Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SYNDROME GERIATRI

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Gerontik


Panti Tresna Werdha

Oleh:
Irfan Marsuq Wahyu Riyanto
NIM. 170070301111063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. DEFINISI
Sindroma Geriatri adalah kumpulan gejala (sindrom) yang sering dikeluhkan
oleh pasien usia tua. Istilah lain yang sering dipakai adalah ‘geriatric giants’.
Sindrom geriatri yang sering dipakai adalah menurut Solomon dari UCLA, antara
lain : immobility (imobilitas), instability (instabilitas dan resiko jatuh), intellectual
impairment (gangguan intelektual), incontinence (inkontinensia urin dan alvi),
inanition (malnutrisi), Isolation (terisolasi dan depresi), impotence (impotensi),
infection (mudah infeksi), impaction (konstipasi/sembelit), iatrogenic (timbulnya
masalah kesehatan karena terapi/tindakan medis), immunodefisiensi (gangguan
system imun), insomnia (tidak bisa tidur), imparment of vision. Pasien geriatri
sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang muncul sering tumpang
tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga tampilan gejala menjadi
tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada pasien geriatri
adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit
kardiovaskular (Setiati, 2013).

2. KLASIFIKASI SINDROM GERIATRI


Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering
dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk:
The “13 i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan
jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan
delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi),
Impotence (impotensi), Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection
(infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur),
Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and
smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk., 2006).

a. Imobilisasi
Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa
nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan masalah psikologis.
Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang
menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi,
dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang
menyebabkan imobilisasi.

b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)


Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan
jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia
lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai
kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan
penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau
sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008;
Cigolle et al., 2007).

c. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)


Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan
masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu
sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari
tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65 tahun mengalami inkontinensia urin.
Inkontinensia urin merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan oleh
keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak dokter
jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008; Cigolle et al.,
2007). International Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan Faecal
Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan
masalah sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal
sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan
pembuangan feses melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang
dibandingkan inkontinensia urin (Kane et al., 2008).
d. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia Dan
Delirium)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak
berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya
masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga
kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas
(Geddes et al.,2005; Blazer et al., 2009).

e. Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan
kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat
beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak,
menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi
usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini.
Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia
lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu
badan dibawah 36OC lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin
tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan
nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah
laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).

f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,


penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi
gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok
usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya,
etiologi gangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah
presbikusis untuk kelompok geriatri.

Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan


terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan
pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian dalam,
juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah
penyakit telinga bagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran
berfluktuasi, tinnitus dan pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang
disebabkan oleh energi akustik yang berlebihan yang menyebabkan trauma
permanen pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik yang sering sekali
ditemukan pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan
ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga
ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak
berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri
adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan
bedah berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan
yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit
dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan
biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam
pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep,
dan untuk menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena
itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan
cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat sebelum
waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan,
mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri
dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan obat baru (Setiati
dkk.,2006).

g. Isolation (Depression)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia
lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang
mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan
merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan
usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan

h. Inanition (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut
karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja.
Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan
asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan
(Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan
pasien dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.

i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk
beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan
hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat
bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai
dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan
otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi
“pikun” . Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman
sejawat, berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan seorang lansia
mengalami depresi.

j. Iatrogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri
yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara
lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat
mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi
penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat
obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal
sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik
dan dapat berefek toksik.

k. Insomnia
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga
dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar
thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia.
Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.

l. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)


Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu
bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap
terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama
pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -
yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang
melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan
jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya
seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi
menempati porsi besar pada pasien lansia.
m. Impotence
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual
pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan
hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis
dengan darah sehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan
plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah
sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.

n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas,
tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar,
penyeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan
sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat
merangsang syaraf, kolitis.

3. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI


Ada beberapa teori proses menua, antara lain:
1. Teori genetic clock
Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya.
Usia harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin.
2. Mutasi somatik (error catastrophe)
Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik
menyebabkan kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul
kesalahan yang menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi)
3. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri
sendiri sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai
macam jaringan.
4. Teori menua akibat metabolisme
Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses
degenerasi
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan
menumpuk melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase,
glutation peroksidase) sehingga menimbulkan kerusakan sel
6. Teori telomer
Teori telomer menyatakan hilangnya telomer secara progresif
menyebabkan proses menua. Telomer merupakan sekuens DNA yang
terletak di ujung kromosom yang berfungsi mencegah pemendekan
kromosom selama replikasi DNA. Telomer akan memendek setiap kali sel
membelah. Bila telomer terlalu pendek maka sel berhenti membelah dan
menyebabkan replicative senescence (Warner HR, Sierra F, Thompson LV.
2010 dalam Setiati, Siti 2013). Sel manusia normal akan membelah 50 kali
dalam beberapa tahun. Sel secara genetik diprogram untuk berhenti
membelah setelah mencapai 50 divisi sel, pada saat itu sel akan mulai
kehilangan fungsinya (Miller, Carol A.1999 dalam Suhartin P, Pratiwi,
2010).
7. Teori Genetika
Teori genetika merupakan teori yang menjelaskan bahwa penuaan
merupakan suatu proses yang alami di mana hal ini telah diwariskan
secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari untuk mengubah sel dan
struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan
kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen. DNA merupakan asam
nukleat yang berisi pengkodean mengenai infornasi aktivitas sel, DNA
berada pada tingkat molekuler dan bereplikasi sebelum pembelahan sel
dimulai, sehingga apabila terjadi kesalahan dalam pengkodean DNA maka
akan berdampak pada kesalahan tingkat seluler dan mengakibatkan
malfungsi organ. Teori genetika dengan kata lain mengartikan bahwa
proses menua merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan akan semakin
terlihat bila usia semakin bertambah. Teori ini juga bergantung dari dampak
lingkungan pada tubuh yang dapat mempengaruhi susunan molekular.
8. Teori neuroendokrin
Merupakan teori yang mencoba menjelaskan tentang terjadinya proses
penuaan melalui hormon. Penuaan terjadi karena adanya keterlambatan
dalam sekresi hormon tertentu sehingga berakibat pada sistem saraf
(Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006 dalam Suhartin P,
Pratiwi, 2010)

Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan


psikososial akibat proses menua. Pada panca indra didapatkan perubahan
degeneratif otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis,
perubahan elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat
terganggu. Fungsi telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ
corti. Dalam sistem pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah,
turunnya elastisitas otot dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan
pengecapan, turunnya refleks batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan,
perubahan nafsu makan, malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah
tersedak dan mengalami kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di
mana terjadi penebalan dan kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi
katup jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung dan mempengaruhi
aliran darah otak. Sistem respirasi berubah di mana elastisitas alveolus menurun,
terjadi degenerasi epitel, dan kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas
vital menurun dan refleks batuk menurun. Dengan ini lansia peka terhadap
pneumonia dan mudah mengalami gagal respirasi.
Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada
lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun
mempengaruhi metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis.
Transmisi asetilkolin, dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia
mudah mengalami hipotensi postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal
menurun dengan bertambahnya usia akibat perubahan degeneratif.
Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga
elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan
infeksi kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat
penurunan elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada
lansia. Sistem imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan
kanker. Secara umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga
mudah terjadi nyeri punggung.

4. MANIFESTASI KLINIS
Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu adanya
lebih dari satu penyakit kronis degeneratif. Karakteristik kedua adalah daya
cadangan faal menurun karena menurunnya fungsi organ akibat proses menua.
Karakteristik yang ketiga adalah gejala dan tanda penyakit yang tidak khas.
Tampilan gejala yang tidak khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita
pasien. Karakteristik berikutnya adalah penurunan status fungsional yang
merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Penurunan status fungsional menyebabkan pasien geriatri berada pada kondisi
imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain. Karakteristik khusus
pasien geriatri yang sering dijumpai di Indonesia ialah malnutrisi.
 Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring
selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan
dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama
imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis.
 Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan
kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi
akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang
cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi,
menurunnya daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang mengeluh,
sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua
penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan,
dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang
terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan
dibawah 36C lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin
tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya
penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya
perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Dini, 2013).
 Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien
geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan
dan sulit memertahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang usia lanjut di
komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh
tetap terjaga sepanjang malam, 19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan
19% mengalami kesulitan untuk tertidur.
 Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri
terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Jatuh adalah penyebab utama
cedera serius pada orang tua. Antara lain, bahaya keamanan di rumah,
efek samping obat, gangguan berjalan dan penglihatan, pusing, radang
sendi, kelemahan, dan kekurangan gizidapat meningkatkan risiko jatuh.
Seperti sindrom geriatrik lainnya, jatuh biasanya memiliki lebih dari satu
penyebab (Health in aging, 2012).
 Banyak hal yang dapat menyebabkan masalah kontrol kandung kemih,
atau "inkontinensia," termasuk otot kandung kemih terlalu aktif, infeksi
saluran kemih, sembelit, delirium, penyakit jantung, diabetes, demensia,
efek samping obat, dan kesulitan mencapai toilet dalam waktu singkat.
Inkontinensia urin dapat menyebabkan masalah seperti jatuh, depresi, dan
isolasi (Kesehatan penuaan, 2012).
 Masalah penglihatan umum di antara orang dewasa yang lebih tua
termasuk rabun, glaukoma, katarak, penyakit mata diabetes, presbiopia,
(perubahan yang berkaitan dengan usia di mata yang membuatnya sulit
untuk melihat close-up), dan degenerasi makula (kerusakan pada pusat
mata yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan sentral) (Kesehatan
penuaan, 2012).

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tujuan pengkajian paripurna pasien geriatri adalah : memperbaiki diagnosis
(medis dan psikososial), merencanakan rehabilitasi dan terapi lain yang sesuai,
untuk mengoptimalkan kondisi dimana para pasien lanjut usia tinggal, dan
merencananak evaluasi terapi dan pengelolan kasus, serta memperoleh data
dasar sebagai informasi yang berharga untuk dibandingkan di kemudian hari.
Contoh pengkajian paripurna pasien geriatri adalah :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Data dasar factor resiko penyakit/penyakit yang diidap sekarang/sindro
geriatri yang muncul
4. Status nutrisi
5. Status mental/kognitif
6. Status emosi/depresi
7. Status fungsional tubuh (kemandiarian melakukan aktivitas dasar (activity
daily living) dan aktivitas tambahan sehari-hari(instrumental activity daily
living))
8. Kondisi lingkungan/rumah (keamanan dalam dan luar rumah)
9. Support social (daya dukung keluarga dan komunitas)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.
1. Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur,
duduk dan berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk
melihat kemungkinan terdapatnya hipotensi ortostatik
2. Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini
disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting adalah
pemeriksaan secara sistem ini menghasilkan dapatan ada atau tidaknya
gangguan organ atau sistem.
3. Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian
sistem, yaitu :
- Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).
- Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.
- Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.
- Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan abdomen perlu dilakukan
dengan cermat.
- Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan sendi-
sendi perlu diperiksa : sendi panggul, lutut dan kolumna vertebralis.
- Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan.
Pemeriksaan Tambahan (Penunjang)
Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan keperluan penegakan
kepastian diagnosis, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.
- X-foto thorax, EKG
- Laboratorium : DL,UL, FL
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau
diperlukan tindakan diagnostic atau terapi, dapat dilakukan konsultasi
(rujukan) kepada sub-bagian atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan
alat yang lebih spesifik : FNB, EKG, CT-Scan.

6. PENATALAKSANAAN
Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan
berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat menjadi
pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap
menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip
penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian
multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistik (Setiati, Siti
2013).
a. Pengelolaan inkontinensia urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis
besar dapat dikerjakan sebagai berikut (Simposium “Geriatric Syndromes:
Revisited” 2011):
a) Program rehabilitasi, antara lain:
- Melatih perilaku berkemih.
- Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
- Melatih respons kandung kemih.
- Latihan otot-otot dasar panggul.
b) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap
(indweling).
c) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
d) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan
atau keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-
lain.
e) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk
kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-
bahan penyerap khusus untuk mengurangi dampak inkontinensia.
b. Jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang
terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik,
psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang terkait serta
keluarga penderita. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda
untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan
jatuh. Lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktoral
sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi dan
perbaikan lingkungan. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian,
penggunaan alat bantu gerak dan sebagainya.

Pengobatan untuk gangguan berjalan


1. Manajemen gangguan berjalan termasuk peningkatan kemampuan
fungsional dan pengobatan penyakit tertentu,namun banyak kondisi yang
menyebabkan kelainan gaya berjalan hanya sebagian dapat diobati.
2. Peningkatan substansial terjadi dalam pengobatan gangguan sekunder
untuk vitamin B12 dan folat, penyakit tiroid, radang sendi lutut, penyakit
Parkinson dan polineuropati inflamasi.
3. Peningkatan Sedang, tetapi dengan cacat sisa, dapat terjadi setelah
perawatan bedah untuk myelopathy serviks, stenosis lumbar, dan
hidrosefalus tekanan normal.

Sleep Disturbance
1. Perawatan Non-farmakologis
a. Hilangkan faktor yang dicurigai: mengobati penyakit yang mendasari,
menghentikan atau mengubah obat, menghentikan alkohol, kafein atau
penggunaan nikotin.
b. Perubahan Kebiasaan : mengembangkan rutinitas persiapan tidur,
gunakan kamar tidur untuk tidur saja, mengembangkan cerita tidur untuk
mempromosikan keadaan pikiran, mengurangi tidur siang hari, dan
mengembangkan latihan rutin sehari-hari.
2. Pengobatan farmakologis
a. Hanya direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek pada pasien
yang lebih tua.
b. Benzodiazepin dengan aksi pendek atau menengah seperti Temazepam
(7,5-15 mg), dengan jangka waktu maksimum dua minggu untuk
menghindari ketergantungan.
c. Anti histamin dapat diterima untuk digunakan sesekali, namun cepat
kehilangan khasiat.
d. anti-depresan, misalnya, Trazadone, adalah pilihan yang baik untuk
insomnia kronis.

Penatalaksanaan infeksi
Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena
meningkatkan bahaya toksisitas obat antimikroba pada lansia. Terapi antibiotik
tergantung pada kuman patogen yang

7. KOMPLIKASI
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasan isalnya
penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi endokrin dan ginjal,
peningkatan diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi
glukosa, hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan
nitrogen negatif Komplikasi gastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia,
konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf pusat, dapat
terjadi deprivasi sensorik, gangguan keseimbangan dan koordinasi (Rizka, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Suhartin P. Pratiwi, 2010.Teori Penuaan, Perubahan Pada Sistem Tubuh Dan


Implikasinya Pada Lansia. Universitas Diponegoro Semarang.
AA. Dini, 2013. Sindrom Geriatri (Imobilitas, Instabilitas, Gangguan Intelektual,
Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan Pendengaran). Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Medula volume 1 nomor 3
Setiati, Siti, 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup
Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan
Pelayanan Kedokteran di Indonesia. Jakarta: eJKI
Kuswardhani, RAT. Comprehensive Assesment of The Elderly Patients. In: Buku
Ajar Geriatri. Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam FK Unud; 2011.p. 1-7.
Depkes RI. Buku Panduan Nutrisi Usia Lanjut; 2005.
Martono H. Penderita Geriatri dan Asesmen Geriatri. In: Darmojo BR, Martono H,
editor. Buku Ajar Geriatri. 3 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p. 15.
Forciea MA. Comprehensive Geriatric Assessment. In: Geriatric Secrets. 3rded.
New York: McGrawhill; 2004. p.14 – 18.
Darmojo BR. Demografidan Epidemiology PopulasiUsiaLanjut. In: Darmojo BR,
Martono H, editor. Buku Ajar Geriatri. 4th ed. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 2010
Andri, Charles E. Damping, 2007. Peranan Psikiatri Geriatri dalam Penanganan
Delirium Pasien Geriatri. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007

Anda mungkin juga menyukai