Anda di halaman 1dari 19

Spina Bifida

Disusun oleh :

Arlita Agustin EP E2016008

Nikita Fauzia Hanifa E2016033

Yeny Nur Arifah E2016045

DIV FISIOTERAPI

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan Bawaan (Kelainan Kongenital) merupakan suatu kelainan pada struktur,
fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.
di Indonesia sering kita lihat pada layar televisi beberapa contoh bayi baru lahir memiliki
kelainan bawaan yang ringan bahkan sampai berat. Kelainan struktur atau kelainan
metabolisme ini dapat terjadi melalui beberapa faktor diantanya dikarenakan hilangnya
bagian tubuh tertentu, kelainan pembentukan bagian tubuh, kelainan hormon tubuh dan
lain sebagainya.
Penyebab dari kelainan bawaan ini bervariasi yaitu bisa karena pemakaian alkohol
oleh ibu hamil, penyakit rhesus, kelainan genetik, infeksi TORCH pada ibu hamil dan
juga bisa merupakan teratogen. Faktor penyebab kelainan bawaan lainnya adalah
kekurangan nutrisi ideal, salah satunya kekurangan asam folat. Asam folat ini bisa
meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tuba neural lainnya.
kelainan tuba neural atau Neural Tuba Defects (NTD) adalah/defek kelahiran
yang cukup serius yang melibatkan tulang belakang atau otak. Mereka merupakan hasil
dari kegagalan penutupan tuba neural pada sekitar 28 hari setelah pembuahan. Bentuk
NTD yang paling umum atau sekitar 50% dari kasus adalah Spina Bifida.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud spina bifida?
2. Ada berapa klasifikasi spina bifida dan bagaimana jenisnya?
3. Bagaimana klasifikasi disabilitas fungsi motorik?
4. Berapa prevalensi untuk spina bifida?
5. Bagaimana patogenesis dari spina bifida?
6. Seperti apa prognosa dari spina bifida?
7. Bagaimana cara menentukan diagnosa berbagai jenis spina bifida?
8. Bagaimana tindakan operatif, positioning dan cara perawatan pada spina bifida?
9. Apa saja habilitasi yang dapat dilakukan?
10. Seperti apa manajemen fisik dan fisioterapi pada setiap tahap umur?

2
C. Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah teori fisioterapi pediatri dan obgyn
2. Mengetahui definisi spina bifida, klasifikasi sampai perawatan yang dapat dilakukan
pada pasien serta manajemen fisioterapi yang dapat dilakukan

3
BAB II
ISI
A. Definisi
Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa
MSacharin, 1996) Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada
arkus posterior tulangbelakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
pada perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998). Keadaan ini biasanya
terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasidefek bervariasi, pada
keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari satu
arkus pascaerior vertebra pada daerah lumbosakral.
Gangguan fungsi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga sampai konsepsi,
sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis terjadinya
Spina Bifida antara lain adalah
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural disebabkan penyebab tertentu,
2. Adanya tekanan yang berlebih pada kanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga
menyebabkan ruptur permukaan tuba neural, dan
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu
penyebab.
Beberapa penyebab kelainan ini dihubungkan dengan faktor genetik, tetapi faktor
lingkungan juga mungkin ikut berperan dalam gangguan fusi ini. Faktor seperti defisiensi
asam folat, infeksi virus, dan mekanisme imun diduga dapat merupakan penyebab pula
terhadap kejadian kongenital ini.

B. Klasifikasi Spina Bifida


Spina bifida menurut bentuknya dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu spina
bifida okuta dan spina bifida kistika.2
a. Spina bifida okulta
Merupakan suatu defek dinding posterior kanalis spinalis dengan tidak terjadinya
fusi lamina pada beberapa ruas tulang belakang (sering terjadi pada lumbar kelima
atau sakral pertama, tapi dapat terjadi pula pada beberapa titik sepanjang kanal
spinalis), sedangkan medulla spinalis dan lapisan meningeal masih tetap terletak pada

4
tempatnya yang normal, tidak ada herniasi jaringan saraf dan kulit yang melapisi
daerah ini masih tetap ada.2
Pada spina bifida okulta, depresi atau lekukan, sedikit rambut, hemangioma, atau
tanda lahir pada lumbar bawah atau daerah sakral biasanya menyertai kecacatan.1
Kelainan kongenital ini biasanya tidak berbahaya, kecuali jika susunan saraf ikut
terkena. Terkadang kelainan ini tidak jelas terlihat langsung dari luar karena masih
dilapisi oleh kulit, biasanya di daerah tersebut dapat terlihat beberapa kelainan antara
lain berupa;2
1. Lipomeningokel, umunya terletak di daerah lumbosakral berupa masa subkutan
yang teraba sebagai lipoma. Benjolan menjalar kebawah sepanjang defek vertebra,
berpenetrasi terhadap lapisan durameter dan berfusi dengan ujung bawah medulla
spinalis.
2. Sinus atau kista dermal, pada bentuk kelainan ini ditemukan beberapa ruas sel
ektoderm yang persisten antara kulit dan medulla spinalis sehingga terbentuk
sinus yang melekat ke luar atau berbentuk kista tertutup.
3. Lesi tulang, terjadi defek lamina vertebralis L4, L5, dan S1 yang disertai dengan
atau tanpa kelainan lain dan akan terlihat sebagai suatu lekukan kulit.
4. Lesi kulit, kelainan kulit di atas defek umumnya berupa pigmentasi atau angioma
yang ditumbuhi rambut panjang. Kelainan spina bifida okulta tidak berpengaruh
terhadap fungsi organ lain, tetapi terkadang dapat pula ditemukan adanya lesi
serabut saraf, yang akan tampak sebagai berkurangnya kekuatan otot atau
gangguan sensibilitasi tungkai bawah serta adanya gangguan fungsi otot sfingter.
Gangguan ini dapat ditemukan segera setelah bayi lahir, atau mungkin kemudian,
biasanya dalam 3 tahun pertama. Gangguan yang timbul di hari kemudian
mungkin disebabkan karena pengaruh pertumbuhan yang tidak normal yang
menekan medulla spinalis.
b. Spina bifida kistika
Kadang disebut sebagai spina bifida aperta, merupakan kelainan yang lebih berat
karena susunan saraf dan lapisannya menonjol ke luar; jadi dalam tonjolan tersebut
terdapat herniasi meningen yang dapat disertai medulla spinalis dengan serabut

5
sarafnya.2 Spina bifida kistika merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering
ditemukan pada kelainan susunan saraf.
Kelainan spina bifida kistika akan lebih memberatkan keadaan penderita bila
terdapat gangguan neurologik dan gangguan fungsi otot, khususnya pada otot tungkai
bawah. Bila lesi terdapat di daerah sacrum, maka akan berpengaruh pula pada otot
sfingter, sedangkan bila lesi terdapat di daerah lumbosakral maka gangguan akan
bertambah dengan paralisis sebagian atau seluruh otot tungkai bawah, misalnya
terjadi paraplegi tungkai bawah. Spina bifida kistika dapat terbentuk sebagai:2
1. Meningokel, merupakan benjolan berbentuk kista seperti suatu massa yang
menonjol seukuran jeruk pada garis tengah tulang belakang, yang umumnya
terdapat di daerah lumbosakral.3 Defek spina bifida terjadi herniasi meningen
yang membentuk kantong kistik berisi cairan serebrospinal. Lapisan meningeal
berupa durameter dan araknoid menonjol sebagai kista ke luar kanalis vertebralis,
sedangkan medulla spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup
dengan membran tipis yang semitransparan berwarna kebiruan atau terkadang
ditutupi oleh kulit yang dapat menunjukkan hipertrikosis atau sebagai nervus.
Pada transiluminasi tidak terlihat jaringan saraf pusat di dinding benjolan. Fungsi
tungkai bawah biasanya normal, hanya terkadang disertai adanya gangguan.2
2. Mielokel, merupakan kelainan yang lebih berat dibandingkan dengan meningokel.
Jaringan saraf pusat ikut menonjol dan benjolan merupakan suatu kantong atau
kista dengan di tengahnya terdapat zona vaskulosa yang dikelilingi zona
membranosa semitransparan berwarna kebiruan yang terdiri atas jaringan
meningeal dan pembuluh darah. Pada transiluminasi terlihat serabut saraf,
pembuluh darah dan kantong berisi medulla spinalis. Mielokel terisi dengan
likuor serebrospinalis yang dapat merembas ke luar melalui membran yang robek
pada waktu persalinan. Pada kantong tersebut sering terjadi infeksi yang
kemudian dapat menjadi meningitis.2
3. Meningomielokel, dalam hal ini spina bifida berbentuk meningokel tetapi disertai
dengan herniasi medulla spinalis ke dalam kantong kistik tersebut, dengan
serabut sarafnya berakhir di tempat itu atau terus menjalar ke bawah. Kantung

6
eksternal berisi meninges, cairan serebrospinalis, dan sebagian medulla spinalis
atau akar distal saraf tulang belakang ke konus medullaris.1
Sering dijumpai dan bekerjasama dengan gejala neurologik permanen. Karena
hasil kerusakan pada lower motor neuron, anak akan memiliki keadaan yang
lemah dan kurangnya sensasi ekstremitas bawah, serta hilangnya kontrol usus
dan kandung kemih. Kaki bayi lemah dan tidak dapat berpindah, urin dan tinja
terus keluar karena kurangnya kontrol spinchter. Anak-anak sering disertai oleh
talipes (clubfoot) dan subluksasi hip. Hidrosefalus dapat menyertai sebanyak
80% bayi; Semakin tinngi terjadi meningomielokel pãda spinalis, semakin
banyak pula hidrosefalus menyertainya.3
Diduga bahwa difisiensi asam folat pada ibu sebelum hamil berperan terhadap
kejadian kelainan meningomielokel. Pada umumnya susah untuk menerangkan
dari penampilan kasar apakah itu meningomielokel atau meningokel sederhana.
Meningomielokel atau meningokel yang terjadi pada cranial sering disebut
enchephalokel. Defek enchephalokel sering terjadi di area occipital pada tulang
tengkorak tetapi dapat pula terjadi sebagai defek nasal atau nasofaringeal.3
4. Siringomielokel atau Mielokistokel, pada bentuk ini kantong hernia berisi bagian
medulla spinalis sebagai hidromielia, dan dinding posterior medulla spinalis
melekat pada ectoderm dan tidak mengalami diferensiasi.2

7
C. Klasifikasi disabilitas fungsi motorik
Anak dengan meningomielokel akan berlanjut untuk memiliki kelumpuhan pada
ekstremitas bawah dan kehilangan fungsi bowel dan blader. Tabel dibawah ini
menunjukkan disfungsi motor control di beberapa wilayah. 3

Tabel 1. Disfungsi Kontrol Motorik.

Tingkat Lesi Disfungsi


flaccid paralysis komplit ektremitas bawah, kelemahan,
kelemahan otot abdominal and trunk pada lesi yang lebih tinggi;
T6-12
kyphosis dan skoliosis; ambulasi dengan bantuan maksimal

Fleksi hip; paraplegi, ambulasi dangan bantuan maksimal


L1-2
Fleksi hip, adduksi, dan ekstensi knee; dislokasi hip; kontrol hip
dan kemungkinan gerakan lutut; ambulasi dengan bantuan
L3-4
moderat
Fleksi hip, adduksi dan berbagai tingkat abduksi; ekstensi knee
and kelemahan fleksi knee; kelumpuhan tungkai dan kaki bawah;
L5
ambulasi dengan bantuan moderat
As above, kelumpuhan tungkai dan kaki bawah; ambulation
S1-2 dengan bantuan minimal
Kemungkinan ringan hilangnya fungsi otot kaki intrinsik;
S3 ambulasi tanpa dukungan

D. Prevalensi
Di Inggris prevalensi NTD telah menurun selama 30 tahun terakhir. Informasi
yang tersedia pada tahun 1985 menunjukkan bahwa hanya 36% dari penurunan
prevalensi spina bifida bisa dipertanggungjawabkan oleh penghentian kehamilan. Pada
pertengahan 1970-an, di samping Irlandia, Inggris memiliki prevalensi kelahiran NTD
tertinggi di dunia, namun sekarang merupakan salah satu tingkat NTD terendah.5

8
Pada kelainan spina bifida kistika, bentuk meningomielokel merupakan bentuk
yang tersering ditemukan (70-80%). Frekuensi kejadian meningokel dan mielokel kurang
lebih 5 kali lebih tinggi daripada ensefalokel, sedangkan frekuensi mielokel lebih tinggi
daripada meningokel. Meningomielokel memiliki angka kejadian berkisar 2-8 per 10.000
kelahiran hidup dan lebih sering dijumpai pada bayi perempuan daripada lelaki.2 Tingkat
persentase bagi ibu yang sebelumnya telah melahirkan anak dengan NTD adalah 1,5%
sampai 2,0%, dan untuk ibu dengan dua anak yang terkena NTD, persentasenya adalah
6%. Risiko terkena juga lebih tinggi dari normal jika kerabat dekat memiliki riwayat
NTD.4
Lumbosakral merupakan 80% tempat dari meningomielokel. Bagian ini akan
menghasilkan berbagai sindrom seperti conus, epiconus, dan cauda equina. Lesi cauda
equina menghasilkan denervasi otot dalam rahim, sehingga terjadi deformitas sendi dari
tubuh bagian bawah. Paling sering terjadi kontraktur fleksi atau ekstensi, dislokasi
pinggul, dan skoliosis lumbosakral.4
Asam folat telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan dalam mencegah
terjadinya NTD pada populasi wanita yang berisiko.5 Suplementasi makanan ibu dengan
asam folat atau dengan multivitamin yang mengandung asam folat bahkan sebelum
konsepsi diusulkan untuk mencegah NTD. Sebuah multivitamin termasuk asam folat,
asam askorbat dan riboflavin, diberikan setidaknya 28 hari sebelum konsepsi sampai
dengan meliwati periode menstruasi kedua, mengurangi tingkat kekambuhan untuk NTD
dari 4,2% menjadi 0,5% pada ibu dengan Kehamilan NTD sebelumnya.4

E. Patogenesis
Spina bifida bukan hanya gangguan induksi semata; mereka juga berhubungan
dengan kelainan utama migrasi seluler dan kecacatan mekanik sekunder dari sistem saraf
pusat. Kontinuitas antara saraf dan derivat cutaneous ectodermal dianggap sebagai bukti
bahwa kecacatan utama yaitu pada penutupan tuba neural.4
Menurut Mclone dan Naiditch,4 kejadian awal adalah kegagalan lipatan saraf
menutup sepenuhnya, meninggalkan dorsal myeloschisis. Hal ini diikuti dengan
kegagalan oklusi sementara rongga sentral dari medulla spinalis. Kedua peristiwa ini
mengakibatkan lolosnya cairan serebrospinal ke dalam rongga ketuban. Marin-Padilla4

9
menyatakan bahwa kecacatan utama merupakan cedera terbatas pada lapisan primitif dan
nodus primitif, yang mengganggu pertumbuhan tulang, yang pada gilirannya
mengganggu penutupan saraf tuba neural. Situs yang paling umum untuk lesi anak-anak
yang masih bertahan hidup yaitu lumbosakral atau oksipital, ini menjadi tingkat terakhir
di mana penutupan tuba neural biasanya terjadi. Inisiasi cacat pada tahap awal
menyebabkan cacat yang lebih luas, yang tidak sesuai dengan kelangsungan hidup.
Dengan cara yang sama, Meningokel sederhana terjadi setelah medulla spinalis terbentuk,
sedangkan myelomeningokel timbul dari kerugian sebelumnya, yang harus terjadi
sebelum penutupan neuropore posterior (yaitu, sebelum 26 sampai 28 hari kehamilan).
Umumnya, penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti.4

F. Prognosa
Prognosis biasanya tidak memuaskan, apalagi bila kelainan ini disertai kelainan
lain, misalnya hidrosefalus atau gangguan fungsi otot.2 Menindaklanjuti penelitian, telah
dilakukan perbandingan kelangsungan hidup dan kualitas hidup antara pasien yang
diobati tanpa operasi, pasien yang dioperasi secara selektif, dan pasien yang menerima
operasi awal secara rutin. Beberapa dari bayi dengan myelomeningokel 45% yang tidak
dilakukan pembedahan meninggal dalam tahun pertama kehidupan, paling sering
merupakan konsekuensi dari hidrosefalus atau infeksi SSP. Yang selamat, sekitar 50%
minimal cacat. Sisanya adalah sangat cacat. Dengan operasi, sekitar 90% bertahan hidup
dalam usia remaja, namun kurang dari 33% dari ini minimal cacat.4
Hasil intervensi bedah nonselektif dalam pada sejumlah besar pasien yang hidup
dengan cacat utama; Saat masa remaja, 66% dari kelompok ini tergantung dengan kursi
roda. Selain itu, 40% memiliki IQ di bawah 80; 66% tidak memiliki kontinensia kandung
kemih dan usus; 66% memiliki cacat visual, termasuk strabismus, jaringan parut kornea,
kebutaan; 25% memiliki gangguan kejang; dan 25% mengembangkan precocious puberty,
90% luka pengalaman tekanan, luka bakar, dan patah tulang. Dalam kebanyakan kasus,
inkontinensia mempengaruhi kehidupan akademik dan sosial mereka, dan lebih dari 90%
dapat diharapkan untuk memiliki beberapa tingkat personal, sosial, dan ketergantungan
ekonomi.4

10
Ketika kematian terjadi setelah usia dini, biasanya diakibatkan dari infeksi saluran
kemih dengan sepsis dan gagal ginjal. Biasanya, itu merupakan konsekuensi dari
peningkatan tekanan intrakranial akibat hidrosefalus diperlakukan buruk. Dalam
beberapa kasus, kematian merupakan konsekuensi dari penyakit paru yang disebabkan
kyphoscoliosis progresif.4
Prognosis masa depan akan tergantung pada sejauh mana defek. Hilangnya
meninges dengan pembedahan dapat membatasi laju penyerapan CSF. Hal ini juga dapat
bertambah, sebagai akibat hidrosefalus yang berulang. Orang tua membutuhkan banyak
dukungan untuk merawat anak dengan myelomeningokel karena anak mereka memiliki
multiple disability. Rujukan ke kelompok dukungan masyarakat dapat membantu kondisi
ini.3

G. Diagnosa
Tes diagnosa yang dapat menerangkan apakah merupakan kelainan spina bifida atau
bukan diantaranya:
 Alfa-fetoprotein (AFP), diagnosis spina bifida prenatal pada ibu dengan faktor
resiko dapat dilakukan dengan memeriksa kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu
pada kehamilan minggu ke-14 yang merupakan petunjuk terhadap kemungkinan
adanya defek tuba neural terbuka. Bila ditemukan kenaikan alfafetoprotein pada darah
ibu, maka langkah selanjutnya dapat ditepertimbangkan memeriksa cairan amnion
dan ultrasonografik.2 AFP merupakan fetal-specific gamma-1 globulin pada cairan
amniotic yang mengindikasikan kehadiran myelomeningokel.1
 Amniosentesis, merupakan pemeriksaan cairan amnion dengan cara amniosentesis,
yang menunjukkan adanya defek neural terbuka.2 Amniosentesis mungkin
mengungkapkan adanya AFP dalam cairan ketuban.1 Pada defek tertutup seperti
lipomeningokel, tidak terdeteksi dengan pemeriksaan cairan amnion karena lapisan
permukaan kulitnya masih utuh.2
 Ultrasonografik, pemeriksaan dengan ultrasonografik dapat pula mencari
kemungkinan adanya pembukaan defek tuba neural atau defek pada dinding ventral.1
 Pemeriksaan radiologik, diagnosa pasca natal spina bifida umumnya dapat dibuat
secara makroskopik segera setelah bayi lahir, misalnya dengan pemeriksaan

11
radiologik (X-ray dan CT scan). Pada spina bifida okulta yang disertai adanya lipoma,
sinus, tumbuhnya rambut, atau adanya lesi neurologik pada tungkai bawah, serta
kemungkinan disertai adanya talipes, pembuatan foto rontgen polos daerah
lumbosakral diperlukan untuk menegakkan diagnosis jenis kelainannya.2
Radiografi tulang belakang mengungkapkan sejauh mana tulang tidak bergabung.
Meskipun saat lahir segmen terminal medulla normal terletak diantara badan vertebra
T11 dan L1, pada bayi dengan meningomielokel medulla dapat diperpanjang sejauh
L5 atau bahkan lebih rendah.4
 Transilluminasi, dari kantung tulang belakang yang menonjol kadang-kadang dapat
membedakan antara mielomeningokel (di mana kantung transilluminasi) dan
Meningokel (di mana kantung tidak bertransiluminasi).1
 Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap ada tidaknya hidrosefalus
dengan cara pengukuran lingkar kepala, trasnsiluminasi, pemeriksaan ultrasonografik,
dan penatahan kepala.2

H. Tindakan operatif, positioning dan cara perawatan pada spina bifida


Pengobatan spina bifida umumnya dilakukan dengan tindakan bedah. Tergantung
dari jenis kelainan dan lesi yang ditemukan, maka tahapan tindakan bedah dapat
dilakukan sedini-dininya (dalam waktu 48 jam).2 Ketika infants terdeteksi memiliki
meningokel dan meningomielokel, dapat dicapai dengan kelahiran caesar untuk
menghindari tekanan dan cedera medulla spinalis. Alasan untuk penutupan bedah awal
adalah untuk mengurangi risiko infeksi, morbiditas, dan mortalitas, dan untuk mencegah
kerusakan medulla spinalis dan saraf tulang belakang lebih lanjut. Perlu diingat bedah
tidak membalikkan defisit neurologis.3 Bila ditemukan adanya sinus maka dua hal harus
diperhatikan, yaitu tindakan pemberian kontras tidak boleh dilakukan, karena bila sinus
ini berhubungan dengan durameter maka bahaya terjadinya meningitis sangat besar.2
Bila kelainan berbentuk lipoma, pengangkatan benjolan tidak dilakukan, karena
harus diperhatikan pula kemungkinan adanya hubungan dengan medulla spinalis.
Tindakan bedah umumnya baru dilakukan kemudian dan perlu dipertimbangkan sebaik-
baiknya bersama bedah saraf. Pada spina bifida kistika, khususnya pada mielomeningokel,
sebelum tindakan bedah dapat dilakukan, perawatan bayi ditujukan untuk menghindari

12
terjadinya infeksi nosokomial, misalnya meningitis atau ventrikulitis, serta
memperhatikan kemungkinan adanya gangguan pada otot sfingter. Bayi diletakkan
telungkup untuk menghindarkan tekanan pada kista, dan kista ditutup dengan kasa basah
steril. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan apalagi bila selaput kista telah robek.
Perawatan pasca bedah serta latihan selanjutnya terhadap fungsi otot memerlukan
penanganan yang baik.2
Intervensi bedah disarankan sekitar usia 3 bulan, tidak hanya untuk alasan
komestik, tetapi yang lebih penting untuk mencegah disfungsi neurologis progresif.
Pasien-pasien ini memerlukan evaluasi ortopedi dan urologik penuh.4 Sebelum operasi,
banyak intervensi erfokus pada pencegahan komplikasi yang pada kantung:
 Preoperative positioning; sebelum operasi, bayi harus diposisikan dengan hati-hati
sehingga tidak ada tekanan pada defek spinal. Mereka dapat ditempatkan dalam posisi
telungkup atau side-lying. Ketika mereka berada pada satu sisi, gunakan selimut
digulung atau popok dan tempatkan di belakang punggung bagian atas mereka (di
atas defek). Dengan cara ini, tidak akan ada tekanan pada lesi, dan bayi akan
terlindung ketika bergulir ke belakang. Menempatkan bayi pada perut mereka
memiliki keuntungan tambahan yaitu menjaga aliran feses dan urin jauh dari defek
serta menjaga lesi bebas dari tekanan. Handuk yang terlipat di bawah perut juga
membantu melenturkan pinggul, mengurangi tekanan pada kantung, dan memastikan
posisi kaki yang baik. Letakkan popok yang dilipat antara kaki, untuk mencegah
permukaan kulit menyentuh dan menggosok, dan menjaga pinggul dari rotasi
internal.3
 Menilai aktivitas sensorik dan motorik dibawah kantung, termasuk fungsi kandung
kemih,1
 Ajarkan orang tua dan anggota keluarga lainnya tentang langkah-langkah untuk
mencegah kontraktur, tekanan ulkus, infeksi saluran kemih, dan komplikasi lainnya.1
 Ukur lingkar kepala sekali sehari untuk menetapkan data dasar,3
 Waspada peningkatan kejadian alergi lateks pada anak-anak tersebut.1

Setelah operasi, berikan perawatan rutin pasca operasi, termasuk pemantauan tanda-
tanda vital, positioning, dan pengamatan daerah operasi;

13
 Postoperative positioning: Jaga bayi tetap telungkup atau side-lying untuk mencegah
tekanan pada sayatan.3
 Untuk menjaga nutrisi, bayi harus diposisikan seperti posisi menyusui yang
memungkinkan. Pastikan bahwa lengan pendukung tidak menekan lesi. Ketika
menggelegak bayi, ingat untuk tidak menepuk pada punggung atas defek. Jika
seorang ibu berencana menyusui, Ingatkan untuk tidak membiarkan kantung atau
garis sayatan pasca operasi menekan lengannya.3
 Memberikan perawatan kulit jika terdapat kelumpuhan (untuk mencegah komplikasi
seperti tekanan ulkus).1
 Menilai aktivitas motorik dan fungsi bowel dan bladder untuk membandingkan
dengan kondisi pra operasi.1
 Ukur lingkar kepala setiap hari dan lakukan latihan ROM.1
 pertahankan splints, brace dan gips; penggunaan kursi roda, walker, dan alat bantu
lainnya yang diperlukan.1

I. Habilitasi spina bifida


Untuk mengurangi gangguan mobilitas fisik, mobilitas dalam batas-batas keterlibatan
saraf setelah operasi dan ambulasi dengan penggunaan peralatan bantuan seminimal
mungkin, intervensi yang harus dilakukan yaitu:
 Mengajarkan pada orang tua untuk memberikan stimulasi dan aktivitas normal bagi
anak karena mobilitas nya terbatas. Mereka perlu mendorong anak untuk menjadi
semandiri mungkin sehingga ia dapat menjalani hidup senormal mungkin.3
 Jika seorang anak telah terganggu kontrol motorik ekstremitas bawah, orang tua perlu
melakukan latihan pasif untuk mencegah otot atrofi dan pembentukan kontraktur.3
 Anak mungkin memerlukan brace untuk membantu menjaga keselarasan yang baik
dan membuat berjalan dengan crutch memungkinkan di masa kecil. 3
 Ketika anak-anak menggunakan kursi roda, pastikan mengajar mereka untuk
menekan dengan tangan mereka di lengan kursi untuk menaikkan pantat mereka dari
kursi roda setidaknya sekali setiap jam. Hal ini akan memberikan sirkulasi yang
memadai untuk ekstremitas bawah. 3

14
 Orang tua harus membuat inspeksi secara rutin ekstremitas bawah anak dan bagian
gluteus setiap hari untuk setiap area iritasi atau kemungkinan infeksi, karena anak ini
tidak memiliki sensasi di ekstremitas bawah mereka. Ajari anak saat mereka tumbuh
dewasa untuk melakukan hal ini sendiri. 3

J. Manajemen fisik/ fisioterapi


Secacat apapun, manajemen fisik anak dengan NTD mengharuskan orang tua dan
terapis bekerja dalam kemitraan untuk membantu anak mencapai potensinya. Tujuan
keseluruhan dari fisioterapi pada anak dengan lesi neural tube adalah untuk
mempromosikan perkembangan normal dalam batas-batas kendala neurologis dan
mencapai sebanyak mungkin kemandirian. Tujuan utama dari fisioterapi pada semua
tahap kehidupan individu akan mencakup:5
 Pengembangan keterampilan fisik yang mengarah kepada kemandirian
 Pencapaian mobilitas mandiri, baik berjalan atau di kursi roda
 Pencegahan perkembangan deformitas
Manajemen pada tahap yang berbeda dari lahir sampai dewasa antara lain:5
1. Fisioterapi Neonatal
Penilaian awal harus dilakukan untuk menentukan keparahan pada kecacatan anak.
Penilaian ini perlu dilakukan dengan cepat dan efisien, karena anak akan berada dalam
inkubator dan tidak dapat mentoleransi penanganan yang berlebihan. Beberapa
Penilaian diantaranya:
 Sensasi bayi dan pergerakan,
 Postur bayi saat istirahat,
 Setiap gerakan aktif dan setiap kelainan atau kecacatan,
 Refleks dan kelompok otot, kemudian diuji. Sebuah gerakan pasti dari tendon atau
sendi sebagai indikasi adanya aktivitas otot.
Pemeriksa harus bekerja dari jari kaki ke atas, seperti aktivitas normal terlihat,
daerah di atas harus normal. Uji sensasi perlu secara protopathik (dalam), seperti
pengujian epicritic (sentuhan ringan) tidak konklusif pada tahap ini. Pengujian ini
paling baik dilakukan dengan menggunakan peniti. Setelah penilaian selesai, program

15
gerakan pasif dan latihan stretching dapat diimplementasikan untuk mempertahankan
dan meningkatkan panjang otot dan jangkauan sendi.

2. Fisioterapi prasekolah
Antara usia 6 dan 12 bulan berguna untuk memperbarui grafik otot sehingga
persiapan dapat dibuat untuk menggunakan peralatan ortotik. Gerakan pasif untuk
semua sendi tungkai bawah harus dilakukan pada setiap penggantiian popok untuk
mempertahankan berbagai sendi dan merangsang sirkulasi. Setelah anak memulai
lengan secara aktif dan gerakan aktif bagian atas tubuh, harus dilakukan strengthening.
Anak harus diposisikan seperti bayi normal pada telungkup, terlentang dan posisi
duduk untuk mempromosikan tahap perkembangan normal dan duduk dan
mempertahankan panjang otot. Penilaian fisioterapi harus dilakukan untuk menilai
tingkat persepsi dan keterampilan motorik anak, kegiatan tersebut melibatkan
kesadaran spasial, misalnya bergerak di atas dan di bawah benda-benda tanpa
menyentuh mereka, menilai kecepatan benda bergerak dan lainnya.
Anak biasanya siap untuk mulai berdiri antara usia 18 bulan dan 2 tahun. Penilaian
terhadap tingkat bantuan yang diperlukan dapat dibuat dan jenis orthose perlu
dibicarakan dengan orang tua. Mazur et al (1989)5 menunjukkan bahwa mobilitas awal
dan postur tegak berharga untuk mempromosikan kemandirian dan mobilitas,
mengurangi terjadinya dekubitus, mengurangi obesitas dan kontraktur, dan bermanfaat
bagi kesejahteraan psikososial anak.
Setelah anak di sekolah, banyak instansi fisioterapi membuat hubungan antara
kesehatan, rumah dan lingkungan sekolah. Semua staf yang bekerja dengan anak-anak
dengan hidrosefalus harus dibuat sadar akan tanda-tanda yang menunjukkan masalah
kemunduran; mungkin termasuk sakit kepala, muntah, kelemahan atau hilangnya
ketangkasan, penurunan tingkat kesadaran, lekas marah, kinerja yang lambat, masalah
penglihatan dan juling yang memburuk.
Selama tahun-tahun sekolah anak-anak mengembangkan kemandirian mereka.
Fisioterapi atau okupasi terapi bertanggung jawab untuk mengajar dasar menggunakan
kursi roda untuk berbagai kegiatan di sekolah. Fisioterapis perlu mengunjungi sekolah
atau rumah secara teratur untuk memperbarui program-program ini. Anak-anak perlu

16
mengembangkan kekuatan dan stamina otot lengan mereka apakah untuk berjalan atau
menggunakan kursi roda sebagai bentuk mobilitas utama. Untuk mempertahankan
kekuatan ini, anak-anak harus didorong untuk melakukan latihan strengthening, seperti
push-up dalam posisi telungkup atau duduk, di samping program olahraga yang aktif,
yang dapat mencakup kegiatan seperti berenang, bersepeda dengan tangan mendorong
atau basket dengan kursi roda. Kegiatan ini tidak hanya memperkuat otot, tapi juga
akan meningkatkan sirkulasi dan membantu mengontrol berat badan, yang keduanya
merupakan faktor penyebab dalam perkembangan dekubitus.
Anak-anak harus diajarkan untuk mentransfer secara aman, misalnya dari lantai ke
kursi, dari kursi roda ke toilet. Penting mengingatkan anak untuk tidak merusak kulit
anestesi selama transfer dengan membersihkan permukaan di mana mereka bergerak
dan tidak menyeret kulit. Ketika seorang anak tidak memakai orthose, ia harus
memastikan kaki di support selama transfer. Anak-anak yang berjalan dengan tongkat
atau kruk perlu berlatih bagaimana jatuh dengan aman dan mampu untuk mendapatkan
kembali posisi tegak. Mereka harus belajar untuk melepaskan kruk mereka dengan
cepat. Praktek harus dimulai pada kecelakaan pada permukaan lembut ke kencang.
Setelah anak tumbuh, terdapat risiko perkembangan deformitas, kelainan bentuk
paling umum terlihat adalah dislokasi pinggul dan kifoskoliosis. Untuk anak-anak
yang memiliki lesi yang tinggi dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka di
kursi roda, penting untuk mereka duduk untuk mempertahankan postur simetris
dengan distribusi berat merata pada permukaan. Meskipun tempat duduk tidak dapat
memperbaiki kelainan yang ada, namun ini dapat memperbaiki postur.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa spina bifida
merupakan gangguan penutupan dan fusi tuba neural yang dapat timbul pada semua
segmen, tetapi yang paling sering pada daerah lumbosakral. Spina bifida menurut
bentuknya dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu spina bifida okuta dan spina
bifida kistika. Pada spina bifida kistika bentuk yang paling sering dijumpai adalah
meningomielokel.
Spina bifida dapat menyebabkan komplikasi lain misalnya hidrosefalus, atau
gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang
pada tungkai bawah, serta gangguan fungsi otot sfingter. Spina bifida dapat terjadi
melalui beberapa faktor salah satunya adalah kekurangan asam folat pada ibu hamil.
Spina bifida dapat didiagnosis melalui beberapa cara yaitu Alfa-fetoprotein (AFP),
Amniosentesis, Ultrasonografik, Pemeriksaan radiologic dan Transilluminasi.
Pengobatan spina bifida umumnya dilakukan dengan tindakan bedah. Intervensi bedah
disarankan sekitar usia 3 bulan. Untuk mengurangi gangguan mobilitas fisik intervensi
fisioterapi harus dilakukan sedini mungkin pada beberapa tahap usia untuk membantu
kemandirian serta mempersiapkan penggunaan alat bantu.

B. Saran
1. Perlunya dilakukan pemerhatian khusus kepada pasien spina bifida baik oleh
intervensi fisioterapi maupun orang-orang terdekat.
2. Intervensi fisioterapi harus dilakukan sedini mungkin untuk menghambat deformitas
atau kontraktur yang terjadi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus. 1994. Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. Editor : Adrianto, Petrus. Jakarta :EGC.2.
Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.3.
Rendle, John Dkk. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa Aksara:Jakarta4.
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh Yasmin. Jakarta:EGC.5.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta: EGC.6.
Doenges Marillyn E,dkk. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3..Jakarta: EGC.7.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.8.
Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip Kepeawatan Pediatrik.Jakarta:EGC9.

19

Anda mungkin juga menyukai

  • Ssssssssssssssssss
    Ssssssssssssssssss
    Dokumen9 halaman
    Ssssssssssssssssss
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Rundown Fixxx
    Rundown Fixxx
    Dokumen3 halaman
    Rundown Fixxx
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • FV
    FV
    Dokumen8 halaman
    FV
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • PENATALAKSANAAN PARKINSON
    PENATALAKSANAAN PARKINSON
    Dokumen40 halaman
    PENATALAKSANAAN PARKINSON
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • SK Kosong
    SK Kosong
    Dokumen11 halaman
    SK Kosong
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • OUTPUT Tugas
    OUTPUT Tugas
    Dokumen3 halaman
    OUTPUT Tugas
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • SK Kosong
    SK Kosong
    Dokumen18 halaman
    SK Kosong
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Surat Peminjaman Alat Seminar
    Surat Peminjaman Alat Seminar
    Dokumen2 halaman
    Surat Peminjaman Alat Seminar
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • SK Kosong
    SK Kosong
    Dokumen18 halaman
    SK Kosong
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL Kesmas SD
    PROPOSAL Kesmas SD
    Dokumen11 halaman
    PROPOSAL Kesmas SD
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Oooooo
    Oooooo
    Dokumen28 halaman
    Oooooo
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • OUTPUT Tugas
    OUTPUT Tugas
    Dokumen3 halaman
    OUTPUT Tugas
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Auskultrasi Paru
    Auskultrasi Paru
    Dokumen14 halaman
    Auskultrasi Paru
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • MMMM
    MMMM
    Dokumen17 halaman
    MMMM
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan Osteoartritis
    Pencegahan Osteoartritis
    Dokumen16 halaman
    Pencegahan Osteoartritis
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL Kesmas SD
    PROPOSAL Kesmas SD
    Dokumen11 halaman
    PROPOSAL Kesmas SD
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Ipg 2
    Ipg 2
    Dokumen11 halaman
    Ipg 2
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Dokumen1 halaman
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • IKM
    IKM
    Dokumen7 halaman
    IKM
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Perbedaan NDT
    Perbedaan NDT
    Dokumen11 halaman
    Perbedaan NDT
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan Osteoartritis
    Pencegahan Osteoartritis
    Dokumen16 halaman
    Pencegahan Osteoartritis
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • C
    C
    Dokumen8 halaman
    C
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Perkusi Paru
    Perkusi Paru
    Dokumen13 halaman
    Perkusi Paru
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Fraktur P
    Fraktur P
    Dokumen16 halaman
    Fraktur P
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 6 Spina Bifida
    Kelompok 6 Spina Bifida
    Dokumen29 halaman
    Kelompok 6 Spina Bifida
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Collagen Vasculer Disease
    Collagen Vasculer Disease
    Dokumen14 halaman
    Collagen Vasculer Disease
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Auskultrasi Paru
    Auskultrasi Paru
    Dokumen14 halaman
    Auskultrasi Paru
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • TENNIS ELBOW Intereferensi
    TENNIS ELBOW Intereferensi
    Dokumen12 halaman
    TENNIS ELBOW Intereferensi
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Dokumen1 halaman
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat