Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis ini sepintas
terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh sesungguhnya terjadi perubahan
yang luarbiasa pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga
dimensi, yaitu perubahan sturktur penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak
sekitarnya[1] dan struktur lainnya. Skoliosis ini biasanya membentuk kurva “C” atau kurva
“S”(David J Dandy).

Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke samping kiri atau
kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah
belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi
dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).

Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.


Scoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang abnormal dari spine
(tulang belakang). Spine mempunyai lekukan-lekukan yang normal ketika dilihat dari samping,
namun ia harus nampak lurus ketika dilihat dari depan. Kyphosis adalah suatu lekukan yang
dilihat dari sisi dimana spine bengkok kedepan (maju). Lordosis adalah suatu lekukan yang
dilihat dari sisi dimana spine bengkok kebelakang. Orang-orang dengan scoliosis
mengembangkan lekukan-lekukan tambahan ke setiap sisi, dan tulang-tulang dari spine
melingkar pada masing-masing seperti sebuah pencabut sumbat botol (corkscrew).

Skoliosis sebuah kondisi lengkungan ke samping pada tulang belakang yang dapat
merusak ruas-ruas tulang belakang kebanyakan anak-anak, remaja dan orang dewasa. Tulang
belakang manusia mempunyai banyak keistimewaan lengkungan-lengkungan alami yang
membantu tubuh kita untuk bergerak dan menjadi fleksibel. Pada umumnya Scoliosis dibagi atas
dua kategori diantaranya adalah Scoliosis Struktural dan Non Struktural . Skoliosis Struktural :
Suatu kurvatura lateral spine yang irreversible dengan rotasi vertebra yang menetap. Rotasi
vertebra terbesar terjadi pada apex. Jika kurva bertambah maka rotasi juga bertambah. Rotasi ini
menyebabkan saat foward bending costa menonjol membentuk hump di sisi convex.Sebaliknya
dada lebih menonjol di sisi concav. Scoliosis struktural tidak dapat dikoreksi dengan posisi atau
usaha penderita sendiri (Mion, Rosmawati, 2007).
B. Etiologi

Pada artikel yang ditulis oleh Norlaila H. Jamaluddin Dr Siow menyatakan bahwa skoliosis
dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan non struktural.

Skoliosis yang non struktural disebabkan oleh :

1. Tabiat yang tidak baik seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu saja
(menyebabkan sebelah bahu menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus (seperti
selalu membongkok atau badan tidak seimbang).

2. Kaki tidak sama panjang.

3. Kesakitan, contohnya disebabkan masalah sakit yang dirasakan di belakang dan sisi luar
paha, betis dan kaki akibat kemerosotan atau kerusakan cakera di antara tulang vertebra
dan menekan saraf.

Skoliosis struktural disebabkan oleh pertumbuhan tulang belakang yang tidak normal. Ciri – ciri
fisiknya adalah sebagai berikut :

1. Bahu tidak sama tinggi.

2. Garis pinggang tidak sama tinggi.

3. Badan belakang menjadi bongkok sebelah.

4. Payu dara besar sebelah.

5. Sebelah pinggul lebih tinggi.

6. Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.

Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis tidak dapat diketahui secara pasti. Penyebab
seseorang dapat mengalami skoliosis bermacam–macam. Ada yang disebabkan karena faktor
genetik, neuromuskuler dan ada pula yang idiopatik (Apotik Online dan Media Informasi, 2006)

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:

1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam pembentukan


tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu

2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau kelumpuhan
akibat penyakit berikut:
- Cerebral palsy

- Distrofi otot

- Polio

- Osteoporosis juvenil

3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.

Pada kebanyakan kasus-kasus, penyebab dari skoliosis tidak diketahui (idiopathic). Tipe dari
skoliosis ini digambarkan berdasarkan pada umur ketika skoliosis berkembang. Jika orang itu
kurang dari 3 tahun umurnya, ia disebut infantile idiopathic skoliosis. Skoliosis yang
berkembang antara umur 3 dan 10 tahun disebut juvenile idiopathic skoliosis, dan orang-orang
yang diatas 10 tahun umurnya mempunyai adolescent idiopathic skoliosis (Mion, Rosmawati,
2007).

Ada tiga tipe-tipe utama lain dari skoliosis:

1. Functional: Pada tipe skoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan abnormal
berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh. Ini dapat disebabkan
oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya atau oleh kekejangan-
kekejangan di punggung (Ngastiyah 2005)

2. Neuromuscular: Pada tipe skoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari
spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk sepenuhnya, atau
mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya. Tipe skoliosis ini berkembang pada orang-
orang dengan kelainn-kelainan lain termasuk kerusakan-kerusakan kelahiran, penyakit
otot (muscular dystrophy), cerebral palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu
dilahirkan, ia disebut congenital. Tipe skoliosis ini seringkali adalah jauh lebih parah dan
memerlukan perawatan yang lebih agresif daripada bentuk-bentuk lain dari skoliosis
(Nettina Sandra M)

3. Degenerative: Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari skoliosis yang ditemukan pada anak-
anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih
tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine yang disebabkan oleh arthritis.
Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan lunak lain yang normal dari spine
digabungkan dengan spur-spur tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan
dari spine yang abnormal (Nettina Sandra M)
C. Tanda dan Gejala

Gejalanya berupa:

- tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping

- bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya

- nyeri punggung

- kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama

- skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa menyebabkan
gangguan pernafasan (Alpers, Ann 2006)

Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan
pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri sehingga bahu kanan lebih
tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri. Awalnya
penderita mungkin tidak menyadari atau merasakan sakit pada tubuhnya karena memang
skoliosis tidak selalu memberikan gejala–gejala yang mudah dikenali. Jika ada pun, gejala
tersebut tidak terlalu dianggap serius karena kebanyakan mereka hanya merasakan pegal–pegal
di daerah punggung dan pinggang mereka saja. Skoliosis tidak menunjukkan gejala awal.
Kesannya hanya dapat dilihat apabila tulang belakang mulai bengkok. Jika keadaan bertambah
buruk, skoliosis menyebabkan tulang rusuk tertonjol keluar dan penderita mungkin mengalami
masalah sakit belakang serta sukar bernafas. Dalam kebanyakan kondisi, skoliosis hanya diberi
perhatian apabila penderita mulai menitik beratkan soal penampilan diri. Walaupun skoliosis
tidak mendatangkan rasa sakit, rata-rata penderita merasa malu dan rendah diri. (Jamaluddin,
2007)

Skoliosis pada masyarakat indonesia dapat dijumpai mulai dari derajat yang sangat
ringan sampai pada derajat yang sangat berat. (Rasjad Chairuddin 2003)

Skoliosis derajat ringan misalnya pembengkokan yang sedikit. Biasanya penderita tidak
banyak mengeluhkan apa-apa. Bahkan kadangkala orang sekitarnya yg merasa terganggu dengan
struktur bengkok tersebut misalnya orang tua penderita, pasangan. Derajat pembengkokan
biasanya diukur dengan cara Cobb dan disebut sudut Cobb. Dari besarnya sudut skoliosis dapat
dibagi menjadi (Kawiyana dalam Soetjiningsih, 2004) :

- Skoliosis ringan : sudut Cobb kurang dari 20

- Skoliosis sedang : sudut Cobb antara 21 – 40

- Skoliosis berat : sudut Cobb lebih dari 41


Pada skoliosis derajat berat (lebih dari 40 derajat), hanya dapat diluruskan melalui operasi.
Bukan saja operasi skoliosis merupakan salah satu operasi besar, tetapi juga dengan cara yang
berbeda-beda. Misalnya saja, di negara Ukraina, setelah operasi pasien harus berdiam di tempat
tidur selama 6 bulan dengan dibalut gips. Penyembuhan paska operasi di Indonesia juga
memakan waktu yang tidak sebentar. Di Jerman dengan metode baru yang dinamakan mobilisasi
pasien seteleh opeasi memperlihatkan perbedaan teknik yang menyolok. 1 hari setelah operasi,
pasien diharuskan bergerak dan berusaha berdiri dengan dibantu ahli-ahly gymnastik untuk
skoliosis. Hari ke 2 pasien diharuskan berjalan dengan dibantu alat-alat gimnasik dan tim
rehabilitasi. (Price, Sylvia Anderson. 2005)

D. Prognosis

Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan. Semakin besar
kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya progresivitas sesudah masa
pertumbuhan anak berlalu. Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki prognosis
yang bik dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain kemungkinan
timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin bertambah. (Doengoes, Marylinn
1999)

Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga memiliki prognosis yang baik
dan bisa hidup secara aktif dan sehat. (Nettina Sandra M 2001)

Penderita skoliosis neuromuskuler selalu memiliki penyakit lainnya yang serius (misalnya
cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu tujuan dari pembedahan biasanya adalah
memungkinkan anak bisa duduk tegak pada kursi roda. Bayi yang menderita skoliosis kongenital
memiliki sejumlah kelainan bentuk yang mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak
mudah dan perlu dilakukan beberapa kali pembedahan. (Rasjad Chairuddin 2003)

E. Patofisiologi

Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya syaraf –
syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas – ruas tulang belakang. Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal yang bentuk nya
seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring,
membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi
kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada
ruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau
seperti huruf S atau pun huruf C.( Ngastiyah. 2005)
F. Pengobatan

Pengobatan yang dilakukan tergantung kepada penyebab, derajat dan lokasi kelengkungan
serta stadium pertumbuhan tulang. Jika kelengkungan kurang dari 20 , biasanya tidak perlu
dilakukan pengobatan, tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan secara teratur setiap 6
bulan. (Sabiston 1994)

Pada anak-anak yang masih tumbuh, kelengkungan biasanya bertambah sampai 25-30 ,
karena itu biasanya dianjurkan untuk menggunakan brace (alat penyangga) untuk membantu
memperlambat progresivitas kelengkungan tulang belakang. Brace dari Milwaukee & Boston
efektif dalam mengendalikan progresivitas skoliosis, tetapi harus dipasang selama 23 jam/hari
sampai masa pertumbuhan anak berhenti. (Wim De Jong)

Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis kongenital maupun neuromuskuler. Jika
kelengkungan mencapai 40 atau lebih, biasanya dilakukan pembedahan. Pada pembedahan
dilakukan perbaikan kelengkungan dan peleburan tulang-tulang. Tulang dipertahankan pada
tempatnya dengan bantuan 1-2 alat logam yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20
tahun). Sesudah dilakukan pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk menstabilkan
tulang belakang. Kadang diberikan perangsangan elektrospinal, dimana otot tulang belakang
dirangsang dengan arus listrik rendah untuk meluruskan tulang belakang. (Nelson 1996)

G. Diagnosa

Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke depan sehingga
pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. (Price, Sylvia Anderson. 2005)

- Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks.

- Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

- Rontgen tulang belakang

- Pengukuran dengan skoliometer (alat untuk mengukur kelengkungan tulang belakang)

- MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen).

H. Penatalaksanaan

Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :

1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan

2. Mempertahankan fungsi respirasi

3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis


4. Kosmetik

Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :

a. Observasi

Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 pada tulang
yang masih tumbuh atau <50 pada tulang yang sudah berhenti pertumbuhannya. Rata-rata
tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto
polos tulang punggung pada waktu-waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan
setelah kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat
<20>20. (Ngastiyah. 2005)

b. Orthosis

Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan nama brace.
Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah : (Sabiston 1994)

- Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40

- Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.

c. Operasi

Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada skoliosis adalah :
(Price, Sylvia Anderson. 2005)

- Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa

- Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada anak yang
sedang tumbuh

- Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis


Gambar
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.\

www.totalkesehatananda.com/scoliosis2.html - 8k

sabiston. Buku Ajar Bedah, 1994. Bagian 2, 392-396

wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2;

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak ,Edisi 15. 1996.2360-2364, 689-692. EGC

Mion Rosmawati. Ilmu Kesehatan. 2007

David J Dandy MA MD FRCS Essential Orthopaedics and Trauma, 1993

Kawiyana dalam Soetjiningsih,Edisi 2004

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 3. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Nettina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Makasar : Bintang Lamumpatue

Anda mungkin juga menyukai

  • Rundown Fixxx
    Rundown Fixxx
    Dokumen3 halaman
    Rundown Fixxx
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • SK Kosong
    SK Kosong
    Dokumen18 halaman
    SK Kosong
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • FV
    FV
    Dokumen8 halaman
    FV
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Surat Peminjaman Alat Seminar
    Surat Peminjaman Alat Seminar
    Dokumen2 halaman
    Surat Peminjaman Alat Seminar
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • SK Kosong
    SK Kosong
    Dokumen11 halaman
    SK Kosong
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • SK Kosong
    SK Kosong
    Dokumen18 halaman
    SK Kosong
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL Kesmas SD
    PROPOSAL Kesmas SD
    Dokumen11 halaman
    PROPOSAL Kesmas SD
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • PENATALAKSANAAN PARKINSON
    PENATALAKSANAAN PARKINSON
    Dokumen40 halaman
    PENATALAKSANAAN PARKINSON
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Dokumen1 halaman
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • MMMM
    MMMM
    Dokumen17 halaman
    MMMM
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL Kesmas SD
    PROPOSAL Kesmas SD
    Dokumen11 halaman
    PROPOSAL Kesmas SD
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Auskultrasi Paru
    Auskultrasi Paru
    Dokumen14 halaman
    Auskultrasi Paru
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • OUTPUT Tugas
    OUTPUT Tugas
    Dokumen3 halaman
    OUTPUT Tugas
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Oooooo
    Oooooo
    Dokumen28 halaman
    Oooooo
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • IKM
    IKM
    Dokumen7 halaman
    IKM
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • OUTPUT Tugas
    OUTPUT Tugas
    Dokumen3 halaman
    OUTPUT Tugas
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Ipg 2
    Ipg 2
    Dokumen11 halaman
    Ipg 2
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Perbedaan NDT
    Perbedaan NDT
    Dokumen11 halaman
    Perbedaan NDT
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • C
    C
    Dokumen8 halaman
    C
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan Osteoartritis
    Pencegahan Osteoartritis
    Dokumen16 halaman
    Pencegahan Osteoartritis
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Spina Bifida
    Spina Bifida
    Dokumen19 halaman
    Spina Bifida
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Auskultrasi Paru
    Auskultrasi Paru
    Dokumen14 halaman
    Auskultrasi Paru
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan Osteoartritis
    Pencegahan Osteoartritis
    Dokumen16 halaman
    Pencegahan Osteoartritis
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Perkusi Paru
    Perkusi Paru
    Dokumen13 halaman
    Perkusi Paru
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 6 Spina Bifida
    Kelompok 6 Spina Bifida
    Dokumen29 halaman
    Kelompok 6 Spina Bifida
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • TENNIS ELBOW Intereferensi
    TENNIS ELBOW Intereferensi
    Dokumen12 halaman
    TENNIS ELBOW Intereferensi
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Fraktur P
    Fraktur P
    Dokumen16 halaman
    Fraktur P
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Dokumen1 halaman
    Tugas Bhs Jawa (Ninis)
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat
  • Collagen Vasculer Disease
    Collagen Vasculer Disease
    Dokumen14 halaman
    Collagen Vasculer Disease
    Nikita Fauzia Hanifa
    Belum ada peringkat