LAPORAN MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas laporan praktek klinik fisioterapi
Oleh :
1. Adhina Nur Fajrin (E2016001)
2. Nikita Fauzia Hanifa (E2016033)
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah laporan praktek klinik yang
berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Parkinson Dengan Modalitas
Infrared Dan Terapi Latihan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga”.
Selama penyusunan makalah ini kami juga mendapat banyak dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak, sehingga kami mengucapkan terimakasih pada:
1. Riyani Wulandari, S.Kep, Ners, M.Kep selaku Ketua STIKES ‘Aisyiyah Surakarta.
2. Ari Septia Mei Leni, M.Or selaku Ketua Prodi DIV Fisioterapi STIKES ‘Aisyiyah
Surakarta.
3. Syurrahmi, S.Fis, M.Or selaku pembimbing akademik Prodi DIV Fisioterapi STIKES
‘Aisyiyah Surakarta.
4. Bambang Sutejo, SSt.FT, Ftr selaku pembimbing praktek klinik di RSUD Kota
Salatiga.
5. Seluruh fisioterapis dan staf RSUD Kota Salatiga yang telah membantu membimbing
dan berbagi ilmu.
6. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi penulis
dan pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan……………………………………………………………………i
Kata Pengantar………………………………………………………………………….ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………..............iii
Daftar gambar ....................................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan…………………………………………………..…………………...1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………1
C. Tujuan……………………………………………………………………………..2
D. Manfaat……………………………………………………………………………2
Bab II Tinjauan Pustaka…………………………………………..………………..........3
A. Definisi……………………………………………….……………….....................3
B. Epidemiologi……………………………………………..…………........................3
C. Klasifikasi ……………………………………………...…………….......................4
D. Patogenesis…………………………………………………..……….......................4
E. Patofisiologi ...............................................................................................................6
F. Manifestasi Klinis ......................................................................................................7
G. Diagnosis ……………………………………………….……………....................10
Bab III Laporan Kasus…………………………………………………………………..12
Bab IV Penutup…………………………………………………………………………..33
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………34
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Patogenesis penyakit parkinson ....................................................... 5
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit parkinson pertama kali digambarkan oleh Dr. James
Parkinson di dalam sebuah buku kecil yang berjudul “An Essay on the
Shaking Palsy” yang dipublikasi pada tahun 1817 ( golbe, 2010 ). Penyakit
parkinson adalah suatu kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang sering
merusak sistem motor penderita seperti keterampilan, ucapan dan fungsi
lainnya ( sunaryati, 2011 ). Penyakit Parkinson memiliki sekelompok
kondisi yang disebut gangguan gerak. Hal ini ditandai dengan kekakuan
otot, tremor, perlambatan gerakan fisik (bradikinesia) dan dalam kasus
yang ekstrim, hilangnya gerakan fisik ( golbe, 2010 ).
Penyakit Parkinson menyerang jutaan penduduk di dunia atau
sekitar 1% dari total populasi dunia. Penyakit tersebut menyerang
penduduk dari berbagai etnis dan status sosial ekonomi ( Noviani, et all
2010 ). Kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan 4,5-21 kasus per
100.000 penduduk per tahun, dan perkiraan prevalensi berkisar 18-328
kasus per 100.000 penduduk, dengan sebagian besar studi menghasilkan
prevalensi sekitar 120 kasus per 100.000 penduduk ( Hauser, 2015 ).
Kejadian penyakit parkinson berhubungan dengan usia, yang berarti
bahwa jumlah kasus akan meningkat sebesar 25-30% selama 25 tahun ke
depan ( Scottish, 2010 ).
Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 876.665 orang dari total
jumlah penduduk sebesar 238.452.952 menderita parkinson. Total kasus
kematian akibat penyakit Parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-
12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan prevalensi mencapai 1100
kematian pada tahun 2002 ( Noviani, et all 2010 ).
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah makalah ini:
1. Apakah pemakaian IR dan Terapi Latihan dapat mengurangi spasme
pada penderita parkinson ?
2. Apakah pemakaian IR dan Terapi Latihan dapat meningkatkan
kekuatan otot pada penderita parkinson ?
3. Apakah pemakaian IR dan Terapi Latihan dapat meningkatkan
kemampuan aktivitas fungsional pada penderita parkinson ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah pada kasus Osteoarthritis Genu
Bilateral adalah untuk mengetahui permasalahan pendekatan
fisioterapi pada problem kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
kondisi Osteoarthritis Genu Bilateral.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh IR dan Terapi Latihan dalam mengurangi
spasme pada penderita parkinson
b. Mengetahui proses terapi terhadap peningkatan kekuatan otot pada
penderita parkinson
c. Mengetahui proses terapi dalam mengurangi tremor pada penderita
parkinson
d. Mengetahui proses peningkatan aktifitas fungsional pada penderita
parkinson
D. Manfaat
a. Bagi Penulis
Dapat lebih mengenal parkinson sehingga dapat menambah wawasan
penulis.
b. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga,
masyarakat, sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran
parkinson dalam pendekatan fisioterapi.
c. Bagi Pendidikan
Memberikan informasi ilmiah bagi pembaca mengenai parkinson.
d. Bagi Institusi Kesehatan
Memberikan informasi obyektif mengenai parkinson kepada tenaga
medis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem
ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari parkinsonism yang secara
patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di
substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural
akibat penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab ( Silitonga,
2007 ).
B. Epidemiologi
Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis
yang paling umum, mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua
dari 60 tahun. Insiden dan prevalensi penyakit Parkinson meningkat
dengan usia, dan usia rata-rata onset adalah sekitar 60 tahun. Onset pada
orang yang lebih muda dari 40 tahun relatif jarang ( Hauser, 2015 )
Kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan 4,5-21 kasus per
100.000 penduduk per tahun, dan perkiraan prevalensi berkisar 18-328
kasus per 100.000 penduduk, dengan sebagian besar studi menghasilkan
prevalensi sekitar 120 kasus per 100.000 penduduk ( Hauser, 2015 ). Di
Indonesia, diperkirakan sebanyak 876.665 orang dari total jumlah
penduduk sebesar 238.452.952 menderita penyakit parkinson. Total kasus
kematian akibat penyakit parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-
12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan prevalensi mencapai 1100
kematian pada tahun 2002 ( Noviani, et all 2010 ).
Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit
parkinson terjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa
0,98% hingga 1,94%, menengah terdapat pada ras Asia 0,018% dan
3
prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%.9
Penyakit parkinson 1,5 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
pada wanita ( Hauser, 2015 ).
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit parkinson dibagi menjadi 4
jenis yaitu ( Hendrik, 2013 ):
1. Idiopati (primer) merupakan penyakit parkinson secara genetik.
2. Simptomatik (sekunder) merupakan penyakit parkinson akibat infeksi,
obat, toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor, hidrosefalus
tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.
3. Parkinson plus (multiple system degenerasion) merupakan
parkinsonism primer dengan gejala-gejala tambahan. Termasuk
demensia lewy bodies, progresif supranuklear palsi, atrofi multi
sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi olivopontoserebelar,
sindrom Shy-Drager, degenerasi kortikobasal, kompleks parkinson
demensia ALS (Guam), neuroakantositosis.
4. Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit wilson, penyakit
huntington, penyakit Lewy bodies.
D. Patogenensis
Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan
oksidatif dalam patogenesis penyakit parkinson, dan khususnya kerusakan
oksidatif pada lipid, protein, dan DNA dapat diamati pada substansia nigra
pars kompakta (SNc) otak pasien penyakit parkinson sporadik. Stress
oksidatif akan membahayakan integritas neuron sehingga mempercepat
degenerasi neuron. Sumber peningkatan stress oksidatif ini masih belum
jelas namun mungkin saja melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan
metabolisme dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan reactive
oxygen species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan besi reaktif,
dan gangguan jalur pertahanan antioksidan.
4
Banyak bukti mengarah pada peran utama disfungsi mitokondria sebagai
dasar patogenesis penyakit parkinson, dan khususnya defek mitokondria
complex-I (complex-I) dari rantai respirasi. Defek complex-I mungkin
yang paling tepat menyebabkan degenerasi neuron pada penyakit
parkinson melalui penurunan sintesis ATP ( Silitonga, 2007 )
5
terhadap stres oksidatif, fungsi sebagai pendamping untuk memblokir
agregasi a-synuclein dan melindungi terhadap disfungsi mitokondria.
PINK1 melindungi terhadap disfungsi mitokondria akibat mutasi patogen,
meskipun fungsi yang tepat dari PINK1 di mitokondria masih belum
diketahui ( Thomas, 2007 ).
LRRK2 berperan dalam fungsi vesikel sinaptik, perkembangan
neurite, dan lain-lain. Mutasi patogen di LRRK2 menyebabkan abnormal
fosforilasi protein yang menginduksi kematian sel mitokondria. Selain itu,
peran saraf dari PGC-1a mencegah kerusakan oksidatif dan disfungsi
mitokondria. Familial gen parkinson-linked yaitu parkin, DJ-1 dan PINK1
berperan mengaktifkan PI3 kinase-Akt signaling. Aktivasi jalur Nrf2/ARE
mencegah kerusakan oksidatif dan disfungsi mitokondria dan
mempertahankan kelangsungan hidup sel. PI3 kinase-Akt signaling dan
sinyal Nrf2/ARE bisa dieksplorasi sebagai target potensial untuk
intervensi terapeutik pada kematian neuronal dopaminergik ( Thomas,
2007 ).
E. Patofisiologi
Secara umum dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta
substansia nigra sebesar 40 hingga 50 persen yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).
Lesi primer pada penyakit parkinson adalah degenerasi sel saraf
yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di
substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata
telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari
ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan
reseptor D2 (inhibitorik) yang berada didendrit output neuron striatum.
Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau
substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1
dan jalur indirek yang berkaitan dengan reseptor D2. Apabila masukan
direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
6
Pada penderita penyakit parkinson, terjadi degenerasi kerusakan
substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum
sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala
Penyakit parkinson belum terlihat sampai lebih dari 50 persen sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamin berkurang sebanyak 80 persen.
Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur
langsung dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi.
Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari
putamen ke globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada
yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus
segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari
globus palidus segmen ekstena ke nukleu subtalamikus melemah dan
kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus
segmen interna/substansia nigra pars retikularis melalui saraf
glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan
neuron globus palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia
basalis menjadi berlebihan ke arah talamus. Saraf eferen dari globus
palidus segmen interna ke talamus adalah GABAergik sehingga kegiatan
talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks
lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke
neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokine ( Silitonga,
2007 ).
F. Manifestasi Klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non
spesifik, yang didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan
pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan
ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik
(ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita parkinson ( Hendrik,
2013 ) :
7
1. Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson
dan bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi
yang sama. Kemudian sisi yang lain juga akan turut terkena. Kepala,
bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut.
Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama
timbul pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas
digerakan. Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang
pada waktu tidur.
2. Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan
hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas
menjadi menyeluruh dan lebih berat dan memberikan tahanan jika
persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi
terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala
dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan.
Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan
menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang
(muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari
waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi lambat dan
monoton dan volume suara berkurang (hipofonia).
4. Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama,
namun pada awal stadium penyakit parkinson gejala ini belum ada.
Hanya 37% penderita penyakit parkinson yang sudah berlangsung
selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
8
5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan
mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan
ludah sering keluar dari mulut.
6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi
menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.
7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas
pada penyakit parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap
penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu
membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan
tidak melenggang bila berjalan.
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot
faring, lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan
kata-kata yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada
penyakit parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai
berbentuk suara bisikan yang lamban.
9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom pada pasien penyakit parkinson
memperlihatkan beberapa gejala seperti disfungsi kardiovaskular
(hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal (gangguan
dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan
regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia),
seksual (impotensi atau hypersexual drive), termoregulator
(berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau dingin). Prevalensi
disfungsi otonom ini berkisar 14-18%. Patofisiologi disfungsi otonom
pada penyakit parkinson diakui akibat degenerasi dan disfungsi
nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal,
9
nukleus ambigus dan pusat medullary lainnya seperti medulla
ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus rafe
kaudal.
10. Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu,
konvergensi menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.
11. Tanda Myerson
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-
ulang. Pasien Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada
tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda “Myerson”.
12. Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan
fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial,
pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini berkembang sebagai
konsekuensi patologi penyakit parkinson disebut kompleks
parkinsonism demensia. Demensia pada penyakit parkinson mungkin
baru akan terlihat pada stadium lanjut, namun pasien penyakit
parkinson telah memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan
gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Gangguan fungsi
kognitif pada penyakit parkinson yang meliputi gangguan bahasa,
fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan fungsi eksekutif
ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan normal.
Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.
13. Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala
depresi. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik penderita yang
mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan
pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini
disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi
keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita parkinson terjadi
degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron
10
norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan
degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.
G. Diagnosa
Diagnosis penyakit parkinson didasarkan pada riwayat medis dan
pemeriksaan neurologis melalui wawancara dan mengamati pasien secara
langsung menggunakan Unified Parkinson's Disease Skala Rating. Sebuah
radiotracer untuk mesin pemindaian SPECT yang disebut DaTSCAN
dibuat oleh General Electric untuk mendiagnosis penyakit parkinson,
tetapi hanya dipasarkan di Eropa. Oleh karena itu, penyakit ini sulit untuk
didiagnosis secara akurat, terutama pada tahap awal ( Sunaryati, 2011 ).
Diagnosis penyakit parkinson berdasarkan gejala klinis dilihat dari
gejala motorik utama yaitu tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria yang dipakai di
Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) yaitu ( Silitonga, 2007 ):
a. Possible: bila ditemukan 1 dari gejala-gejala utama
b. Probable: bila ditemukan 2 dari gejala-gejala utama
c. Definite: bila ditemukan 3 dari gejala-gejala utama
Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan stadium
klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:
a. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang
ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi belum menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala
yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman).
b. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu.
c. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
d. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
11
e. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Penyakit parkinson adalah diagnosis klinis. Tidak terdapat biomarker
laboratorium dan temuan rutin pada Magnetic Resonance Imaging (MRI)
ataupun computed tomography (CT) scan. Tomografi emisi positron (PET)
dan single-photon emisi CT (SPECT) mungkin menunjukkan temuan yang
konsisten dengan penyakit parkinson, dan pengujian penciuman dapat
memberikan bukti menunjuk ke arah penyakit parkinson, namun studi ini
tidak secara rutin diperlukan ( Hauser, 2015 ).
12
BAB III
LAPORAN KASUS
13
4. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER :
Mohon dilakukan tindakan fisioterapi pada Tn. B usia 66 tahun dengan
diagnosa medis parkinson’s deasese
B. SEGI FISIOTERAPI
1. A N A M N E S I S ( AUTO / HETERO *) )
a. KELUHAN UTAMA :
Pasien mengeluh tangan gemetar pada saat beraktivitas maupun
istirahat, kepala menggeleng-geleng sendiri dan saat berjalan tidak
fokus.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien merasakan pusing, wajah terasa kebal dan kaku, kedua tangan
gemetaran saat aktivitas maupun istirahat. Pasien mulai ada gangguan
keseimbangan saat berjalan sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu.
Kemudian dari poli saraf dirujuk ke poli fisioterapi.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Sejak tahun 2015 pasien mulai merasakan kehilangan keseimbangan
dan kedua tangan gemetaran.
d. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA :
a) Hipertensi (+)
b) Diabetes (+)
e. RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM PENDERITA):
Pasien merupakan seorang kepala rumah tangga, pasien sudah
pensiun, kegiatan sehari-hari hanya bersih-bersih rumah , menyirami
tanaman, dan beribadah.
f. RIWAYAT KELUARGA :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit seperti yang dialami
pasien. Pasien adalah kepala rumah tangga dan memiliki 2 anak.
g. ANAMNESIS SISTEM :
1) Kepala & Leher :
Kepala sering pusing
2) Kardiovaskuler :
14
Tidak ada keluhan berdebar-debar
3) Respirasi
Tidak ada keluhan sesak nafas
4) Gastrointestinalis :
Tidak ada keluhan
5) Urogenitalis :
Tidak ada keluhan
6) Muskuloskeletal :
Spasme pada otot deltoid, otot trapezius upper, otot
sternocleidomastoideus, dan otot bicep bicipitalis.
7) Nervorum :
Tremor pada kedua tangan
c) PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. TANDA - TANDA VITAL
1) Tekanan darah : 140/80 mmHg
2) Denyut nadi : 70x/menit
3) Pernapasan : 20x/menit
4) Temperatur : 36˚ C
5) Tiggi badan : 160 cm
6) Berat badan : 58 kg
b. INSPEKSI :
Statis :
1) Wajah pasien terlihat tanpa ekspresi
2) Kedua lengan pasien tremor
Dinamis :
1) Saat berjalan langkahnya kecil-kecil
2) Saat berjalan tidak ada rotasi trunk
3) Saat berjalan koordinasi tangan dan kaki tidak baik atau
cenderung lambat.
15
c. PALPASI :
1) Suhu lokan normal
2) Spasme pada otot bicep, otot deltoid dan otot trapezius upper.
d. PERKUSI :
Dalam batas normal
e. AUSKULTASI :
Dalam batas normal
f. GERAKAN DASAR :
1) Gerak Aktif :
Anggota Gerak Atas
Regio Gerakan Dextra Sinistra Nyeri
Shoulder Fleksi Full ROM Full ROM -
Ekstensi Full ROM Full ROM -
Abduksi Full ROM Full ROM -
Adduksi Full ROM Full ROM -
Endorotasi Full ROM Full ROM -
Eksorotasi Full ROM Full ROM -
Elbow Fleksi Full ROM Full ROM -
Ekstensi Full ROM Full ROM -
Pronasi Full ROM Full ROM -
Supinasi Full ROM Full ROM -
Wrist Palmar Fleksi Full ROM Full ROM -
Dorsal Fleksi Full ROM Full ROM -
Radial Deviasi Full ROM Full ROM -
Ulnar Deviasi Full ROM Full ROM -
16
Endorotasi Full ROM Full ROM -
Eksorotasi Full ROM Full ROM -
Knee Fleksi Full ROM Full ROM -
Ekstensi Full ROM Full ROM -
Ankle Plantar Fleksi Full ROM Full ROM -
Dorsi Fleksi Full ROM Full ROM -
Radial Deviasi Full ROM Full ROM -
Ulnar Deviasi Full ROM Full ROM -
2) Gerak Pasif :
Anggota Gerak Atas
Regio Gerakan Dextra Sinistra Nyeri Endfeel
Shoulder Fleksi Full Full - Soft
ROM ROM
Ekstensi Full Full - Soft
ROM ROM
Abduksi Full Full - Soft
ROM ROM
Adduksi Full Full - Soft
ROM ROM
Endorotasi Full Full - Soft
ROM ROM
Eksorotasi Full Full - Soft
ROM ROM
Elbow Fleksi Full Full - Soft
ROM ROM
Ekstensi Full Full - Hard
ROM ROM
Pronasi Full Full - Soft
ROM ROM
Supinasi Full Full - Soft
17
ROM ROM
Wrist Palmar Fleksi Full Full - Soft
ROM ROM
Dorsal Fleksi Full Full - Soft
ROM ROM
Radial Full Full - Soft
Deviasi ROM ROM
Ulnar Deviasi Full Full - Soft
ROM ROM
18
Radial Deviasi Full Full - Soft
ROM ROM
Ulnar Deviasi Full Full - Soft
ROM ROM
19
2. Aktivitas Fungsional :
Index Barthel
Aktivitas Nilai
Bantuan Mandiri
Makan 5
Ambulansi 5
Kebersihan diri 10
Aktivitas toilet 10
Mandi 10
Berjalan dijalan datar 10
Naik turun tangga 5
Berpakaian 10
Kontrol BAK 10
Kontrol BAB 10
Jumlah 85
Penilaian:
0-20 : Ketergantungan
20-61 : Ketergantungan berat
62-91 : Ketergantungan moderat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : Mandiri
Interpretasi : pasien mengalami ketergantungan moderat
3. Lingkungan Aktivitas :
Lokasi pemukiman tempat tinggal pasien tidak menanjak ataupun
menurun sehingga tidak membahayakan kondisi pasien.
20
j. PEMERIKSAAN SPESIFIK ( FT A / FT B / FT C / FT D / FT E *)
1. Tes Kordinasi
Gerakan Hasil
Finger to nose +
Finger to terapis finger ±
Finger to finger ±
Finger opposition ±
Pronation/supination +
Heel to knee +
Heel to toe -
Keterangan:
+ : Kordinasi baik
± : kordinasi kadang-kadang baik
- : kordinasi tidak baik
2. Tes Keseimbangan
a. Tes postar
Posisi pasien : berdiri
Posisi terapis : berdiri dibelakang pasien
Pelaksanaan : terapis memberi tarikan secara mengejutkan pada
bahu pasien ke belakang.
Hasil : Skala 2, mengambil 2 atau 3 langkah kebelakang
tapi masih mampu menahan keseimbangan.
b. Functional Reach Test
Posisi pasien : berdiri tegak dengan salah satu sisi dempet dengan
dinding dan kedua kaki renggang.
Posisi terapis : berdiri di depan pasien
Pelaksanaan : pasien mengangkat lengan 90˚ kemudian terapis
menandai dinding sejajar dengan ujung jari pasien.
Lalu, pasien diintruksikan supaya meraih sejauh-
jauhnya dan ditandai lagi.
Hasil : 28 cm.
21
1. Pemeriksaan Kekuatan Otot dengan MMT
Anggota Gerak Atas
Regio Gerakan Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 5 5
Ekstensi 5 5
Abduksi 5 5
Adduksi 5 5
Endorotasi 4 4
Eksorotasi 4 4
Elbow Fleksi 5 5
Ekstensi 5 5
Pronasi 4 4
Supinasi 4 4
Wrist Palmar Fleksi 5 5
Dorsal Fleksi 5 5
Radial Deviasi 4 4
Ulnar Deviasi 4 4
22
C. Underlying Process
Usia
Neurodegeneratif
Intervensi Fisioterapi
23
D. DIAGNOSE FISIOTERAPI
1. Body Function and Structure
a. Adanya tremor pada anggota gerak atas dan anggota gerak bawah saat
istirahat maupun beraktivitas.
b. Kekuatan otot menurun.
c. Bradikinesia ( pergerakan terganggu )
d. Adanya spasme otot pada m.deltoid , m.trapezius , m.biceps ,
m.sternocleidomastoideus.
2. Activity Limitation
a. Sulit menulis karena adanya kekauan pada lengan.
b. Pergerakan anggota tubuh menjadi lambat.
c. Langkah kaki menjadi kecil-kecil saat berjalan.
3. Environmental Factor
a. Pasien belum mampu mengikuti kegiatan sosial di masyarakat yang
bersifat berat seperti gotong royong.
b. Pasien mampu mengikuti kegiatan sosial di masyarakat yang bersifat
ringan seperti musyawarah RT, RW, Desa.
E. RENCANA INTERVENSI
1. TUJUAN
a. Jangka Pendek
1) Mengurangi tremor
2) Memperbaiki keseimbangan dan koordinasi
3) Menaikan kekuatan otot yang menurun
4) Menghilangkan spasme
b. Jangka Panjang
1) Meneruskan jangka pendek
2) Meningkatkan aktivitas fisik dan kemampuan fungsional secara
maksimal.
24
2. TINDAKAN FISIOTERAPI
a. Teknologi Fisioterapi :
1) Teknologi Alternatif :
Infra Red
Terapi Latihan
Latihan ekspresi wajah
Latihan jalan
Latihan koordinasi
General Exercise
Massage
b. Teknologi Terpilih
1) Infra Red
Agar dapat memberikan efek fisiologis maka sinar tersebut harus
diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat dimana
sinar tadi diabsorbsi. Infra red dengan panjang gelombang pendek (
7700 – 12000 amstrong ) penetrasi sampai dalam yaitu lapisan
dermis. Sedang yang bergelombang panjang ( diatas 12000
amstrong ) penetrasinya sangat superficial epidermis maka dengan
adanya panas ini temperatur naik dan pengaruh-pengaruh lain akan
terjadi, antara lain : mengurangi nyeri, relaksasi otot, meningkatkan
suplai darah, menghilangkan sisa – sisa hasil metabolisme.
2) General Exercise
Adanya gerakan aktif maupun melawan tahanan maka akan
merangsang propioseptif pada persendian sehingga meningkatkan ,
merangsang , menjaga ke elastisan jaringan sendi maka akan
menimbulkan peningkatan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.
3) Latihan koordinasi
Bertujuan untuk memperbaiki gerakan menjkadi tepat dan efisien
sesuai dengan tujuan.
25
4) Massage
Bertujuan untuk mengurangi spasme pada otot pada m.deltoid ,
m.trapezius , m.biceps , m.sternocleidomastoideus.
c. Edukasi
1) pasien di anjurkan untuk melakukan latihan ( eksercise ) secara
mandiri di rumah sesuai yang di anjurkan terapis sesering mungkin.
2) Pasien di anjurkan untuk selalu memperhatikan langkah nya supaya
tetap terjaga koordinasi antara tangan dan kaki nya.
d. Rencana Evaluasi
a) Evaluasi kekuatan otot menggunakan MMT
b) Evaluasi koordinasi menggunakan ter koordinasi
c) Evaluasi keseimbangan menggunakan tes pastor masdem atau
functional react test.
F. Prognosis
1. Quo Ad Vitam : Bonam
2. Quo Ad Sanam : Dubia at Bonam
3. Quo Ad Fungsionam : Dubia at Bonam
4. Quo Ad Cosmeticam : Dubia at Bonam
G. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Hari: Kamis Tgl: 15 Agustus 2019
a. Infra Red
a) Persiapan alat
Cek kabel : pastikan kabel tidak rusak
b) Persiapan pasien
Pasien tidur terlentang di atas bed senyaman mungkin.
c) Pelaksanaan :
Hidupkan alat
26
Arahkan sinar infra red tegak lurus pada shoulder, elbow, wrist,
hip, knee, ankle secara bergantian. Penyinaran pada setiap
persendian 5 menit dan dengan jarak 30 cm.
Cek setiap 5 menit sekali.
Setelah selesai matikan infra red dan rapikan alat kembali.
b. General Eksercise
a) Persiapan pasien
Pasien tidur terlentang di atas bed senyaman mungkin
b) Pelaksanaan
Fisioterapis memberikan gerakan pasif di setiap regio ( shoulder,
elbow, wrist, hip, knee, ankle ) dilanjutkan gerakan aktif/ mandiri
dari pasien dan dilanjutkan fisioterapis memberikan gerakan
tahanan.
c. Latihan koordinasi
a) Persiapan pasien
Pasien duduk di atas kursi senyaman mungkin
b) Pelaksanaan
Fisioterapis memberikan contoh gerakan terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan oleh pasien.
(1) Gerakan latihan koordinasi 1:
Finger to nose = pasien menyentuh hidung dengan jari pasien
Finger to finger = jari tangan kanan pasien menyentuh jari
tangan kiri pasien
Finger to therapis finger = pasien menyentuh jari terapis
dengan jari telunjuknya
Finger oppotition = jari telunjuk pasien menyentuh jari jari
pasien lainya.
Pronation supination = pasien bergerak membuka dan menutup
telapak tangan.
Arternate hill to knee = pasien menggerakan tumit nya sampai
menyentuh lutut sebelah yg berlawanan.
27
Arternate heel to toe = pasien menggerakan tumit nya sampai
menyentuh ujung jempol kaki yang berlawanan.
Setiap gerakan di lakukan 8x pengulangan.
(2) Gerakan latihan koordinasi 2 :
Persiapan alat :
Fisioterapis mempersiapakan biji jagung atau sedotan yang di
potong kecil – kecil dan 1 gelas, 1 botol.
Pelaksanaan :
Fisioterapis mengintruksikan pasien supaya memindah biji
jagung dari gelas ke botol.
(3) Latihan koordinasi 3 :
Fisioterapis mempersiapkan gambar langkah di lantai setiap
langkah ber jarak sekitar 40 cm .
Fisioterapis mengintruksikan pasien supaya berjalan mengikuti
step jarak langkah yang telah ter gambar di lantai.
(4) Massage
Persiapan alat : cream massage
Persiapa pasien : pasien tidur tengkurap di atas bed
Pelaksanaan : Fisioterapis meratakan cream massage
pada area punggung dan lengan atas
pasien. Kemudian fisioterapis mulai
memberikan gerakan massage strocking,
petrisage, friction.
2. Hari: Selasa Tgl: 20 Agustus 2019
Terapi ke 2 sama seperti terapi pertama.
3. Hari: Kamis Tgl: 22 Agustus 2019
Terapi ke 3 sama seperti terapi ke dua.
4. Hari: Selasa Tgl: 27 Agustus 2019
a. Infra Red
a) Persiapan alat
Cek kabel : pastikan kabel tidak rusak
b) Persiapan pasien
28
Pasien tidur terlentang di atas bed senyaman mungkin.
c) Pelaksanaan :
Hidupkan alat
Arahkan sinar infra red tegak lurus pada shoulder, elbow,
wrist, hip, knee, ankle secara bergantian. Penyinaran pada
setiap persendian 5 menit dan dengan jarak 30 cm.
Cek setiap 5 menit sekali.
Setelah selesai matikan infra red dan rapikan alat kembali.
b. General Eksercise
a) Persiapan pasien
Pasien tidur terlentang di atas bed senyaman mungkin
b) Pelaksanaan
Fisioterapis memberikan gerakan pasif di setiap regio (
shoulder, elbow, wrist, hip, knee, ankle ) dilanjutkan gerakan
aktif/ mandiri dari pasien dan dilanjutkan fisioterapis
memberikan gerakan tahanan.
c. Latihan koordinasi
a) Persiapan pasien
Pasien duduk di atas kursi senyaman mungkin
b) Pelaksanaan
Fisioterapis memberikan contoh gerakan terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan oleh pasien.
(1) Gerakan latihan koordinasi 1:
Finger to nose = pasien menyentuh hidung dengan jari
pasien
Finger to finger = jari tangan kanan pasien menyentuh jari
tangan kiri pasien
Finger to therapis finger = pasien menyentuh jari terapis
dengan jari telunjuknya
Finger oppotition = jari telunjuk pasien menyentuh jari jari
pasien lainya.
29
Pronation supination = pasien bergerak membuka dan
menutup telapak tangan.
Arternate hill to knee = pasien menggerakan tumit nya
sampai menyentuh lutut sebelah yg berlawanan.
Arternate heel to toe = pasien menggerakan tumit nya
sampai menyentuh ujung jempol kaki yang berlawanan.
Setiap gerakan di lakukan 8x pengulangan.
(2) Gerakan latihan koordinasi 2 :
Persiapan alat :
Fisioterapis mempersiapakan biji jagung atau sedotan
yang di potong kecil – kecil dan 1 gelas, 1 botol.
Pelaksanaan :
Fisioterapis mengintruksikan pasien supaya memindah biji
jagung dari gelas ke botol.
(3) Gerakan latihan koordinasi 3 :
Fisioterapis mempersiapkan gambar langkah di lantai
setiap langkah ber jarak sekitar 40 cm .
Fisioterapis mengintruksikan pasien supaya berjalan
mengikuti step jarak langkah yang telah ter gambar di
lantai.
d. Massage
Persiapan alat : cream massage
Persiapa pasien : pasien tidur tengkurap di atas bed
Pelaksanaan : Fisioterapis meratakan cream massage
pada area punggung dan lengan atas
pasien. Kemudian fisioterapis mulai
memberikan gerakan massage strocking,
petrisage, friction.
30
H. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan fisioterapi sebanyak 4 kali, di dapatkan
hasil sebagai berikut :
a. Evaluasi kekuatan otot
Regio Grup otot FT 1 FT 4
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksor 5 5 5 5
Ekstensor 5 5 5 5
Abductor 5 5 5 5
Adductor 5 5 5 5
Internal 4 4 5 5
rotator
Eksternal 4 4 5 5
rotator
Elbow Fleksor 5 5 5 5
Ekstensor 5 5 5 5
Pronator 4 4 5 5
Supinator 4 4 5 5
Wrist Palmar 5 5 5 5
fleksi
Dorsi 5 5 5 5
fleksi
Radial 4 4 5 5
deviasi
Ulnar 4 4 5 5
deviasi
Hip Fleksor 5 5 5 5
Ekstensor 5 5 5 5
Abductor 5 5 5 5
Adductor 4 4 5 5
Internal 5 5 5 5
31
rotation
Eksternal 5 5 5 5
rotation
Knee Fleksor 5 5 5 5
Ekstensor 5 5 5 5
Ankle Plantar 5 5 5 5
fleksi
Dorsal 5 5 5 5
fleksi
Inversi 5 5 5 5
Eversi 4 4 5 5
I. Evaluasi koordinasi
Gerakan FT 1 FT 4
Finger to nose + +
Finger to therapis finger ± +
Finger to finger + +
Alternate nose to finger terapis ± ±
Finger oposition - ±
Pronasion supination + +
Alternate heel to knee, hell to toe + +
Keterangan
+ = koordinasi baik
± = koordinasi kadang kadang baik
- = koordinasi tidak baik
J. Evaluasi keseimbangan
Jenis tes FT 1 FT 4
Tes pastur/ marsden 2 1
Fungtional rech test 28 cm 31 cm
32
Keterangan
0 = tetap tegak tanpa melangkah ke belakang
1 = berdiri tegak dengan satu langkah ke belakang
2 = mengambil dua atau lebih langkah ke belakang tapi masih
mampu meraih keseimbangan.
3 = mengambil beberapa langkah ke belakang keseimbangan bantuan
4 = jatuh ke belakang tanpa mengambil langkah
33
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien atas nama Tn.B usia 66 tahun dengan diagnosa fisioterapi adanya
tremor pada kedua lengan, kekuatan otot menurun, bradikinesia, spasme
otot. Setelah mendapat fisioterapi sebanyak 4 kali, di dapatkan hasil
sebagai berikut :
1. Adanya peningkatan pada koordinasi
2. Adanya kenaikan kekuatan otot
3. Keseimbangan membaik
B. Saran
Pada akhir penulisan makalah ini, penulis akan menyampaikan sedikit
saran demi tercapainya tujuan terapi secara optimal, terutama pada
fisioterapi, penderita, dan keluarga pasien.
1. Bagi Fisioterapis
Untuk senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan, sehingga untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat muncul pada penderita
dan dapat melakukan modalitas fisioterapi yang tepat untuk
keberhasilan terapi dan fisioterapis hendaknya mampu bekerjasama
dengan profesi lain.
2. Bagi Pasien
Diharapkan ketekunan dan ketelatenan dalam melakukan terapi dan
latihan di rumah secara teratur dapat menghasilkan terapi yang
optimal, sehingga permasalahan pasien dapat terpecahkan.
3. Bagi keluarga pasien
Diharapkan lebih memotivasi pasien dalam membantu proses
penyembuhan serta pengetahuan tentang hal-hal yang harus dan tidak
boleh dilakukan oleh pasien.
34
DAFTAR PUSTAKA
35