembalikan
kepala dalam posisi netral sehingga kedua inklinometer terbaca 00 lagi.
3. Minta pasien untuk mengekstensikan kepala sejauh mungkin. Catat kembali kedua sudut
inklinometer. Kurangi sudut T1 dari sudut oksipital untuk mendapatkan sudut ekstensi cervical
(C).
(Diadaptasi dari Guides to the Evaluation of Permanent Impairment, ed 4, Chicago, American Medical
Association, 1995, hal 116)
Gambar 1-21. Teknik pengukuran satu-inklinometer untuk fleksi dan ekstensi cervical
1. Posisi pasien duduk, tempatkan inklinometer, lurus dalam bidang sagital, melalui prosesus
spinosus T1 dan set pembacaan 0 derajat pertama (A, posisi 1). Pindahkan inklinometer ke
occiput dan set pembacaan 0 derajat kedua. (A, posisi 2).
2. Minta pasien untuk memfleksikan kepala maksimal dan catat sudut fleksi oksipital (B, posisi 3).
Pindahkan sementara subyek tetap mempertahankan fleksi kepala. Minta pasien untuk
menggerakkan kepala kembali ke posisi netral. Kurangi catatan sudut T1 dari catatan sudut
oksipital untuk mendapatkan sudut fleksi cervical.
3. setelah mendapatkan catatan 00, pertama dari T1 dan kemudian di atas occiput, minta pasien
untuk melakukan ekstensi cervical penuh. Catat sudut, pertama pada occiput dan kemudian
melewati prosesus spinosus T1 dan kurangilah untuk mendapatkan sudut ekstensi cervical.
(Dari Guides to the Evaluation of Permanent Impairment, ed4, Chicago, American Medical Association, 1995,
hal 117)
Gambar 1-22. Tes Thomas untuk otot-otot fleksor panggul. A. Panjang normal otot-otot fleksor panggul.
B. Pemendekan pada otot-otot satu sendi saja. C. Pemendekan pada otot-otot dua-sendi saja.
D. Pemendekan pada otot-otot satu sendi dan dua sensi.
(Diadaptasi dari Kendall FP, McCreary EK, Provance PG: Muscle Testing and Function, ed 4, Baltimore, Williams & Wilkins, 1993,
hal 34-36)
MMT formal membutuhkan kecakapan pemeriksa dalam prosedur tes yang diperlukan
untuk menilai setiap otot atau kelompok otot. Keahlian ini memerlukan pengetahuan tentang
fungsi otot dan teknik-teknik yang telah dijelaskan dalam teks-teks referensi MMT seperti
Kendall dan kawan-kawan “Muscle: Testing and Function’atau Daniels dan Worthingham
“Muscle Testing: Techniques of Manual Examination’. Keahlian tersebut juga tergantung pada
pengembangan ketrampilan keahlian manual, yang biasanya didapatkan dari kebiasaan praktek
MMT.
Prosedur tes secara umum dilakukan menggunakan aksioma “make and break’. Pasien
diminta untuk ‘make’/membuat otot-otot yang diuji berkontraksi dan mempertahankan suatu
posisi spesifik. Pemeriksa kemudian berusaha memecahkan (‘break’) kontraksi otot tersebut
dengan melakukan tekanan (tahanan) di distal-end otot atau tendon otot. Pasien membuat
(‘make’) otot mengkontraksikan pada posisi tertentu dan pemeriksa mencoba untuk memecah
(‘break’) kontraksi otot tersebut.
MMT membutuhkan kerjasama pasien. Pemahaman pasien yang buruk tentang
prosedur tes atau motivasi yang buruk untuk berpartisipasi menyebabkan ketidakakuratan.
Rasa nyeri sering menghalangi kontraksi otot secara penuh atau menyebabkan pasien untuk
melepaskan kontraksi secara tiba-tiba ketika sedang diberikan tahanan. Hal ini disebut
breakaway weakness, dan hal tersebut tidak seharusnya diinterpretasikan sebagai kelemahan
yang sebenarnya. Pencatatan atau dokumentasi harus menggambarkan bahwa nyeri
menghalangi terlaksananya MMT yang akurat. Pasien dapat juga secara sadar atau di bawah
sadar mencoba tampak lemah dengan adanya respon yang tidak konsisten atau ‘ratchety’
terhadap adanya tahanan . Umur, gender, rasa nyeri, level kondisi otot, kontraktur, dan
stabilitas sendi merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan evaluasi yang tidak akurat
pada kekuatan otot normal.
Beberapa kesalahan teknik dalam MMT harus dihindari oleh pemeriksa. Pemeriksa
pada umumnya ingin meletakkan satu tangan di atas dan satu tangan di bawah persendian yang
di pengaruhi oleh kontraksi otot. Hindari meletakkan tangan sedemikian rupa sehingga tekanan
yang diberikan melewati lebih dari satu sendi (jika mungkin). Seringkali, pasien mencoba
menggunakan otot lain untuk membantu otot atau kelompok otot yang lemah. Hal ini disebut
‘subtitution’ (subtitusi). Jika terlihat hal tersebut, pasien harus diberi tahu bagaimana
menghindari mengkontaminasi MMT dengan subtitusi. Suatu waktu, pemeriksa perlu
meletakkan otot pada posisi ‘mechanical disadvantage’ untuk memperlihatkan tingkat minor
kelemahan. Sebagai contoh, mengetes ekstensi siku dalam posisi siku fleksi 900 dibanding
ekstensi penuh dapat menunjukkan kelemahan minor, terutama ketika membandingkan otot di
satu sisi dengan otot yang sama di sisi lain tubuh.
MMT dapat juga diukur menggunakan ‘strain gauges’ (pengukur tegangan),
dinamometer dan alat-alat lain. Dinamometer mengukur kekuatan yang ditahan otot-otot
pasien selama tes. Versi komersial yang tidak mahal sudah tersedia dan umum digunakan,
contohnya, untuk mengukur kekuatan jepitan (pinch) atau cengkeraman/genggaman (grip).
Tingkat kekuatan otot (Muscle Strength Grading) dikembangkan untuk
mendokumentasikan hasil MMT. Dua sistem yang paling umum dari tingkat kekuatan otot,
yang dicantumkan dan didefinisikan di tabel 1-10, menggunakan angka-angka dan kata-kata
untuk mendokumentasikan hasil tes. Tipe ketiga dari tingkat kekuatan otot, juga tercantum di
tabel 1-10, menggunakan persentase untuk menggambarkan defisit kekuatan otot, dan
digunakan secara klinis untuk penilaian impairment. Pemeriksa harus mengerjakan setiap tes
secara simpel tapi terstandarisasi sehingga hasilnya dapat digunakan untuk perbandingan di
waktu yang akan datang.
Ketika menjelaskan otot atau kelompok otot yang memiliki kelemahan, pemeriksa
seharusnya menjelaskan secara sistematis dalam tingkatan-tingkatan (grade) yang berbeda-
beda. Pasien diminta untuk mengkontrasksikan otot sementara pemeriksa mempalpasinya. Jika
tidak ada gerakan yang palpabel (dapat diraba) pada otot, termasuk dalam grade 0 (zero). Jika
ada kontraksi otot yang palpabel tetapi tidak terdapat gerakan sendi, otot tersebut termasuk
dalam grade 1 (trace). Selanjutnya, pemeriksa meminta pasien untuk mengkontraksikan otot
dalam posisi ‘gravity-eliminated’. Jika pasien mampu menggerakkan bagian tubuh dengan
ROM penuh berarti otot tersebut memiliki kekuatan grade 2 (poor). Pasien diminta untuk
mengkontaksikan otot-otot untuk menggerakkan bagian tubuh melawan gravitasi, termasuk
dalam grade 3 (fair). Pemeriksa kemudian memberikan tahanan pada aktivitas otot, dan jika
pasien mampu melawan tahanan sedang (moderate), kekuatan otot berada dalam grade 4
(good). Jika pasien mampu memberikan perlawanan penuh, kekuatan otot termasuk dalam
grade 5 (normal). Grade 0-3 merupakan penilaian yang cukup objektif, tapi pada grade 4 dan 5
tergantung pada subyektivitas pemriksa dalam menginterpretasikan jumlah tahanan.
Diadaptasi dari Stillwell GK, Delateur BJ, Fordyce WE, et al: Physiatric Therapeutics in Self-Directed
Medical Knowledge Program in Physical Medicine and Rehabilitation, 1986, hal A1.
Prosedur MMT yang sebenarnya merupakan evaluasi terhadap kemampuan untuk melakukan
gerakan melawan tahanan, bukan pada kemampuan satu otot untuk berkontraksi secara terpisah
dari otot-otot yang lain. Secara fisiologis, sel kortikal di cortex motorik otak menggambarkan
gerakan gerakan kombinasi otot-otot multipel, bukan otot individual. Ketika seorang individu
diminta melakukan gerakan yang spesifik untuk mengisolasi aktivitas satu otot, beberapa otot
lain juga melakukan gerakan dan membantu secara aktif otot tersebut dalam waktu yang sama.
Sering kali pemeriksa memposisikan persendian pasien sedemikian rupa untuk mengisolasi
satu otot sebisa mungkin. Contohnya, jika pronasi radioulnar pasien dites dengan posisi fleksi
900, hal ini bertujuan untuk mengisolasi pronator teres; tapi jika pronasi dites dengan posisi
siku fleksi penuh (150 derajat), yang diisolasi adalah pronator quadratus.
Di bagian berikutnya, MMT untuk otot-otot multipel digambarkan sebagai suatu cara
yang menekankan pada fungsi. Kelompok-kelompok otot fungsional tersebut dibahas, dengan
beberapa otot yang termasuk dalam lebih dari satu kategori. Otot-otot utama yang terlibat
dalam gerakan-gerakan tersebut lebih diberi penekanan. Setiap inervasi ‘root level’ dan
inervasi perifer otot juga dicantumkan. Inervasi yang tercantum merupakan inervasi yang
paling sering digambarkan, tapi umumnya terdapat variasi anatomis. Buku-buku referensi
anatomi fungsional seperti Hollingshead’s Fungsional Anatomyof the Limbs and Back harus
dikaji untuk mempelajari otot-otot utama yang terlibat dalam gerakan-gerakan. Referensi-
referensi MMT direkomendasikan untuk memepelajari posisi dan teknik yang tepat dalam tes
otot.
GERAKAN-GERAKAN BAHU
Tes. Bahu diletakkan kira-kira fleksi 90 derajat dengan siku fleksi. Pemeriksa mencoba untuk
menggerakkan lengan menjadi ekstensi dengan memberikan tahan melalui area humeral distal.
Deltoideus anterior terutama menghasilkan gerakan ini, meskipun dibantu olehj otot-otot yang
lain.
TEST. Bahu ditempatkan kira-kira ekstensi 45 derajat dengan siku ekstensi. Pemeriksa
mencoba untuk menggerakkan laengan ke posisi fleksi dengan memberikan tekanan melalui
area humeral distal.
Gambar 1-23. otot-otot fleksor bahu.
(dari Jenkins DB: Hollingshead’s Fungsional Anatomyof the
Limbs and Back, ed 6, Philadelphia, WB Saunders, 1998)
TEST. Bahu ditempatkan di samping. Pemeriksa mencoba menarik lengan menjauh dari sisi
dengan memberikan tekanan melalui area humerus distal.
TEST. Bahu ditempatkan dalam abduksi 90 derajat dengan rotasi internal penuh dan siku fleksi
90 derajat. Pemeriksa mencoba memaksa lengan ke posisi rotasi eksternal, menggunakan
tekanan melalui lengan bawah distal.
TEST. Bahu ditempatkan dalam posisi abduksi 90 derajat. Pemeriksa mencoba untuk memaksa
lengan ke posisi rotasi internal, menggunakan tekanan melalui lengan bawah distal.
GERAKAN SIKU
FLEKSI (Gambar 1-28)
Biceps Brachii (nervus musculkutaneus dari fasiculus lateralis, C5, C6)
Brachialis (nervus muskulokutaneus dari fasculus lateralis, C5, C6)
Brachioradialis (nervus radialis dari fasiculus posterior, C5, C6)
TEST. Siku ditempatkan kira-kira fleksi90 derajat. Pemeriksa mencoba untuk memaksa siku
menjadi ekstensi, menggunakan tekanan melalui lengan bawah distal. Tergantung pada posisi
lengan bawah, peeriksa dapat mengetes secara lebih spesifik pada ketiga otot. Pada posisi
supinasi penuh radioulnar, otot biceps merupakan otot fleksor siku yang utama, sedangkan
pada pronasi penuh radioulnar, brachialis merupakan otot fleksor yang utama. Jika lengan
bawah dipertahankan pada posisi fleksi 0 derajat, atau posisi netral di antara pronasi dan
supinasi (posisi ‘thumbs up’), otot utam pada fleksi siku adalah brashioradialis.
TEST. Siku ditempatkan pada posisi siku fleksi beberapa derajat (derajat angka dari fleksi siku
dapat bervariasi dari 30 sampai hampir ekstensi penuh. Siku tidak pernah berada dalam posisi
ekstensi penuh, karena dalam posisi tersebut pasien mungkin dapat menstabilkannya, dan
kelemahan siku yang tidak kentara mungkin tidak terdeteksi). Pemeriksa mencoba memaksa
siku ke posisi fleksi, menggunakan tekanan melalui lengan bawah distal.
GERAKAN RADIOULNAR
TEST. Siku ditempatkan di posisi pronasi penuh. Pemeriksa mencoba untuk memaksa sendi
radioulnar atau lengan bawah ke posisi supinasi, dengan memberikan tekanan di lengan bawah
distal. Jika siku difleksikan sebagian (90 0), pronator teres terutama yang dites. Jika siku
dipertahankan dalm posisi fleksi penuh, pronator quadratus merupakan otot pronator utama.
TEST. Karena biceps dites dengan fleksi siku (lihat bagian proceeding, gerakan siku:fleksi),
lengan harus ditempatkan dalam posisi untuk membantu kekuatan otot supinator. Untuk
melakukan hal ini, siku ditempatkan dalam posisi fleksi penuh dengan sendi radioulnar atau
lengan bawah dalam posisi supinasi penuh. Pada posisi ini biceps tidak dapat membantu dalam
gerakan supinasi. Pemeriksa berusaha memaksa sendi radioulnar atau lengan bawah untuk
pronasi, menggunakan tekanan pada lengan bawah distal.
TEST. Pergelangan tangan ditempatkan pada posisi netral di antara deviasi radial dan ulnar dan
dalam posisi fleksi penuh, dengan jari-jari ekstensi. Pemeriksa mencoba memaksa pergelangan
tangan untuk ekstensi, menggunakan tekanan di level midpalm. Untuk tes yang lebih selektif
m. flexor carpi radialis, pergelangan tangan pasien ditempatkan dalam posisi deviasi radial dan
fleksi penuh. Pemeriksa mencoba memaksa pergelangan tangan menjadi dalam posisi ekstensi
dan deviasi radial.
TEST. Pergelangan tangan ditempatkan pada posisi netral di antara deviasi radial dan ulnar dan
dalam ekstensi penuh, dengan jari-jari ekstensi. Pemeriksa mencoba memaksa pergelangan
tangan menjadi fleksi, menggunakan tekanan melalui dorsum tangan. Untuk tes yang lebih
selektif m. flexor carpi radialis longus, pergelangan tangan pasien ditempatkan dalam posisi
deviasi radial dan ekstensi penuh. Pemeriksa berusaha memaksa pergelangan tangan ke posisi
fleksi dan deviasi ulnar. Untuk tes yang lebih selektif pada m. ekstensor carpi ulnaris,
pergelangan tangan pasien ditempatkan pada posisi deviasi ulnar dan ekstensi penuh.
Pemeriksa berusaha memaksa pergelangan tangan ke posisi fleksi dan deviasi radial.
Merupakan hal yang sulit untuk memposisikan tangan untuk mengisolasi ekstensor carpi
radialis brevis karena posisi midline dari insersi tendonya di pergelangan tangan.
Hanya beberap tes kekuatan gerakan yang penting yang dibahas; pembaca harus
menambah informasi dari buku-buku referensi untuk tes jempoldan jari tangan tambahan
lainnya.
TEST. Jempol ditempatkan dalam posisi abduksi dan tegak lurus bidang telapak tangan.
Pemeriksa mencoba memaksa jempol ke posisi adduksi (menuju telapak tangan), dengan
memberikan tekanan di atas sendi metacarpophalangeal pertama.
TEST: Jempol ditempatkan dalam kondisi opposisis. Pemeriksa mencoba untuk memaksa
jempol kembali ke posisi anatomis, dengan memberikan tekanan di atas sendi
metacarpophalangeal pertama.
TEST. Karena tendon fleksor digitorium profundus diekstensikan ke phalang distal, pemeriksa
mengetes kekuatan otot-otot ini dengan mencoba memaksa setiap sendi phalang distal ke posisi
ekstensi setelah ditempatkan di posisi fleksi. Tendon fleksor digitorum superficialis dan
profundus dengan mencoba memaksa sendi phalank medial ke posisi ekstensi setelah
ditempatkan dalam posisi fleksi. Otot-otot flexor utama dari sendi metacarpophalangeal jari
kedua sampai keempat adalah musculus lumbricales dan interossei. Pemeriksa mengetes otot-
otot tersebut dengan mencoba setiap sendi metacarpophalangeal ke posisi ekstensi setelah
ditempatkan dalam posisi fleksi. Otot-otot fleksor utama dari sendi metacarpophalangeal jari
kelima adalah musculus fleksoris digiti minimi dan m. abduktor digiti minimi, dan MMT fleksi
dari persendian ini menggambarkan penilaian kekuatan otot-otot tersebut.
TEST. Jari kedua sampai kelima ditempatkan dalam posisi ekstensi dengan pergelangan tangan
dalam posisi netral antara fleksi dan ekstensi (0 derajat. Pemeriksa mencoba memaksa setiap
jari untuk fleksi dengan memberikan tekanan melalui setiap phalank proksimal.
ABDUKSI JARI TANGAN KEDUA SAMPAI KEEMPAT, ADDUKSI JARI TANGAN
PERTAMA SAMPAI KELIMA (Lihat gambar 1-34)
Interossei dorsalis (nervus ulnaris, C8, T1)
Interossei palmaris (nervus ulnaris, C8, T1)
TEST. Satu metode untuk mengetes adduksi jari-jari tersebutadalah dengan mencoba menarik
selembar kertas yang diletakkan di antara jari-jari pasien sementarapasien mencoba
menahannya. Abduksi dites dengan menempatkan setiap jari dalam posisi abduksi dan
mencoba memaksa jari-jari ke posisi adduksi. Catatlah bahwa jari ketiga tidak dapat adduksi,
karena gerakan jari tersebut ke setiap sisi adalah abduksi.
TEST. Jari kelima pasien ditempatkan pada posisi abduksi. Pemeriksa mencoba untuk
memaksa jari tersebut ke posisi adduksi dengan memberi tekanan di atas sendi
metacapophalangeal.
TEST. Fleksi hip di tes dalam posisi duduk dan supine, pada posisi duduk, pangkal paha
ditempatkan di posisi fleksi dengan mengangkat lutut. Pemeriksa mencoba memaksa panggul
(hip) ke posisi ekstensi dengan memberi tekanan melalui paha anterior distal. Dalam posisi
supine pangkal paha pasien ditempatkan pada posisi fleksi dengan lutut ekstensi. Pemeriksa
mencoba memaksa pangkal paha ke posisi ekstensi, dengan memberikan tekanan melalui
paha anterior distal. Otot-otot utama untuk fleksi adalah iliopsoas terutama jika diberikan
tahanan.
TEST. Pasien dalam posisi pronasi (telungkup), panggul dalam posisi ekstensi dengan lutut
difleksikan sampai 90 derajat. Pemeriksa mencoba untuk memaksa panggul ke posisi fleksi,
dengan memberikan tekanan melalui paha posterior distal.
Gambar 1-36. Otot-otot ekstensor hip.
Otot ekstensor utama adalah gluteus
maximus
(dari Jenkins DB :Hollingshead’s Functional
Anatomy of the limbs and Back ed . 6,
Philadelphia, WB Saunders, 1998).
TEST. Dalam posisi pasien berbaring menyamping, panggul dalam posisi abduksi. Pemeriksa
mencoba memaksa panggul untuk adduksi, dengan memberikan tekanan melalui paha lateral
distal. Tes yang lebih mudah tapi kurang akurat bisa dilakukan dalam posisi pasein duduk.
Dalam posisi duduk panggul dalam posisi abduksi (lutut terpisah). Pemeriksa mencoba untuk
memaksa panggul ke posisi adduksi, dengan memberikan tekanan melalui paha lateral distal.
TEST. Metode paling akurat dilakukan dalam posisi pasein berbaring menyamping.dalam
posisi tersebut, pemeriksa memposisikan kaki bagian atas dalam posisi abduksi dan pasein
diminta untuk mengangkat dasar kaki ke posisi adduksi dan bertemu dengan kaki bagian atas.
Pemeriksa berusaha memaksa dasar kaki turun ke posisi abduksi, dengan memberikan tekanan
melalui paha medial. Tes yang lebih mudah tapi kurang akurat dapat dilakukan dengan posisi
pasien duduk. Panggul dalam posisi adduksi (lutut bersamaan). Pemeriksa berusaha memaksa
panggul ke posisi abduksi dengan memberikan tekanan melalui paha medial distal.
TEST. Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lutut ditekuk 90° atau pronasi (telungkup)
dengan satu lutut ditekuk 90°. Dalam setiap posisi, panggul yang dites ditempatkan dalam
posisi rotasi internal. Pemeriksa menggunakan satu tangan untuk memaksa kaki ke posisi rotasi
eksternal dengan menggunakan tekanan lateral atas pergelangan kaki sementara tangan yang
lain menstabilkan lutut.
TEST. Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lutut ditekuk 90 derajat atau pronasi dengan
satu lutut ditekuk 90 derajat. Dari masing-masing posisi tersebut panggul (hip) yang dites di
tempatkan dalam posisi rotasi eksternal. Pemeriksa menggunakan satu tangan untuk memaksa
kaki ke posisi rotasi internal, menggunakan tekanan medial diatas pergelangan kaki sementara
tangan yang lain menstabilkan lutut.
GERAKAN LUTUT
TEST. Lutut pasien dalam posisi fleksi 90 derajat, pasien dalam keadaan duduk atau telungkup
(pione). Pemeriksa memaksa kaki ke posisi ekstensi, menggunakan tekanan melalui permukaan
tibial posterior.
TEST. Lutut dalam posisi kira-kira fleksi 30 derajat, pasien dalam posisi duduk atau supine
(telentang). Ekstensi lutut penuh harus dihindari karena pasien dapat menstabilkan lututnya
dalam posisi tersebut, dan kelemahan quadriceps minor mungkin akan tidak terdeteksi.
Pemeriksa memaksa kaki ke posisi fleksi, menggunakan tekanan melalui tekanan permukaan
tibial anterior.
Gambar 1-41. Otot-otot fleksor lutut
(dari Jenkins DB : Hollingshead’s Functional
Anatomy of the limbs and Back, ed .6,
Philadelphia, WB Saunders, 1998).
TEST. Semua otot-otot ini bekerjasama untuk menghasilkan dorsifleksi ketika kaki dalam
posis netral antara inversi dan eversi, pergelangan kaki di tempatkan dalam posisi dorsifleksi.
Pemeriksa memaksa pergelangan kaki ke posisi fleksi plantar, menggunakan tekanan melalui
dorsum pedis. Untuk tes yang lebih selektif pada tibialis anterior, pergelangan kaki di posisikan
dalam keadaan inversi dan dorsifleksi penuh. Pemeriksa memaksa pergelangan kaki ke posisi
fleksi plantar dan eversi. Untuk tes yang lebih selektif pada extensor digitorum longus,
pergelangan kaki ditempatkan dalam posisi eversi dan dorsifleksi penuh. Pemeriksa memaksa
pergelangan kaki ke posisi plantar fleksi dan inversi.
TEST. Pergelangan kaki dalam posisi plantar fleksi, pemeriksa memaksa kaki ke posisi
dorsifleksi, menggunakan tekanan melalui permukaan plantar kaki. Untuk tes yang lebih
selektif pada gastrocnemius, lutut diekstensikan untuk tes yang lebih selektif pada soleus, lutut
difleksikan sampai 90 derajat. Otot-otot ini sangat kuat sehingga tes fungsional lain seperti
berdiri atau berjalan diatas jempol mungkin menunjukkan kelemahan yang tidak terdeteksi
selama MMT
TEST. Tibialis anterior di tes dengan lebih selektif dalam posisi inverse dan dorsifleksi.
Pemeriksa memaksa kaki ke posisi eversi dan plantarfleksi, menggunakan tekanan
dipermukaan media kaki. Ketiga otot yang lain menghasilkan plantarfleksi dan inverse. Otot
tersebut di tes dengan lebih selektif dalam posisi kaki inverse dan plantarfleksi. Pemeriksa
memaksa kaki ke posisi eversi dan dorsifleksi, menggunakan tekanan di permukaan medial
kaki.
TEST. Ekstensor digitorum longus di tes secara lebih selektif pada posisi eversi dan
dorsifleksi. Pemeriksa memaksa kaki ke posisi inversi dan plantarfleksi menggunakan tekanan
melalui permukaan lateral kaki. Peroneus longus dan brevis menghasilkan plantarfleksi dan
eversi. Otot-otot tersebut dites dengan lebih seletif pada posisi kaki eversi dan plantarfleksi.
Pemeriksa memaksa kaki ke posisi inverse dan dorsifleksi, menggunakan tekanan melalui
permukaan lateral kaki.
Gambar 1-44 Otot-otot flexor plantar.
(dari Jenkins DB :Hollingshead’s Functional
Anatomy of the limbs and Back, ed . 6,
Philadelphia, WB Saunders, 1998).
GERAKAN KAKI
TEST. Jari pertama di posisikan ekstensi penuh. Pemeriksa mamaksa ke posisi fleksi, dengan
menggunakan tekanan melalui dorsum jari pertama.
TEST. Jari kaki kedua sampai kelima diposisikan ekstensi penuh. Pemeriksa memaksa jari-jari
tersebut ke posisi fleksi dengan menggunakan tekanan melalui dorsum jari-jari tersebut.
TEST. Jari kaki pertama diposisikan fleksi penuh. Pemeriksa memaksa ke posisi ekstensi,
dengan memberikan tekanan melalui permukaan plantar jari pertama.
Test. Jari kaki kedua sampai kelima diposisikan fleksi penuh. Pemeriksa memaksa jari-jari
tersebut ke posisi ekstensi, menggunakan tekanan melalui permukaan plantar jari kaki tersebut.
NEUROLOGIS
Seperti pemeriksaan musculoskeletal, pemeriksaan neurologis yang lengkap penting untuk
mengidentifikasi impairment-impairment lainnya yang membantu untuk mengklarifikasi atau
mengkorfimasi diagnosis
Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran dapat menghalangi atau membatasi pasien untukl
berpartisipasi dalam program terapi phisiatrik. Pernyataan yang deskriptiv, termasuk semacam
kata sifat seperti lethargic, sangat membantu tapi sering di salah-interpretasikan oleh orang lain
akibat subyektivitas informasi. Hal-hal subyektif lain tapi kadang-kadang menjadi informasi
yang sangat berguna seperti lamanya waktu dan konsistensi dimana individu mampu
melakukan tugas atau mengikuti perintah pemeriksa sebelum tidak mampu merespon akibat
lethargic. Informasi ini merupakan indikasi tidak hanya tingkat kesadaran individu tetapi juga
ketahanan dalam memberikan perhatian penuh. Skala obyektif yang umum digunakan pada
individu dengan gangguan kesadaran adalah Glasgow Coma scale (table 1-11) yang
menemukan nilai angka berdasarkan respon mata, motorik dan verbal. Skala berkisar dari 3
sampai 15, dengan 15 merupakan nilai terbaik. Pasien dengan diagnosis trauma otak mula-
mula dievaluasi menggunakan skala kesadaran seperti Glasgow Coma Scale, dan dimonitor
secara periodik untuk perubahan skornya. Catatlah bahwa Glasgow Coma Scale tidak
mencakup pengukuran kapasitas fungsional dan tidak seharusnya digunakan oleh dokter untuk
memonitor fungsi.
TABEL 1-11 . Glasgow Coma Scale
Pembukaan mata
Spontan E4
Terhadap suara 3
Terhadap nyeri 2
Nil 1
Respon motorik
Mematuhi perintah M6
Terlokalisir 5
Menarik 4
Fleksi abnormal 3
Respon ekstensor 2
Nil 1
Respon verbal
Orientasi sesuai V5
Confused conversation 4
Inappropriate word 3
Suara-suara (incomprehensible sounds) 2
Nil 1
Status Mental
Banyak pemeriksaan status mental yang umum digunakan untuk mendokumentasikan
kemampuan kognitif. Penilaian yang cepat dan simpel penting untuk menilai kemampuan
pasien berpartisipasi dalam program terapi. Biasanya evaluasi semacam ini bisa dilakukan
dalam waktu beberapa menit, prosedur penilaian dan tes kognitif secara mendalam sering
memerlukan waktu beberapa jam dan harus diselesaikan di bawah pengarahan dokter yang
sudah familiar dengan prosedur tes yang spesifik ini. Rujukan ke spesialis untuk evaluasi
mendalam sering berguna untuk membantu phisiatris menyesuaikan program terapi.
Tes-tes berikut dapat dilakukan dalam evaluasi klinik singkat di tempat periksa atau di
klinik. Table 1-12 mencantumkan hal-hal yang bisa dipakai dalam evaluasi kognitif singkat
keterampilan komunikasi yang adekuat diperlukan untuk berpartisipasi dalam tipe evaluasi ini.
Pasien dengan defisit komunikasi mungkin tidak dapat berpartisipasi atau buruk partisipasinya
jika pasien tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan evaluasi, merupakan hal yang tepat
untuk memberikan isyarat verbal pada pasien untuk membantu memberikan pengertian yang
lebih baik terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hal ini dapat mengevaluasi kemampuan
individu untuk merespon isyarat secara tepat.
Orientasi merupakan dasar kemampuan kognitif, dan disorientasi berat sering
mengindikasikan adanya gangguan kognitif berat. Orientasi dites dengan mudah dengan
menanyakan pasien nama mereka, tempat, waktu dan tanggal dan situasi saat ini atau alasan
untuk melakukan evaluasi phisiatrik.
TABEL 1-12. Brief Bedside Mental Status Evaluation (Evaluasi Status Mental)
1. Orientasi
Orang, tempat, waktu dan situasi
2. Rentang perhatian (attention span)
Digit retention (ingatan angka)
3. Memori
Ingatan segera (immediate recall)
Ingatan pada interval 5 dan 10 menit
4. Informasi umum
Remote memory
Pengetahuan dasar
5. Kalkulasi
Serial 75
Matematika sederhana
6. Kemampuan berpikir abstrak (abstract thinking)
Proverb explanation
7. Penilaian (judgement)
Norma-norma masyarakat (social norms)
Diadaptasi dari Mancall EL: Alpers and Mancall’s Essentials of the neurologic examination, ed2, Philadelphia,
FA Davis, 1981.
Komunikasi
Defisit komunikasi sering didapatkan setelah terjadi cidera atau penyakit. Evaluasi
mendalam yang spesifik dalam komunikasi diperlukan untuk beberapa individu, tapi
pemeriksaan singkat di tempat periksa rumah sakit atau klinik dapat membantu phisiatris
menentukan rencana penatalaksanaan yang lebih akurat. Item-item yang sering diujikan dalam
pemeriksaan komunikasi singkat tercantum dalam tabel 1-37. membuat diagnosis komunikasi
yang spesifik hanya dengan melakukan pemeriksaan singkat ini merupakan hal yang tidak
tepat, tapi kesulitan-kesulitan dengan item-item tersebut menunjukkan impairment yang perlu
diterapi sebelum atau selama program terapi phisiatris.
Pasien jua diperiksa level pemahaman perintahnya. Perintah awal yang diberikan harus
merupakan perintah-perintah satu tahap (one-step commands) yang sederhana, seperti “angkat
lenganmu”, “buka mulutmu”, “sentuh hidungmu”, jika pasien bisa melakukan beberapa
perintah tersebut tanpa kesulitan, lanjutkan dengan mencobaperintah dua tahap (two-step
commands), seperti “angkat lenganmu, kemudian buka mulutmu”, yang mengkombinasikan
dua aktivitas yang harus dikerjakan secara berurutan. Jika pasien mampu melakukan perintah
dua-tahap, pemeriksa dapat mengevaluasi kemampuan pasien untuk melakukan perintah-
perintah yang lebih kompleks.
Kemampuan verbal dapat dinilai dengan meminta pasien untuk menyebutkan item-item
umum dan sederhana yang disampaikan dan untuk mengulang kata-kata sederhana atau frase.
Pemeriksa harus memonitor respon verbal pasien dengan cermat melalui anamnesis dan
pemeriksaan phisiatrik mengenai ketepatan, kelancaran penggunaan kata dan pengulangan kata
yang tidak tepat. Monitoring yang cermat sering mengidentifikasi problem verbal yang umum
seperti anomia, ketidak-mampuan mengulang, jargon, perseverasi dan pembicaraan tangensial.
Dokumentasi atau pencatatan tentang penurunan atau hilangnya verbalisasi sangat penting
dilakukan, jika dilakukan monitoring cermat pada individu dengan problem kelancaraan,
pemeriksa sering dapat mengidentifikasi jenis kata (seperti, kata benda atau kata kerja) yang
sulit diucapakan oleh pasien. Kata-kata yang tepat yang diucapkan dicatat pada individu
dengan kosakata yang sangat terbatas. Kualitas ucapan bisa dapat didokumentasikan secara
subyektif dengan mencatat tentang kemampuan artikulasi, fonasi, pitch (pola titi nada), tone
(nada), atau prosody. (lihat Bab 3 untuk informasi lebih lanjut).
Kemampuan membaca dan menulis dapat dinilai pada pasien dengan latar belakang
pendidikan adekuat. Kemampuan pemahaman membaca pasien dapat dinilai dengan menulis
perintah sederhana dan kemudian meminta pasien untuk membaca dan melakukannya.
Kemampuan pasien untuk mengikuti baik perintah tertulis satu dan dua-tahap dapat dinilai
dengan dengan cara ini. Teknik umum lain untuk mengidentifikasi problem membaca atau
komunikasi adalah dengan meminta pasien untuk mencocokkan item-item aktual dengan kata
tertulis. Untuk menilai kemampuan membaca dan pemahaman pasien diminta untuk membaca
kalimat atau paragraf dan menyampaikan sinopsis singkat secara verbal kepada pemeriksa.
Pemeriksa juga dapat memberikan pertanyaan spesifik tentang paragraf yang sama atau
lainnya. Kemampuan menulis dievaluasi dengan meminta pasien menuliskan data pribadi yang
sederhana, seperti nama dan alamat, jika pasien tidak dapat melakukan hal tersebut pasien
harus diminta untuk menyalin item-item tersebut. Permintaan agar pasien menulis nama-nama
item-item spesifik juga membantu mengidentifikasi adanya kesulitan menulis.
Pasien yang memiliki kesulitan komunikasi baik verbal atau tertulis sering
menggunakan isyarat-isyarat untuk berkomunikasi. Dokumentasi tentang penggunaan isyarat-
isyarat yang tepat oleh individu dengan keterampilan komunikasi yang buruk membantu orang
lain termasuk staff atau anggota keluarga mengembangkan komunikasi. Komunikasi gestural
(komunikasi dengan isyarat) pada individu dengan kemampuan verbal yang adekuat sering
digunakan sebagai bentuk komunikasi skunder. Penting dilakukan observasi tentang
penggunaan isyarat pada pasien dan apakah isyarat-isyarat tersebut berhubungan secara tepat
dengan komunikasi verbal.
Pemeriksaan Sensorik
Banyak klinisi percaya bahwa pmeriksaan sensorik merupakan bagian tersulit dari
pemeriksaan neurologis. Evaluasi sensorik dapat dilakukan secara meluas pada pasien dengan
keluhan sensorik yang banyak. Hal tersebut juga memerlukan tingkat kerjasama yang
signifikan dsan respon subyektif dari pasien. Semua fakta tersebut membuat pemeriksaan
sensorik sulit diinterpretasikan pada saat itu, tetapi jika pemeriksaan dilakukan dengan cara
yang sistematis, biasanya didapatkan informasi yang berharga.
Pemeriksa harus mengetahui distribusi saraf perifer dan dermatomal normalnya untuk
menyakinkan kelengkapan evaluasi (Gbr. 1-47). Paling baik pertama kali dilakukan evaluasi di
area umum, untuk menyakinkan bahwa pasien memahami proses pemeriksaan saraf sensorik.
Pemeriksaan sensorik dilakukan untuk mengevaluasi sensasi somatik superfisial dan profunda
bersama dengan fungsi sensorik diskriminatif.
Tiga sensasi somatik superfisial adalah sentuhan, nyeri superfisial dan sensasi thermal.
Sentuhan dapat di test dengan menggunakan batang kapas. Nyeri superfisial dinilai dengan
cocokkan peniti (pinprick) secara hati-hati, karena stimulasi yang kasar dapat menimbulkan
perdarahan. Biasanya pasien diminta untuik memberitahu pasien dimana dan kapan setiap jenis
stimulus (batang kapas atau pinprick) dilakukan, pasien dapat juga diminta untuk
membandingkan setiap stimulus yang dilakukan dengan sensasi yang dirasakan ketika stimulus
yang sama dilakukan pada area yang memiliki sensasi normal. Sensasi thermal dievaluasi
menggunakan tabung test, satu diisi air panas dan yang lain diisi air dingin atau kepingan es.
Pasien juga diminta untuk meceritakan tabung test yang mana yang sedang disentuhkan di area
kulit yang spesifik, juga pemeriksa dapat mengetes hanya satu sensasi thermal (panas atau
dingin) dan mintalah pasien untuk mengatakan setiap sensasi abnormal yang dirasakan di area-
area tubuh yang berbeda-beda.
Propiosepsi vibrasi dan nyeri profunda (nyeri dalam) atau tekanan merupakan sensasi
somatic profunda. Propiosepsi atau sensasi posisi sendi dievaluasi dengan mengetes persepsi
pasien terhadap posisi dan gerakan sendi distal. Seringkali jempol extremitas bawah dan sendi-
sendi kecil pada tangan digunakan. Jika pasien memiliki sensasi posisi yang abnormal di
persendian distal, selanjutnya sendi yang lebih proksimal dites untuk mengidentifikasi level
dimana sensasi posisi pasien masih baik. Ketika menggerakkan bagian tubuh, lebih baik
mencengkeram bagian sisi-sisi tubuh daripada bagian atas atau bawah, karena pasien mungkin
dapat merasakan tekanan pada area-area tersebut, yang dapat membuat tes menjadi kurang
akurat. Sensasi vibratori distal ke proksimal juga dites pada ekstremitas, menggunakan garpu
tala dengan frekuensi rendah dan durasi getaran yang lama (128 dv). Biasanya pasien diminta
untuk menyebutkan kapan vibrasi garpu tala menghilang waktu menyentuh tonjolan tulang.
Garpu tala kemudian segera ditempatkan pada area sensorik tulang normal dan pemeriksa
bertanya pasien jika vibrasi masih terasa. Sebagai alternatif, setelah sensasi vibrasi yang
dirasakan pasien menghilang, garpu tala dapat ditempatkan di area yang sama pada tubuh
pemeriksa untuk membandingkan sensasi pasien dengan sensasi vibrasi pemeriksa. Nyeri
profunda (nyeri dalam) atau tekanan dievaluasi di setiap ekstremitas dengan palpasi dalam
pada kelompok otot atau dengan jepitan kuat pada tendon otot.
Fungsi sensori diskriminatif disebut juga sensasi cortical atau integrative sensation,
karena abnormalitas pada fungsi-fungsi ini biasanya akibat dari lesi di cortex sensori atau
thalamocortical pathways. Fungsi-fungsi tersebut mencakup diskriminasi dua titik, lokalisasi
taktil kutaneus, graphesthesia dan stereognosis. Ketiga fungsi sensori ini tergantung pada
sensasi somatik superfisial dan profunda yang adekuat. Sensasi somatik yang buruk
menghalangi tes yang akurat dalam fungsi diskriminatif.
Diskriminasi dua-titik dites secara akurat hanya dengan kompas (penunjuk) yang
terkalibrasi, dengan kedua titik kompas diberikan secara simultan. Teknik yang lebih praktis
tetapi kurang akurat menggunakan penjepit kertas (clip paper) yang dua ujungnya dipisahkan
dan diukur sehingga jarak antara keduanya diketahui. Pemeriksa bertanya kepada pasien jika
satu atau dua titik stimulasi dirasakan. Jarak normal dimana dua titik terpisah yang diketahui
bervariasi tergantung pada area tubuh yang dites. Area-area umum untuk evaluasi meliputi
ujung jari (separasi normal, 3 sampai 5 mm), permukaan dorsal dengan tangan dan kaki
(separasi normal, 20 sampai 30 mm), dan batang tubuh (separasi normal, 4 sampai 7 cm).22
Lokalisasi taktil kutaneus dievaluasi dengan meminta pasien untuk menutup mata dan untuk
menunjuk area yang disentuh atau distimulasi dengan pinprick oleh pemeriksa. Pasien harus
mampu menunjukkan area secara akurat pada tangan dan ujung jari, dan dalam beberapa
milimeter di bagian tubuh yang lain. Graphestesia adalah kemampuan untuk mengenal angka
atau huruf yang digoreskan pada permukaan tubuh, seringkali pada telapak tangan.
Stereognosis adalah kemampuan untuk mengenal obyek-obyek familiar, seperti koin atau
safety pin, yang diletakkan di tangan. Pasien harus mampu menunjukkan jenis koin (misal
nikel atau persegi) yang diletakkan di tangan.
Gejala hilangnya sensori atau kurang perhatian merupakan abnormalitas sensasi
diskriminatif. Hal tersebut dapat diketahui dengan pemberian stimuli kutaneus bilateral secara
simultan di satu area tubuh. Hilangnya sensori didiagnosis jika stimulus hanya pada satu sisi
tubuh yang dirasakan. Gejala ini sering terlihat pada pasien dengan lesi kortikal parietal kanan,
dimana tidak dirasakan stimulus pada sisi kiri tubuh.
Kontrol Motorik
Kontrol motorik tergantung pada kekuatan otot yang adekuat, keseimbangan,
koordinasi, dan planning aktivitas motorik yang adekuat. Adanya gerakan otot involunter juga
dapt menghalangi kemampuan fungsional.
Manual Muscle Testing (MMT), sudah dibahas sebelumnya, dilakukan untuk
mengevaluasi kekuatan otot. Keseimbangan duduk dan berdiri sering diperiksa menggunakan
tekanan ringan sampai moderate atau mendorong ke segala arah pasien yang berada dalam
salah satu posisi tersebut. Aktivitas ini sudah dibahas dalam bagian pemeriksaan fungsional.
Aktivitas keseimbangan dinamik pada level yang lebih tinggi, seprti aktivitas ‘tandem walking’
atau menganyam, dapat dites pada pasien yang nampak memiliki keseimbangan berdiri yang
baik.
Buruknya koordinasi dapat menghalangi kemandirian dalam banyak ketrampilan
fungsional. Koordinasi motorik kasar pada ekstremitas atas dievaluasi dengan tes ‘jari ke
hidung’ (finger-to nose). Pasienn harus meluruskan ekstremitasnya secara penuh untuk
mencegah hasil tes yang tidak akurat akibat stabilisasi lengan atas oleh otot-otot batang tubuh.
Koordinasi motorik kasar pada ekstremitas bawah dievaluasi dengan tes tumit, lutut-ke-tulang
kering (heel, knee-to shin test). Koordinasi motorik halus paling baik dites dengan gerakan –
gerakan bergantian cepat (rapid alternating movements). Gerakan tangan seperti hand tapping
(ketukan tangan), pronasi cepat dan supinasi sendi radioulnar bersama dengan hand tapping,
dan gerakan jempol ke jari-jari berikutnya menilai koordinasi motorik halus ekstremitas atas.
Pasien harus diarahkan untuk menyentuhkan ibujari ke setiap ujung jari-jari tangan lain secara
berurutan, secepat mungkin. Foot tapping (ketukan kaki) digunakan untuk mengevaluasi
gerakan motorik halus pada ekstremitas bawah. Meminta pasien untuk mengulang secara cepat
ucapan ‘ta’ dan ‘pa’ berguna untuk mengevaluasi koordinasi lidah dan mulut.
Dokumentasi tentang gerakan-gerakan motorik involunter seperti spastisitas, tremor,
chorea, athetosis, balismus, dan dysttonia merupakan hal yang penting. Definisi-definisi
gerakan involunter tersebut terdapat dalam tabel 1-15.
Tipe Definisi
Spastisitas Keadaan hipertonisitas yang berhubungan dengan kontraksi otot cepat involunter,
peningkatan tonus otot, danpeningkatan refleks-refleks regangan otot (muscle stretch
reflexes).
Tremor Gerakan berulang involunter bagian tubuh, paling sering extremitas distal. Gerakan
tersebut menyerupai gerakan menggigil atau gemetar. Mungkin terlihat waktu
istirahat atau berhubungan dengan gerakan.
Chorea Gerakan aritmik involunter yang kuat, cepat dan gerakan tersentak-sentak. Paling
sering gerakan terlihat di ekstremitas proksimal. Gerakan tersebut sering
digabungkan dalam gerakan volunter untuk membuatnya tampak kurang nyata.
Ballisimus Gerakan keras (violent) dan melenting (flinging) yang luar biasa pada ekstremitas.
Athetosis Kondisi yang dicirikan dengan ketidak mampuan untuk menopang/ mempertahankan
bagian tubuh atau bagiannya dalam satu posisi. Paling sering terjadi pada bagian
distal ekstremitas (jari-jari, tangan, jari kaki). Gerakan relatif lambat dan berubah-
ubah.
Dystonia Posturing (sikap tubuh yang persisten pada satu atau lebih ekstremitas, batang
tubuh, leher atau wajah.
Dari Adams RD, Victor M: Principles of neurology, ed 5, New York, McGraw-Hill, 1993. diproduksi kembali
atas ijin McGraw-Hill companies.
Diadaptasi dari Mancall El: Examination of the Nervous System. Dalam Alpers and Mancall’s Essential of
the Neurologic Examination, ed 2. Philadelphia, FA Davis, 1993, hal 25.
Ringkasan
L.R adalah wanita Afrika-amerika, bertangan kanan, berusia 32 tahun, sebelumnya adalah ibu rumah
tangga yang mandiri, dengan riwayat penyakit sickle-cell dan fraktur pinggul kiri dilakukan ORIF (Open
Reduction and internal fixation) 1 tahun yang lalu; Dia melakukan rehabilitasi untuk paraplegi akibat
cedera medula spinalis T12 akut dan fraktur kompresi setelah jatuh 1 minggu yang lalu. Tulang
belakangnya stabil jika memakai orthosis thoracic-lumbar ketika tidak sedang tidut (out of bed) dan
ketika kepala tempat tidur dielevasikan lebih dari 30 derajat. Impairment fisik dalam pemeriksaan
meliputi paralisis flaksid ekstremitas bawah, level sensori L1, ketahanan yang buruk dalam aktivitas
ekstremitas atas, kontraktur abduksi dan fleksi pinggul kiri masing-masing 10 derajat, tidak terdpat
refleks klitorocavernosus dan tidak didapatkan tonus rektal.
Pasien mengatakan tidak terdapat aktivitas bowel dalam 4 hari; terpasang folley cathether dan satu-
satunya aktivitas yang mampu dilakukan tanpa bantuan adalah makan. Secara sosial, dia tinggal di
apartemen lantai kedua (hanya dapat diakses dengan naik tangga) dengan susminya, yang bekerja
sepanjang hari.
Daftar masalah
Problem rehabilitasi
1. Defisit fungsional: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas, sebagian besar
aktivitas kegiatan sehari-hari, atau tugas-tugas rumahtangga dan untuk mengemudi tanpa
bantuan atau alat bantu
2. Paralisis flaksid ekstremitas bawah bilateral; kemampuan pengaturan ekstremitas bawah buruk
3. Ketahanan yang buruk dalam aktivitas ekstremitas atas
4. Ketiadaan sensasi di bawah level L1: resiko tinggi untuk area penekan pada kulit
5. Kontraktur abduksi dan fleksi pinggul/pangkal paha kiri: kemungkinan problem posisioning,
resiko tinggi untuk area kulit ekstremitas bawah kiri akibat problem posisioning, kemungkinan
kesulitan dlam pengaturan ekstremitas
6. Bowel neurogenik flaksid: Regulasi bowel yang buruk saat ini
7. Bladder neurogenik: perlu evaluasi untuk manajemen bladder yang tepat
8. Penyesuaian pasien dan keluarga terhadap disability
9. Pertimbangan seksualitas
10. Rencana pengeluaran (discharge planning)/ situasi kehidupan : Apartemen tidak dapat diakses
dengan kursi roda, kebutuhan peralatan
Problem medis/bedah
1. Fraktur kompresi T12 : Stabil dengan pemakaian orthosis thoracic-lumbal yang tepat
2. Penyakit sicke-cell : saat ini stabil, tetapi memerlukan pengawasan
3. fraktur pinggul kiri dengan perbaikan bedah 1 tahun yang lalu : sembuh secara surgical, tapi
pasien memiliki kontraktur fleksi dan abduksi residual
Rencana Manajemen
1. Terapi fisik/fisioterapi ditujukan pada defisit mobilitas, terutama pada aktivitas kursi roda,
kemampuan transfer, ketahana ekstremitas atas untuk aktivitas ini, keseimbangan duduk dan
toleransi. Fisioterapis akan menginstruksikan pasien tentang pengaturan dn ROM ekstremitas
bawah, terfokus pada penurunan kontraktur ekstremitas bawah. Seluruh anggota tim akan
memperkuat kemampuannya begitu pasien menerima instruksi dasar dari fisioterapis.
2. Terapi okupasi terfokus pada penguatan ekstremitas atas dan ketahanan, aktivitas kegiatan
sehari-hari, dan, jika sudah saatnya, melatih pasien memulai pekerjaan rumah tangga dan
mengemudi dengan alat bantu. Seluruh anggota tim akan memperkuat kemampuannya begitu
pasien menerima instruksi dasar dari terapis okupasi
3. Perawatan/nursing untuk memonitor kulit dan membantu pasien dalam manajemen bowel dan
bladder
4. Tim manajemen (dokter, fisioterapis, terapis okupasi, perawat, terapis rekreasional, psikolog,
social worker, dsb) mengadakan program edukasi rehabilitasi yang spesifik fokus pada
pencegahan problem yang akan datang sehubungan dengan problem aksesabilitas, mobilitas,
kulit, bowel,bladder, seksualitas, psikososial dan problem medis/bedah
5. Persoalan-persoalan komunitas seperti aksesabilitas, mengemudi, aktivitas sosial dan situasi
psikososial yang sulit, dibahas oleh tim.
6. Penekanan tim manajemen adalah membantu pasien untuk mengidentifikasi penempatan
stelah perawatan dengan tepat, termasuk persiapan kehidupan yang aksesibel, modifikasi
rumah jika diperlukan, keperluan peralatan khusus, dan sistim dukungan untuk permasalahan
finansial dan psikososial
7. Tim manajemen terus memonitor perkembangan sensori dan kekuatan ekstremitas bawah
8. tim manajemen terus memonitor munculnya tonus otot rektal dan otot-otot ekstremitas bawah
9. Stabilitas spinal dijaga dengan pemakaian orthosis spinal pada pasien. Rontgen spinal secara
periodik dilakukan jika perluMemelihara stabilitas penyakit sickle-cell dengan monitoring cermat
pemeriksaan hitung darah tepi dan gejala-gejala yang muncul. Sediakan tranfusi darah atau
terapi yang lain jika perlu.
Therapeutic precautions: pasien mengenakan orthosis spinal ketika tidak sedang berada di tempat tidur
dan ketika kepala tidur dielevasikan lebih dari 30 derajat.
Setting terapi : Setting (penetapan) rehabilitasi rawat inap diperlukan karena pasien tidak aman atau
tidak mampu kembali dalam kehidupan yang sebelumnya.
Tujuan
1. kemandirian dalam ketrampilan mobilitas kursi roda
2. Kemandirian aktivitas kegiatan sehari-hari
3. Kemandirian melakukan tugas-tugas rumah tangga dengan memakai kursi roda
4. Kemandirian dalam mengemudi dengan alat bantu
5. Kemandirian atau dengan supervisi dalam aktivitas kembali di komunitas
6. Kemandirian dalam pengaturan ekstremitas bawah dan program ROM
7. Kemandirian program bladder management
8. Kemandirian dalam program bowel management, atau jika pasien tidak mampu melakukan
perawatan bowel secara mandiri akibat keterbatasan ROM trunkus karena pemakaian orthosis
spinal, maka kemandirian dalam kemampuan untuk menginstruksikan orang lain untuk
melakukan program manajemen bowel
9. Kemandirian dalam program manajemen kulit
10. Pengetahuan tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan seksualitas
11. Kemandirian dalam pengetahuan tentang problem-problem medis/bedah yang akan datang
berhubungan dengan cedera medula spinalis
12. Mengidentifikasi situasi kehidupan yang aksesibel dan aman
13. Menjaga stabilitas penyakit sickle-cell
14. Menjaga stabilitas spinal